Bab 5 Munakahat
Bab 5 Munakahat
Hukum pernikahan
Hadist Rasulullah saw riwayat Ibnu Majah: “Nikah adalah sunahku,
barangsiapa tidak menjalankan sunnahku, dia bukan umatku.”
Memahami hadist tersebut, bisa diambil pemaknaan bahwa nikah
adalah anjuran (bukan kewajiban) yang bisa dikatagorikan sebagai
sunah yang mendekati wajib, atau sunah muakkad. Meskipun
demikian, anjuran untuk menikah ini bobotnya bisa berubah-ubah
menjadi wajib, makruh, mubah atau kembali ke hukum asalnya yaitu
sunah, sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya. Hukum
Pernikahan • Wajib : bagi mereka yang berkeinginan menikah dan
mempunyai kemampuan untuk berumah tangga, apabila tidak
segera menikah, mereka dikhawatirkan terlibat zina • Haram : bagi
mereka yang mempunyai niat jelek dalam pernikahannya • Sunah :
bagi mereka yang berkeinginan menikah dan mempunyai
kemampuan untuk membiayai keluarga dan mengurusi rumah
tangga • Makruh : bagi mereka yang belum berkeinginan untuk
menikah, apabila menikah dikhawatirkan mereka akan teledor dalam
menunaikan kewajibannya. • Jaiz / mubah : inilah hukum asal
pernikahan
Hikmah Pernikahan
Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui
ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang
dibenci Allah dan amat merugikan.
Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
Memelihara kesucian diri
Melaksanakan tuntutan syariat
Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan
lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak
yang dibesarkan tanpa orang tua akan memudahkan untuk membuat
sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu,
institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak
terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-
anak
Mewujudkan kerjasama dan tanggung jawab
Dapat mengeratkan silaturahim
Pemilihan calon
Islam mensyaratkan beberapa ciri bagi calon suami dan calon isteri
yang dituntut dalam Islam. Namun, ini hanyalah panduan dan tidak
ada paksaan untuk mengikuti panduan-panduan ini.
Peminangan
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-
laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari
yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat
kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam.
Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum
peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang,
bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan
merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji
yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu
dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya
dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa
peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah
sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga.
Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk
seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan
meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada
seorang laki-laki yang hendak menikah dengan seorang
perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya
pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan
Nasai)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak
dan berhak menjadi wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi
wali, jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab‟ad ini akan
digantikan oleh wali ab‟ad lain dan begitulah seterusnya mengikut
susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh
pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang
telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
Syarat-syarat saksi
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Telah pubertas
Laki-laki
Memahami isi lafal ijab dan qobul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak
melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka
Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak
atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu
seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab
dilafalkan)
I. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya
ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang
dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang
muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain
(Muttafaq „alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang
akan dipinang (HR: [shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093
dan Darimi).
III. Walimah
Walimatul „urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana
mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang
miskin. Rasululloh shallallahu „alaihi wa sallam bersabda tentang
mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek
makanan.
Sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, yang artinya: “Makanan
paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-
orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri
undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-
Nya”. (HR: [shahih] Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu
Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang
shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam, yang artinya: “Janganlah kamu bergaul melainkan
dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu
melainkan orang-orang yang taqwa”. (HR: [shahih] Abu Dawud,
Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa‟id Al-Khudri).
Ijab dan Qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas
beruntun dan tidak berselang waktu. Yang berhak
mengucapkan Qabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
Dalam hal-hal tertentu ucapan Qabul nikah dapat dilakukan
pada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi
kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas
akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
Calon Mempelai
Wali
Saksi