Anda di halaman 1dari 121

HUBUNGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL KB

TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA WANITA USIA SUBUR


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2018

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT (S.K.M)

Oleh:

Wiwit Sukmawati

11141010000026

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
EPIDEMIOLOGI
SKRIPSI, JULI 2018
Wiwit Sukmawati, NIM: 11141010000026
Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Jenis Suntik dan Pil KB
Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2018
xv+ 91 halaman,9 Tabel, 3 bagan, 5 Lampiran)
ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2015 prevalensi hipertensi
di Banten sebesar 12,52% dan lebih banyak dialami oleh perempuan. Pada
perempuan hipertensi juga dialami oleh wanita usia subur yang menggunakan
kontrasepsi hormonal dimana kontrasepsi yang paling banyak digunakan yaitu
suntik dan pil KB. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB
dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat tahun 2018.
Penelitian ini merupakan kuantitatif menggunakan desain studi kasus
kontrol dengan perbandingan 1:2 yaitu dengan 32 sampel kasus dan 64 sampel
kontrol. Adapun analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat
dengan menggunakan uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis alat kontrasepsi yang paling
banyak digunakan oleh wanita usia subur baik dalam kelompok kasus yaitu suntik
(43,8%) dan pil KB (28,1%). Sementara itu pada kelompok kontrol kontrasepsi
yang banyak digunakan oleh wanita usia subur yaitu suntik (71,9%) dan pil KB
(18,8%). Selain itu baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol wanita
usia subur sebagia besar menggunakan kontrasepsi dalam jangka waktu ≥2 tahun.
Adapun sebagian besar wanita usia subur yang mengalami hipertensi merupakan
pengguna kontrasepsi hormonal 71,9%. Hasil analisis bivariat menujukkan bahwa
penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB mencegah untuk
terjadinya hipertensi pada wanita usia subur OR: 0,264 (0,085-0,827). Selain itu
tidak terdapat hubungan signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal
dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi OR:
3,509 (0,929-13,251) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara lama
penggunaan kontrasepsi nonhormonal dengan kejadian hipertensi pada wanita
usia subur OR: 0,400 (0,031-5,151). Saran untuk wanita usia subur diharapkan
dapat memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi kesehatanya.
Kata Kunci : Hipertensi, Wanita usia subur, Kontrasepsi hormonal
Daftar bacaan : 59 (1998-2018)

i
FACULTY OF HEALTH SCIENCES

DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF EPIDEMIOLOGY

Undergraduated Thesis, July 2018

Wiwit Sukmawati, NIM: 11141010000026

The Correlation Between the Use of Contraception Type Injection and Pill with
Hypertension in Reproductive age women in Puskesmas Ciputat Area 2018

xiv+ 91 page, 9 tables,3 chart, 5 attacments)


ABSTRACT
Hypertension is a non-communicable disease that remains as a public
health problem in Indonesia. In 2015 the prevalence of hypertension in Banten is
12.52% and more experienced by women. Hypertension among women also
experienced by reproductive age women who use hormonal contrapceptions
where the most used contrapceptions are injections and birth control pills.
Therefore the purpose of this study was to determine the correlation between the
use of hormonal contraception type injection and pill with hypertension incidence
in reproductive age women in Puskesmas Ciputat Working Area 2018.
This study is a quantitative study using case control study design with 1: 2
ratio with 32 case samples and 64 control samples. The analysis in this study was
univariate and bivariate analysis by using Chi-Square test.
The results showed most of reproductive age women in case group use
injection (43.8%) and pill (28,1%). Meanwhile, among in the control grup
(71,9%) use injection and (18,8%) use pill as their contraception. In addition both
case and control groups of reproductive age women, mostly have use the ≥2
years. The majority of reproductive age women who experience hypertension are
the users of hormonal contrapception 71.9%. The result of bivariate analysis
showed that the use of hormonal contrapception type injection and birth control
pill prevent the occurrence of hypertension in reproductive age women OR: 0,264
(0,085-0,827). There was no significant relationship between duration of
hormonal contrapception use and hypertension incidence in reproductive age
women who use contraception OR: 3,509 (0.929-13,251) and there was no
significant relationship between the duration of use of nonhormonal contraception
and the incidence of hypertension in reproductive age women OR: 0.400 (0.031-
5.151). Suggestions for reproductive age women are expected to be able to choose
contraception that are in accordance with their health conditions.

Key words : Hypertension, reproductive age women, Hormonal contraception


References: 59 (1998-201

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

iv
LEMBAR PENGESAHAN

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Wiwit Sukmawati

Tempat/ Tanggal Lahir : Sumber Agung, 17 Maret 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Telp : 082112269818

Alamat email : Wiwitsukmawati47@gmail.com

Alamat : Desa Sumber Agung RT/RW 006/03 Kec.

Keluang Kab. Musi Banyuasin Sumatera

Selatan

B. Riwayat Pendidikan

2002-2008 : SDN Sumber Agung

2008-2011 : SMP Negeri 1 Keluang

2011-2014 : Madrasah Aliyah Mamba’ul Hisan

2014-Sekarang : S1 kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

C. Pengalaman Kerja

2016 dan 2017 : Pengalaman Belajar Lapangan I dan II di Wilayah Kerja

Puskesmas Kampung Sawah, Tangerang Selatan.

2018 : Magang di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Tangerang

Selatan.

vi
D. Pengalaman Organisasi

2013-2014 : Anggota OPMH bidang Kebersihan MA Mamba’ul Hisan.

2016-2017 : 1. Anggota Departemen Riset ESA UIN Jakarta

2. Kepala Departemen Keislaman As-Shof Muba

2017- sekarang: Anggota As-Shof Musi Banyuasi Departemen Keislaman

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, Segala Puji Bagi Allah SWT yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan nikmatnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Penggunaan

Alat Kontrasepsi Jenis Suntik dan Pil KB Terhadap Kejadian Hipertensi Pada

Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018”.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tentunya berkat dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, bapak (Imam Mawardi) dan ibu (Sri Murtini)

yang selalu memberikan doa disetiap waktu, memberikan semangat,

dukungan serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes,Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih atas waktu dan arahan yang diberikan setiap bimbingan, serta

semangat dan motivasi yang diberikan untuk penulis supaya penulis segera

menyelesaikan skripsi ini.

5. Para petugas Puskesmas Ciputat yang telah memberikan izin melakukan

penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

viii
6. Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang telah membantu dala

proses pengambilan data.

7. Program Beasiswa Santri Jadi Dokter (SJD) Kabupaten Musi Banyuasin

yang telah semangat dan dukungan secara materil sehingga penulis dapat

segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Adik Penulis (Algi) dan sepupu (Lana, Puput, Gilang dan Restu) serta

seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan

perhatian serta semangat untuk menyelesaikan skripsi.

9. Sahabat Penulis Handri susilowati dan Anis Khoirun Nisa yang selalu

memberikan doa, semangat serta motivasi untuk segera menyelesaikan

skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan Epidemiologi 2014 yang selalu memberikan

semangat dalam penyelesaian skripsi.

11. Teman-teman Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang telah

memberikan bantuan, semangat serta doa semoga kita semua diberi

kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi.

12. Teman- teman SJD Muba 2014, Anis, Eno, Maulana, Rizki, Hanifa, Desi,

Aisyah, Romania dan Carin yang telah memberikan semangat dan

motivasi dalam penyelesaian skripsi.

13. Seluruh Keluarga Besar As-Shof Muba yang telah memberikan semangat

dalam penyelesaian skripsi.

ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak

kesalahan dan kekurangan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, Juli 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iii


PERNYATAAN PERSETUJUAN .....................................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................................vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................xi
DAFTAR TABEL............................................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xvi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 7
D. Tujuan .................................................................................................................... 8
1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 8
2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 9
1. Bagi Puskesmas Ciputat ......................................................................................... 9
2. Bagi peneliti selanjutnya ........................................................................................ 9
3. Bagi Masyarakat .................................................................................................... 9
F. Ruang Lingkup ..................................................................................................... 10
BAB II............................................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 11
A. Hipertensi ................................................................................................................. 11
1. Definisi Hipertensi ................................................................................................ 11
3. Diagnosis Hipertensi ............................................................................................ 14
4. Jenis Hipertensi .................................................................................................... 14
5. Epidemiologi Hipertensi di Indonesia .................................................................. 15
6. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi .................................................................... 16
7. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Hipertensi ................................................ 22

xi
B. Kontrasepsi ............................................................................................................... 26
1. Definisi Kontrasepsi.............................................................................................. 26
2. Kontrasepsi Hormonal ......................................................................................... 29
4. Efek Samping Yang di Timbulkan oleh Alat Kontrasepsi ................................... 34
C. Kerangka Teori ......................................................................................................... 38
BAB III ............................................................................................................................. 40
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............................................ 40
A. Kerangka Konsep ................................................................................................. 40
B. Definisi Operasional............................................................................................. 42
C. Hipotesis............................................................................................................... 44
BAB IV ............................................................................................................................. 45
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 45
A. Desain Penelitian.................................................................................................. 45
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 45
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................... 46
1. Populasi ................................................................................................................. 46
2. Sampel................................................................................................................... 46
D. Instrumen Penelitian............................................................................................. 51
E. Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 51
F. Pengolahan Data .................................................................................................. 52
G. Analisis Data ........................................................................................................ 53
H. Etik Penelitian ...................................................................................................... 54
BAB V .............................................................................................................................. 55
HASIL PENELITIAN ...................................................................................................... 55
A. Gambaran Tempat Penelitian ............................................................................... 55
B. Gambaran Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018........................................................ 56
C. Gambaran Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2018. ................................................................................... 57
D. Gambaran Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2018....................................................................................................... 58
E. Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik Dan Pil
KB Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di
wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018............................................................. 59

xii
F. Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik dan Pil
KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018. ........................................................... 61
BAB VI ............................................................................................................................. 64
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 64
A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 64
B. Gambaran Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018. ........................................................... 65
C. Gambaran Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2018. ................................................................................... 66
D. Gambaran Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2018....................................................................................................... 72
E. Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik Dan Pil
KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di
wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018............................................................. 73
F. Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi dengan Kejadian Hipertensi
Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2018. .................................................................................................................. 78
BAB VII ............................................................................................................................ 82
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 82
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 82
B. Saran ......................................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 85
LAMPIRAN...................................................................................................................... 92

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan Darah menurut JNC……………………………..11

Tabel 2.2 Pola penggunaan Alat Kontrasepsi…………………………………....28

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………………..42

Tabel 4.1 Jumlah Sampel………………………………………………………...48

Tabel 5.1 Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna


Kontrasepsi…………………………………………………………….57

Tabel 5.2 Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Wanita Usia
Subur……………………………………………………………….......58

Tabel 5.2 Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi …………………………………59

Tabel 5.4 Hubungan Antara Penggunaan alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik
dan Pil KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur
PenggunaKontrasepsi…………………………………………………60

Tabel 5.5 Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan


Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi
………………………………………………………………………..62

xiv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………….39

Bagan 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………..41

Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel…………………………………………51

xv
DAFTAR SINGKATAN

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

KB : Keluarga Berencana

IMT : Indeks Masa Tubuh

IUD : Intrauterine Device

MOP : Metode Operasi Pria

MOW : Metode Operasi Wanita

PUS : Pasangan Usia Subur

SIRKESNAS : Survei Indikator Kesehatan Nasional

WUS : Wanita Usia Subur

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut data Survei Indikator

Kesehatan Nasional (SIRKESNAS) dalam Profil Kesehatan Indonesia,

pada tahun 2016 prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 30,9%.

Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi paling tinggi dialami oleh

wanita yaitu sebesar 32,9% .

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Banten tahun 2015

prevalensi hipertensi di Banten yaitu sebesar 12,52%. Berdasarkan jenis

kelamin hipertensi lebih banyak di alami oleh perempuan dengan

persentase 12,84%. Pada tahun 2015 di Kota Tangerang Selatan hipertensi

menduduki peringkat kedua terbesar penyakit yang sering dialami oleh

masyarakat dengan prevalensi sebesar 14,08 per 1.000 penduduk (Profil

Dinkes Tangerang Selatan 2015)

Di Puskesmas Ciputat pada tahun 2017 kasus hipertensi

menduduki urutan yang pertama dalam kejadian kasus penyakit tidak

menular. Hipertensi jarang dialami oleh wanita usia subur, hal ini

disebabkan oleh wanita yang belum mengalami menopause atau wanita

usia subur relatif terlindung dari penyakit kardiovaskular seperti hipertensi

karena kandungan hormon estrogen. Kecenderungan wanita akan terkena

1
2

hipertensi pada saat menopause yang diakibatkan oleh penurunan hormon

seks diantaranya hormon estrogen dan progesteron (Ridwan, 2002).

Di Puskesmas Ciputat dari 14.123 wanita usia subur di Puskesmas

Ciputat hanya ada 123 wanita usia subur yang mengalami hipertensi.

Meskipun hipertensi jarang terjadi pada wanita usia subur, kelompok

wanita usia subur memiliki risiko terkena hipertensi yang didapatkan dari

pemakaian alat kontrasepsi hormonal. Hal ini dibuktikan dari studi

pendahuluan yang dilakukan terdapat 20 (66,6%) dari 30 wanita usia subur

yang mengalami hipertensi merupakan pengguna alat kontrasepsi

hormonal (Kecamatan Ciputat Dalam Angka, 2017; Puskesmas Ciputat,

2017).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain riwayat hipertensi keluarga,

umur, obesitas, stres dan gangguan homonal. Gangguan hormonal dapat

diakibatkan oleh pemakaian obat-obatan seperti obat yang digunakan

untuk alat kontrasepsi. Alat Kontrasepsi sering digunakan oleh pasangan

usia subur yang istrinya berusia antara 15 sampai dengan 49 tahun yang

disebut wanita usia subur (WUS) untuk mengatur jarak kelahiran anak dan

mencegah kehamilan (Kemenkes, 2014; Sustrani,dkk, 2006; Profil

Kesehatan Indonesia, 2016).


3

Indonesia merupakan negara yang memiliki wanita usia subur

(WUS) paling banyak dibandingkan negara-negara di ASEAN yaitu

sebanyak 65 juta wanita usia subur. Angka penggunaan alat kontrasepsi di

Indonesia pun melebihi rata-rata penggunaan kontrasepsi di negara

ASEAN dimana rata-rata penggunaan kontrasepsi di Negara ASEAN yaitu

sebesar 58,1%. Indonesia menempati urutan keempat negara pengguna

kontrasepsi terbanyak di negara ASEAN. Adapun urutan terbanyak

penggunaan kontrasepsi di Negara ASEAN yaitu Thailand (80%),

Kamboja (79%), Vietnam (78%) dan Indonesia sebesar 61% (Buletin

Kesehatan Reproduksi, 2013).

Proporsi penggunaan KB di Indonesia pada tahun 2010 sebesar

55,8%, lalu angka ini meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 59,7%

pada tahun 2016 angka penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia

mengalami peningkatan kembali yaitu sebesar 74,80%. Berdasarkan Profil

Kesehatan Indonesia tahun 2016, Pasangan Usia Subur (PUS) paling

banyak menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik dan pil KB. Presentase

pengguna alat kontrasepsi jenis suntik yaitu sebesar 51,53% pada peserta

KB baru dan sebesar 47,96% pada peserta KB aktif, sedangkan persentase

penggunaan Pil KB yaitu sebesar 23,17 pada peserta KB baru dan sebesar

22,81% pada peserta KB aktif (Riskesdas, 2013 ; Profil Kesehatan

Indonesia, 2016).

Provinsi Banten juga menjadi provinsi dengan pengguna alat

kontrasepsi yang cukup tinggi yaitu pada tahun 2016 sebanyak 72,30%
4

PUS di Banten menggunakan alat kontrasepsi dengan alat kontrasepsi

yang paling banyak digunakan yaitu kontrasepsi jenis suntik dengan

persentase sebesar 54,60% pada peserta KB baru dan 52,61% pada peserta

KB aktif sedangkan persentase pengguna kontrasepsi jenis pil KB sebesar

24,47% pada peserta KB baru dan sebesar 22,92% pada peserta KB aktif

(Kemenkes, 2016).

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dengan

pengguna alat kontrasepsi yang cukup besar dengan persentase 74,15%

pada tahun 2015. Pencapaian tersebut telah melebihi indikator

keberhasilan yang dicanangkan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan yaitu 70%. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu puskesmas

yang ada di wilayah Kota Tangerang selatan yang memiliki pengguna alat

kontrasepsi yang banyak yaitu sebesar 70% pasangan usia subur di

wilayah kerja puskesmas Ciputat menggunakan alat kontrasepsi. Pada

tahun 2016 pengguna alat kontasepsi terbanyak yaitu kontrasepsi hormonal

jenis KB suntik dan Pil KB dengan persentase 71,2% pada peserta KB

baru dan sebesar 69% pada peserta KB aktif untuk kontrasepsi jenis suntik.

Sedangkan presentase pengguna kontrasepsi jenis Pil KB sebesar 15,4%

pada peserta KB baru dan sebesar 9,8% pada peserta KB baru (Profil dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2015; Profil Puskesmas Ciputat

tahun 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Isfandari dkk (2015) menyebutkan

bahwa wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal berisiko lebih


5

tinggi 10% terkena hipertensi dibandingkan dengan wanita yang

menggunakan alat kontrasepsi non hormonal. Selain itu, pada penelitian

Pangaribuan dan Lolong (2015) menyebutkan bahwa wanita usia 15-49

tahun yang menggunakan kontrasepsi pil berisiko 1,38 kali lebih besar

mengalami hipertensi dibandingkan dengan wanita usia 15-49 tahun yang

tidak menggunakan kontrasepsi pil. Penelitian Sujono, dkk (2013)

menyebutkan pemakaian kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB

berisiko sebesar 2,93 dan 3,61 kali dengan terjadinya peningkatan tekanan

darah dibandingkan dengan pemakai kontrasepsi non hormonal jenis IUD.

Lama penggunaan kontrasepsi hormonal berkaitan erat dengan

terjadinya gangguan kesehatan yang dialami wanita usia subur pengguna

kontrasepsi hormonal. Salah satu gangguan kesehatan yang dapat dialami

wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal yaitu peningkatan

tekanan darah (Baziad, 2002). Berdasarkan penelitian Lestari dkk (2013)

menunjukkan terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut menyatakan ibu

yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal dalam waktu lebih dari 2

tahun memiliki risiko 2,954 terkena hipertensi dibandingkan dengan ibu

yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu kurang

dari 2 tahun.

Berdasarkan data di atas diketahui kasus hipertensi pada wanita

usia subur banyak dialami oleh pengguna kontrasepsi hormonal. Beberapa

penelitian diatas menyebutkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi jenis


6

suntik KB dan pil KB meningkatkan risiko hipertensi. Namun menurut

Ridwan (2002) wanita usia subur relatif terlindung dari penyakit

kardiovaskular seperti hipertensi karena kandungan hormon estrogen. Dari

hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara

penggunaan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dengan

kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat menempati

urutan pertama dalam kasus penyakit tidak menular. Pada wanita usia

subur hipertensi jarang terjadi. Hal ini terbukti dari 14.123 wanita usia

subur di Puskesmas Ciputat hanya ada 123 wanita usia subur yang

mengalami hipertensi. Meskipun hipertensi jarang terjadi pada wanita usia

subur tetapi wanita usia subur memiliki risiko untuk mengalami hipertensi.

Risiko hipertensi pada wanita usia subur dapat terjadi karena penggunaan

alat kontrasepsi hormonal. Hal tersebut dibuktikan dari hasil studi

pendahuluan yang menunjukkan bahwa sebesar terdapat 20 (66,6%) dari

30 wanita usia subur yang mengalami hipertensi merupakan pengguna alat

kontrasepsi hormonal. Adapun jenis kontrasepsi yang sering digunakan

pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Ciputat yaitu alat

kontrasepsi hormonal dimana proporsi alat kontrasepsi yang paling tinggi

digunakan adalah alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB. Pada

penelitian Isfandari dkk (2015) menyebutkan bahwa wanita yang


7

menggunakan alat kontrasepsi hormonal 10% berisiko lebih tinggi terkena

hipertensi dibandingkan dengan wanita yang menggunakan alat

kontrasepsi non hormonal. Namun menurut Ridwan (2002) wanita usia

subur relatif terlindung dari penyakit kardiovaskular seperti hipertensi

karena kandungan hormon estrogen. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian terkait hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal

di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian hipertensi pada wanita usia subur yang

pengguna alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB di wilayah

kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

2. Bagaimana gambaran penggunaan jenis alat kontrasepsi yang

digunakan oleh wanita usia subur diwilayah kerja Puskesmas Ciputat

tahun 2018.

3. Bagaimana gambaran lama penggunaan alat kontrasepsi yang

digunakan oleh wanita usia subur pengguna kontrasepsi di wilayah

kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

4. Apakah terdapat hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi

hormonal jenis suntik dan pil dengan kejadian hipertensi pada wanita

usia subur pengguna kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas Ciputat

tahun 2018.
8

5. Apakah terdapat hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi dengan

kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi

diwilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dengan

kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi di

wilayah kerja puskesmas Ciputat tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi pada wanita usia

subur pengguna kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB di

wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

b. Untuk mengetahui gambaran penggunaan jenis alat kontrasepsi

yang digunakan oleh wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas

Ciputat tahun 2018.

c. Untuk mengetahui gambaran lama penggunaan alat kontrasepsi

yang digunakan oleh wanita usia subur pengguna kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

d. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi

hormonal jenis suntik dan pil KB dengan kejadian hipertensi pada


9

wanita usia subur pengguna kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas

Ciputat tahun 2018.

e. Untuk mengetahui hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi

dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna

kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Ciputat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

rekomendasi bagi petugas pemberi pelayanan KB di Puskesmas

Ciputat untuk menyusun kebijakan terkait penggunaan alat kontrasepsi

pada wanita usia subur.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu

referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait masalah

hipertensi pada wanita usia subur, khususnya pada pengguna alat

kontrasepsi hormonal.

3. Bagi Masyarakat

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pengetahuan

baru bagi masyarakat terutama wanita usia subur dan menjadi

pertimbangan untuk pemilihan alat kontrasepsi sesuai dengan kondisi

kesehatan wanita usia subur pengguna kontrasepsi.


10

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan

menggunakan desain studi kasus kontrol yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB

dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur diwilayah kerja

puskesmas Ciputat tahun 2018. Populasi pada penelitian ini adalah wanita

usia subur pengguna kontrasepsi yang datang ke pelayanan Puskesmas

Ciputat pada bulan September tahun 2017 - Maret 2018. Adapun analisis

yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan april sampai mei tahun 2018 di

wilayah Kerja puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi oleh

negara Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah

di pembuluh darah meningkat secara kronis.Hipertensi adalah peningkatan

tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima

menit dalam keadaan tenang (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan

suatu keadaan ketika tekanan darah meningkat secara kronis. Hal tersebut

terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memnuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh (Riskesdas, 2013).

Menurut Joint National Comitte (JNC) dalam Kemenkes RI (2014)

Tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistol
Klasifikasi tekanan Darah Diastol
(mmHg)
(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 160 atau >160 100 atau >100
Sumber : Infodatin Hipertensi,2014

11
12

Penyakit hipertensi seringkali terjadi tanpa menimbulkan gejala

sehingga penderita hipertensi tidak merasa sakit. Pada umumnya hipertensi

ditandai dengan gejala diantaranya sakit kepala, mudah marah, rasa berat di

tengkuk, sulit tidur, kelelahan, gelisah, dan pandangan menjadi kabur

(Kemenkes,2014).

2. Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan standar BSH (British

Society of Hypertension) menggunakan alat ukur sphygmomanometer air

raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. Pemeriksaan tekanan darah

setelah pasien duduk tenang selama 5 menit dengan kaki menempel di

lantai, lengan disangga dan letakkan tensimeter setinggi jantung. Gunakan

manset yang sesuai yaitu manset yang dapat melingkari sedikitnya 80%

lengan atas. Tekanan darah sistolik adalah saat mulai terdengar (Fase 1,

Koroktoff) dan tekanan darah diastolik adalah saat dimana bunyi akan

menghilang (Fase 5 Korotkoff). Pengukuran dilakukan minimal dua kali

setiap kunjungan (Dharmeizar, 2012).

Adapun prosedur pengukuran tekanan darah menurut Kemenkes

(2012) adalah sebagai berikut :

a. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya

menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan

makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk

beristirahat setidaknya 5 - 15 menit sebelum pengukuran.


13

b. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran

sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi

tenang dan posisi duduk.

c. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi

kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan

responden di atas meja sehinga manset yang sudah terpasang sejajar

dengan jantung responden.

d. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan

memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara

pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju berlengan

panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju

tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan.

e. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka

ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa mancet.

Selain itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran

tekanan darah yaitu jika hasil pengukuran hasilnya ekstrim, pengukuran

dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya antara 2

menit dengan melepaskan manset pada lengan, apabila responden tidak

bisa duduk dan pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring

(Kemenkes, 2014).
14

3. Diagnosis Hipertensi

Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer karena pasien

dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik).

Penemuan fisik yang utama yaitu meningkatnya tekanan darah. Pengukuran

rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk

mendiagnosis hipertensi. Hasil dari pengukuran tekanan darah ini yang

digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan

tingkatnya (Depkes, 2006).

4. Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 (Kemenkes

RI, 2014)

a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial

Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) walaupun hipertensi ini dering dikatikan denga

kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola

makan. Hipertesni ini terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi

(Kemenkes, 2014)

b. Hipertensi Sekunder atau hipertensi non esensial

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui

penyebabnya. Sekitar 5-10% penderita hipertensi ini penyebabnya

adalah penyakit ginjal dan pada sekitar 1-2% penderita penyebabnya

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu seperti pil


15

KB Selain itu penyebab terjadinya hipertensi yang diketahui yaitu

gangguan hormonal, diabetes melitus dan hipertensi yang

berhubungan dengan kehamilan (Kemenkes, 2014; Sustrani dkk,

2006).

5. Epidemiologi Hipertensi di Indonesia

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah dipembuluh

darah meningkat secara kronis (Kemenkes, 2013). Di Indonesia hipertensi

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi dan

dicegah agar prevalensi hipertensi di Indonesia perlahan dapat menurun.

Pada tahun 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7%. Pada

tahun 2013 prevalensi hipertensi di Indonesia turun menjadi 25,8%.

Sedangkan menurut jenis kelamin hipertensi lebih banyak terjadi pada

perempuan yaitu sebesar 28,8% sedangkan pada laki-laki terjadi sebesar

22,8%. Hipertensi sering terjadi seiring bertambahnya usia. Hal ini terlihat

dari data yang ada pada Riskesdas (2013) dimana persentase kejadian

hipertensi meningkat seiring bertambahnya umur yaitu pada usia diatas 75

tahun persentase hipertensi paling tinggi yaitu sebesar 63,8%.

Selain itu menurut tempat prevalensi hipertensi lebih banyak

terjadi pada penduduk yang bertempat tinggal diperkotaan dibandingkan

penduduk yang tinggal di pedasaan dimana prevalensi hipertensi di

perkotaan yaitu sebesar 26,1% sedangkan dipedesaan prevalensi hipertensi

yaitu sebesar 25,5% (Kemenkes,2013).


16

6. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi di

bagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat di ubah dan faktor yang tidak

dapat diubah.

a. Faktor yang tidak dapat di ubah


1) Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Seiring

bertambahnya umur risiko terkena hipertensi juga semakin besar.

Pada usia lanjut hipertensi terutama hanya ditemukan berupa

kenaikan tekanan darah sistolik atau yang biasa dikenal dengan

hipertensi sistolik terisolasi (HST) (Kemenkes, 2014).

Berdasarkan data riskesdas (2013) hipertensi tertinggi terjadi pada

usia 75 tahun keatas. Umur dapat dikatakan sebagai faktor risiko

terjadinya hipertensi. Hal tersebut dapat dibuktikan dari penelitian

Heriziana (2017) yang menyatakan terdapat hubungan antara

umur dengan kejadian hipertensi. Pada penelitian tersebut

menyebutkan bahwa usia ≥56 tahun mempunyai risiko sebanyak

1,556 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan

responden yang berumur kurang dari 56 tahun.

Pada wanita, hipertensi lebih dialami oleh wanita yang

sudah mengalami menopause dibandingkan dengan wanita usia

subur. Hal ini disebabkan karena hormon estrogen dipercaya

melindungi wanita yang belum mengalami menopause dari


17

hipertensi. estrogen berperan dalam meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi merupakan

faktor pencegah terjadinya proses aterosklerosis pada pembuluh

darah yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah

(Hakim dkk, 2015)

Menurut teori wanita agak terlambat untuk terkena

hipertensi kecuali telah mengalami menopause. Wanita yang

belum mengalami menopause relatif terlindung dari penyakit

kardiovaskular seperti hipertensi karena kandungan hormon

estrogen. Kecenderungan wanita akan terkena hipertensi pada saat

menopause yang diakibatkan oleh penurunan hormon seks

diantaranya hormon estrogen dan progesteron (Ridwan,2002).

2) Riwayat Hipertensi Keluarga

Riwayat hipertensi keluarga menjadi faktor risiko

terjadinya hipertensi. Faktor gen memiliki peranan besar terhadap

munculnya hipertensi. Hal tersebut diperkuat dengan temuan

bahwa dari 10 dari orang penderita hipertensi ditemukan 90%

diantaranya memiliki riwayat keluarga yang terkena hipertensi.

Meski demikian gen dapat menimbulkan hipertensi karena ada

faktor pemicu lainnya (Sutanto,2010)

Berdasarkan penelitian Heriziana (2016) didapatkan hasil

adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian

hipertensi. Penelitian tersebut menyatakan bahwa seseorang yang


18

memiliki riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko sebanyak

1.620 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan

seseorang yang tidak memiliki keluarga hipertensi. Hasil ini

berbeda dengan penelitian Yenni (2010) yang menyatakan tidak

ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi.

b. Faktor Risiko yang Dapat di Ubah

1) Obesitas

Obesitas merupakan peningkatan berat badan lebih dari

20% dari berat badan normal. Berat badan normal bila Indeks

Massa Tubuh (IMT) antara 18,5-22,9 Kg/m2, berat badan lebih

/overweight yaitu IMT sebesar 23-24,9 Kg/m2 dan obesitas adalah

seseorang yang memiliki IMT ≥ 25 Kg/m2. Orang yang memiliki

tubuh gemuk mempunyai 5 kali risiko lebih tinggi terkena

hipertensi dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan

normal (Kemenkes, 2014).

Selain itu distribusi penumpukan lemak di bagian sentral

tubuh akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh

darah. Lingkar perut ≥ 90 cm untuk laki-laki dan ≥ 80 cm untuk

perempuan juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan

pembuluh darah (Kemenkes, 2014)

Obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan tidak

seimbang dimana seseorang lebih banyak mengonsumsi lemak dan


19

protein tanpa memperhatikan serat. Pada penelitian Yeni dkk (2009)

menyatakan terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian

hipertensi. Pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa orang yang

memiliki berat badan berlebih cenderung memiliki tekanan darah

yang lebih tinggi daripada orang yang memiliki berat badan normal

atau kurus.

2) Pola Makan

Pola makan juga merupakan salah satu faktor risiko

hipertensi. Para pakar menemukan faktor makanan modern dapat

menjadi penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang

diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah

tinggi dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium

dalam jumlah yang berlebih. Natrium dalam jumlah berlebih dapat

menahan air (retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah.

Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya

dan tekanan darah akan meningkat. Selain itu natrium yang berlebih

akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan akan menyumbat

pada pembuluh darah (Sutrani dkk, 2006).

Pola makan tidak sehat diantaranya kebiasaan

mengkonsumsi makanan instan yang telah menggantika bahan

makanan segar. Hal tersebut menyebabkan kelebihan natrium.

Apabila asupan natrium berlebih, tekanan darah akan meningkat

akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah


20

(Sutomo, 2009). Berdasarkan penelitian Rachmawati (2013)

seseorang yang sering mengkonsumsi makanan asin berisiko 6,571

kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang

jarang mengkonsumsi makanan asin.

3) Kurang Aktivitas Fisik

Kurang melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan

risiko seseorang terkena hipertensi. Orang yang tidak aktif bergerak

cenderung memiliki denyut jantung yang lebih tnggi sehingga otot

jantung harus bekerja lebih keras pada saat kontraksi (Yulianti dan

Sitanggang, 2006). Berdasarkan penelitian Rohmah (2016)

menyatakan bahwa wanita yang tidak berolahraga rutin memiliki

risiko 2,022 mengalami hipertensi dibandingkan dengan wanita yang

berolahraga rutin. Penelitian Rachmawati (2013) juga menyebutkan

sesorang yang tidak pernah olahraga mempunyai risiko sebesar

5,152 kali terkena hipertensi dibandingkan orang yang melakukan

olahraga teratur.

4) Stres

Stres adalah suatu tekanan fisik maupun psikis yang luar

biasa yang terjadi karena adanya pengalaman traumatik yang dapat

meliputi ancaman serius yang dialami seseorang. Menurut

Kemenkes (2014) dalam Buku Pintar Posbindu Seri 2, berdasarkan

gejala yang dialami stres dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:


21

a) Fisik

Gejala yang biasa dialami oleh orang yang stres fisik

diantaranya jantung berdebar-debar, muka merah, berkeringat,

nafsu makan berubah, sulit tidur, sakit kepala, gugup dan

gangguan pencernaan.

b) Mental

Gejala yang dialami oleh seseorang yang mengalami stres

mental diantaranya merasa tertekan, menarik diri, bingung,

kehilangan kesadaran, depresi, marah dan tidak bisa rileks.

Stres mempunyai dapat dikaitkan sebagai faktor penyebab

terjadinya hipertensi yang tidak diragukan lagi. Stres dapat

meningkatkan tekanan darah dalam jangka waktu yang pendek

dengan cara mengaktifkan bagian otak dan sistem saraf yang

biasanya mengendalikan tekanan darah secara otomatis

(Dalimartha, dkk, 2008). Selain itu dalam penelitian Windarsih

dkk (2017) disebutkan terdapat hubungan antara stress dengan

kejadian hipertensi. Semakin tinggi stress yang dialami lansia

semakin tinggi pula kejadian hipertensi.

5) Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi keluarga dapat berpengaruh dengan

terjadinya hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Windarsih dkk

(2017) menyebutkan terdapat hubungan antara tingkat sosial

ekonomi dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut


22

menyebutkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang maka

akan semakin rendah kejadian hipertensi. Hal tersebut terjadi karena

pada masyarakat dengan status ekonomi menengah kebawah, mereka

akan lebih banyak menggunakan penghasilannya untuk memenuhi

kebutuhan pokoknya dari pada untuk memeriksakan kesehatan.

7. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Hipertensi

a) Penyakit Ginjal

Penyakit ginjal merupakan penyebab terjadinya hipertensi.

Keadaan ini terjadi hampir pada hampir 80% kasus hipertensi sekunder.

Tekanan darah akan meningkat hingga menyebabkan hipertensi ketika

fungsi ginjal terganggu. Kondisi ini menyebabkan oleh rusaknya organ-

organ yang dilewati darah akibat tekanan darah tinggi, salah satunya

adalah ginjal. Penyakit ginjal merupakan merupakan 5-10% penyebab

terjadinya hipertensi (Sutomo, 2009)

Pada penderita hipertensi dengan gangguan ginjal, fungsi ginjal

tidak berjalan dengan normal dan protein keluar dari darah kemudian

masuk kedalam urine (Iskandar, 2010)

b) Gangguan Hormonal

Hipertensi juga dapat disebabkan oleh gangguan hormonal atau

pemakaian obat seperti penggunaan pil KB. Sekitar 1-2% hipertensi

terjadi akibat kelaianan hormonal atau pemakaian obat. Hipertensi yang


23

disebabkan oleh hal tersebut dinamakan hipertensi sekunder (Sutomo,

2009).

Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi tekanan darah pada

seseorang baik hormon estrogen maupun hormon progesteron. Estrogen

merupakan salah satu hormon yang dapat meningkatkan retensi elektrolit

didalam ginjal, sehingga dapat meningkatkan reabsorbsi natrium dan air

yang menyebabkan hipervolemi sehingga curah jantung meningkat

sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat. Sedangkan

progesteron dapat merendahkan kadar HDL-Kolesterol dan meninggikan

kadar LDL-Kolesterol sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis kadar

LDL-Kolesterol tinggi dalam darah yang dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan

tekanan pembuluh darah (Hartanto, 2010).

Pada wanita pengguna kontrasepsi pil peningkatan ringan tekanan

darah sistolik dan diastolik terjadi terutama pada 2 tahun pertama

penggunaan kontrasepsi tersebut. Ketika penggunaan pil kontrasepsi

dihentikan, biasanya tekanan darah akan kembali. Pada pengguna pil

kontrasepsi yang mengandung estrogen, kejadian hipertensi dapat

meningkat 2-3 kali lipat setelah 4 tahun penggunaan pil kontrasepsi

(Baziad, 2002).

Selain itu hubungan lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal

juga dibuktikan oleh penelitian Runiar dan Kusmarjathi menyebutkan

terdapat hubungan signifikan antara pemakaian alat kontrasepsi suntikan


24

dengan tekanan darah pada akseptor KB di Puskesmas II Denpasar

Selatan.

Penelitian sudayasa,dkk (2017) menyebutkan jangka waktu lama

pemakaian kontrasepsi oral merupakan faktor risiko terhadap kejadian

hipertensi pada akseptor kontrasepsi oral di Klinik Kencana BKKBN

Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu pada penelitian tersebut akseptor

kontrasepsi oral yang menggunakan kontrasepsi dalam waktu > 6 bulan

berisiko 3,894 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan

akseptor kontrasepsi oral yang menggunakan kontrasepsi tersebut ≤ 6

bulan. Selain itu penelitian Kim&Park (2013) menyebutkan lama

penggunaan kontrasepsi oral berhubungan positif terhadap peningkatan

tekanan darah. Pengguna kontrasepsi oral dalam jangka waktu lebih dari

24 bulan berisiko 1,96 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan

mereka yang tidak pernah memakai kontrasepsi oral.

c) Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme dari

distribusi gula oleh tubuh. Pada pendeita diabetes biasanya tubuh tidak

dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak

mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi kelebihan

glukosa didalam darah (Sustrani, 2006).

Adapun klasifikasi diabetes melitus terdiri atas 3 yaitu diabetes

Mellitus tipe I, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes kehamilan.


25

1. Diabetes tipe I

Diabetes tipe I biasanya ditemukan pada penderita yang

mengalami diabetes sejak anak-anak atau remaja. Penderita harus

mendapatkan suntik insulin setiap hari selam hidup, sehingga

dikenal dengan istilah Insulin - dependent diabetes mellitus

(IDDM) atau diabetes melitus yang bergantung pada insulin untuk

mengatur metabolisme gula dalam darah (Sustrani, 2006).

2. Diabetes tipe II

Diabetes melitus tipe II terjadi jika insulin hasil produksi

pankreas tidak cukup atau sel lemak otot tubuh menjadi kebal

terhadap insulin sehingga terjadi gangguan pengiriman gula ke sel

tubuh. Pada umumnya penderita diabetes tipe ini berusia 40 tahun

ke atas (Sustrani, 2006).

3. Diabetes Kehamilan

Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan. Sekitar 95%

penderita tidak mengalami lagi setelah melahirkan. Pada diabetes

ketika hamil hanya mengalami gejala yang ringan dan tidak

membahayakan bagi siibu, tetapi menimbulkan masalah bagi

bayinya. Kebanyakan kasus dapat ditangani dengan diet dan

olahraga, namun ada pula yang sampai membutuhkan insulin

(Sustrani, 2006).
26

Diabetes mellitus dapat menyebabkan komplikasi terhadap

penderitanya. Bentuk-bentuk komplikasi yang terjadi pada penderita

diabetes mellitus adalah sebagai berikut : (Bustan, 2007)

(1) Sistem Kardiovaskular : hipertensi, infark miokard, insufiensi

koroner

(2) Mata : retinopati diabetika dan katarak

(3) Saraf : neropati diabetika

(4) Paru-paru :TBC

(5) Ginjal: pielonefritis, glumeruloskelrosis

(6) Hati : sirosis hepatis

(7) Kulit : gangrene, ulkus, furunkel

Angka kejadian hipertensi pada penderita diabetes mellitus 1,5-2

kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes. Selain

itu komplikasi yang sering menyertai penderita diabetes yaitu hipertensi

dengan angka kejadian sekitar 35-75%. Risiko kematian akibat diabetes

mellitus juga meningkat apabila penderita diabetes tersebut mengalami

tekanan darah tinggi (Sutomo, 2009).

B. Kontrasepsi

1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan salah satu upaya dalam Program Keluarga

berencana yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam program keluarga

berencana kontrasepsi digunakan untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan


27

usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi perlindungan

serta bantuan yang sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan

keluarga yang berkualitas. Selain itu keluarga berencana (KB) merupakan

strategi untuk menurunkan angka kematian ibu khususnya ibu dengan

kondisi 4T. 4T yaitu terlalu muda melahirkan, terlalu sering melahirkan,

terlalu dekat jarak melahirkan dan terlalu tua melahirkan. Kontrasepsi

merupakan upaya untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan

akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma dengan

menggunakan alat atu obat-obatan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara

dan dapat pula bersifat permanen (BKKBN Riau, 2016; Profil Kesehatan

Indonesia,2016).

Dalam Program Keluarga Berencana, sasaran pelaksanaan program

ini adalah Pasangan Usia Subur (PUS) atau pasangan suami istri yang

berstatus menikah, yang istrinya berusia antara 15 sampai dengan 49 tahun.

PUS pada peserta KB dibagi menjadi peserta KB baru dan peserta KB aktif.

Peserta KB baru adalah PUS yang baru pertama kali menggunakan alat

kontrasepsi dan PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah

melahirkan atau keguguran. Sedangkan peserta KB aktif merupakan PUS

yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi tanpa diselingi

kehamilan (Profil Kesehatan Indonesia, 2016)

Adapun pola penggunaan alat kontrasepsi yang rasional

berdasarkan usia adalah sebagai berikut (Hartanto, 2010)


28

Tabel 2.2 Pola Penggunaan alat kontrasepsi

Fase Reproduksi Kelompok Umur Metode Kontrasepsi

Menunda Kehamilan < 20 tahun Metode pil, IUD mini dan

metode sederhana.

Menjarangkan Kehamilan 20-30 tahun IUD, Suntik, Minipil, pil,

implant dan metode

sederhana.

Menghentikan/ mengakhiri 30- 35 tahun keatas IUD, suntik, minipil, pil,

kehamilan Kontrasepsi mantap

(Kontap) dan metode

sederhana.

Pada usia < 20 tahun merupakan usia yang memiliki risiko tinggi maka

dari itu sebaiknya pada usia tersebut dianjurkan untuk tidak memiliki anak

terlebih dahulu. Prioritas penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan diantara

pil oral dikarenakan pengguna masih muda. Sedangkan pada usia diatas 30

terutama diatas 35 tahun kontrasepsi yang dianjurkan menjadi pilihan utama

yaitu kontrasepsi mantap (Kontap) dikarenakan pada usia tersebut dianjurkan

untuk mengakhiri kehamilan karena alasan medis dan alasan lainnya (Hartanto,

2010)
29

2. Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung

hormon estrogen dan progesteron didalamnya. Estrogen dan Progesteron

bekerja dalam kontrasepsi dengan memberikan umpan balik kepada kelenjar

hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap

perkembangan folikel dan proses ovulasi. Hormon progesteron dapat

menghambat pengeluaran hormon luteinizing (LH) dan menghambat ovulasi.

Sedangkan estrogren berfungsi untuk mempercepat peristaltik tuba sehingga

hasil konsepsi mencapai uterus – endometrium yang belum siap menerima

implantasi (Manuaba, 1998).

Kontrasepsi hormonal terdiri dari dari tiga jenis kontrasepsi yaitu

sebagai berikut:

a. Susuk atau Implant

Menurut Implant Saiffudin dalam Meihartati (2016) adalah

alat kontrasepsi yang sering digunakan wanita usia subur dengan

cara dipasang dibawah kulit lengan atas bagian dalam dari lipatan

siku. Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mgr Levonorgestrel

yang akan dikeluarkan setiap harinya akan dikeluarkan sebanyak 80

mcg. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai progesteron yang

menghalangi pengeluaaran hormon LH sehingga tidak akan terjadi

ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi moigrasi

spermatozoa serta dapat menyebabkan endometrium tidak siap

menjadi tempat nidasi (Manuaba, 1998)


30

Implant dikenal dengan dua jenis yaitu Non-Biodegradable

Implant (Norplant) dan Biodegradable Implant. Norplant terdiri dari

6 kapsul kosong silatik yang diisi dengan hormon Levonorgestrel

dengan daya kerja 5 tahun. Keuntungan pemakaian norplant antara

lain efektivitas tinggi dalam mencegah kehamilan, tidak

mengandung estrogen sehingga tidak terdapat efek samping yang

ditimbulkan oleh estrogen, efek kontraseptif segera berakhir setelah

implantnya dikeluarkan. Selain itu pemakaian norplant selama

menyusui tidak akan mempengaruhi hormon bayinya (Hartanto,

2010).

b. Suntik KB

Kontrasepsi suntik adalah jenis kontrasepsi melalui suntik

yang dilakukan secara rutin satu bulan sekali maupun tiga bulan

sekali, dimana yang disuntikan adalah hormon estrogen dan

progesteron (Rasjidi, 2014). Alat kontrasepsi suntik terdiri dari dua

jenis kontrasepsi suntikan yang berdaya lama yang banyak dipakai

yaitu Depot Medroxyprogesterone asetat (DMPA) dan

Norethindore enanthate (Net-EN). DMPA merupakan alat

kontrasepsi suntik yang diberikan tiga bulan sekali sedangkan

NET-EN diberikan setiap 8 minggu sekali untuk 6 bulan pertama

selanjutnya diberikan setiap 12 minggu sekali (Hartanto, 2010)

Selain itu terdapat jenis alat kontrasepsi suntik lainnya yaitu

kontrasepsi suntik sebulan sekali. Kontrasepsi suntik sebulan sekali


31

mengandung estrogen dan progesteron serta sangat efektif dengan

kegagalan kurang dari 1%. Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi

sebulan sekali ini wanita mengalami menstruasi atau perdarahan

secara teratur setiap bulan, jangan menyebabkan spotting dan efek

menghambat fertilitasnya cepat menghilang. Namun kerugian

utama dari obat suntik sebulan ini adalah efek samping dari

estrogen yang dikandung dalam obat suntik tersebut sering dialami

oleh wanita pengguna kontrasepsi ini (Pendit, 2006).

c. Pil KB

Pil KB biasa disebut dengan kontrasepsi oral yang

mengandung estrogen dan progesteron untuk mencegah kehamilan.

Pil oral yang diminum setiap hari bekerja untuk menghambat

ovulasi, mengubah lapisan endometrium dan menghalangi jalannya

sperma kedalam uterus dengan mengentalkan lendir serviks

(Pendit, 2006).

Pemakaian kontrasepsi oral mempunyai keuntungan seperti

melindungi terhadap kehamilan ektopik, melindungi terhadap

karsinoma ovarium, dan berkurangnya kelainan yang sering terjadi

selama haid seperti disminore atau sakit saat haid (Hartanto, 2010).

3. Kontrasepsi Non-hormonal

Kontrasepsi non-hormonal adalah kontrasepsi yang tidak

mengandung hormon. Adapun jenis-jenis alat kontrasepsi non-hormonal

adalah sebagai berikut:


32

a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ Intra Uterine Devices (IUD)

Alat Kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD adalah cara

pencegahan kehamilan yang sangat efektif, aman, dan reversibel bagi

wanita tertentu, terutama wanita yang tidak terjangkit PMS dan sudah

pernah melahirkan. AKDR merupakan suatu alat plastik atau logam kecil

yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis (Pendit, 2007)

Kontrasepsi IUD lebih efektif dari pada kontrasepsi oral. Pada

pengguna IUD angka kegagalan bahkan lebih rendah pada wanita lebih

tua yang kesuburannya secara alamiah sudah bekurang. Keuntungan dari

pemakaian IUD antara lain tidak banyak membutuhkan kepatuhan

sehingga dapat meminimalisir kegagalan, IUD juga dapat bekerja lama,

alat IUD ini menghasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun sehingga efektif

dari segi biaya. Selain itu IUD pada umumnya sangat mudah untuk

dikeluarkan dan kesuburan akan pulih secara cepat (Glasier&Gebbie,

2006)

b. Kondom

Kondom adalah selubung tipis yang pas menutupi penis yang

sedang ereksi dan mencegah semen masuk kedalam vagina. Kondom

merupakan alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Efektivitas

dari kondom bergantung dengan pengalaman pemakai dan konsistensi

pemakaian. Angka kegagalan diantara kondom biasanya sekitar 12%

pada tahun pertama pemakaian (Pendit, 2007)


33

Selain kondom pada pria, terdapat pula kontrasepsi kondom

wanita. kondom wanita ini terdiri dari 2 cincin polyurethane yang lentur

berbentuk diafragma yang terdapat pada masing-masing ujung dari suatu

selubung lunak polyurethane yang lunak. Cincin ini dipasang tinggi

didalam vagina dan tidak perlu dipasang tepat menutupi serviks karena

akan terdorong selama senggama, cincin luar menutupi labia dan dasar

dari penis (Hartanto, 2010)

c. Metode Operasi wanita/Tubektomi (MOW)

Metode Operasi Wanita (MOW) atau tubektomi adalah metode

kontrasepsi yang digunakan oleh seorang wanita yang tidak ingin

mengalami kehamilan kembali dengan cara oklusi tuba fallopi sehingga

spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu. Untuk memperoleh hal

tersebut perlu dilakukan 2 langkah tindakan yaitu mencapai tuba fallopi

dan oklusi/penutupan tuba fallopi (Hartanto, 2010)

Efektivitas penggunaan MOW dapat dikatakan cukup tinggi

dimana angka kegagalan pengguna MOW hanya sebesar 0,4% pada

tahun pertama. Terdapat 2 pendekatan yang sering digunakan untuk

memperoleh akses ke tuba fallopi yaitu laporotomi dan laporoskopi.

Kedua pendekatan ini sangat efektif dengan angka kegagalan kurang dari

1 per 100 setelah satu tahun (Pendit, 2007)

d. Metode Operasi Pria/Vasektomi (MOP)

Metode operasi pria atau vasektomi merupakan suatu metode

kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan
34

sangat efektif. Dasar dari vasektomi adalah oklusi vas deferens, sehingga

menghambat perjalanan spermatozoa dan tidak didapatkan spermatozoa

didalam semen. Berbeda dengan tubektomi, vasektomi tidak langsung

menyebabkan infertilitas. Spermatozoa yang sudah ada didalam sistem

reproduksi pria pada bagian urethral dari obstruksi, harus dikeluarkan

semuanya sebelum pasangan suami istri terlindung dari kehamilan

(Hartanto, 2010).

Efektivitas vasektomi sangat tinggi. Pada umumnya angka

kegagalan pada pengguna vasektomi sebesar < 1%. Adapun salah satu

penyebab kegagalan pada pengguna vasektomi yaitu senggama yang

tidak menggunakan pelindung sebelum semen/ejakulat bebas dari

spermatozoa. Keuntungan dari vasektomi antara lain morbiditas rendah

dan hampir tidak ada mortalitas, biaya yang murah dan cepat karena

hanya memerlukan waktu 5-10 menit saja (Hartanto, 2010).

4. Efek Samping Yang di Timbulkan oleh Alat Kontrasepsi

a. Susuk atau Implant

Efek samping yang paling utama dari Norplant adalah perubahan

pola haid yang kira-kira terjadi pada 60% akseptor dalam tahun pertama

insersi. Hal yang paling sering terjadi yaitu bertambahnya hari

menstruasi dalam satu siklus, berkurang panjangnya siklus haid,

Amenore. Selain itu keluhan yang sering terjadi akibat efek samping

kontrasepsi implant yaitu sakit kepala (Hartanto, 2010)


35

Selain itu pemakaian kontrasepsi hormonal jenis implant memiliki

efek samping nyeri di tempat pemasangan, pertambahan berat badan, dan

nyeri tekan payudara. Adapun efek samping dengan bahaya serius pada

penggunaan implant antara lain terjadi infeksi ditempat pemasangan dan

komplikasi pencabutan (Gebbie&Glasier, 2006).

b. Suntik KB

Suntik KB ini termasuk kontrasepsi yang banyak digunakan oleh

wanita usia subur. efek samping yang biasa terjadi pada akseptor suntik

KB ini adalah keluar flek-flek, perdarahan ringan diantaran dua masa

haid, sakit kepala, kenaikan berat badan (Siswosuharjo & Chakrawati,

2011). Selain efek samping tersebut penggunaan kontrasepsi suntik dapat

menimbulkan efek samping perubahan profil lemak dan nyeri tekan

payudara. Adapun bahaya serius yang mungkin timbul dalam

penggunaan alat kontrasepsi suntik antara lain depresi, alergi, dan

memungkinkan terjadinya pengeroposan tulang (Gebbie&Glasier, 2006).

Pada penelitian Ardiansyah& Fachri (2017) menyebutkan terdapat

hubungan signifikan antar pemakaian alat kontrasepsi jenis suntik tiga

bulan terhadap kejadian hipertensi. Dari penelitian tersebut didapatkan

sebanyak 57,6% subjek penelitian mengalami peningkatan tekanan darah

sistolik dan sebanyak 36,3 % subjek penelitian mengalami peningkatan

tekanan darah diastolik. Selain itu ada penelitian Tendean dkk (2017) di

Puskesmas Ratona Weru menyebutkan terdapat hubungan antara

penggunaan DMPA terhadap tekanan darah pada ibu.


36

c. Pil KB

Efek samping berbahaya pada pemakaian kontrasepsi oral adalah

meningkatnya risiko penyakit sistem kardiovaskular pada wanita >35

tahun, terutama pada wanita perokok. Telah disepakati bahwa

penggunaan pil oral dapat menambah risiko tromboemboli vena, penyakit

jantung iskemik, stroke dan hipertensi (Hartanto, 2010). Selain itu efek

samping yang sering dialami pengguna kontrasepsi oral diantaranya

mual, perubahan suasana hati, penurunan gairah seks (Pendit, 2006).

Efek samping berbahaya lain yang mungkin ditimbulkan pada

penggunaan kontrasepsi pil yaitu komplikasi kardiovaskular, depresi,

adenoma hati dan kemungkinan terjadi peningkatan risiko kanker

payudara dan kanker serviks (Gebbie&Glasier, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh The, dkk (2017) tentang hubungan

antara hubungan antara penggunaan pil KB dengan hipertensi pada

Pasangan Usia Subur di Desa Sangaji Nyeku Kecamatan Tabaru

Kabupaten Halmahera Barat menunjukkan adanya hubungan signifikan

antara penggunaan Pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita

pasangan usia subur dengan di peroleh OR sebesar 3.398, artinya wanita

yang menggunakan kontrasepsi Pil KB berisiko 3,398 kali lebih berisiko

mengalami hipertensi dibandingkan dengan wanita yang tidak

menggunakan kontrasepsi pil.


37

d. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/ Intra Uterine Devices (IUD)

Efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi dari

penggunaan IUD dikemudian hari antara lain yaitu rasa sakit dan

perdarahan. Efek samping ini merupakan alasan medis utama dari

penghentian penggunaan IUD. Perdarahan yang bertambah banyak dapat

berbentuk volume darah haid yang bertambah, perdarahan yang

berlangsung lebih lama dan spotting atau bercak diantara haid (Hartanto,

2010)

e. Kondom

Secara umum kondom tidak memiliki efek samping. Namun pada

sebagian pengguna kondom efek samping yang mungkin ditimbulkan

pada pemakai kondom yang mengalami kepekaan terhadap karet atau

pelumas yang digunakan pada sebagian kondom. Untuk kondom wanita

efek samping jangka pendek yang mungkin terjadi yaitu iritasi oleh

lateks, bahan spons atau spermisida yang digunakan (Pendit, 2006).

f. Metode Operasi wanita/Tubektomi (MOW)

Pada pengguna MOW tidak terdapat efek samping jangka panjang

yang jelek. Namun efek samping yang sering ditemukan pola haid yang

abnormal pada pengguna kontrasepsi tubektomi. Efek samping yang

mungkin terjadi pada pengguna kontrasepsi tubektomi adalah sebagian

pemakai mengalami nyeri ringan dan perdarahan serta luka infeksi

setelah pelaksanaan tubektomi (Pendit, 2006 ; Hartanto, 2010)


38

g. Metode Operasi Pria/Vasektomi (MOP)

Metode Operasi Pria/ Vasektomi (MOP) merupakan kontrasepsi

non hormonal yang digunakan untuk pria. Efek samping yang

ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi vasektomi yaitu sebagian

pengguna mengalami pembengkakan ringan, nyeri, infeksi dan memar

setelah tindakan vasektomi (Pendit, 2006)

C. Kerangka Teori

Kerangka Teori ini dimodifikasi dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Kurniawati,H (2010). Berdasarkan teori yang didapatkan dari

tinjuan pustaka dan hasil dari beberapa penelitian terkait didapatkan faktor

risiko hipertensi dapat dikelompokkan menjadi faktor yang tidak dapat diubah

dan faktor yang dapat di ubah. Adapun faktor risiko yang tidak dapat diubah

yaitu umur dan riwayat hipertensi keluarga, sedangkan faktor penyebab

terjadinya hipertensi yang dapat diubah yaitu obesitas, stres dan sosial

ekonomi. Gangguan hormonal yang dapat mempengaruhi hipertensi pada

penelitian ini yaitu penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Selain itu terdapat

faktor penyebab terjadinya hipertensi antara lain penyakit ginjal, gangguan

hormonal dan diabetes melitus. Oleh karena itu kerangka teori pada penelitian

ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:


39

Faktor risiko yang tidak dapat


diubah
1. Umur
2. Riwayat Hipertensi
keluarga

Faktor risiko yang dapat


diubah
1. Obesitas
2. Pola Makan
3. Kurang aktivitas Fisik
4. Stress
5. Sosial ekonomi

Faktor penyebab terjadinya


hipertensi
Hipertensi
1. Penyakit ginjal
2. Lama penggunaan
kontrasepsi hormonal
3. Diabetes Mellitus

Jenis Alat Kontrasepsi


1. Hormonal
2. Non Hormonal

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan hipertensi

Sumber: (Kemenkes, 2014), (Pangaribuan&Lolong, 2013), (Ardiansyah&Fahri,2017),


(Heriziana,2017), (Lestari I dkk,2013), dan sumber lainya.
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah disusun maka dibuat kerangka

konsep penelitian yang ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal serta lama penggunaan

kontrasepsi hormonal terhadap kejadian hipertensi pada wanita usia subur

pengguna kontrasepsi. Maka dapat diketahui variabel independen dari penelitian

ini terdiri dari penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dan

penggunaan kontrasepsi non hormonal serta lama penggunaan kontrasepsi

hormonal. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian

hipertensi pada wanita usia subur. Adapun variabel perancu pada penelitian ini

adalah obesitas dan status ekonomi. Pada penelitian ini, faktor yang dapat

menjadi counfounding dikendaliakan dengan menggunakan teknik matching.

Teknik matching yaitu pemilihan subjek kontrol yang sama dengan subjek kasus

untuk faktor risiko yang akan dikendalikan (Sumantri, 2011). Dikarenakan pada

penelitian ini menggunakan perbandingan 1:2, maka teknik matching dalam

pengambilan sampel dilakukan dengan cara setiap ada satu wanita usia subur

yang obesitas pada kelompok kasus maka akan dipasangkan dengan dua wanita

usia subur yang obesitas pada kelompok kontrol. Berdasarkan variabel tersebut

maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:

40
41

Jenis Alat Kontrasepsi Hipertensi pada wanita usia


subur

Lama Penggunaan
kontrasepsi Hormonal

1. Obesitas
2. Sosial Ekonomi

Gambar 3.1 Kerangka konsep Penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara

pemakaian alat kontrasepsi hormonal jenis pil dan suntik serta lama

penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi pada wanita

usia subur. pada penelitian ini alat kontrasepsi hormonal jenis implant tidak di

teliti dikarenakan berdasarkan Hartanto (2010) dan Gebbie & Glasier (2006)

pada KB implant tidak mempunyai efek samping hipertensi. Maka dari itu

peneliti hanya meneliti variabel kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB

serta lama waktu penggunaan kontrasepsi hormonal.


42

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel Dependen

1. Hipertensi Peningkatan tekanan darah spygmomanometer  Pengukuran 0. Normal (< Ordinal


dilakukan dengan
sistolik lebih dari 140 mmHg 140/90mmHg)
posisi responden
dan tekanan darah diastolik (Kemenkes RI, 2013)
duduk atau
lebih dari 90 mmHg pada dua berbaring 1.Hipertensi (sistolik ≥140
(kemenkes, 2014)
kali pengukuran dengan selang mmHg atau diastolik ≥90
 Sebelum diukur
waktu lima menit dalam mmHg) (Riskesdas, 2013)
responden duduk
keadaan tenang (Kemenkes, beristirahat

2013) setidaknya 5-15


menit
(kemenkes,2014)
Variabel Independen
43

1 Jenis alat Alat-alat yang digunakan untuk Kuesioner Wawancara 0. Non-Hormonal Ordinal

kontrasepsi kontrasepsi 1. Hormonal

2 Lama Lamanya waktu pemakaian alat Kuesioner Wawancara 1. < 2tahun (singkat) Ordinal

pemakaian kontrasepsi yang pernah 2. ≥ 2 tahun (lama)

kontrasepsi digunakan responden saat ( Baziad, 2002)

hormonal pengumpulan data/wawancara

dilakukan (Rohmatin, 2015)


44

C. Hipotesis
a. Ada hubungan antara penggunaan jenis alat kontrasepsi hormonal jenis

suntik dan pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur

pengguna kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.

b. Ada hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi hormonal jenis suntik

dan pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna

kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian epidemiologi analitik dengan

desain studi kasus kontrol. Studi kasus kontrol merupakan studi epidemiologi

yang mempelajari tentang sebab akibat dengan cara membandingkan antara

kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan paparan (Anggraeni, 2015).

Dalam penelitian ini, kelompok kasus adalah wanita usia subur yang mengalami

hipertensi dan menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB,

sedangkan kelompok kontrol adalah wanita usia subur yang tidak mengalami

hipertensi dan menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB.

Kelemahan desain studi kasus kontrol yaitu dapat terjadi bias informasi

dikarenakan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti mengharuskan responden

untuk mengingat. Bias informasi pada penelitian ini sering terjadi pada variabel

lama penggunaan kontrasepsi. Untuk mengendalikan hal tersebut apabila wanita

usia subur lupa berapa lama waktu penggunaannya maka lama penggunaan

kontrasepsi diukur setelah persalinan terakhir.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang terdiri dari

2 kelurahan yaitu Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung. Adapun penelitian

ini dilakukan pada bulan April hinggal bulan Mei 2018.

45
46

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua wanita usia subur yang

menggunakan alat kontrasepsi bertempat tinggal di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

kasus dan kelompok kontrol. Adapun sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berikut adalah

kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kelompok Kasus

Kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kasus adalah sebagai

berikut:

1) Kriteria Inklusi

a) Wanita usia subur terdiagnosis hipertensi dan berkunjung di

Puskesmas Ciputat pada bulan September 2017-10 maret 2018

b) Wanita usia subur yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat

2) Kriteria Eksklusi

a. Wanita usia subur terdiagnosis hipertensi bertempat tinggal di

luar wilayah kerja Puskesmas Ciputat

b. Wanita usia subur yang terdiagnosis diabetes mellitus di

Puskesmas Ciputat pada bulan September 2017 – Maret

2018.
47

c. Wanita usia subur yang mempunyai penyakit ginjal

d. Wanita usia subur yang mempunyai riwayat hipertensi

keluarga.

e. Wanita usia subur yang menderita hipertensi sebelum

menggunakan alat kontrasepsi.

b. Kelompok Kontrol

1) Kriteria Inklusi

a. Wanita usia subur yang tidak terdiagnosis hipertensi dan

berkunjung di Puskesmas Ciputat pada bulan September

2017- Maret 2018

b. Wanita usia subur yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat

2) Kriteria Eksklusi

a. Wanita usia subur bertempat tinggal di luar wilayah kerja

Puskesmas Ciputat

b. Wanita usia subur yang terdiagnosis diabetes melitus di

Puskesmas Ciputat pada bulan September 2017 – Maret

2018.

c. Wanita usia subur yang mempunyai penyakit ginjal

d. Wanita usia subur yang mempunyai riwayat hipertensi

keluarga

Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut maka dilakukan

perhitungan sampel. Perhitungan sampel pada penelitian ini menggunakan


48

rumus kontrol per kasus. Adapun perhitungan sampel pada penelitian ini

menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut:

1 1
n = [Z1-2 ∝ √(1 − 𝑘) P(1 − P) + Z1-β √𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − P2)/k]2

( P1-P2)2

Dengan :

(𝑂𝑅)𝑃2
P1= dan P= (P1+kP2)/(1+k)
(𝑂𝑅)𝑃2+(1−𝑃2)

Keterangan:

P : Proporsi rata-rata

P1 : proporsi kelompok kasus yang terpajan

P2 : proporsi kelompok kontrol yang terpajan

n : Jumlah sampel penelitian


1
Z1-2 ∝ : Tingkat kemaknaan 95%

Z1-β : Kekuatan uji 80%

Perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebesar 1:2

Tabel 4.1 Jumlah Sampel

Variabel Peneliti P1 P2 OR N

Hormonal Kurniawati, 2010


0,529 0,146 4,35 22

Non-Hormonal Rusiandy, 2010 0,925 0,769 3,72 29

Lama penggunaan
Lestari, 2013 0,82 0,61 2,954 24
kontrasepsi hormonal
49

Berdasarkan perhitungan sampel diatas didapatkan jumlah sampel

terbanyak yaitu sebesar 29. Untuk menghindari sampel yang drop out

maka besar sampel ditambah 10%, maka jumlah sampel minimal yang

dibutuhkan sebesar 32. Pada penelitian ini digunakan perbandingan 1:2

yaitu 32 kasus dan 64 kontrol. Perbandingan 1:2 digunakan pada penelitian

ini dikarenakan jumlah kasus yang hanya sedikit dan jumlah kontrol yang

banyak sehingga pemilihan perbandingan 1:2 dapat memenuhi jumlah

sampel kasus yang dibutuhkan pada penelitian ini.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini terdiri dari pengambilan

sampel kasus dan pengambilan sampel kontrol. Teknik pertama yang

dilakukan yaitu melakukan skrining dari data wanita usia subur yang

berkunjung di poli KB lalu membuat kerangka sampel. Adapun kerangka

sampel dalam penelitian kelompok kasus yaitu daftar nama wanita usia

subur yang terdiagnosis hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

pada bulan september 2017 sampai maret 2018. Berdasarkan pasien kasus

yang berkunjung di Puskesmas Ciputat bulan september sampai maret

didapatkan 40 wanita usia subur pengguna kontrasepsi mengalami

hipertensi. Diantara 40 wanita usia subur terdapat 3 wanita usia subur

memiliki riwayat hipertensi keluarga dan 2 pernah mengalami hipertensi

kehamilan sehingga 35 wanita usia subur yang memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi namun berdasarkan perhitungan sampel hanya dibutuhkan 32

sampel sehingga hanya diambil 32 wanita usia subur.


50

Pemilihan kelompok kontrol dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik simple random sampling dengan menggunakan

kerangka sampel. Kerangka sampel dalam kelompok kontrol yaitu wanita

usia subur yang tidak terdiagnosis hipertensi dan menggunakan

kontrasepsi yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat pada bulan September

2017 sampai dengan maret 2018 dan sesuai dengan kriteria inklusi dan

ekslusi. Dalam kerangka sampel terdapat 232 wanita usia subur yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dari kerangka sampel

tersebut dilakukan random sampai menghasilkan 64 sampel.

Pada penelitian ini confounding dikendalikan dengan teknik

matching. Adapun variabel yang menjadi confounding adalah obesitas dan

sosial ekonomi. Teknik matching dalam pengambilan sampel dilakukan

dengan cara setiap ada satu wanita usia subur yang obesitas pada

kelompok kasus maka akan dipasangkan dengan dua wanita usia subur

yang obesitas pada kelompok kontrol. Hal tersebut berlaku pula untuk

variabel sosial ekonomi.

Adapun gambaran alur pengambilan sampel pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:


51

Melakukan Skrining
Mendapatkan Melakukan
data wanita usia subur
Kerangka Sampling Pengambilan sampel
yang mengunjungi Poli (Baik Kelompok Kasus kasus
KB bulan September maupun Kontrol)
2017 sampai Maret
2018

Melakukan
Mendapatkan pengambilan kelompok
sampel kelompok kontrol dengan teknik
kasus dan kontrol. matching dan simple
random sampling

Bagan 4.1 alur pengambilan data

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan variabel

independen pada penelitian ini seperti jenis alat kontrasepsi hormonal yang

digunakan responden dan lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

Pertanyaan dalam kuesioner ini berupa pertanyaan tertutup sehingga jawaban

bersifat subjektif berdasarkan yang pernah dialami oleh responden.

E. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan dua acara yaitu :

1. Data sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data dari

buku register poli KB dan rekam medis pada bulan september tahun

2017 sampai dengan maret 2018. Data tersebut diambil sebagai data
52

pendukung untuk menentukan sampel baik dari kelompok kasus

maupun kelompok kontrol. Adapun data sekunder yang diambil yaitu

alamat responden dan tekanan darah yang terakhir di lakukan

pengukuran. Selain itu didalam pengambilan data sekunder yang

diambil yaitu wanita usia subur pengguna kontrasepsi suntik, pil, IUD

dan tubektomi sedangkan pengguna kontrasepsi implant tidak diambil

menjadi responden.

2. Data Primer

Data primer pada penelitian ini dikumpulkan dengan wawancara

menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan darah ulang

menggunakan spygmomanometer. Peneliti mewawancarai responden

secara langsung dengan menggunakan kuesioner dan mengukur tekanan

darah responden untuk mengetahui tekanan darah. Wawancara yang

dilakukan tersebut untuk mendapatkan data terkait jenis kontrasepsi

yang digunakan dan lama penggunaan alat kontrasepsi.

F. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka selanjutnya dilakukan

pengolahan data dengan tahap sebagai berikut:

1. Editing

Editing merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa

kembali kelengkapan data yang dilakukan dilapangan. Kegiatan ini

dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data responden yang ada

didalam kuisioner penelitian.


53

2. Coding

Pemberian kode ini dilakukan disetiap pertanyaaan yang ada

didalam kuisioner. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

mempermudah pengolahan data.

3. Entry Data

Kegiatan ini dilakukan dengan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam software komputer untuk mempermudah analisis

data sesuai tujuan penelitian.

4. Cleaning

Tahap ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kembali data

yang telah di entry didalam software komputer dan memastikan bahwa

tidak ada kesalahan data yang dimasukkan kedalam software tersebut.

G. Analisis Data

Untuk melakukan analisis data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini

digunakan dua jenis analisis data yaitu analisis univariat dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel yang diteliti. Analisis univariat pada penelitian ini

digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen (penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil kB

serta lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal) terhadap variabel

dependen penelitian (hipertensi pada wanita usia subur).


54

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan pada variabel

independen dan variabel dependen ini maka digunakan Chi Square

(0−𝐸)2
dengan rumus sebagai berikut: 𝑋 2 =∑ 𝐸

Keterangan : 𝑋 2 = Chi Square

O = Nilai observasi E = Nilai

Ekspektasi

H. Etik Penelitian

Penelitian ini sudah diajukan ethical clearance-nya kepada Komisi Etik

penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan disetujui dengan nomor surat

Un.01/F10/KP.01.1/KE.SP/04.27.001/2018.
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Tempat Penelitian

Puskesmas Ciputat terletak di jalan Ki Hajar Dewantoro no.7

Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten. Puskesmas

Ciputat merupakan Puskesmas yang membawahi dua kelurahan di Kecamatan

Ciputat. adapun kelurahan yang masuk kedalam wilayah kerja Puskesmas

Ciputat yaitu Kelurahan Ciputat dan Cipayung.

Puskesmas Ciputat menempati tanah seluas seluas 693 m2 dengan luas

bangunan ± 1200 m2 yang terdiri dari 2 lantai. Puskesmas Ciputat merupakan

salah satu dari 3 Puskesmas yang berada di Kecamatan Ciputat dengan letak

geografi sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Kampung

Sawah

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru

d. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Timur

Kegiatan pelayanan di puskesmas Ciputat dipusatkan di lantai 1,

sedangkan lantai 2 difungsikan sebagai ruang kepala puskesmas dan staff,

55
56

data, serta ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan pengobatan

TB Paru, klinik sanitasi, klinik PTRM dan laboratorium.

Di Puskesmas Ciputat pelayanan penggunaan alat kontrasepsi

dilakukan di Poli KB. Pelayanan tersebut dilakukan setiap hari senin sampai

dengan hari sabtu. Untuk pelayanan alat kontrasepsi suntik, pil KB, dan

kondom dilakukan setiap hari selama jam kerja, namun untuk pelayanan

kontrasepsi implant dan IUD hanya di lakukan pada hari jum’at. Pelayanan

penggunaan alat kontrasepsi di Puskesmas dilakukan di dalam gedung dan di

luar gedung. Pelayanan di luar gedung dilakukan di posyandu. Adapun

pelayanan KB diluar gedung yaitu pelayanan kontrasepsi suntik, pil KB dan

kondom. Sebelum dilakukan pelayanan penggunaan alat kontrasepsi, akseptor

KB akan terlebih dahulu dilakukan pengukuran tekanan darah. Untuk

pengguna kontrasepsi yang baru pertama kali akan menggunakan alat

kontrasepsi terlebih dahulu diberi konseling terkait efek samping dari alat

kontrasepsi yang akan digunakan.

B. Gambaran Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna

Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi


sebagai berikut:
57

Tabel. 5.1
Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018

Kejadian Hipertensi

Jenis Kontrasepsi Kasus Kontrol

N % n %

Hormonal 23 71,9 58 90,6

Non Hormonal 9 28,1 6 9,4

Jumlah 32 100 64 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa wanita usia subur

yang mengalami hipertensi paling banyak merupakan pengguna kontrasepsi

hormonal dengan persentase sebesar 71,9%.

C. Gambaran Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Alat kontrasepsi yang digunakan oleh wanita usia subur di Puskesmas

Ciputat pada penelitian ini yaitu alat kontrasepsi jenis suntik, pil, IUD dan

tubektomi. Berdasarkan hasil penelitian, pengunaan alat kontrasepsi pada

wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Ciputat pada tahun 2018 dapat

disajikan dalam tabel sebagai berikut:


58

Tabel 5.2

Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Kejadian Hipertensi

Jenis Kontrasepsi Kasus Kontrol

N % n %

Suntik 14 43,8 46 71,9

Pil 9 28,1 12 18,8

IUD 6 18,8 4 6,3

Tubektomi 3 9,4 2 3,1

Jumlah 32 100 64 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alat kontrasepsi yang

digunakan oleh wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun

2018 pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol terbanyak yaitu

menggunakan kontrasepsi jenis suntik dengan persentase 43,8% pada

kelompok kasus dan sebesar 71,9 % pada kelompok kontrol.

D. Gambaran Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2018

Lama penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur

dikategorikan menjadi singkat yaitu < 2 tahun dan lama ≥2 tahun. Adapun
59

lamanya penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel. 5.3

Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas


Ciputat Tahun 2018
Kejadian Hipertensi
Penggunaan
Kasus Kontrol
Kontrasepsi
N % n %

< 2tahun 6 18,8 21 32,8

≥2 tahun 26 81,3 43 67,2

Jumlah 32 100 64 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa lama penggunaan alat

kontrasepsi oleh wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun

2018 pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol terbanyak yaitu dalam

waktu ≥2 tahun persentase 81,3% pada kelompok kasus dan sebesar 67,2 %

pada kelompok kontrol.

E. Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik

Dan Pil KB Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur

Pengguna Kontrasepsi di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Hasil analisis bivariat hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi

hormonal jenis suntik dan pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita usia
60

subur pengguna kontrasepsi diwilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4
Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik
dan Pil KB Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur
Pengguna Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018

Kejadian Hipertensi
Penggunaan OR
Kasus Kontrol
Kontrasepsi (95% CI)

N % N %

Hormonal 23 71,9 58 90,6


0,264
Nonhormonal 9 28,1 6 9,4
(0,085-0,827)
Jumlah 32 100 64 100

Berdasarkan tabel analisis diketahui bahwa responden yang

menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB serta

mengalami hipertensi yaitu sebanyak 23 dari 32 responden (71,9%) sedangkan

responden yang menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal dan mengalami

hipertensi sebanyak 9 dari 15 responden (28,1%). Hasil uji di peroleh nilai

odds ratio (OR) sebesar 0,264 ( CI 95%:0,085-0,827) maka dapat disimpulkan

bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB memiliki

peluang mencegah 0,264 kali terjadi hipertensi dibandingkan dengan

seseorang yang menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal.


61

F. Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik

dan Pil KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna

Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Lama penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita usia subur dikategorikan

menjadi 2 yaitu dikategorikan lama apabila wanita usia subur telah menggunakan

alat kontrasepsi hormonal dalam waktu ≥ 2 tahun dan dikatakan singkat apabila

wanita usia subur menggunakan alat kontrasepsi dalam waktu <2 tahun.

Hasil analisis bivariat hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal jenis

suntik dan pil KB dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur pengguna

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2018 adalah sebagai

berikut:
62

Tabel 5.5

Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik dan Pil KB

dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna

Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Kejadian Hipertensi
Lama
Jenis
Penggunaan Kasus Kontrol OR (CI 95%)
Kontrasepsi
Kontrasepsi
N % N %

≥2 tahun 20 87 38 65,5 3,509


Hormonal
< 2 tahun 3 13 20 34,5 (0,929-13,251)

Jumlah 23 100 58 100

≥2 tahun 6 66,7 5 83,3 0,400


Non Hormonal
< 2 tahun 3 33,3 1 16,7 (0,031-5,151)

Jumlah 6 100 21 100

Berdasarkan tabel analisis diketahui bahwa responden yang menggunakan alat

kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB ≥ 2 tahun serta mengalami hipertensi

yaitu sebanyak 20 responden (87%) sedangkan responden yang menggunakan alat

kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB <2 tahun dan hipertensi sebanyak 3
63

responden (13%). Hasil uji statistik di peroleh nilai odds ratio (OR) sebesar 3,509

(0,929-13,251) dengan demikian maka nilai OR tidak berhubungan signifikan. Selain

itu pada pengguna kontrasepsi nonhormonal diketahui terdapat 6 (66,7%) responden

yang menggunakan alat kontrasepsi tersebut dalam jangka waktu ≥ 2 tahun

mengalami hipertensi dan terdapat 3 (33,3%) responden yang menggunakan alat

kontrasepsi nonhormonal <2 tahun mengalami hipertensi. Hasil uji statistik diperoleh

nilai odds ratio (OR) sebesar 0,400 (0,031-5,151) dengan demikian nilai OR tidak

bermakna.
64

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol sehingga terdapat

kemungkinan terjadinya recall bias. Variabel dalam penelitian ini yang rentan

terjadi recall bias yaitu variabel lama penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini

dikarenakan wanita usia subur yang telah terlalu lama menggunakan alat

kontrasepsi sering tidak ingat kapan pertama kali wanita tersebut menggunakan

alat kontrasepsi. Namun untuk meminimalisir terjadinya bias informasi pada

variabel tersebut peneliti mengumpulkan data terkait lama penggunaan

kontrasepsi yang saat ini digunakan terhitung setelah persalinan terakhir.

2. Pada penelitian ini hanya meneliti faktor tertentu, masih terdapat faktor yang

mungkin mempengaruhi kejadian hipertensi tetapi tidak diteliti yaitu pola

makan , aktivitas fisik dan stres.

3. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan proporsional pada penggunaan

alat kontrasepsi karena penelitian ini hanya melihat dari sisi hormonal dan non

hormonal tidak membandingkan kontrasepsi suntik dan pil KB sehingga

didapatkan sampel dengan penggunaan kontrasepsi tidak seimbang yaitu

terbanyak pengguna kontrasepsi suntik.


65

B. Gambaran Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna

Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Hipertensi merupakan merupakan keadaan ketika tekanan darah di pembuluh

darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja

lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh

(Riskesdas, 2013). Hipertensi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh beberapa

faktor diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat keluarga obesitas, kurangnya

aktivitas fisik dan gangguan hormonal. Gangguan hormonal dapat diakibatkan

oleh pemakaian obat-obatan yang seperti alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014;

Sustrani,dkk, 2006)

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 23 (71,9%) responden yang

merupakan wanita usia subur yang mengalami hipertensi merupakan pengguna

kontrasepsi hormonal. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Pangaribuan dan

Lolong (2015) menyebutkan bahwa 25% dari wanita usia subur yang mengalami

hipertensi merupakan pengguna kontrasepsi hormonal jenis pil. Selain itu

penelitian yang dilakukan Suryanda (2017) di Puskesmas Tanjung agung juga

menyebutkan bahwa sebagian besar (54,5%) wanita usia subur pengguna

kontrasepsi hormonal mereka mengalami hipertensi. Dari hal tersebut

kemungkinan hipertensi yang dialami oleh wanita usia subur tersebut dikarenakan

gangguan hormonal akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

Kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon

yang dimasukkan kedalam tubuh wanita usia subur dimana hormon tersebut

bekerja didalam tubuh wanita sehingga dapat mencegah kehamilan. Selain


66

memberikan manfaat yaitu mencegah kehamilan pada pasangan usia subur,

penggunaan alat kontrasepsi hormonal dapat menimbulkan beberapa efek samping

bagi penggunanya. Efek samping yang mungkin dialami oleh pengguna

kontrasepsi hormonal salah satunya yaitu hipertensi. Hormon yang terkandung

didalam alat kontrasepsi tersebut yaitu hormon estrogen dan progesteron.

Perempuan memiliki hormon estrogen yang memiliki fungsi mencegah kekentalan

darah serta menjaga dinding pembuluh darah supaya tetap baik. Namun apabila

terjadi ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh,

maka akan dapat mempengaruhi tekanan darah dan kondisi pembuluh darah

(Sujono, 2013). Penggunaan hormon estrogen dan progesteron sintetis yang

digunakan untuk menghambat fertilitas, dapat mengakibatkan efek-efek tertentu

bagi tubuh. Pada penggunaan estrogen sintesis dapat menginhibisi sekresi FSH

(Folicle Simulating Hormone) dan penggunaan progesteron sintesis dapat

menginhibisi sekresi LH (luteinizing Hormon), sehingga bila sekresi FSH dan LH

dihambat maka akan terjadi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron

dalam tubuh sehingga akan memicu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh

darah yang dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah (Hartanto, 2004)

C. Gambaran Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Kontrasepsi merupakan upaya untuk menghindari atau mencegah kehamilan

dengan menggunakan alat atau obat-obatan, upaya tersebut dapat bersifat

sementara dan ada pula yang bersifat permanen (BKKBN Riau, 2016). Keluarga
67

Berencana (KB) atau Tandhimu al-Nasl adalah pengaturan keturunan dimana

pasangan suami istri melakukan perencanaan terkait kapan anak-anaknya

diharapkan lahir, jumlah anak anak yang didambakan telah dihitung berdasarkan

kemampuan dan kesanggupan suami istri tersebut dan melihat situasi serta kondisi

di masyarakat dan negaranya. Selain itu KB dititikberatkan pada perencanaan dan

pertanggungjawaban orang tua terhadap keluarganya sehingga dapat mewujudkan

suatu keluarga bahagia dan sejahtera (Sudarto, 2018).

Dalam islam terdapat firman Allah dalam al-quran yang memberikan

petunjuk kepada manusia terkait pentingnya melaksanakan perencanaan keluarga

untuk mendapatkan keturunan dengan memperhatikan kesehatan ibu dan anak

serta terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban

mencukupkan kebutuhan hidup keluarga (Sudarto, 2018). Hal tersebut terdapat

dalam firman Allah diantaranya surat Al-Baqarah ayat 233 dan surat an-Nisa ayat

9 sebagai berikut:

ُ‫علَى ْال َم ْولُو ِد لَه‬


َ ‫عةَ َو‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫املَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أ َ ْن يُتِ َّم‬
َ ‫الر‬ ِ ‫َو ْال َوا ِلدَاتُ ي ُْر‬
ِ ‫ض ْعنَ أ َ ْوالدَ ُه َّن َح ْولَي ِْن َك‬

ٌ‫ار َوا ِلدَة ٌ بِ َولَ ِدهَا َوال َم ْولُود‬ ٌ ‫ف نَ ْف‬


َ ُ ‫س إِال ُو ْسعَ َها ال ت‬
َّ ‫ض‬ ِ ‫ِر ْزقُ ُه َّن َو ِكس َْوت ُ ُه َّن بِ ْال َم ْع ُر‬
ُ َّ‫وف ال ت ُ َكل‬

ُ ‫اض ِم ْن ُه َما َوتَش‬


‫َاو ٍر فَال ُجنَا َح‬ ٍ ‫ع ْن ت ََر‬
َ ‫صاال‬ ِ ‫علَى ْال َو ِار‬
َ ِ‫ث ِمثْ ُل ذَلِكَ فَإ ِ ْن أ َ َرادَا ف‬ َ ‫لَهُ بِ َولَ ِد ِه َو‬

ِ ‫سلَّ ْمت ُ ْم َما آت َ ْيت ُ ْم بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف‬ َ ‫ضعُوا أ َ ْوالدَ ُك ْم فَال ُجنَا َح‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم ِإذَا‬ ِ ‫علَ ْي ِه َما َوإِ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أ َ ْن ت َ ْست َْر‬
َ

)٢٣٣( ‫ير‬
ٌ ‫ص‬ َ َّ ‫اَّللَ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
ِ َ‫اَّلل بِ َما ت َ ْع َملُونَ ب‬ َّ ‫َواتَّقُوا‬

Yang artinya : “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua

tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan


68

kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan

cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari

kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena

anaknya. Ahli waris pun berkewajiban seperti itu pula. Apabila

keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan

permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas

keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada

orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaan

dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah

bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-

baqarah ayat 233).

َ ‫اَّلل َو ْليَقُولُوا قَ ْو ًال‬


‫سدِيدًا‬ َ َّ ‫علَ ْي ِه ْم فَ ْل َيتَّقُوا‬ ِ ً‫ش الَّذِينَ لَ ْو ت ََر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذُ ِ ِّريَّة‬
َ ‫ض َعافًا خَافُوا‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬

Yang artinya: “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang

mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan perkataan yang benar” (Qs.An-Nisa : 9)

Dari surat al-Baqarah ayat 233 terdapat anjuran untuk menyusui anak-anaknya

selama dua tahun, dalam ilmu kesehatan menyusui atau memberikan ASI kepada

anak merupakan salah satu cara untuk ber-KB. Metode KB ini dapat mencegah

kehamilan berikutnya yang terlalu dekat dengan efektifitas selama 9 sampai 10


69

bulan (Muryanta, 2012). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa dalam agama,

Islam tidak melarang seseorang untuk melakukan KB. Pada surat an-nisa ayat 9

juga menunjukkan bahwa dalam islam mendukung adanya keluarga berencana.

Pada ayat tersebut keluarga berencana di terapkan agar menghindari keluarga

mempunyai anak yang lemah. Anak yang lemah yang dimaksud dalam ayat ini

yaitu anak yang lemah dalam segi pengetahuan dan lemah dalam segi agama.

Dengan dilakukanya program keluarga berencana didalam suatu keluarga maka

akan dapat mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Dalam tafsir Al-

Azhar juga disebutkan bahwa dalam ajaran Islam, tidak ada larangan yang pasti

terkait pembatasan kelahiran anak atau menjarangkan kehamilan. Hal tersebut

tidak dilarang asalkan tidak merusak kesehatan dan tidak menimbulkan rasa

kurang percaya takdir Tuhan. Pada zaman Rasullah s.a.w ada orang yang

melakukan ‘azl yaitu mencabut alat kelamin lelaki dari faraj (vagina) istri setelah

dekat akan keluar mani, hal ini dilakukan karena kasihan terhadap istri jika harus

melahirkan kembali sedangkan badannya dalam keadaan tidak sehat (Hamka,

2018).

Tidak adanya larangan untuk seseorang melakukan KB terdapat dalam hadis

yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Fauzi (2017)yang berbunyi:


70

Artinya: “dari Sahabat Jabir berkata : kami melakukan ‘azl pada zaman Rasullah

SAW sedangkan ketika itu al-Quran masih turun, kemudian berita

peristiwa ini sampai kepada Rasullah dan beliau tidak melarang kami”.

‘azl merupakan metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan. ‘azl

berarti mengeluarkan zakar (Penis) dari vagina istri sesaat sebelum terjadi

ejakulasi sehingga sperma tidak masuk kedalam vagina atau sering disebut

dengan senggama terputus.

Dari firman Allah SWT dan hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim serta tafsir Al-Azhar diatas dapat ketahui bahwa Islam tidak melarang

seseorang untuk melakukan KB. Selain untuk mencegah kehamilan, KB

merupakan cara untuk mengatur jarak kelahiran anak, mengatur jumlah anak

yang dilahirkan dengan menyesuaikan dengan kemampuan pasangan suami istri

sehingga dapat mewujudkan keluarga yang sejahtera dan dari sisi kesehatan KB

juga dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa alat kontrasepsi yang paling banyak

digunakan oleh wanita usia subur pada kelompok kasus dan kontrol yaitu alat

kontrasepsi jenis suntik dengan persentase 43,8% pada kelompok kasus dan

sebesar 71,9 % pada kelompok kontrol dan persentase tertinggi kedua yaitu

kontrasepsi pil KB dengan persentase 28,1 % pada kelompok kasus dan 18,8 %

pada kelompok kontrol. Hasil yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anggraeni (2015) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yaitu sebagian


71

besar wanita usia subur memilih menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis

suntik sebesar 55,5% dan alat kontrasepsi jenis pil sebesar 19,5%. Penelitian

Rohmatin (2015) juga menyebutkan sebagian besar wanita usia subur di Pulau

Jawa menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dimana

sebanyak 50,4% wanita usia subur menggunakan kontrasepsi suntik dan

sebanyak 20,7% menggunakan kontrasepsi pil KB.

Hasil ini sesuai persentase penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan oleh

wanita usia subur di Indonesia, dimana sebagian besar wanita usia subur di

Indonesia menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik dan pil KB. Hal ini

dibuktikan dengan laporan penggunaan kontrasepsi pada profil kesehatan

Indonesia tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pasangan usia subur paling

banyak menggunakan kontrasepsi jenis suntik (51,53%) dan kontrasepsi jenis pil

(23,17%) (Kemenkes, 2016).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar wanita usia subur di Puskesmas

Ciputat memilih menggunakan kontrasepsi suntik. Berdasarkan hasil wawancara

singkat yang dilakukan kepada responden, hal tersebut dikarenakan kontrasepsi

suntik dianggap alat kontrasepsi yang praktis cara penggunaannya dimana wanita

usia subur hanya perlu melakukan satu kali suntik KB untuk jangka waktu

beberapa bulan kedepan yaitu satu bulan ataupun tiga bulan. Menurut Sriwahyuni

dalam Octasari (2014) selain praktis penggunaan alat kontrasepsi suntik juga

memiliki efektiftivitas yang tinggi untuk mencegah kehamilan dikarenakan

penggunaan kontrasepsi suntik ini tidak memerlukan kepatuhan tinggi


72

dibandingkan dengan kontrasepsi pil. Kontrasepsi pil juga merupakan

kontrasepsi yang banyak digunakan oleh wanita usia subur. Penggunaan alat

kontrasepsi pil menempati urutan kedua kontrasepsi yang banyak digunakan oleh

wanita usia subur setelah kontrasepsi suntik. Kontrasepsi pil merupakan alat

kontrasepsi yang paling praktis digunakan wanita usia subur terutama yang takut

suntik dimana wanita usia subur hanya perlu meminum pil KB setiap hari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, alasan banyaknya wanita

usia subur banyak memilih alat kontrasepsi suntik dan pil dikarenakan sebagian

wanita usia subur takut untuk mencoba menggunakan alat kontrasepsi lain seperti

menggunakan implant dan IUD. Sebagian wanita usia subur mengaku takut

untuk menggunakan alat kontrasepsi tersebut pada proses pemasangan alat

kontrasepsinya.

D. Gambaran Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2018

Lama pengunaan alat kontrasepsi adalah lama waktu penggunaan alat

kontrasepsi yang dipakai oleh wanita usia subur untuk mencegah kehamilan

maupun untuk berhenti mempunyai anak. Pada penelitian ini diketahui bahwa

sebagian besar wanita usia subur baik dalam kelompok kasus maupun kelompok

kontrol telah menggunakan alat kontrasepsi selama ≥2 tahun dengan persentase

81,3% pada kelompok kasus dan sebesar 67,2 % pada kelompok kontrol. Hasil

ini sesuai dengan penelitian yang Apidianti,dkk (2017) di wilayah kerja

Puskesmas Tlanakan yang menyebutkan bahwa sebagian besar atau sebanyak


73

63,44% wanita usia subur menggunakan kontrasepsi hormonal dalam jangka

waktu > 2 tahun. Selain itu penelitian Rohmatin (2015) pada wanita usia subur

di Pulau Jawa tahun 2012 yang menyebutkan bahwa sebagian besar wanita usia

subur menggunakan alat kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama.

Lamanya penggunaan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh jumlah anak

dan umur. Berdasakan hasil penelitian sebanyak 84,4% wanita usia subur di

Puskesmas Ciputat telah memiliki 2 anak atau lebih. Mereka merasa telah cukup

dengan jumlah anak yang dimiliki saat ini. Hal tersebut menyebabkan sebanyak

40,6% wanita usia subur memutuskan untuk berhenti memiliki anak sehingga

mereka menggunakan alat kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama. Selain itu

faktor usia juga menjadi alasan wanita usia subur untuk menggunakan alat

kontrasepsi pada waktu yang lama. Sebagian wanita usia subur yang memiliki

usia melebihi 30 tahun juga sudah tidak ingin mengalami kehamilan lagi

sehingga wanita usia subur menggunakan alat kontrasepsi dalam jangka waktu

yang lama.

E. Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Jenis Suntik Dan

Pil KB dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna

Kontrasepsi di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang mengandung hormon

estrogen dan progesteron. Estrogen dan Progesteron bekerja dalam kontrasepsi

dengan memberikan umpan balik kepada kelenjar hipofisis melalui hipotalamus


74

sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi

(Manuaba, 1998).

Penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita usia subur dapat memberikan

efek samping yang mungkin dialami oleh pengguna kontrasepsi hormonal salah

satunya yaitu hipertensi. Hormon yang terkandung didalam alat kontrasepsi

tersebut yaitu hormon estrogen dan progesteron. Perempuan memiliki hormon

estrogen yang memiliki fungsi mencegah kekentalan darah serta menjaga dinding

pembuluh darah supaya tetap baik. Namun apabila terjadi ketidakseimbangan

antara hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh, maka akan dapat

mempengaruhi tekanan darah dan kondisi pembuluh darah (Sujono,2013).

Penggunaan hormon estrogen dan progesteron sintetis yang digunakan untuk

menghambat fertilitas, dapat mengakibatkan efek-efek tertentu bagi tubuh. Pada

penggunaan estrogen sintesis dapat menginhibisi sekresi FSH (Folicle Simulating

Hormone) dan penggunaan progesteron sintesis dapat menginhibisi sekresi LH

(luteinizing Hormon), sehingga bile sekresi FSH dan LH dihambat maka akan

terjadi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh sehingga

akan memicu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh darah yang

dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah (Hartanto, 2004)

Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan pada variabel hubungan

penggunaan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dengan kejadian

hipertensi pada wanita usia subur menunjukkan OR 0,264 (CI 95%: 0,085-0,827)

artinya penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB memiliki


75

peluang mencegah 0,264 kali terjadi hipertensi dibandingkan dengan seseorang

yang menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal.

Hal ini sesuai dengan Suhardjono dalam Manungkit (2013) yang menyatakan

hormon estrogen dan progesteron berfungsi untuk melindungi wanita sebelum

menopause dari hipertensi dan komplikasinya termasuk penebalan dinding

pembuluh darah atau aterosklerosis. Penelitian Yeni, dkk (2016) di Puskesmas

Umbulharjo I Yogyakarta dengan desain studi cross sectional didapatkan Pvalue

sebesar 0,762 artinya secara statistik tidak ada hubungan antara penggunaan alat

kontrasepsi homonal dengan kejadian hipertensi. Selain itu penelitian Chiu and

Lin (2015) dengan desain studi crossectional pada kelompok wanita yang telah

mengalami menopause juga menyebutkan tidak terdapat hubungan antara

penggunaan kontrasepsi hormonal dimasa lalu dengan kemungkinan tekanan darah

tinggi.

Hasil berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Rohmah (2016)

di Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang dengan menggunakan desain studi

case control dimana pada penelitian ini didapatkan odss ratio sebesar 0,844

artinya penggunaaaan alat kontrasepsi mencegah 0,844 terjadinya hipertensi pada

wanita.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang Isfarandi dkk (2015)

yang menyebutkan bahwa risiko terjadinya hipertensi pada perempuan pengguna

kontrasepsi hormonal lebih tinggi 10% dibandingkan dengan perempuan yang

menggunakan kontrasepsi non hormonal. Hasil berbeda pula didapatkan pada

penelitian Pangaribuan dan Lolong (2015) juga menyebutkan bahwa pengguna


76

kontrasepsi hormonal jenis pil berisiko 1,4 kali untuk mengalami hipertensi

dibandingkan dengan wanita usia subur yang tidak menggunakan pil. Penelitian

Tendean dkk (2017) di Puskesmas Ranotana Weru juga menyebutkan bahwa

penggunaan alat kontrasepsi suntik Depomedroksi Progesteron Asetat (DMPA)

dengan tekanan darah pada ibu di Puskesmas Ranotana Weru.

Berdasarkan teori, wanita agak terlambat untuk terkena hipertensi kecuali

telah mengalami menopause. Wanita yang belum mengalami menopause relatif

terlindung dari penyakit kardiovaskular seperti hipertensi karena kandungan

hormon estrogen. Kecenderungan wanita akan terkena hipertensi pada saat

menopause yang diakibatkan oleh penurunan hormon seks diantaranya hormon

estrogen dan progesteron (Ridwan,2002).

Hormon estrogen dipercaya melindungi wanita yang belum mengalami

menopause dari hipertensi. Estrogen berperan dalam meningkatkan kadar High

Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor pencegah

terjadinya proses aterosklerosis pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah (Hakim dkk, 2015)

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik

dan pil KB berisiko terhadap kejadian hipertensi pada wanita usia subur. Hal ini

terlihat dari proporsi yang didapatkan pada hasil penelitian bahwa sebagian besar

kelompok kasus atau wanita usia subur yang mengalami hipertensi merupakan

pengguna kontrasepsi. Namun setelah dibandingkan kelompok kontrol hasil uji

statistik penggunaan kontrasepsi hormonal menjadi berhubungan dan mencegah

terhadap kejadian hipertensi pada wanita usia subur. Hal ini mungkin terjadi
77

karena pengguna kontrasepsi hormonal mengontrol faktor risiko lain yang menjadi

penyebab terjadinya hipertensi seperti menjaga pola makan dan melakukan

aktivitas fisik yang cukup sehingga mereka tidak mengalami hipertensi. Hal ini

didukung oleh sebagian besar wanita usia subur (90,6%) pada kelompok kontrol

pada penelitian ini menggunakan kontrasepsi hormonal.

Penggunaan alat kontrasepsi merupakan metode yang digunakan untuk

mengatur jarak kehamilan. Pengaturan jarak kehamilan dilakukan dengan tujuan

meningkatkan kesehatan ibu. Dalam Islam Allah memerintahkan untuk

memperhatikan kesehatan ibu seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Luqman

ayat 14 yang berbunyi :

‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫ي ْال َم‬ َ ِ‫سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫صالُهُ فِي َعا َمي ِْن أَ ِن ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَيْكَ إِل‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫اْل ْن‬ َّ ‫َو َو‬

Yang artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua

orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah

yang bertambah-tambah, menyapihnya dalam dua tahun.

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya

kepada Aku kembalimu (Q.S Luqman Ayat 14).

Dari ayat ini dapat diketahui bahwa Allah sangat menganjurkan untuk berbuat

baik kepada kedua orang tua salah satunya ibu yang telah memberikan ASI selama

dua tahun. Berbuat baik salah satunya dapat dilakukan dengan cara

memperhatikan kesehatan ibu. Pada ayat ini dikatakan ibu menyapih dalam dua

tahun, dalam ilmu kesehatan dikatakan bahwa selama siibu menyusui anaknya

kemungkinan ia tidak dapat menstruasi, kemungkinan selama dua tahun si ibu

tidak akan mengalami kehamilan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan


78

kesempatan kepada seorang ibu memulihkan kesehatan pasca melahirkan dan

membuat perencanaan untuk program anak selanjutnya (Suhaedah, 2013).

Pengaturan jarak kehamilan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesehatan

ibu yaitu mengurangi risiko kesehatan pada kehamilan selanjutnya misalnya

hipertensi saat kehamilan.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit hipertensi

tidak hanya disebabkan oleh kontrasepsi hormonal. Oleh karena itu wanita usia

subur yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal tidak selalu akan mengalami

hipertensi namun pengguna kontrasepsi hormonal dianjurkan melakukan aktivitas

fisik yang cukup dan tetap menjaga pola makan serta mengendalikan stres untuk

mencegah risiko terjadinya hipertensi.

F. Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi dengan Kejadian

Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2018.

Lama penggunaan kontrasepsi hormonal adalah lamanya jangka waktu

pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan oleh wanita usia subur baik

kontrasepsi hormonal maupun non-hormonal (Rohmatin, 2015). Hasil penelitian

didapatkan sebanyak 20 responden (87%) wanita usia subur yang menggunakan

alat kontrasepsi hormonal selama ≥2 tahun mengalami hipertensi dan sebanyak 3

(13%) wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal selama < 2 tahun

mengalami hipertensi. Hasil uji statistik hubungan antara lama penggunaan alat

kontrasepsi dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur pada pengguna
79

kontrasepsi hormonal OR 3,509 (0,929-13,251) dengan demikian lama

penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB ≥2 tahun tidak

berhubungan signifikan dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur. Selain

itu pada hasil penelitian didapatkan sebesar 6 (66,7%) wanita usia subur pengguna

kontrasepsi nonhormonal selama ≥2 tahun mengalami hipertensi dan sebesar 3

(33,3%) wanita usia subur pengguna kontrasepsi nonhormonal mengalami

hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan OR 0,400 (CI 95%: 0,031-5,151)

artinya tidak ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi nonhormonal dengan

kejadian hipertensi pada wanita usia subur

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rohmatin (2015) yang menyebutkan

tidak ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dan

nonhormonal dengan keluhan kesehatan salah satunya hipertensi pada pengguna

kontrasepsi. Selain itu penelitian Parmono (2010) dengan desain studi cross

sectional di Desa Kepoh Kecamatan Jati Kabupaten Blora juga menyebutkan

bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik

deprovera dengan kejadian hipertensi. Hasil penelitian yang sama yaitu pada

penelitian Chiu dan Lind (2015) dengan menggunakan desain studi cross sectional

yang menyebutkan tidak ada hubungan antara lama waktu penggunaan kontrasepsi

hormonal dengan kejadian hipertensi. Tidak adanya hubungan antara lama

penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi kemungkinan

dikarenakan terdapat beberapa wanita usia subur yang telah mengalami hipertensi

pada penggunaan kontrasepsi <2 tahun.


80

Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian lestari, dkk (2013) yang

menyebutkan bahwa ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dalam jangka

waktu >2 tahun memiliki peluang 2,954 kali untuk menderita hipertensi

dibandingkan dengan ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dalam waktu

≤ 2 tahun. Penelitian Tendean dkk (2017) juga menyebutkan bahwa penggunaan

KB suntik ≥12 bulan berhubungan dengan terdapat hubungan antara penggunaan

alat kontrasepsi suntik Depo Medroks Progesteron Asetat (DMPA) dengan

tekanan darah pada ibu di Puskesmas Ranotana Weru.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada wanita usia subur yang

menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB dalam jangka waktu

lama (≥ 2 tahun) cenderung tidak mengalami hipertensi. Hal ini kemungkinan

terjadi karena hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh wanita usia subur

dapat melindungi wanita tersebut dari hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan teori

yang menyebutkan bahwa wanita yang belum mengalami menopause relatif

terlindung dari penyakit kardiovaskular seperti hipertensi karena kandungan

hormon estrogen. Kecenderungan wanita akan terkena hipertensi pada saat

menopause yang diakibatkan oleh penurunan hormon seks diantaranya hormon

estrogen dan progesteron (Ridwan,2002).

Pada penelitian ini penggunaan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu

≥2 tahun tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur.

Namun pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu 4 tahun

atau lebih akan dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Hal ini sesuai

dengan Baziad (2002) pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal
81

jenis pil kontrasepsi yang mengandung estrogen akan mengalami peningkatan

tekanan darah ringan baik pada tekanan darah sistolik dan diastolik terjadi

terutama pada 2 tahun pertama penggunaan kontrasepsi. Kejadian hipertensi dapat

meningkat 2-3 kali lipat penggunaan setelah 4 tahun.

Selain itu penelitian Uswatun, dkk (2016) didapatkan hasil wanita usia subur

yang menggunakan alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesterone asetat

(DMPA) selama >5 tahun berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dimana

sebanyak 10 (23,8%) dari 11 wanita usia subur yang menggunakan alat

kontrasepsi suntik depo medroxy progesterone asetat (DMPA) selama >5 tahun

mengalami peningkatan tekanan darah. Pada penelitian yang dilakukan Sugiharto

(2008) dengan desain studi kasus kontrol wanita usia subur yang menggunakan

alat kontrasepsi pil selama 12 tahun berturut-turut berisiko mengalami hipertensi

sebesar 5,38 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan pil KB

selama 12 tahun berturut-turut.

Untuk itu bagi pengguna alat kontrasepsi hormonal terutama yang

menggunakannya dalam waktu lebih dari 4 tahun sebaiknya memeriksakan

tekanan darah secara rutin, sehingga ketika terjadi hipertensi pada pengguna

kontrasepsi hormonal dapat diketahui secara cepat dan dapat segera diberi

intervensi.
82

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Ciputat

didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Sebagian besar wanita usia subur pengguna kontrasepsi di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol

menggunakan kontrasepsi suntik dengan persentase 43,8% pada kelompok

kasus dan 71,9% pada kelompok kontrol.

2. Sebagian besar wanita usia subur pengguna kontrasepsi di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu

menggunakan alat kontrasepsi ≥2 tahun dengan persentase 81,3% pada

kelompok kasus dan 67,2% pada kelompok kontrol.

3. Sebagian besar wanita usia subur pengguna kontrasepsi di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat yang mengalami hipertensi menggunakan alat

kontrasepsi hormonal dengan persentase sebesar 71,9%.

4. Penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik dan pil KB berpeluang

mencegah 0,264 kali terhadap kejadian hipertensi pada wanita usia subur.

5. Tidak terdapat hubungan signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi

dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur dengan odds ratio 3,509

82
83

(0,929-13,251) pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan

odss ratio 0,400 (CI 95%: 0,031-5,151).

B. Saran
1. Bagi Puskesmas Ciputat

a. Memberikan penyuluhan terhadap calon pengguna alat kontrasepsi

terkait pemilihan alat kontrasepsi yang ideal dipakai sesuai dengan

kondisi kesehatan wanita usia subur.

b. Petugas pelayanan KB sebaiknya menganjurkan pada pengguna

kontrasepsi untuk rutin memeriksakan tekanan darah setiap satu bulan

sekali.

c. Petugas puskesmas diharapkan memberikan penyuluhan terhadap wanita

terutama pengguna kontrasepsi terkait pengendalian faktor risiko

hipertensi dan pencegahan hipertensi.

3. Bagi Masyarakat

a. Wanita usia subur dianjurkan untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai

dengan kondisi kesehatannya sehingga alat kontrasepsi yang digunakan

tidak akan menyebabkan penyakit pada wanita usia subur seperti

hipertensi.

b. Bagi pengguna alat kontrasepsi dianjurkan menjaga pola makan dan

melakukan aktivitas fisik yang cukup serta mengendalikan stres sehingga

dapat terhindar dari hipertensi.


84

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor lain yang dapat

menyebabkan hipertensi pada wanita usia subur seperti obesitas, aktivitas

fisik dan stres.

b. Peneliti selanjutnya dapat meneliti keluhan kesehatan lain yang sering terjadi

pada pengguna kontrasepsi hormonal seperti kenaikan berat badan dan

gangguan siklus haid.


85

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, P. 2015. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(MKJP) pada Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta .

Apridianti, P, dkk. 2017. Hubungan Penggunaan KB Hormonal dengan Kejadian

Hipertensi di Poskesdes Gugul Wilayah Kerja Puskesmas Tlanakan.

Jurnal Satuan Bakti Bidan Untuk Negeri. Volume 1. Halaman 14-20.

Baziad A, 2002. Kontrasepsi Hormonal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta

Bustan, M, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta

BKKBN Riau, 2016. Konsep Dasar Kontrasepsi. Diakses pada 21 Mei 2018

Akses dari http://riau.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=1109.

Chiu, C dan Lind, J. 2015. Past Oral Contrapception Use and Self-reported Blood

Pressure in Postmenopausal Women. BMC Public Health.


th
Health.[Online]. [accesed 10 July 2018],p.2-6. Akses dari

https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-

015-1392-3.

85
86

Dalimartha, S dkk, 2008. Care Your Self Hipertensi. Penebar Plus+. Jakarta

Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Dewi , P & Notobroto, H. Rendahnya Keikutsertaan Pengguna Metode Kontrasepsi

Jangka Panjang Pada Pasangan Usia Subur. Jurnal Biometrika dan

Kependudukan. Volume 3. Nomor 1. Halaman 66-72.

Dharmezar. 20012. Hipertensi. Jurnal MEDICINUS. Volume 25. Nomor 1.

Fauzi, I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes

dan Hipertensi. Araska. Yogyakarta.

Gebbie, A & Glasier,A. 2006. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. EGC.
Jakarta

Hakim, A, dkk. 2015. Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi di Kecamatan Ilir
Timur II Palembang Tahun 2012. MKS,TH, No. 1. Halaman 58.

Hamka. 2018. Tafsir Al-Azhar Juzuk 8. PTS Publications & Distributors SDN.BHD.
Kuala Lumpur. Diakses pada 30 Juli 2018 . Akses dari :
https://books.google.co.id/books?id=XNdBDwAAQBAJ&pg=PT139&dq=taf
sir+Al-
AZHAR+tentang+KB&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwir38flpMbcAhWPfSsK
HREgCt0Q6AEIKDAA#v=onepage&q=tafsir%20Al-
AZHAR%20tentang%20KB&f=false

Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan.


Jakarta
87

Heriziana. 2017. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Hipertensi di Puskesmas Basuki


Rahmat Palembang. Jurnal Kesmas Jambi. Volume 1 nomor 1, 2017. Hal
31-39

Kemenkes RI, 2014. Infodatin Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta

Iskandar,M. 2010. Health Triad (Body,Mind, and System). PT Elex Media Media
Komputindo.Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko. Buku Pintar
Posbindu PTM Seri 2. Kemenkes RI. Jakarta

Kemenkes RI, 2014. Pengukuran Faktor Risiko PTM. Buku Pintar Posbindu PTM
Seri 3 Jakarta.

Kemenkes. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.Jakarta

Kurniawati, H. 2010. Hubungan Pemakaian Kontrasepsi pil KB Kombinasi dengan


Tekanan Darah Tinggi pada Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun
2010. Tesis. Universitas Indonesia.

Kristina, dkk. 2015. Hubungan Indexs Massa Tubuh dengan Hipertensi pada Wanita
Usia Subur (Analisis Data Riskesdas 2013). Pusat Teknologi Intervensi
Kesehatan Masyarakat.

Dinkes Tangsel. 2015. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2015.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tangerang Selatan.

Lestari, I.dkk. 2013. Hubungan antara Lama Penggunaan Metode Kontrasepsi


Hormonal dengan Kejadian Hipertensi. Stikes Telogorejo Semarang.
88

Manuaba, I, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. EGC.Jakarta.

Manungkit, M. 2013. Latihan Kultivasi Falun Dafa Dalam Mengontrol Tekanan


Darah Orang Lanjut Usia (Lansia). Jurnal Ners LENTERA. Volume 1.
Halaman 46

Meihartati, T. 2016. Faktor-Faktor Yang berhubungan Dengan Pemilihan Alat


Kontrasepsi Implant di Wilayah Kerja Puskesmas Darul Azhar Kabupaten
Tanah Bumbu. Jurnal Delima Azhar. Volume 2. Halaman 58.

Octasari, F. D. 2014. Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi


Hormonal Terhadap Gangguan Mesntruasi Pada Ibu PUS di Kelurahan
Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014. FKM
Universitas Sumatera Utara.

Pendit, B. 2006. Ragam Metode Kontrasepsi. EGC. Jakarta

Pangaribuan L & Lolong D. 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil dengan


Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 15-49 Tahun di Indonesia Tahun
2013 (Analisis Data Riskesdas 2013). Media Litbangkes. Volume 5 Nomor
2. Halaman 5-6.

Parmono. 2008.Hubungan antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Suntik


Depoprovera dengan Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Subur di
Desa Kepoh Kecamatan Jati Blora. Skripsi. Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Park & Kim. 2013. Associations Between Oral Contrapception Use And Risk Of
Hypertension And Prehypertension In A Cross-Sectional Study Of Korean
Women. BMC Women’s Health.[Online]. [accesed 28th February
2018],p.4-5. Akses dari http://www.biomedcentral.com/1472-6874/13/39.
89

Purwanto & Sulistyastuti. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif. Gava Media.


Yogyakarta

Rasjidi, I. 2014. Panduan Kehamilan Muslimah. Noura Books .Jakarta Selatan

Rachmawati, Y. 2013. Hubungan Antara Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi


pada Usia Dewasa dan Muda di Desa Pondok Kecamatan Nguter
Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammdaiyah Surakarta.

Ridwan, M. 2002. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Hipertensi. Pustaka


Widyamara. Semarang.

Rusiandy, 2010. Alat Kontrasepsi Pil KB dengan Hipertensi di Puskesmas Pasar Ikan
Kota Bengkulu. Stikes Bhakti Husada Bengkulu. Halaman 4

Runiari & Kusmarjathi. Hubungan Antara Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntikan


Progestin(Depoprova) dengan Tekanan Darah Pada Akseptor KB di
Puskesmas II Denpasar. Universitas Udayana.

Rohmah. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada


Wanita Usia 45-60 Tahun di Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang
Tahun 2016. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.

Simatupang, Renni Hotma.1998. Perilaku Aborsi di Kalangan Wanita Menikah.


Skripsi. Universitas Airlangga.

Siswosuharjo, S & Chakrawati, F. 2010. Panduan Super Lengkap Hamil Sehat.


Penebar Plus. Jakarta

Sudayasa, dkk. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Oral dengan Hipertensi.


Seminar Nasional Kuantitatif Terapan 2017. 8 April 2017. Kendari.
Halaman 46-48.
90

Sudarto, 2018. Buku Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah. Grup Penerbitan CV Budi


Utama. Yogyakarta.

Sugiarto, A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi


Kasus di Kabupaten Karanganyar). Tesis. Universitas Diponegoro.

Suhaedah. 2013. Pengaturan Jarak Kehamilan Menurut Al-Qur’an. Skripsi. Jurusan


Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin dan Filasafat Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Sujono, dkk. 2013. Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi terhadap Peningkatan Tekanan


Darah Wanita di Puskesmas Wonogiri. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia.
Volume 2 Nomor 2. Halaman 61

Sumantri, A. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kencana Prenada Media


Group. Jakarta

Suryanda. 2017. Analisis Faktor Resiko Hipertensi Sekunder Pada Pengguna


Kontrasepsi Aktif di Puskesmas Tanjung Agung. Jurnal Riset Kesehatan.
Volume 6 Nomor 2. Halaman 17-22.

Sutomo, B. 2009. Menu Sehat Penakluk Hipertensi. DeMedia Pustaka. Jakarta.

Sustrani, L, dkk. 2006. Diabetes. PT Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

Sustrani, L, dkk. 2006. Hipertensi. PT Gramedia Pustaka utama. Jakarta.

Sutanto. 2010. Penyakit Modern: Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol dan


Diabetes. C.V Andi OFFSET. Yogyakarta.

Uswatun, dkk. 2016. Pengaruh Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy
Progesteron Asetat terhadap Peningkatan Tekanan Darah di Bpm Anik
Rakhmawati, Sabrang Klaten, Stikes Muhammadiyah Klaten.
91

Yeni, Y dkk. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi


pada Wanita Usia Subur di Puskesmas UmbulharjoI Yogyakarta Tahun
2009. KESMAS. Volume 2 Nomor 2.

Yulishati, dkk. 2016. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik DMPA (Depo
Medroxy Progesterone Asetat) Terhadap Tekanan Darah di Klinik
Mahdalena Medan Tahun 2016.

Yulianti, S & Sitanggang, M. 2006. Menuju Hidup Sehat :30 Ramuan Penakluk
Hipertensi. Agromedia Pustaka. Jakarta

Tendean, B dkk. 2017. Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik


Depomedroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan Tekanan Darah Pada
Ibu di Puskesmas Ranotana Weru. E-Journal Keperawatan. [online].
Volume 5. Diiakses pada 8 november 2017. Halaman 1-6. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/111537-ID-hubungan-
penggunaan-alat-kontrasepsi-sun.pdf

The.P,dkk. 2017. Hubungan Antara Penggunaan Pil KeluargaBerencana Dengan


Hipertensi Pada Pasangan Usia Subur di Desa Sangaji Nyeku Kecamatan
Tabaru Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Ilmiah Farmasi. Volume 6
Nomor 3.

Windarsih, A dkk. 2017. Hubungan Antara Stres dan Tingkat Sosial Ekonomi
Terhadap Hipertensi Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Notokusumo.
Volume 1.
LAMPIRAN
Lampiran I (Inform Conset)
Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Jenis Suntik dan PIL
Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2018

Assalamu’alaikum wr wb
Ibu yang saya hormati, perkenalkan saya Wiwit Sukmawati mahasiswi
Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul:
Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
Sehubungan dengan penelitian saya tersebut, saya mengundang ibu untuk
berpartisipasi dalam penelitian saya. Apabila ibu setuju untuk berpartisipasi,
maka saya mohon kesediaan ibu untuk melakukan hal sebagai berikut:
1. Menjawab pertanyaan dari kuesioner penelitian
2. Dilakukan pengukuran tekanan darah
Partisipasi dari ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela sehinga ibu boleh
menarik diri kapan pun jika ibu tidak bersedia melakukan hal tersebut di atas.

Apabila ibu memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini maka ibu
akan diminta menandatangani formulir surat perjanjian yang menyatakan bahwa
ibu telah mendapat penjelasan tentang penelitian ini dan secara sukarela bersedia
untuk berpartisipasi.

Jika ada sesuatu yang belum jelas berkaitan dengan penggunaan pertanyaan dari
kuisioner dan pengukuran tekanan darah pada penelitian ini, ibu dapat
menghubungi Wiwit Sukmawati (Program Studi Kesehatan Masyarakat) no.hp
0895373953316
Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian

Bersama ini saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon :

Telah mendapat keterangan dan mengerti manfaat penelitian ini dengan judul :
Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Jenis Suntik dan Pil KB
Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2018
Saya mengerti tujuan penelitian ini dan alasan mengapa saya diminta untuk
berpartisipasi. Semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab oleh peneliti.

Saya mengerti bahwa keiikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
setiap saat dapat mengundurkan diri dari penelitian.

Jakarta,……………………………………..

Yang memberi Yang menyetujui


Penjelasan

( ) ( )
Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

A. IDENTITAS RESPONDEN
Status Responden 1.Kasus
2.Kontrol
Nama Responden
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan (perbulan)
Paritas (jumlah anak)
No. hp
Tekanan Darah
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara memberikan tanda (x) jawaban
yang dianggap benar

Pertanyaan Kode
B. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
B1 Apakah alat Kontrasepsi yang ibu gunakan saat ini ?
(jika suntik, lanjut kepertanyaan B3)
1. Suntik
2. Pil KB
[ ]
3. Implan
3. IUD
4. Tubektomi (kontrasepsi mantap)
6. lainnya, sebutkan…….
B2 Sudah berapa lama ibu menggunakan alat kontrasepsi ini?
1. < 2 tahun
2. 2 -<4 tahun
3. ≥ 4 tahun
B3 Jenis KB suntik apa yang ibu gunakan saat ini? [ ]
1.Suntik 1 Bulan
2. Suntik 3 Bulan
B4 Sebelum menggunakan alat kontrasepsi yang saat ini, apakah
ibu menggunakan jenis alat KB lainnya?
1. Ya
2. Tidak, (lanjut ke bagian C)
B5 Jika ya, alat Kontrasepsi apa yang ibu gunakan sebelumnya? [ ]
1. Suntik
2. Pil KB
3. Implan
4. IUD
5. Lainnya, sebutkan……
B6 Berapa lama ibu menggunakan alat kontrasepsi tersebut? [ ]
1. < 2 tahun
2. 2 -<4 tahun
3. ≥ 4 tahun
C. Status Obesitas
Berat Badan :...............................Kg [ ]
Tinggi Badan :..............................cm
IMT :...............
0. Tidak Obesitas (IMT <27)
1. Obesitas (IMT ≥27)
Sumber : Handini Kurniawati (2010) yang dimodifikasi

Lampiran 3
Tabel Analisis
1.Analisis Univariat
Jenis_KB

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SUNTIK 60 62,5 62,5 62,5

PIL 21 21,9 21,9 84,4

IUD 10 10,4 10,4 94,8

TUBEKTOMI 5 5,2 5,2 100,0

Total 96 100,0 100,0


LAMA_2TH_

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SINGKAT (<2tahun) 27 28,1 28,1 28,1

LAMA (>=2tahun) 69 71,9 71,9 100,0

Total 96 100,0 100,0

STATUS_HPERTENSI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK HIPERTENSI 58 71,6 71,6 71,6

HIPERTENSI 23 28,4 28,4 100,0

Total 81 100,0 100,0

2.Analisis Bivariat
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JENIS_KB *
96 100,0% 0 0,0% 96 100,0%
STATUS_HIPERTENSI
JENIS_KB * STATUS_HIPERTENSI Crosstabulation

STATUS_HIPERTENSI

TIDAK
HIPERTENSI HIPERTENSI Total

JENIS_KB NONHORMONAL Count 6 9 15

% within
9,4% 28,1% 15,6%
STATUS_HIPERTENSI

HORMONAL Count 58 23 81

% within
90,6% 71,9% 84,4%
STATUS_HIPERTENSI
Total Count 64 32 96

% within
100,0% 100,0% 100,0%
STATUS_HIPERTENSI

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,689 1 ,017
b
Continuity Correction 4,356 1 ,037
Likelihood Ratio 5,364 1 ,021
Fisher's Exact Test ,033 ,021
Linear-by-Linear Association 5,630 1 ,018
N of Valid Cases 96

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for JENIS_KB


(NONHORMONAL / ,264 ,085 ,827
HORMONAL)
For cohort
STATUS_HIPERTENSI = ,559 ,296 1,054
TIDAK HIPERTENSI
For cohort
STATUS_HIPERTENSI = 2,113 1,233 3,622
HIPERTENSI
N of Valid Cases 96
LAMA_2TH_ * STATUS_HIPERTENSI * JENIS_KB Crosstabulation

STATUS_HIPERTENSI

TIDAK
HIPERTEN
JENIS_KB SI HIPERTENSI Total

NONHORMONAL LAMA_2T SINGKAT Count 1 3 4


H_ (<2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 16,7% 33,3% 26,7%
SI

LAMA Count 5 6 11
(>=2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 83,3% 66,7% 73,3%
SI

Total Count 6 9 15

% within
STATUS_HIPERTEN 100,0% 100,0% 100,0%
SI
HORMONAL LAMA_2T SINGKAT Count 20 3 23
H_ (<2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 34,5% 13,0% 28,4%
SI
LAMA Count 38 20 58
(>=2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 65,5% 87,0% 71,6%
SI
Total Count 58 23 81
% within
STATUS_HIPERTEN 100,0% 100,0% 100,0%
SI
Total LAMA_2T SINGKAT Count 21 6 27
H_ (<2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 32,8% 18,8% 28,1%
SI

LAMA Count 43 26 69
(>=2tahun) % within
STATUS_HIPERTEN 67,2% 81,3% 71,9%
SI

Total Count 64 32 96
% within
STATUS_HIPERTEN 100,0% 100,0% 100,0%
SI

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


JENIS_KB Value df sided) sided) sided)
c
NONHORMO Pearson Chi-Square ,511 1 ,475
NAL b
Continuity Correction ,014 1 ,905

Likelihood Ratio ,533 1 ,465

Fisher's Exact Test ,604 ,462

Linear-by-Linear Association ,477 1 ,490

N of Valid Cases 15
d
HORMONAL Pearson Chi-Square 3,723 1 ,054
b
Continuity Correction 2,743 1 ,098
Likelihood Ratio 4,119 1 ,042
Fisher's Exact Test ,061 ,045
Linear-by-Linear Association 3,677 1 ,055
N of Valid Cases 81
a
Total Pearson Chi-Square 2,087 1 ,149
b
Continuity Correction 1,449 1 ,229

Likelihood Ratio 2,184 1 ,139

Fisher's Exact Test ,228 ,113

Linear-by-Linear Association 2,065 1 ,151

N of Valid Cases 96

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,60.
d. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,53.
95% Confidence Interval

JENIS_KB Value Lower Upper

NONHORM Odds Ratio for LAMA_2TH_ (SINGKAT (<2tahun) /


,400 ,031 5,151
ONAL LAMA (>=2tahun))

For cohort STATUS_HIPERTENSI = TIDAK


,550 ,089 3,383
HIPERTENSI

For cohort STATUS_HIPERTENSI = HIPERTENSI 1,375 ,629 3,005

N of Valid Cases 15
HORMONAL Odds Ratio for LAMA_2TH_ (SINGKAT (<2tahun) /
3,509 ,929 13,251
LAMA (>=2tahun))
For cohort STATUS_HIPERTENSI = TIDAK
1,327 1,039 1,695
HIPERTENSI
For cohort STATUS_HIPERTENSI = HIPERTENSI ,378 ,124 1,152
N of Valid Cases 81
Total Odds Ratio for LAMA_2TH_ (SINGKAT (<2tahun) /
2,116 ,756 5,926
LAMA (>=2tahun))

For cohort STATUS_HIPERTENSI = TIDAK


1,248 ,950 1,639
HIPERTENSI

For cohort STATUS_HIPERTENSI = HIPERTENSI ,590 ,274 1,271

N of Valid Cases 96
Lampiran 5

Anda mungkin juga menyukai