Anda di halaman 1dari 1

Kebijakan politik turki terhadap bangsa kurdi

Sejak adanya perjanjian sevres pasca perang dunia pertama Turki mengadopsi sistem barat seperti
numerasi internasional dan alfabet latin, kode komersial, hak memilih dan dipilih bagi kaum
perempuan, pelarangan pakaian keagamaan diluar tempat ibadah dan beberapa kebijakan lainnya.

Akibat dari pengapdosian itu, segala bentuk pengungkapan diri bagi kaum minoritas
termasuk juga kaum Kurdi di Turki mengalami represi. Kurdi tidak memiliki hak untuk berpolitik,
tidak memliki akses pendidikan dan informasi. Bahkan bahasa kurdi yang tersebar luas dianggap
ilegal

Penyangkalan terhadap eksistensi kurdi terdapat dalam artikel 14 Estern Development Plan
tahun 125 yang menyatakan bahwa “ barangsiapa yang menggunakan bahasa selain bahasa turki, di
kantor-kantor dan dewan pemerintahan, di sekolah, di pasar, maupun bazar, dinyatakan bersalah
karena melanggar hukum dan akan dihukum.

pada tahun 1961 konstitusi turki memberikan sedikit hak demokratis yaitu kebebasan pers
dan menyatakan pendapat, hak untuk menghadiri rapat. Pada tahun 1963, Turki mengakui hak
untuk mogok dan membentuk persetujuan kolektif. Namun larangan atas pembentukan asosiasi
regional yang memungkinkan terjadinya perpecahan masih dikendalikan negara. Etnis Kurdi pun
memperoleh keuntungan atas kebebasan demokratis ini, orang-orang kurdi mulai banyak
mempublikasikan berita lewat media cetak, radio, dan televisi.

Pada tahun 1970-an partai politik pertama dari kaum kurdi mulai dibentuk dan diberi nama
Partai Pekerja Kurdistan (dalam bahasa turki : Partiya Karkeren Kurdistan atau PKK), Partai ini
dibentuk oleh Abdullah ocallan untuk merangkum seluruh aspirasi kaum Kurdi. Kelompak bersenjata
yang menganut ideologi Marxisme-Leninisme dan nasionalisme kurdi ini menegaskan bahwa tujuan
mereka untuk menciptakan bangsa kurdi yang merdeka di wilayah kurdistan (yaitu turki bagian
tenggara, dan sebagian wilayah Irak, Suriah, dan Iran) Bagi turki, organisasi ini bersifat memberontak
dan menjadi ancaman bagi masyarakat secara umum. PKK kemudian dikategorikan sebagai
organisasi teroris internasionaloleh sejumlah negara termasuk AS dan Uni Eropa. Akibatnya banyak
sekali orang-orang kurdi yang ditangkap, termasuk pula pimpinan PKK Abdullah Ocalan.

Menghadapi meningkatnya aktivitas terorisme di Turki, maka pada juli 2003, Parlemen Turki
memberlakukan “ UU Reintegrasi” yang isinya mengurangi masa tahanan atau memberikan
kebebasan untuk mereka yang mau menyerahkan senjata dan memberikan informasi seputar
gerakan pemberontak. Banyak tahanan yang membuka mulut karena kebijakan baru ini. Pemerintah
turki melaporkan bahwa hingga Desember tahun 2003, ada 2.486 tahanan dan 586 kombatan aktif
yang melapor.

Anda mungkin juga menyukai