Anda di halaman 1dari 65

STUDI PENGGUNAAN RELAI JARAK PADA JARINGAN

DISTRIBUSI YANG MEMILIKI PEMBANGKIT TERSEBAR


DENGAN MENGGUNAKAN DIGSILENT POWERFACTORY

TUGAS AKHIR

Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


jenjang strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Andalas

Oleh :

Alexander Ronaldo Putra Sijabat

1410951045

Pembimbing

Dr. Adrianti

NIP. 19711028199803 2 001

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANDALAS

2018
Judul Studi Penggunaan Relai Jarak pada Alexander Ronaldo
Putra Sijabat
Jaringan Distribusi yang Memiliki
Pembangkit Tersebar dengan
Menggunakan Digsilent Powerfactory

Program Studi Teknik Elektro 1410951045

Fakultas Teknik
Universitas Andalas

Abstrak

Pembangkit tersebar (PT) merupakan terobosan teknologi yang trend pada saat
ini. Pada jaringan distribusi yang memiliki PT sistem proteksi akan dipengaruhi oleh
3 buah kondisi yaitu kondisi grid terhubung, grid terputus dan penambahan jumlah
atau kapasitas PT. Ketiga kondisi ini akan menyebabkan nilai arus normal dan arus
gangguan pada sistem berubah. Perubahan nilai arus ini dapat menyebakan relai arus
lebih yang terdapat pada sistem mengalami gagal kerja karena arus gangguan yang
dibaca relai lebih kecil dari setting. Kemungkinan lain, relai mengalami maloperasi
karena koordinasi relai menjadi tidak tepat. Relai jarak merupakan relai yang bekerja
berdasarkan besar impedansi. Pada penelitian ini dilakukan studi penggunaan relai
jarak pada jaringan distribusi yang memiliki PT. Pengujian dilakukan dengan 5
skenario yaitu grid terhubung, grid terputus, penambahan PT dengan kapasitas
2000kW pada bus 5, grid terputus dengan impedansi gangguan 0.02 ohm dan grid
terhubung dengan impedansi gangguan 2 ohm. Gangguan yang diujikan adalah
gangguan 3 fasa dan antar fasa dengan lokasi gangguan pada saluran dan bus. Dari
pengujian yang dilakukan diperoleh bahwal relai jarak memiliki kinerja yang baik
saat digunakan pada keempat diata scenario pertama. Hal itu diperoleh hanya dengan
melalukan satu setting. Relai arus lebih yang ada pada jaringan juga dapat
berkoordinasi dengan relai jarak. Namun relai jarak dapat mengalami gagal kerja
ketika gangguan yang terjadi adalah gangguan antar fasa dengan impedansi gangguan
yang besar karena impedansi yang dibaca relai menjadi lebih besar dari setting.

Kata Kunci: Pembangkit Tersebar (PT), Relai Jarak, dan Koordinasi Proteksi.
Title Study of the Application of Distance Alexander Ronaldo
Putra Sijabat
Relays on Distribution Networks That
Have Distributed Generation Using
Digsilent Powerfactory

Mayor Electrical Engineering 1410951045

Faculty of Engineering
Andalas University

Abstract

The Distributed Generation (DG) is a technological breakthrough that will be


used more in the future. In the distribution network that has DG, the protection system
will be affected by 3 conditions i.e connected grid, disconnected grid (islanding) and
the increasing amount or capacity of DGs. These three conditions will change the
normal and fault current in the distribution system. The change may cause failure to
operate of the overcurrent relays because the fault currents are smaller than the
setting. The relay also may suffer from mal-operation because of the coordination of
the relay will not working properly.. A distance relay is a relay that works based on
impedance values. This study proposed to use distance relays on the distribution
network that has DG as replacement of overcurrent relay. The test is done with 5
scenarios i.e. connected grid, disconnected grid, additional DG with 2000kW capacity
on bus 5, disconnected grid with fault impedance 0.02 ohm and grid connected with
fault impedance 2 ohm. The tested faults are 3 phase and inter-phase with location of
fault on feeders and buses. The results show that distance relays have good
performance when used in the first four scenarios which is obtained by only using one
setting. Overcurrent relays on the network can coordinate with distance relays.
However, distance relays experienced fail to operate at scenario five (faults with 2
Ohms impedance) because the impedances that detected by the relays are bigger than
settings.

Keywords: Distributed Generation (PT), Distance Relay, and Coordination of


Protection.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini dengan judul “ Studi Penggunaan Relai Jarak pada Jaringan
Distribusi yang Memiliki Pembangkit Tersebar dengan Menggunakan
Digsilent Powerfactory”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
Laporan Kerja Praktek ini. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan
mendukung setiap langkah yang penulis tempuh dalam pendidikan.
2. Bapak Ariadi Hazmi, Dr. Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro yang
telah memberi perizinan kerja praktek.
3. Ibuk Dr. Adrianti selaku pembimbing Tugas Akhir ini yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan curahan ilmu,
arahan, mendidik dan membagi ilmu serta memberi saran kepada penulis
selama pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak-bapak dosen penguji dalam seminar dan sidang tugas akhir ini.
Terimakasih atas kritik dan sarannya, sehingga penulis mampu membuat
tugas akhir ini menjadi lebih baik
5. Bapak dan Ibu staf pengajar serta karyawan dan karyawati Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Andalas atas kerja sama dan
dukungan yang diberikan kepada penulis.
6. Rekan-rekan Asisten Laboratorium Sistem Tenaga dan Distribusi Elektrik
(STDE).
7. Seluruh rekan-rekan Teknik Elektro yang banyak membantu dan
memotivasi penulis.
8. Dan pada semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari

i
pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga laporan ini bisa berguna
bagi pembaca dan bagi penulis sendiri.
Padang, Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 3

1.5 Batasan Masalah ...................................................................................................... 3

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5

2.1 Gangguan Hubung Singkat ...................................................................................... 5

2.1.1 Gangguan simetris (gangguan hubung singkat tiga-fasa) ................................. 5

2.1.2 Gangguan tak simetris ....................................................................................... 6

2.2 Sistem proteksi ......................................................................................................... 8

2.2.1 Peralatan Sistem Proteksi .................................................................................. 9

2.2.2 Persyaratan Sistem Proteksi ............................................................................. 9

2.3 Relai Jarak ( Distance Relay) ................................................................................. 11

2.4 Islanding atau grid terputus dari jaringan distribusi ............................................... 15

2.5 Digsilent PowerFactory .......................................................................................... 16

BAB III METODA PENELITIAN .................................................................................. 18

3.1 Diagram Alir Penelitian ......................................................................................... 18

3.2 Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terhubung .................. 19

3.3 Metode Penelitian................................................................................................... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 22

iii
4.1 Data Penelitian ....................................................................................................... 22

4.2 Pemodelan Sistem Proteksi .................................................................................... 26

4.2.1 Analisa dan Simulasi Aliran Daya .................................................................. 26

4.2.2 Analisis Arus Gangguan Hubung Singkat ...................................................... 26

4.2.3 Perhitungan Setting Relai ................................................................................ 27

4.3 Pengujian Koordinasi Sistem Proteksi ................................................................... 33

4.3.1 Pengujian Skenario 1 (Grid Terhubung) ......................................................... 33

4.3.2 Pengujian Skenario 2 (Grid Terputus) ............................................................ 39

4.3.3 Pengujian Skenario 3 (Penambahan Jumlah PT) ............................................ 42

4.3.4 Pengujian Skenario 4 (Grid Terputus dengan Impedansi Gangguan 0.02 Ohm)
..................................................................................................................................
49

4.3.5 Pengujian Skenario 5 (Grid Terhubung dengan Impedansi Gangguan 2 Ohm)


..................................................................................................................................
50

BAB V PENUTUP .......................................................................................................... 55

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 55

5.2 Saran ....................................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 56

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perbandingan arus gangguan grid terhubung dan grid terputus
(Island) ........................................................................................................... 1
Gambar 2.1 Rangkaian hubung singkat tiga fasa ......................................................... 5
Gambar 2.2 Rangkaian hubung singkat antar fasa (gangguan di fasa a) ............... 6
Gambar 2.3 Gangguan 3 fasa melalui impedansi ......................................................... 7
Gambar 2.4 Gangguan antar fasa melalui impedansi .................................................. 8
Gambar 2.5 Karakteristik relai impedansi dengan diagram R-X ............................. 12
Gambar 2.6 Karakteristik relai jarak Mho ...................................................................... 12
Gambar 2.7 Karakteristik impedansi................................................................................ 12
Gambar 2.8 Karakteristik quadrilateral ........................................................................... 13
Gambar 2.9 Daerah penyetelan relai jarak ..................................................................... 13
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ................................................................................. 18
Gambar 3.2 Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terhubung
19
Gambar 4.1 Single line diagram grid terhubung dan memiliki PT ......................... 22
Gambar 4.2 Simulasi hubung singkat 3 fasa pada titik 40% panjang saluran 1
dihitung dari bus 2 ........................................................................................ 34
Gambar 4.3 Kurva relai jarak 1 (RJ1) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 34
Gambar 4.4 Kurva relai jarak 2 (RJ2) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 35
Gambar 4.5 Kurva relai jarak 3 (RJ3) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 35
Gambar 4.6 Kurva relai jarak 4 (RJ4) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 36
Gambar 4.7 Kurva relai arus lebih 1 (RAL1) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 36
Gambar 4.8 Kurva relai arus lebih 2 (RAL2) untuk gangguan 3 fasa pada titik 40%
panjang saluran 1 dihitung dari bus 2 ..................................................... 37

v
Gambar 4.9 Single line diagram kondisi grid terputus ............................................... 39
Gambar 4.10 Single line diagram kondisi penambahan PT pada bus 5 ................ 43
Gambar 4.11 Kurva relai jarak 1 untuk gangguan 3 fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 51
Gambar 4.12 Kurva relai jarak 2 untuk gangguan 3 fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 51
Gambar 4.13 Kurva relai jarak 4 untuk gangguan 3 fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 52
Gambar 4.14 Kurva relai jarak 1 untuk gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 53
Gambar 4.15 Kurva relai jarak 2 untuk gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 53
Gambar 4.16 Kurva relai jarak 4 untuk gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ............................................................................................ 54

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data saluran 1 ....................................................................................................... 23


Tabel 4.2 Data saluran 2 ....................................................................................................... 23
Tabel 4.3 Data saluran 3 ....................................................................................................... 24
Tabel 4.4 Data saluran 4 ....................................................................................................... 24
Tabel 4.5 Data Penyulang 4 ................................................................................................. 25
Tabel 4.6 Tampilan aliran daya kondisi grid terhubung .............................................. 26
Tabel 4.7 Setting relai jarak jaringan distribusi ............................................................. 32
Tabel 4.8 Setting relai arus lebih jaringan distribusi .................................................... 33
Tabel 4.9 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terhubung ................................... 37
Tabel 4.10 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan CB1 .............. 40
Tabel 4.11 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan CB1 dan CB3
40
Tabel 4.12 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan CB1, CB3, dan
CB6....................................................................................................................... 41
Tabel 4.13 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terputus .................................... 42
Tabel 4.14 Tampilan aliran daya kondisi penambahan PT ......................................... 42
Tabel 4.15 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terhubung setelah
penambahan PT ................................................................................................ 43
Tabel 4.16 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terputus dengan impedansi
gangguan 0.02 ohm ............................................................................................. 50

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangkit Tersebar merupakan terobosan teknologi yang trend pada saat


sekarang ini. Pembangkit Tersebar dapat didefinisikan sebagai pembangkit tenaga
listrik pada jaringan distribusi [1]. Pembangkit Tersebar (PT) memberikan
berbagai kelebihan dibandingkan pembangkitan terpusat (konvensional) seperti
lebih ramah lingkungan, mengurangi rugi-rugi transmisi dan sekaligus
mengurangi kebutuhan investasi peningkatan kapasitas saluran transmisi [2].
Penambahan PT pada jaringan distibusi dapat memperbaiki keandalan jaringan.
Pada saat grid terputus (islanding) PT yang ada tetap menyalurkan daya ke beban,
sehingga kebutuhan beban tetap dapat terpenuhi.

Penambahan PT juga menyebabkan beberapa permasalahan seperti pada


sistem proteksi khususnya relai arus lebih. Permasalahan itu terjadi pada saat grid
terhubung dan grid terputus. Besar arus normal dan arus gangguan yang terjadi di
jaringan distribusi akan berbeda pada saat grid terhubung dan grid terputus. Arus
gangguan ketika grid terhubung akan lebih besar dari pada ketika grid terputus
seperti yang ditunjukkan oleh gambar1.1.

Gambar 1.1 Perbandingan arus gangguan grid terhubung dan


grid terputus (Island)[3]

1
Selain perubahan nilai arus karena kondisi grid terhubung dan grid terputus,
penambahan jumlah atau kapasitas PT juga merubah nilai arus. Penambahan jumlah
atau kapasitas PT menaikan nilai arus kondisi normal dan gangguan sebesar
penambahan PT yang dilakukan. Kondisi grid terhubung dan grid terputus, dan
penambahan jumlah atau kapasitas PT menyebabkan nilai arus yang dibaca oleh relai
berubah-ubah. Hal ini akan menyebabkan maloperasi pada relai arus lebih.

Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan tiga setting relai arus lebih
yaitu setting pada kondisi grid terhubung, grid terputus, dan penambahan jumlah
atau kapasitas PT. Setiap terjadi perubahan maka setting relai arus lebih perlu
ditinjau ulang. Selain itu diperlukan juga sistem komunikasi untuk
menginstruksikan relai agar bekerja sesuai antara setting dengan kondisi lapangan,
sehingga diperlukan biaya yang lebih banyak lagi untuk mempersiapkan sistem
proteksi dengan relai arus lebih ketika memiliki PT.

Relai jarak merupakan relai yang bekerja berdasakan impendansi, yaitu


dengan membandingkan impedansi yang dibaca relai dengan impedasi setting.
Relai jarak tidak bergantung pada nilai arus saluran dan biasanya digunakan pada
saluran transmisi. Maka pada penelitian ini akan digunakan relai jarak untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi pada relai arus lebih karena kondisi grid
terhubung, grid terputus, dan penambahan jumlah atau kapsitas PT.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan


permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagaimana kinerja relai jarak pada jaringan distribusi yang memliki PT
pada kondisi grid terhubung, grid terputus dan penambahan jumlah atau
kapasitas PT ?
2. Bagaimana setting relai jarak dan relai arus lebih agar dapat berkoordinasi
dengan baik pada jaringan distribusi ?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja relai jarak jika


digunakan pada jaringan distribusi yang memiliki PT pada kondisi grid terhubung,
grid terputus dan penambahan jumlah atau kapasitas PT.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:


1. Memberikan informasi tentang kemungkinan penggunaan relai jarak pada
jaringan distribusi yang memiliki PT.
2. Jika relai jarak tersebut dapat bekerja dengan baik maka permasalahan
proteksi untuk kondisi grid terhubung, grid terputus dan penambahan
jumlah atau kapasitas PT akan terselesaikan.
3. Mendukung pemanfaatan PT di jaringan distribusi.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:


1. Relai proteksi yang digunakan yaitu relai jarak dengan karakteristik Mho.
2. Hanya membahas jenis PT yang menggunakan generator sinkron,
sehingga, suplai arus gangguan dari PT memiliki efek yang signifikan.
3. Hanya membahas gangguan fasa.
4. Simulasi mengandalkan software Digsilent PowerFactory 15.1

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini


adalah:

Bab I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,


tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Membahas tentang teori yang melandasi tugas akhir ini.

3
Bab III Metoda Penelitian

Terdiri dari tahapan penelitian dan langkah-langkah yang


diperlukan dalam melakukan analisa proteksi.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Membahas perbaikan sistem proteksi yang mampu mengamankan


jaringan distribusi pada kondisi grid terhubung, grid terputus dan
penambahan jumlah atau kapasitas PT.

Bab V Penutup

Terdiri dari simpulan hasil penelitian dan saran bagi peneliti


selanjutnya demi kesempurnaan penelitian ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Sistem proteksi

Sistem proteksi adalah sistem pengamanan terhadap peralatan-peralatan


listrik, yang terpasang pada sistem tenaga listrik seperti generator, transformator,
jaringan transmisi/distribusi dan lain-lain terhadap kondisi operasi abnormal dari
sistem itu sendiri [4]. Relai proteksi pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk :

1. Menghindari atau mengurangi kerusakan peralatan Iistrik akibat adanya


gangguan (kondisi abnormal). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi
yang digunakan, akan menyebabkan semakin sedikit pengaruh gangguan
terhadap kemungkinan kerusakan alat.
2. Melokalisir daerah gangguan, agar daerah yang merasakan dampak
gangguan sekeciI mungkin.
3. Mengamankan manusia dan peralatan terhadap bahaya yang diakibatkan
oleh Iistrik.
Tipe proteksi terdiri atas 2 kategori, yaitu:
1. Proteksi Utama (Main Protection)
Proteksi utama adalah pengamanan utama yang akan bekerja membebaskan
gangguan pada bagian yang diproteksi secepat mungkin.

8
2. Proteksi Cadangan (Back-Up Protection)
Proteksi cadangan bekerja ketika relai utama gagal mengamankan sistem.
Proteksi ini berada di titik yang lebih jauh dari gangguan, sehingga daerah
yang merasakan efek gangguan menjadi lebih luas. Waktu operasi proteksi
cadangan lebih lama dari pada proteksi utama.
2.2.1 Peralatan Sistem Proteksi
Sistem proteksi terdiri dari alat – alat utama yaitu:

1. Circuit Breaker (CB) atau Pemutus Tenaga (PMT)


Circuit breaker merupakan pelatan mekanis berupa saklar yang
berfungsi untuk membuka dan menutup rangkaian listrik pada semua
kondisi termasuk hubung singkat. Circuit breaker bekerja ketika nilai arus
telah melebihi nilai ratingnya.
2. Trafo Arus (Current Transformer)
Trafo arus (CT) adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan
pengukuran dan proteksi. Trafo arus (CT) mentransformasikan besaran arus ke
nilai yang lebih kecil.
3. Trafo Tegangan (Voltage Transformer)
Trafo tegangan adalah peralatan yang mentransformasi nilai tegangan
pada sistem tenaga tanpa merubah frekuensi untuk kebutuhan proteksi dan
pengkuran.
2.2.2 Persyaratan Sistem Proteksi
Berikut adalah persyaratan penting yang harus dimiliki oleh sistem
proteksi, antara lain [6]:
2.2.2.1 Kepekaan (sensitivity)
Sensitifitas adalah kepekaan sistem proteksi terhadap segala macam
gangguan yang terjadi di daerah perlindungannya. Kepekaan suatu sistem proteksi
ditentukan oleh nilai terkecil dari besaran penggerak pada saat peralatan proteksi
mulai beroperasi. Nilai terkecil besaran penggerak berhubungan dengan nilai
minimum arus gangguan dalam daerah yang dilindunginya.

9
2.2.2.2 Selektifitas dan diskriminatif
Selektif berarti suatu sistem proteksi harus dapat memilih bagian sistem
yang harus diisolir apabila terjadi gangguan. Bagian yang dipisahkan dari sistem
yang sehat sebisanya adalah bagian yang terganggu saja. Suatu sistem proteksi
harus mampu membedakan antara kondisi normal dan kondisi abnormal atau
dapat disebut diskriminatif. Ataupun membedakan apakah kondisi abnormal
tersebut terjadi di dalam atau di luar daerah proteksinya. Dengan demikian, segala
tindakan pengamanan akan tepat dan daerah yang mengalami efek gangguan
menjadi sekecil mungkin.
2.2.2.3 Kecepatan
Sistem proteksi harus memiliki kecepatan yang cukup tinggi sehingga
meningkatkan mutu pelayanan, keamanan manusia, peralatan dan stabilitas
operasi. Mengingat suatu sistem tenaga mempunyai batas-batas stabilitas serta ada
gangguan sistem hanya bersifat sementara, maka relai yang semestinya bereaksi
dengan cepat kerjanya juga perlu diperlambat (time delay), seperti yang
ditunjukkan persamaan [6]:

= +
(2.5)
Keterangan :
top = total waktu yang dipergunakan untuk memutuskan hubungan
tp = waktu bereaksinya unit relai
tcb = waktu yang dipergunakan untuk pelepasan CB
2.2.2.4 Keandalan
Suatu sistem proteksi dapat dikatakan andal ketika sistem proteksi dapat
selalu bekerja sebagaimana yang diharapkan. Sistem proteksi disebut tidak andal
jika sistem proteksi gagal bekerja pada saat dibutuhkan atau bekerja pada saat
proteksi itu tidak seharusnya bekerja. Keandalan relai dikatakan cukup baik bila
mempunyai harga direntang 90-99 %.
Keandalan dapat di bagi 2 macam, yaitu :
a. Dependability : sistem proteksi harus dapat diandalkan setiap saat.
b. Security : sistem proteksi tidak boleh salah kerja / tidak boleh bekerja
saat tidak terjadi gangguan di daerah yang dilindunginya

10
Cara menentukan keandalan sistem proteksi adalah dengan perhitungan seperti
yang dicontohkan berikut ini. Dalam satu tahun terjadi gangguan sebanyak 30 kali
dan relai dapat bekerja dengan sempurna sebanyak 28 kali, maka :
Keandalan relai = 2830 100% = 93.3%

2.2.2.5 Ekonomis
Suatu sistem proteksi hendaknya memiki kemampuan proteksi maksimum
dengan harga yang minimum. Sehingga, tetap ekonomis dengan tidak
mengesampingkan fungsi dan syarat-syarat sistem proteksi lainnya.

2.3 Relai Jarak ( Distance Relay)


Relai Proteksi adalah susunan peralatan pengaman yang berfungsi untuk
merasakan adanya gangguan hubung singkat pada sistem. Relai proteksi secara
otomatis dapat memberikan perintah untuk menggerakkan sistem mekanisme
pemutus tenaga (circuit breaker) . Tujuan dari relai proteksi adalah agar sistem
yang mengalami gangguan terpisah dari sistem lain yang tidak mengalami
gangguan [7].
Relai jarak adalah relai proteksi yang prinsip kerjanya berdasarakan
pengukuran impedansi. Relai jarak mengukur tegangan pada titik relai dan arus
gangguan yang terlihat dari relai, dengan membagi besaran arus dengan besaran
tegangan, maka impedansi sampai titik terjadi gangguan dapat ditentukan.
Perhitungan impedansi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

= (2.6)

Dimana
= Impedansi (Ohm)
= Tegangan pada saat gangguan (Volt)
= Arus gangguan (Ampere)

Relai jarak akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi


gangguan yang terukur dengan impedansi setting. Relai akan bekerja jika nilai
impedansi gangguan lebih kecil dari impedansi setting, dan sebaliknya jika
impedansi gangguan lebih besar maka relai tidak akan bekerja. Berdasarkan
karakteristik kerja relai jarak dibagi menjadi [8]:

11
1. Relai jarak jenis impedansi
Karakteristik relai impedansi merupakan suatu lingkaran dengan titik
pusatnya di tengah-tengah. Sehingga mempunyai sifat tidak berarah (non
directional).

Gambar 2.5 Karakteristik relai impedansi dengan diagram R-X


2. Relai jarak jenis Mho
Karakteristik relai Mho merupakan suatu lingkaran yang melalui titik
pusat. Relai jarak jenis Mho tidak perlu lagi ditambah lagi relai arah
karena telah berarah.

Gambar 2.6 Karakteristik relai jarak Mho


3. Relai jarak jenis reaktansi
Karakteristik reaktansi adalah mempunyai sifat non directional. Untuk
aplikasi di SUTT perlu ditambah relai directional. Relai ini hanya
mengukur komponen reaktif dari impedansi jaringan.

Gambar 2.7 Karakteristik impedansi

12
4. Relai jarak jenis quadrilateral
Karakteristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen
yaitu reaktansi, berarah, dan resistif. Dengan setting jangkauan resistif
cukup besar maka karakteristik relai quadrilateral dapat mengantisipasi
gangguan tanah dengan tahanan tinggi.

Gambar 2.8 Karakteristik quadrilateral


Relai jarak diterapkan pada beberapa daerah (zona) agar bisa didapatkan
pasangan pengaman utama dan pengaman cadangan sekaligus dalam satu relai jarak.
Relai jarak dalam bekerja membagi saluran menjadi beberapa daerah cakupan yaitu
zona 1, zona 2, dan zona 3 seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.9.

Gambar 2.9 Daerah penyetelan relai jarak [9]


Penyetelan relai jarak terdiri dari 3 daerah pengamanan yaitu [10],
1. Zona 1
Zona 1 di-setting 80-85% dari saluran. Untuk relai jarak elektromekanik
memiliki setting jangkauan hingga 80%, sedangkan untuk relai jarak
digital setting bisa sampai 85%. Dari setting yang dilakukan untuk zona
akan menghasilkan margin sebesar 15-20%, berfungsi untuk memastikan
bahwa tidak ada risiko perlindungan zona 1 karena kesalahan arus dan
tegangan transformator.

1 = (80 − 85%) 12 (2.7)


Dimana
12 = impedansi saluran pertama

13
Waktu kerja relai zona 1 adalah seketika ( t = 0 detik ), tidak dilakukan
penyetelan waktu pada zona 1.
2. Zona 2
Zona 2 berfungsi sebagai pengaman cadangan zona 1. Untuk penyetelan
zona 2 berdasarkan

2 = 1,2 12 (2.8)
2 = 12 + 50% 23 (2.9)
Dimana
12 = impedansi saluran pertama
23 = impedansi saluran kedua

Waktu kerja relai jarak pada zona 2 berkisar dari 0,4 sampai 0,8 detik.
3. Zona 3
Zona 3 ini merupakan perlindungan dari semua kesalahan yang mungkin
terjadi dari saluran yang berdekatan pada relai jarak. Zona 3 biasanya
juga digunakan untuk mengamankan peralatan dibelakan relai dengan
setting reserve. Untuk penyetelan zona 3 berdasarkan

3 = 1,2 ( 12 + 23) (2.10)


3 = 20% 12 (2.11)
Dimana
Zona 3 F = Zona 3
Zona 3 F = Zona 3
12 = mpedansi saluran pertama
23 = impedansi saluran kedua

Waktu kerja relai jarak pada zona 3 berkisar Antara 1,2 sampai 1,6 detik.

Relai jarak dalam melakukan proteksi juga dapat mengalami perubahan


jangkauan. Ada 2 fator yang mempengaruhi jangkauan relai jarak yaitu resistansi
gangguan dan arus infeed.

a. Resistansi gangguan
Ketika nilai resistansi gangguan meningkat relai jarak akan sulit untuk
membedakan antara impedansi ganguan (ditambah resistansi) dengan impedansi
beban. Salah satu pengaruh resistansi gangguan terhadap operasi relai jarak adalah

14
perubahan impedansi yang terukur oleh relai ketika terjadi gangguan. Hal ini
dapat menyebabkan relai menjadi underreaching, yaitu gangguan yang
seharusnya terbaca zona 1 relai menjadi terbaca zona 2 atau gangguan dizona 2
relai menjadi terbaca zona 3 relai.
b. Arus infeed
Infeed adalah pengaruh penambahan atau pengurangan arus yang melalui
titik terminal terhadap arus yang melalui relai yang ditinjau. Secara umum infeed
dapat disebabkan oleh adanya pembangkit antara relai dengan titik gangguan atau
dapat juga disebabkan adanya perubahan konfigurasi saluran dari saluran ganda
ke tunggal dan sebaliknya.infeed dapat menyebabkan impedansi yang dibaca relai
menjadi lebih besar dan menjadi lebih kecil.

2.4 Islanding atau grid terputus dari jaringan distribusi


Islanding memiliki dua pengertian, pertama islanding adalah pola
pengamanan sistem dengan memisahkan unit pembangkit atau grid dari sistem
tenaga listrik secara otomatis dengan hanya memikul beban di sekitarnya terbatas
sesuai kemampuan . Kedua islanding adalah kondisi grid terputus dari jaringan
distribusi, pembangkit tersebar (PT) yang ada tetap menyalurkan daya ke beban.
Sehingga konsumen tetap mendapat pasokan daya walaupun grid terputus dari
jaringan distribusi. Pada tugas akhir ini pengertian islanding yang digunakan
adalah pengertian yang kedua.
Perubahan dari operasi paralel ke mode islanding dapat terjadi seketika
ketika sistem mengalami gangguan. Dalam situasi ini dimungkinkan untuk terus
memasok tenaga listrik tanpa henti sesuai kemampuan PT untuk mengendalikan
keseimbangan antara suplai dan beban. Kondisi islanding ini menyebakan nilai
arus dijaringan distribusi berubah.
Islanding menyebabkan permasalahan antara lain turunnya kualitas daya,
kerusakan pada peralatan dan bahay bagi pihak pekerja. Sesuai dengan standar
IEEE 9929-1998 dan IEEE 1547-2013, PT harus berhenti operasi maksimal dua
detik setelah deteksi islanding terjadi. Keuntungan islanding adalah meningkatkan
keandalan sistem, karena selama grid terputus PT akan menyuplai daya ke beban.

15
2.5 Digsilent PowerFactory
PowerFactory adalah aplikasi perangkat lunak analisis sistem tenaga
terkemuka yang dapat digunakan dalam menganalisis generator, transmisi,
distribusi dan sistem industri [11]. PowerFactory memiliki berbagai fitur sesuai
dengan perkembangan teknologi saat sekarang ini seperti pembangkit listrik
tenaga angin, pembangkit tersebar, simulasi real-time dan pengujian sistem.
PowerFactory mudah digunakan dan kompatibel dengan windows serta
menggabungkan kapabilitas pemodelan sistem yang andal dan fleksibel dengan
algoritma canggih dan konsep database yang unik. Beberapa fitur dasar yang ada
pada PowerFactory antara lain:

1. Load Flow Analisis


2. Short-Circuit Analysis
3. Load Flow Sesitivities
4. Basic MV/LV Network Analysis
5. Power Equipment Models
6. Network Representation
7. Network Model Management
8. Network Diagrams And Graphic Features
9. Results and Reporting
10. Data Converter

Fitur dasar diatas dapat dikembangkan dengan berbagai fitur tambahan yang
disediakan PowerFactory sesuai kebutuhan. Fitur tambahan pada PowerFactory
antara lain :

1. Contigency Analysis
2. Quasi-Dynamic Simulation
3. Network Reduction
4. Protection Function
5. Arc-Flash Analysis
6. Cable Analysis
7. Power Quality and Harmonic Analysis
8. Conecction Request Assessment

16
9. Transmision Network Tools
10. Outage Planning
11. Probabilistic Analysis
12. Reliability Analysis Functions
13. Optimal Power Flow (OPF)
14. Techno-Economical Analysis
15. State Estimation
16. Stability Analysis Function (RMS)
17. Electromagnetic Transients (EMT)
18. Motor Strating Functions

Pada tugas akhir ini fitur yang digunakan adalah load flow analysis, short-circuit
analysis dan protection function. PowerFactory dirancang untuk memudahkan
dalam perhitungan dan analisa sistem tenaga listrik. Sehingga, dapat melakukan
simulasi jaringan distribusi yang rumit dan menganalisa sistem dengan lebih
mudah. Dengan PowerFactory pengguna dapat bekerja secara langsung dengan
tampilan gambar single line diagram (diagram satu garis).

17
BAB III

METODA PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Pada peneltian ini dilakukan pengujian dengan 5 skenario yaitu


1. Pengujian kondisi grid terhubung
2. Pengujian kondisi grid terputus dengan membuka CB1 dan CB3
3. Pengujian penambahan PT dengan kapasitas 2000kW pada bus 5 dan
menambah 2 relai jarak serta 1 relai arus lebih pada saluran 3.
4. Pengujian grid terputus dengan impedansi gangguan 0.02 ohm
5. Pengujian kondisi grid terhubung dengan impedansi gangguan 2 ohm
Tahapan penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini dapat dilihat pada
gambar 3.1. dibawah ini :

Mulai
A

Kumpulkan data Simulasi dan analisis


dan literatur koordinasi proteksi relai
jarak skenario 2

Pemodelan single line


diagram. Penginputan data
Simulasi dan analisis koordinasi
pada software DIgSILENT
proteksi relai jarak skenario 3
PowerFactory 15.1

Simulasi dan analisis koordinasi


Simulasi aliran daya proteksi relai jarak skenario 4

Perhitungan seting Simulasi dan analisis koordinasi


Impedansi relai jarak proteksi relai jarak skenario 5

Simulasi dan analisis


koordinasi proteksi relai Kesimpulan
jarak skenario 1

Selesai
A

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian

18
3.2 Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terhubung

GI
Bus 1
CB 1 Relai Arus Lebih 2

Trafo tenaga GI 20 MVA

Bus 2

CB 2 Relai Arus Lebih 3 CB 3 Relai Jarak 1

TI Saluran 1
100 kVA
Bus 3 CB 4 Relai Jarak 2
Bus 7

Penyulang 4 Relai Arus Lebih 4 CB 6 CB 7 Relai Jarak 3


CB 5
Relai Arus
Lebih 5
Saluran 2 DG sinkron
Saluran 4 2000 KW
Saluran 3
Bus 4
Relai Jarak 4
CB 8 Relai Arus

Penyulang 1 Bus 5 Bus 6 CB 9 Lebih 1

Penyulang 2 Penyulang 3

Gambar 3. 2 Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terhubung

3.3 Metode Penelitian

Secara rinci langkah-langkah dalam melakukan penelitian tugas akhir ini


adalah :
3.3.1 Pengumpulan data dan literatur
Sebelum melakukan peneltian, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
data sistem yang akan diteliti beserta literatur-literatur yang mendukung penelitian
ini. Berikut data yang dibutuhkan dari sistem kelistrikan yang akan di analisa
sebagai berikut:
a. Data Power Grid
b. Busbar
c. Data Transformator
d. Circuit Breaker
e. Rating CT
f. Data saluran distribusi (feeder)
g. Relai
h. Data Pembangkit Tersebar

19
3.3.2 Pemodelan single line diagram sistem distribusi saat grid terhubung,
grid terputus dan penambahan jumlah atau kapasitas PT
menggunakan software DIgSILENT PowerFactory 15.1.
Langkah – langkah yang dilakukan penulis antara lain sebagai berikut:
a. Membuat single line diagram sistem distribusi saat grid terhubung, grid
terputus dan penambahan jumlah atau kapasitas PT menggunakan software
DIgSILENT PowerFactory 15.1
b. Penginputan semua data komponen listrik yang digunakan kedalam single
line diagram.

3.3.3 Simulasi aliran daya untuk kondisi grid terhubung, grid terputus dan
penambahan jumlah atau kapasitas PT
Selanjutnya dilakukan simulasi aliran daya (load flow analysis) untuk
mengetahui keadaan sistem. Hasil aliran daya saat grid terputus digunakan
untuk menentukan beban mana saja yang perlu dilepaskan dan jumlah atau
kapasitas PT yang akan ditambahkan ke saluran distribusi yang sudah ada.

3.34. Setting relai jarak


Pada tahap ini langkah – langkah yang dilakukan penulis antara lain ;
a. Menentukan jenis relai jarak yang digunakan yaitu jenis
karakteristik Mho.
b. Menghitung nilai impedansi di masing-masing zona relai
jarak. c. Menentukan setting waktu zona relai jarak.
Setting dan koordinasi relai proteksi dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
1 = (80 − 85%) 12
2 = 1,2 12
2 = 12 + 50% 23
3 = 1,2 ( 12 + 3)
3 = 20% 12

20
3.3.5 Analisis dan Simulasi Relai Jarak
Pada penelitian ini penujian dilakukan 5 skenario untuk melihat kinerja
relai jarak ketika digunakan pada jaringan distribusi yang memiliki pembangkit
tersebar. Pengujian dilakukan dengan memberi gangguan 3 fasa dan antar fasa.
Lokasi gangguan divariasikan pada titik 10%, 40% dan 90% dari panjang saluran,
lokasi ini ditentukan agar dapat melihat kinerja relai jarak pada masing-masing
zona. Setiap skenario dilakukan analisa terhadap kinerja relai jarak, untuk melihat
relai bekerja sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Ketika simulasi dan
analisa semua skenario selesai maka penelitian selesai.

21
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang data sistem distribusi, penyetingan relai
jarak dan hasil pengujian koordinasi proteksi pada saat grid terhubung, grid
terputus dan penambahan jumlah atau kapasitas Pembangkit Tersebar (PT) pada
jaringan distribusi yang memiliki PT. Simulasi dilakukan dengan menggunakan
Digsilent PowerFactory 15.1 .

4.1 Data Penelitian

Data Gardu Hubung 150/20 kV diambil dari penelitian yang telah


dilakukan sebelumnya. Single line diagram dari sistem distribusi diperlihatkan
pada gambar 4.1
GI
Bus 1
CB 1 Relai Arus Lebih 2

Trafo tenaga GI 20 MVA

Bus 2

CB 2 Relai Arus Lebih 3 CB 3 Relai Jarak 1

TI Saluran 1
100 kVA
Bus 3 CB 4 Relai Jarak 2
Bus 7

Penyulang 4 Relai Arus Lebih 4 CB 6 CB 7 Relai Jarak 3


CB 5
Relai Arus
Lebih 5
Saluran 2 DG sinkron
Saluran 4 2000 KW
Saluran 3
Bus 4
Relai Jarak 4
CB 8 Relai Arus

Penyulang 1 Bus 5 Bus 6 CB 9 Lebih 1

Penyulang 2 Penyulang 3

Gambar 4. 1 Single line diagram grid terhubung dan memiliki PT

Data-data dari single line diagram tersebut antara lain:


 Data Sumber
Tegangan : 20 kV
MVA SC 3ph : 619,195 MVA
MVA SC 1ph : 102,18 MVA

22
 Data Trafo Tenaga di Gardu Induk
Kapasitas : 20 MVA
Tegangan : 150 / 20 kV
Vector Grup : Y-Y

 Data Penyulang
Pada single line diagram ini terdapat 4 saluran. Data dari masing-masing
penyulang dan saluran dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Data saluran 1


Nama Saluran 1
Jenis Kabel Cu
2
Penampang 150 mm
Impedansi
Z1 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z2 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z0 / km 0.5121 + j 0.4649 Ohm
Z1 total 1.3145 + j 1.1937 Ohm
Z2 total 1.3145 + j 1.1937 Ohm
Z0 total 5.25926 + j 4.7750 Ohm
Panjang Saluran 10.27 Km
Ratio CT 50/5 A

Tabel 4.1 merupakan data saluran 1 dengan tegangan 20 kV pada bus .


Jenis kabel Cu 150 mm2, dengan panjang saluran 10.27 Km. Rasio CT 50/5 yang
berguna untuk studi kasus setting relai.

Tabel 4. 2 Data saluran 2


Nama Saluran 2
Jenis Kabel Cu
2
Penampang 150 mm
Impedansi
Z1 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z2 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm

23
Z0 / km 0.5121 + j 0.4649 Ohm
Z1 total 1.9430 + j 1.7645 Ohm
Z2 total 1.9430 + j 1.7645 Ohm
Z0 total 7.7736 + j 7.0580 Ohm
Panjang Saluran 15.180 Km
Ratio CT 50/5 A

Tabel 4.2 merupakan data saluran 2 dengan tegangan 20 kV pada bus .


Jenis kabel Cu 150 mm2, dengan panjang saluran 15.180 Km. Rasio CT 50/5 yang
berguna untuk studi kasus setting relai.

Tabel 4. 3 Data saluran 3


Nama Saluran 3
Jenis Kabel Cu
2
Penampang 150 mm
Impedansi
Z1 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z2 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z0 / km 0.5121 + j 0.4649 Ohm
Z1 total 3.1360 + j 2.8478 Ohm
Z2 total 3.1360 + j 2.8478 Ohm
Z0 total 12.5464 + j 11.3914 Ohm
Panjang Saluran 24.5 Km
Ratio CT 50/5 A

Tabel 4.3 merupakan data saluran 3 dengan tegangan 20 kV pada bus .


Jenis kabel Cu 150 mm2, dengan panjang saluran 24.5 Km dengan rasio CT 50/5
yang berguna untuk studi kasus setting relai.

Tabel 4. 4 Data saluran 4


Nama Saluran 4
Jenis Kabel Cu
2
Penampang 150 mm

24
Impedansi
Z1 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z2 / km 0.1280 + j 0.1162 Ohm
Z0 / km 0.5121 + j 0.4649 Ohm
Z1 total 3.1360 + j 2.8478 Ohm
Z2 total 3.1360 + j 2.8478 Ohm
Z0 total 12.5464 + j 11.3914 Ohm
Panjang Saluran 24.5 Km
Ratio CT 100/5 A

Tabel 4.4 merupakan data saluran 4 dengan tegangan 20 kV pada bus .


Jenis kabel Cu 150 mm2, dengan panjang saluran 24.5 Km dengan rasio CT 100/5
yang berguna untuk studi kasus setting relai.

Tabel 4. 5 Data Penyulang 4


Nama Penyulang 4
Rating Trafo 20 kV / 0.4 kV
Ratio CT 50/5 A

Tabel 4.5 merupakan data penyulang dengan tegangan 20 kV / 0.4 kV


yang digunakan untuk penerangan pada GI tersebut.

 Data Pembangkit Tersebar (PT)


Jenis PT yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu berupa generator
sinkron, karena pada saat gangguan generator sinkron menyuplai arus gangguan
yang menyebabkan arus gangguan bertambah besar pada sistem.
Data Pembangkit Tersebar
Jenis : Generator Sinkron
Kapasitas : 2000 kW
Tegangan : 20 kV

25
4.2 Pemodelan Sistem Proteksi

Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terhubung


setelah penambahan pembangkit tersebar dapat dilihat pada Gambar 4.1

4.2.1 Analisa dan Simulasi Aliran Daya


Simulasi aliran daya diperlukan untuk mengetahui arus normal yang
melewati masing-masing relai. Arus normal tersebut dilihat berdasarkan ketika
grid terhubung di jaringan distribusi. Tabel 4.6.memperlihatkan hasil simulasi
aliran daya pada Digsilent PowerFactory untuk kondisi grid terhubung.

Tabel 4. 6 Tampilan aliran daya kondisi grid terhubung


ID MW Mvar Amp Tegangan
Bus 7 0.1 0 89 0.4
Bus 6 2 1.5 73 20
Bus 5 0.8 0.5 27 19.8
Bus 4 0.9 0.5 29 19.8
Bus 3 Outgoing 0.1 0.8 22 19.9
Bus 2 incoming 0.1 0.4 13 20
Bus 1 0.1 0.4 2 150

4.2.2 Analisis Arus Gangguan Hubung Singkat


Analisis hubung singkat pada Digsilent PowerFactory memperlihatkan
besar arus gangguan hubung singkat yang melewati masing-masing relai. Pada
penelitian ini gangguan hubung singkat yang dianalisis hanya gangguan hubung
singkat 3 fasa dan antar fasa, karena relai yang di setting hanya untuk mendeteksi
gangguan hubung singkat 3 fasa dan antar fasa. Gangguan hubung singkat 3 fasa
digunakan sebagai batas arus hubung singkat terbesar yang mungkin terjadi.
Untuk relai yang berada di dekat lokasi penempatan PT, simulasi arus
gangguan hubung singkat dilakukan di berbagai titik diluar daerah proteksinya
kemudian dilihat nilai arus gangguan terbesar yang melewati masing-masing relai
untuk digunakan sebagai setting relai tersebut.

26
4.2.3 Perhitungan Setting Relai
 Relai Jarak 1 ( RJ1 )
Relai jarak 1 menjadi proteksi utama untuk saluran 1 dan memback up relai jarak
3 dalam memproteksi saluran 4 seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Impedansi
saluran 1 dan saluran 4 adalah
12 = 1.31 + 1.19 Ω ( saluran 1 )
23 = 3.14 + 2.85 Ω ( saluran 4 )

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai jarak 1.
1 = 80% 12
= 80% ( 1.31 + 1.19 )
= 1.42 ∠42.24
2= 12 +
50% 23
= ( 1.31 + 1.19 ) + 0.5 (3.14 + 2.85 )
= 3.83 ∠42.24
3 = 1.2 ( 12 + 23)
= 1.2 (( 1.31 + 1.19 ) + 0.5 (3.14 + 2.85 ))
= 7.2 ∠42.24

 Relai Jarak 2 ( RJ2 )


Relai jarak 2 menjadi proteksi utama untuk saluran 1 seperti yang terlihat pada
gambar 4.1. Impedansi saluran 1 adalah
12 = 1.31 + 1.19 Ω

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai jarak 2.
1 = 80% 12
= 80% ( 1.31 + 1.19 )
= 1.42 ∠42.24
2 = 1.2 12
= 1.2 (1.31 + 1.19 )
= 2.136 ∠42.24

27
 Relai Jarak 3 (RJ3)
Relai jarak 3 menjadi proteksi utama untuk saluran 4 seperti yang terlihat pada
gambar 4.1. Impedansi saluran 4 adalah
23 = 3.14 + 2.85 Ω

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai jarak 3.
1 = 80% 23
= 80% ( 3.14 + 2.85 )
= 3.392 ∠42.24
2 = 1.2 23
= 1.2 (3.14 + 2.85 )
= 5.088 ∠42.24

 Relai Jarak 4 ( RJ4 )


Relai jarak 4 menjadi proteksi utama untuk saluran 4 dan memback up relai jarak
2 dalam memproteksi saluran 1 seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Impedansi
saluran 1 dan saluran 4 adalah
12 = 1.31 + 1.19 Ω ( saluran 1 )
23 = 3.14 + 2.85 Ω ( saluran 4 )

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai.
1 = 80% 23
= 80% ( 3.14 + 2.85 )
= 3.392 ∠42.24
2= 23 + 50% 12
= (3.14 + 2.85 ) + 0.5 (1.31 + 1.19)
= 5.13 ∠42.24
3 = 1.2 ( 23 + 12)
= 1.2 ( 0.5 (3.14 + 2.85 ) + ( 1.31 + 1.19 ))
= 7.2 ∠42.24

28
 Relai Arus Lebih pada PT ( RAL1 )
Relai Arus lebih 1 merupakan relai yang terletak pada PT. Hasil dari simulasi
Digsilent PowerFactory di dapat hasil aliran daya dan hubung singkat sebagai
berikut:
In = 73 A
Ifault = 2098

= 1.1 73 A

= 80.3

Setting relai dengan karakteristik invers


=

5
= 80.3
100

= 4.015

top  1.2  0.5 1.7s


 I 0.02 
T
op  I
fault
 1
 set  
 
TMS 
0.14

1.7  2098   1
0.02

 80.3  
 
 0.14
 0.818
Keterangan:
TMS = td = time dial
Top = Ts = waktu setting
If = arus hubung singkat
Iset = arus setting
Setting Instantaneous Overcurrent
Ifault = 343
=
= 343 5
100
= 17.15

29
t op  0.1s

 Relai Arus Lebih pada Grid ( RAL2 )


Relai aus lebih 2 adalah relai yang terletak di dekat bus 1. Hasil dari simulasi
Digsilent PowerFactory di dapat hasil aliran daya dan hubung singkat sebagai
berikut:
In =9A
Ifault = 13.492
= 1.1 9A
= 9.9

Maka diperoleh nilai pick-up yaitu:


=

5
= 9.9

50

= 0.99

top  1.2  0.5 1.7s



I 0.02 

T
op I fault
 1
 set  
 
TMS 
0.14
 
1.7  13492 0.02 1
  

  9.9  
 
 0.14
 1.88

Setting Instantaneous Overcurrent
Ifault = 220
=
= 220 5
50
= 22

t op 1.35s

30
 Relai Arus Lebih pada saluran 2 ( RAL 4 )
Relai arus lebih 4 digunakan untuk memproteksi saluran 2 seperti yang terlihat
pada gambar 4.1. Hasil dari simulasi Digsilent PowerFactory di dapat hasil aliran
daya dan hubung singkat sebagai berikut:
In = 25 A
Ifault = 4903

= 1.1 25 A
= 2.75

Maka diperoleh nilai pick-up yaitu:


=

5
= 2.75

50

= 2.75

TMS  0.1
Setting Instantaneous Overcurrent
Ifault = 585
=
= 585 5
50
= 58.5

t op  0.1s

 Relai Arus Lebih pada saluran 3 ( RAL5 )


Relai arus lebih 5 digunakan untuk memproteksi saluran 3 seperti yang terlihat
pada gambar 4.1. Hasil dari simulasi Digsilent PowerFactory di dapat hasil aliran
daya dan hubung singkat sebagai berikut:
In = 25 A
Ifault = 4842

= 1.1 25 A
= 2.75

Maka diperoleh nilai pick-up yaitu:


=

31
= 2.75
= 2.75 5
50

TMS  0.1
Setting Instantaneous Overcurrent

Ifault = 565
=
= 565 5
50
= 56.5

t op  0.1s

 Relai Arus Lebih pada penyulang 4 ( RAL3 )


Relai arus lebih 3 digunakan untuk memproteksi saluran transformator 20/0.4 kV dan
penyulang 4 seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Hasil dari simulasi Digsilent
PowerFactory di dapat hasil aliran daya dan hubung singkat sebagai berikut:
In =2A
Ifault
= 1.1
= 52 2A
= 2.2

Maka diperoleh nilai pick-up yaitu:


=

5
= 2.2

50

= 0.22

TMS  0.1
Tabel 4.7 Setting relai jarak jaringan distribusi
Nama Relai Zona 1 Zona 2 Zona 3 Waktu Kerja
Relai Jarak 1 1.42 ∠42.24 3.83∠42.24 7.2 ∠42.24

(RJ1)
Relai Jarak 2 1.42 ∠42.24

(RJ2)
2.136 ∠42.24 - Zona 1 = 0 s
Zona 2 = 0.4 s
Relai Jarak 3 3.392 ∠42.24 5.088 ∠42.24 - Zona 3 = 1.2 s
(RJ3)
Relai Jarak 4 3.392 ∠42.24 5.13 ∠42.24 7.2 ∠42.24

(RJ4)

32
Pada tabel 4.7 merupakan setting untuk keempat relai jarak, dimana relai 2
dan 3 hanya di-setting untuk zona 1 dan zona 2 karena relai 2 dan 3 hanya
memproteksi 1 saluran saja atau tidak memback up relai lain. Waktu kerja relai
juga berbeda tiap zona, zona 3 memiliki waktu kerja yang terbesar yaitu 1.2 s
karena zona ini berfungsi sebagai back up.
Tabel 4.8 Setting relai arus lebih jaringan distribusi
Sekunder Primer Invers Instantaneous
Nama Relai
CT CT Iset (A) TMS Iset T (s)
Relai Arus
5 100 80.3 0.81 342 0.1
Lebih 1 (RAL1)
Relai Arus
5 50 2.2 1.8 220 1.35
Lebih 2 (RAL2)
Relai Arus
5 50 2.2 0,1 - -
Lebih 3 (RAL3)
Relai Arus
5 50 27.5 0,1 585 0.2
Lebih 4 (RAL4)
Relai Arus
5 50 27.5 0,1 565 0.2
Lebih 5 (RAL5)

Pada tabel 4.8 terlihat bahwa relai dengan nilai TMS paling kecil adalah relai
yang terletak di ujung saluran. Hal ini disebabkan karena pada ujung saluran hal
pertama trip jika ada gangguan. Relai arus lebih ini berkoordinasi dengan relai jarak,
dimana relai arus lebih 1 dan 2 menjadi backup untuk relai jarak. Sedangkan relai
arus lebih 3, 4, dan 5 menjadi proteksi utama penyulang 1, 2, dan 4.

4.3 Pengujian Koordinasi Sistem Proteksi

Setelah dihitung setting masing-masing relai, selanjutnya dilakukan


pengujian koordinasi sistem proteksi. Pengujian tersebut bertujuan untuk
mengecek, apakah masing-masing relai dapat beroperasi sesuai yang diharapkan.
Pengujian dilakukan pada 5 buah skenario yaitu grid terhubung, grid terputus,
penambahan jumlah atau kapasitas PT, gangguan melalui impedansi gangguan
0.02 ohm dan gangguan dengan impedansi gangguan 2 ohm. Pada pengujian
koordinasi, jaringan distribusi yang memiliki PT diberi gangguan di beberapa
lokasi untuk melihat koordinasi masing-masing relai.
4.3.1 Pengujian Skenario 1 (Grid Terhubung)
Pada kondisi ini dilakukan pengujian pada relai jarak pada titik-titik yang
telah ditentukan dengan variasi gangungan yaitu gannguan 3 fasa dan gangguan

33
antar fasa. Lokasi gangguan divariasikan pada saluran 1, saluran 4, bus 2, bus 3
dan bus 6. Dengan 3 variasi titik gangguan pada saluran yaitu 40%, 10% dan 90%
dari panjang saluran yang mengalami gangguan. Langkah-langkah pengujian 3
fasa pada titik 40% panjang saluran 1 adalah
1. Melakukan simulasi hubung singkat 3 fasa pada titik 40% panjang saluran
dihitung dari bus 2 menggunakan digsilent powerfactory seperti yang dilihatkan
oleh gambar 4.2.

Gambar 4.2 Simulasi hubung singkat 3 fasa pada titik 40% panjang
saluran 1 dihitung dari bus 2
2. Kemudian dilakukan analisa koordinasi relai dengan melihat kurva
karakteristik masing- masing relai. Kurva dari masing-masing relai dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.3 Kurva relai jarak 1 (RJ1) untuk gangguan 3 fasa pada titik
40% panjang saluran 1 dihitung dari bus 2

34
Dari gambar 4.3 terlihat bahwa gangguan dapat dideteksi oleh RJ1 pada zona satu.
Zona beroperasi dalam waktu seketika.

Gambar 4.4 Kurva relai jarak 2 (RJ2) untuk gangguan 3 fasa pada titik
40% panjang saluran 1 dihitung dari bus 2
Dari gambar 4.4 terlihat bahwa gangguan dapat dideteksi oleh RJ2 pada zona satu.
Zona beroperasi dalam waktu seketika.

Gambar 4.5 Kurva relai jarak 3 (RJ3) untuk gangguan 3 fasa pada titik
40% panjang saluran 1 dihitung dari bus 2
Dari gambar 4.5 terlihat bahwa gangguan tidak dideteksi oleh RJ3 karena
gangguan yang terjadi berada diluar zona setting RJ3.

35
Gambar 4.6 Kurva relai jarak 4 (RJ4) untuk gangguan 3 fasa pada titik
40% panjang saluran 1 dihitung dari bus 2
Dari gambar 4.6 terlihat bahwa gangguan dapat dideteksi oleh RJ4 pada zona tiga.
Zona beroperasi dalam waktu 1.22 s. RJ4 merupakan proteksi cadangan dari RJ2
sehingga beroperasi lebih lama.

Gambar 4.7 Kurva relai arus lebih 1 (RAL1) untuk gangguan 3 fasa pada
titik 40% panjang saluran 1 dihitung dari bus 2
Dari gambar 4.7 terlihat bahwa gangguan dapat dideteksi oleh RAL1 dengan
waktu kerja 1.375 s. Kurva warna biru merupakan kurva karakteristik relai arus
lebih dan warna merah adalah arus gangguan. RAL1 merupakan proteksi
cadangan dari RJ4 sehingga beroperasi lebih lama.

36
Gambar 4.8 Kurva relai arus lebih 2 (RAL2) untuk gangguan 3 fasa pada
titik 40% panajang saluran 1 dihitung dari bus 2
Dari gambar 4.8 terlihat bahwa gangguan dapat dideteksi oleh RAL2 dengan
waktu kerja 1.374 s. RAL2 merupakan proteksi cadangan dari RJ1 sehingga
beroperasi lebih lama.
Dari semua kurva relai dapat dilihat RAL2 dengan RJ1 dapat berkoordinasi
dengan baik dimana. RAL1, RJ4 dan RJ1 juga dapat berkoordinasi dengan baik. Hal
ini sesuai dengan yang diharapkan. Hasil dari semua variasi gangguan yang dilakukan
pada pengujian sekenario 1 dapat dilihat pada tabel 4.9. Lokasi gangguan saluran 1
dihitung dari bus 2 dan lokasi gangguan saluran 4 dihitung dari bus 3.
Tabel 4.9 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terhubung
Lokasi Proteksi Proteksi Proteksi
Gangguan Keterangan
Gangguan Utama Cadangan 1 Cadangan 2
40%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

10%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

90%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

37
3 Fasa 40%
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

10%
3 Fasa RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

90%
3 Fasa RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

3 Fasa Bus 2 RJ1 RAL2 Sesuai


RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

3 Fasa Bus 3 RJ1 RAL2 Sesuai


RJ3 RJ4 RAL1 Sesuai

3 Fasa Bus 6 RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai


RAL1 Sesuai

40%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

10%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

90%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

Antar fasa 40%


RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

10%
Antar fasa RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

90%
Antar fasa RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 4
RJ4 RAL1 Sesuai

Antar fasa Bus 2 RAL2 Sesuai


RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai

38
Antar fasa Bus 3 RJ1 RAL2 Sesuai
RJ4 RAL1 Sesuai

Antar fasa Bus 6 RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai


RAL1 Sesuai

Keterangan :
RJ1 = Relai Jarak 1
RJ2 = Relai Jarak 2
RJ3 = Relai Jarak 3
RJ4 = Relai Jarak 4
RAL1 = Relai Arus Lebih 1
RAL2= Relai Arus Lebih 2
Tabel 4.9 menunjukkan hasil dari pengujian koordinasi berdasarkan urutan
relai yang trip. Proteksi utama adalah relai yang pertama bekerja, sedangkan
proteksi cadangan 1 dan proteksi cadangan 2 adalah back-up ketika proteksi
utama gagal bekerja. Proteksi cadangan 2 memiliki waktu yang lebih lama dari
pada proteksi cadangan 1. Dari pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil
yang sesuai dengan yang diharapkan .
4.3.2 Pengujian Skenario 2 (Grid Terputus)
Single line diagram jaringan distribusi dalam kondisi grid terputus dapat
dilihat pada gambar 4.9.

39
GI
Bus 1
CB 1 Relai Arus Lebih 2
( OPEN)
Trafo tenaga GI 20 MVA

Bus 2

CB 2 Relai Arus Lebih 3 CB 3 Relai Jarak 1

TI Saluran 1
100 kVA
Bus 3 CB 4 Relai Jarak 2
Bus 7

Penyulang 4 Relai Arus Lebih 4 CB 6 CB 7 Relai Jarak 3


CB 5
Relai Arus
Lebih 5
Saluran 2 DG sinkron
Saluran 4 2000 KW
Saluran 3
Bus 4
Relai Jarak 4
CB 8 Relai Arus

Penyulang 1 Bus 5 Bus 6 CB 9 Lebih 1

Penyulang 2 Penyulang 3

Gambar 4.9 Single line diagram kondisi grid terputus


Kondisi grid terputus dilakukan dengan membuka CB1. Hal ini bertujuan untuk
memudahakan sinkronisasi ketika grid sudah bisa terhubung kembali ke jaringan
distribusi. Setelah CB1 (bus1) dibuka maka dilakukan kembali simulasi aliran
daya pada single line diagram. Hasil simulasi aliran daya berdasarkan pada
gambar 4.2 disajikan dalam tabel 4.10
Tabel 4. 10 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan CB1
ID MW Mvar Amp Tegangan
Bus 7 0.1 0 89 0.4
Bus 6 ( Output PT) 2.1 1.1 69 20
Bus 5 0.8 0.5 27 19.7
Bus 4 0.9 0.5 29 19.8
Bus 3 outgoing 1.7 0.5 52 19.8
Bus 2 incoming 0.1 0 2 19.9

Dari hasil simulasi daya diatas, menunjukkan sistem memiliki tegangan


yang cukup rendah namun masih di atas batas minimum yaitu 5% . Namun PT
mengalami overload atau kelebihan beban. Daya yang dibutuhkan oleh beban
melebihi dari kapasitas PT. Hal ini terlihat pada data bus 6 tabel 4.10 dimana nilai
PT menyuplai 2.1 MW sedangkan kapasitas PT adalah 2 MW, maka sebagian
beban harus dilepaskan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi permintaan beban
pada sistem dengan melakukan pemadaman sementara pada wilayah tertentu.

40
Pemadaman ini bertujuan untuk mencegah kegagalan jaringan distribusi secara
keseluruhan. Pelepasan beban ini dilakukan dengan membuka CB3 (bus7) . Hasil
simulasi aliran daya setelah pembukaan CB3(bus7) dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4. 11 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan
CB1 dan CB3
ID MW Mvar Amp Tegangan
Bus 6 ( Output PT) 2.1 1.1 68 20
Bus 5 0.8 0.5 27 19.7
Bus 4 0.9 0.5 29 19.8
Bus 3 outgoing 1.7 0.5 51 19.9

Setelah pembukaan CB 3 masih terjadi overload pada PT, PT masih menyuplai


2.1 MW sehingga dilakukan pelepasan beban lagi dengan membuka CB 6 (bus5)
karena beban CB 6 (bus5) lebih kecil dari CB5 (bus4). Hasil simulasi aliran daya
setelah pelepasan CB3 (bus7) dan CB6 (bus 5) dapat dilihat pada tabel 4.12
Tabel 4. 12 Tampilan aliran daya kondisi grid terputus pembukaan CB1, CB3 dan
CB6
ID MW Mvar Amp Tegangan
Bus 6 ( Output PT) 1.2 0.8 44 20
Bus 4 0.9 0.5 29 19.9
Bus 3 outgoing 0.9 0.3 26 20

Dari tabel dapat dilihat PT tidak lagi mengalami overload. Dengan


menggunakan setting relai jarak dan relai arus lebih pada tabel 4.7 dan tabel 4.8
dilakukan pengujian koordinasi sistem proteksi. Pengujian tersebut bertujuan
untuk mengecek, apakah masing-masing relai dapat beroperasi sesuai yang
diharapkan atau tidak setelah grid terputus di jaringan distribusi. Pada tabel 4.13
dapat dilihat koordinasi antara relai jarak dan relai arus lebih yang terdapat pada
single line diagram gambar 4.9. Variasi gangguan yang diujikan adalah gangguan
3 fasa dan antar fasa. Lokasi gangguan divariasikan pada saluran 4, bus 3 dan bus
6. Dengan 3 variasi titik gangguan pada saluran yaitu 10%, 40%, dan 90% dari
panjang saluran yang mengalami gangguan. Pengujian dilakukan menggunakan
lahkah-langkah yang sama dengan pengujian pada skenario 1. Lokasi gangguan
saluran 4 dihitung dari bus 3.

41
Tabel 4.13 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terputus
Lokasi Proteksi Proteksi
Gangguan Keterangan
Gangguan Utama Cadangan 1
40%
3 Fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

10%
3 Fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

90%
3 Fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

3 Fasa Bus 3 RJ4 RAL1 Sesuai

3 Fasa Bus 6 RAL1 Sesuai

Antar fasa 40%


RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

10%
Antar fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

90%
Antar fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4

Antar fasa Bus 3 RJ4 RAL1 Sesuai

Antar fasa Bus 6 RAL1 Sesuai


Keterangan
RJ4 = Relai Jarak 4
RAL1 = Relai Arus lebih 1
Setelah pengujian koordinasi dari masing-masing relai, pada tabel 4.13
dapat dilihat hasil dari pengujian koordinasi berdasarkan urutan relai yang trip.
Dari tabel 4.12 menunjukkan bahwa koordinasi proteksi pada jaringan tidak
terganggu meskipun pada kondisi grid terputus tanpa merubah setting relai yang
ada. Dapat dilihat dari simulasi yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.
4.3.3 Pengujian Skenario 3 (Penambahan Jumlah PT)
Pada pengujian ini dilakukan penambahan PT yang datanya sama dengan
PT yang sudah ada sebelumnya. Penambahan dilakukan pada bus 5. Karena
penambahan PT maka perlu ditambah 2 relai jarak pada saluran 3 dan 1 relai arus

42
lebih untuk proteksi PT yang baru. Single line diagram dari penambahan PT ini
dapat dilihat pada gambar 4.10.

GI
Bus 1
CB 1
Relai Arus Lebih 2

Trafo tenaga GI 20 MVA

Bus 2
CB 2 Relai Arus Lebih 3 CB 3 Relai Jarak 1

TI Saluran 1
100 kVA
Bus 3 CB 4 Relai Jarak 2
Bus 7

Penyulang 4 Relai Arus Lebih 4 CB 6 CB 7 Relai Jarak 3


CB 5
Relai Jarak 5

Saluran 2 Saluran 3
DG sinkron Saluran 4 DG sinkron
2000 KW 2000 KW
Bus 4
Relai Jarak 4
CB 10 CB 11 Relai Arus CB 8 Relai Arus
Relai J arak 6
Lebih 6 CB 9 Lebih 1

Penyulang 1 Bus 5 Bus 6

Penyulang 2 Penyulang 3

Gambar 4.10 Sinlge saluran diagram kondisi penambahan PT pada bus 5

Setelah dilakukan penambahan PT maka dilakukan simulasi aliran daya kembali


pada Digsilent PowerFactory. Hasil dari simulasi aliran daya ditunjukkan oleh
tabel 4.14.

Tabel 4. 14 Tampilan aliran daya kondisi penambahan PT

ID MW Mvar Amp Tegangan


Bus 7 0.1 0 89 0.4
Bus 6 2 1.7 76 20
Bus 5 2 1 65 20
Bus 4 0.9 0.5 29 19.9
Bus 3 Outgoing 1.9 1.9 78 20
Bus 2 incoming 1.9 1.6 72 20
Bus 1 -1.8 1.6 9 150

Pada tabel dapat dilihat nilai daya aktif pada bus 1 negatif hal ini disebabkan
kapasitas pt melebihi kebutuhan beban. PT menyuplai kelebihan daya ke grid,
namun pada penelitian ini tidak membahas hal tersebut karena penelitian ini hanya

43
melihat kinerja relai jarak saja. Setelah selesai simulasi maka dilakukan
perhitungan terhadap setting relai yang ditambahkan pada saluran 3.

 Relai Jarak 5
Relai jarak 5 menjadi proteksi utama untuk saluran 3 seperti yang terlihat pada
gambar 4.10. Impedansi saluran 3 adalah
23 = 3.14 + 2.85 Ω

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai.
1 = 80% 23
= 80% ( 3.14 + 2.85 )
= 3.392 ∠42.24
2 = 1.2 23
= 1.2 (3.14 + 2.85 )
= 5.088 ∠42.24

 Relai Jarak 6
Relai jarak 6 menjadi proteksi utama untuk saluran 3 dan memback up relai jarak
2 dalam memproteksi saluran 1 seperti yang terlihat pada gambar 4.10. Impedansi
saluran 1 dan saluran 3 adalah
12 = 1.31 + 1.19 Ω ( saluran 1 )
23 = 3.14 + 2.85 Ω ( saluran 3 )

Nilai impedansi diatas digunakan untuk menentukan setting masing-masing zona


relai.
1 = 80% 23
= 80% ( 3.14 + 2.85 )
= 3.392 ∠42.24
2= 23 +
50% 12
= (3.14 + 2.85 ) + 0.5 (1.31 + 1.19)
= 5.13 ∠42.24
3 = 1.2 ( 23 + 12)
= 1.2 ( 0.5 (3.14 + 2.85 ) + ( 1.31 + 1.19 ))
= 7.2 ∠42.24

44
 Relai Arus Lebih PT Tambahan ( RAL6 )
Relai arus lebih 6 digunakan untuk memproteksi PT tambahan seperti yang
terlihat pada gambar4.4. Hasil dari simulasi Digsilent PowerFactory di dapat hasil
aliran daya dan hubung singkat sebagai berikut:

In = 65 A
Ifault = 2139

= 1.1 65 A

= 71.5

Setting relai dengan karakteristik invers


=

5
= 71.5
100

= 3.575

top  1.2  0.5 1.7s


 I 0.02 

T
op  Ifault  1
 set  
 
TMS 
0.14

1.7  2139   1
0.02

 71.5  
 
 0.14
 0.85

Setting Instantaneous Overcurrent
Ifault = 343
=
= 343 5
100
= 17.15

t op  0.1s

Setting relai yang lain tetap menggunakan setting pada tabel 4.7 dan tabel
4.8. Kemudian dilakukan pengujian koordinasi sistem proteksi. Pengujian tersebut
bertujuan untuk mengecek, apakah masing-masing relai dapat beroperasi sesuai
yang diharapkan atau tidak setelah penambahan PT. Pada tabel 4.15 dapat dilihat

45
koordinasi antara relai jarak dan relai arus lebih yang terdapat pada single line
diagram gambar 4.10. Variasi gangguan yang diujikan adalah gangguan 3 fasa
dan antar fasa. Lokasi gangguan divariasikan pada saluran 1, saluran 3, saluran 4,
bus 2, bus 3, bus 5 dan bus 6. Dengan 3 variasi titik gangguan pada saluran yaitu
10%, 40%, dan 90% dari panjang saluran yang mengalami gangguan. Lokasi
gangguan saluran 1 dihitung dari bus 2, sedangkan lokasi gangguan saluran 3 dan
saluran 4 dihitung dari bus 3. Pengujian dilakukan menggunakan lahkah-langkah
yang sama dengan pengujian pada skenario 1.
Tabel 4.15 Urutan relai yang trip pada kondisi grid terhubung
setelah penambahan PT
Lokasi Proteksi Proteksi Proteksi
Gangguan Keterangan
Gangguan Utama Cadangan 1 Cadangan 2
40%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

10%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

90%
3 Fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

40%
3 Fasa RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

10%
3 Fasa RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

90%
3 Fasa RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai

46
RAL1 Sesuai
3 Fasa 40%
RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

10%
3 Fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

90%
3 Fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

3 Fasa Bus 2 RJ4 RAL1 Sesuai


RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

3 Fasa Bus 3 RJ4 RAL1 Sesuai


RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

3 Fasa Bus 5 RAL6 Sesuai


RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

3 Fasa Bus 6 RAL1 Sesuai


RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

40%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

10%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

90%
Antar fasa RJ1 RAL2 Sesuai
saluran 1
RJ2 RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

47
Antar fasa 40%
RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

10%
Antar fasa RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

90%
Antar fasa RJ6 RAL6 Sesuai
saluran 3
RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

Antar fasa 40%


RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

10%
Antar fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

90%
Antar fasa RJ4 RAL1 Sesuai
saluran 4
RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

Antar fasa Bus 2 RAL2 Sesuai


RJ2 RAL1 Sesuai
RAL6 Sesuai

Antar fasa Bus 3 RJ1 RAL2 Sesuai


RJ4 RAL1 Sesuai
RJ6 RAL6 Sesuai

Antar fasa Bus 5 RAL6 Sesuai


RJ5 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL1 Sesuai

Antar fasa Bus 6 RAL1 Sesuai


RJ3 RJ1 RAL2 Sesuai
RAL6 Sesuai

48
Keterangan :
RJ1 = Relai Jarak 1
RJ2 = Relai Jarak 2
RJ3 = Relai Jarak 3
RJ4 = Relai Jarak 4
RJ5 = Relai Jarak 5
RJ6 = Relai Jarak 6
RAL1 = Relai Arus Lebih 1
RAL2= Relai Arus Lebih 2
RAL6 = Relai Arus Lebih 6
Setelah pengujian koordinasi dari masing-masing relai, pada tabel 4.15
dapt dilihat hasil dari pengujian koordinasi berdasarkan urutan relai yang trip.
Dari tabel 4.15 menunjukkan bahwa koordinasi proteksi pada jaringan tidak
terganggu meskipun dilakukan penambahan PT pada bus 5. Setting relai jarak 1,
2, 3 dan 4 hanya menggunakan setting ketika kondisi grid terhubung. Dapat
dilihat dari simulasi yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.

4.3.4 Pengujian Skenario 4 (Grid Terputus dengan Impedansi Gangguan 0.02


Ohm)
Pada simulasi gangguan hubung singkat dengan impedansi 0.02 ohm
dengan tujuan membuat arus gangguan lebih kecil. Ganggguan yang diberikan
adalah gangguan antar fasa. Lokasi gangguan divariasikan pada titik 10%, 40%
dan 90% dari panjang saluran 4 dihitung daru bus 3. Pengujian dilakukan
menggunakan langkah-langkah yang sama dengan pengujian pada skenario 1 dan
hasil penguijan dapat dilihat pada tabel 4.16.

49
Tabel 4.16Urutan relai yang trip pada kondisi grid terputus dengan impedansi
gangguan 0.02 ohm
Lokasi Proteksi Proteksi
Gangguan Keterangan
Gangguan Utama Cadangan 1
Antar fasa
impedansi 40% saluran 4 RJ4 RAL1 Sesuai
gangguan 0.02 ohm

Antar fasa
impedansi 10% saluran 4 RJ4 RAL1 Sesuai
gangguan 0.02 ohm

Antar fasa
impedansi 90% saluran 4 RJ4 RAL1 Sesuai
gangguan 0.02 ohm

Antar fasa
impedansi Bus 3 RJ4 RAL1 Sesuai
gangguan 0.02 ohm

Antar fasa
impedansi Bus 6 RAL1 Sesuai
gangguan 0.02 ohm
Keterangan
RAL1= Relai Arus Lebih 1
RJ4 = Relai Jarak 4
Dari hasil simulasi yang terlihat relai jarak dapat tetap bekerja sesuai dengan
yang diharapkan dan koordinasi antar relai tetap baik meskipun pada kondisi grid
terputus dengan gangguan antar fasa yang memeliki impedansi gangguan 0.02 ohm.
4.3.5 Pengujian Skenario 5 (Grid Terhubung dengan Impedansi Gangguan
2 Ohm)
Pada simulasi ini nilai impedansi gangguan diperbesar dari pada skenario 4
yaitu 2 ohm dengan tujuan membuat arus gangguan menjadi kecil lagi. Pengujian
dilakukan dengan 2 variasi gangguan yaitu 3 fasa dan antar fasa dengan lokasi
gangguan pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1.
1. Gangguan 3 fasa dengan impedansi gangguan 2 ohm
Setelah dilakukan simulasi maka kurva masing-masing relai jarak dapat dilihat
pada gambar dibawah ini

50
 Relai jarak 1

Gambar 4.11 Kurva relai jarak 1 untuk gangguan 3 fasa dengan


impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari
relai jarak 1

Relai jarak 1 merupakan proteksi utama saluran 1. Dari gambar 4.11 dapat
dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan 3 fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1, relai jarak 1
bekerja. Gangguan yang diberikan dirasakan oleh relai pada zona 1 sesuai dengan
yang diharapkan.

 Relai jarak 2

Gambar 4.12 Kurva relai jarak 2 untuk gangguan 3 fasa dengan


impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari
relai jarak 1

Relai jarak 2 merupakan proteksi utama saluran 1. Dari gambar 4.12 dapat
dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan 3 fasa dengan impedansi
51
gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1 (60% panjang
saluran 1 dari relai jarak 2), relai jarak 2 bekerja. Gangguan yang diberikan
dirasakan oleh relai pada zona 1 sesuai dengan yang diharapkan.

 Relai jarak 4

Gambar 4.13 Kurva relai jarak 4 untuk gangguan 3 fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1

Relai jarak 4 merupakan 4 proteksi cadangan dari relai jarak 2. Dari


gambar 4.13 dapat dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan 3 fasa
dengan impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai
jarak 1, relai jarak 4 bekerja. Gangguan yang diberikan dirasakan oleh relai pada
zona 3. Dengan demikian relai jarak 4 akan bekerja lebih lama dibandingkan relai
jarak 2 pada titik gangguan ini sesuai dengan yang diharapkan.

2. Gangguan antar fasa dengan impedansi gangguan 2 ohm


Pada simulasi ini gangguan hubung singkat dengan impedansi gangguan 2
ohm dengan tujuan membuat arus gangguan menjadi kecil. Kurva masing-masing
relai dapat dilihat pada gambar.

52
 Relai jarak 1

Gambar 4.14 Kurva relai jarak 1 untuk gangguan antar fasa dengan
impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari
relai jarak 1

Relai jarak 1 merupakan proteksi utama saluran 1. Dari gambar 4.7 dapat
dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1, relai jarak 1
bekerja. Namun relai jarak membaca gangguan pada zona 2, seharusnya
berdasarkan setting relai jarak 1 membaca gangguan pada zona 1. Hal ini
disebabkan karena adanya pengaruh dari impedansi gangguan yang diberikan.
Gangguan antar fasa dengan impedansi gangguan 2 ohm ini menyebabkan
perubahan impedansi yang dibaca oleh relai jarak dimana nilai impedansi menjadi
lebih besar, sehingga gangguan tidak dibaca oleh zona 1 karena impedansi yang
dibaca relai lebih besar dari setting zona 1 relai.

 Relai jarak 2

Gambar 4.15 Kurva relai jarak 2 untuk gangguan antar fasa dengan
impedansi ganggguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari
relai jarak 1
53
Relai jarak 2 merupakan proteksi utama saluran 1. Dari gambar 4.15 dapat
dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1 (60% panjang
saluran 1 dari relai jarak 2), relai jarak 2 tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena
adanya pengaruh dari impedansi gangguan yang diberikan. Gangguan antar fasa
dengan impedansi gangguan 2 ohm ini menyebabkan perubahan impedansi yang
dibaca oleh relai jarak dimana nilai impedansi menjadi lebih besar, sehingga relai
tidak bekerja karena nilai impedansi yang dibaca relai lebih besar dari impedansi
setting.

 Relai jarak 4

Gambar 4.16 Kurva relai jarak 2 untuk gangguan antar fasa dengan
impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari
relai jarak 1

Relai jarak 4 merupakan proteksi cadangan relai jarak 2. Dari gambar 4.16
dapat dilihat bahwa ketika relai jarak diberikan gangguan antar fasa dengan
impedansi gangguan 2 ohm pada titik 40% panjang saluran 1 dari relai jarak 1,
relai jarak 4 tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari
impedansi gangguan yang diberikan. Gangguan antar fasa dengan impedansi
gangguan 2 ohm ini menyebabkan perubahan impedansi yang dibaca oleh relai
jarak dimana nilai impedansi menjadi lebih besar, sehingga relai tidak bekerja
karena nilai impedansi yang dibaca relai lebih besar dari impedansi setting.

54
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan dalam tugas akhir ini maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada jaringan distribusi yang memiliki Pembangkit Tersebar (PT) relai

jarak memiliki kinerja yang baik, sehingga dapat digunakan untuk

memproteksi jaringan distribusi, relai jarak hanya sekali setting dan dapat

bekerja pada kondisi grid terhubung, grid terputus dan penambahan PT.

2. Relai jarak yang digunakan dapat berkoordinasi dengan baik dengan relai

arus lebih yang terdapat pada sistem jaringan distribusi. Hal ini ditandai

dengan kesesuaian antara hasil simulasi koordinasi relai yang dilakukan

dengan koordinasi yang diharapkan.

3. Namun relai jarak tidak bekerja ketika gangguan yang terjadi adalah

gangguan antar fasa dengan impedansi gangguan yang besar.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya, disarankan agar dapat cara mengatasi pengaruh

gangguan antar fasa dengan impedansi gangguan yang besar terhadap relai jarak.

55
DAFTAR PUSTAKA

[1] Ackermann, T., G. Andersson, dan L. Söder, Distributed Generation: a

Definition, Electric Power System Research Journal, 57, 195–204,2000.

[2] Adrianti, dan Rudy Prasetya, Maximum Capacities Of Distibuted


Generations In Order To Avoid Failures Of The Overcurrent Relay
Coordination On A Distribution Network, Jurnal Nasional Teknik Elektro,
vol 5, no 3, November 2016.

[3] Mahat, Pukar, Zhe Chen, Birgitte Bak-Jensen, dan Claus Leth Bak,
Adaptive Overcurrent Protection of Distribution Systems With Distributed
Generation, IEE 2011.

[4] Stevenson. W. D. Jr, Analisis Sistem Tenaga Listrik edisi keempat.


Erlangga, Jakarta, 1990.
[5] Jenkings, N., Allan, R., Crossley, P., Kirschen, D., and Strbac, G.,
Embedded Generation, IEE Power and Energy Series 31, IEE 2000.
[6] Aryanto, Tofan, Sutarno, Said Sunardiyo, Frekuensi Gangguan Terhadap
Kinerja Sistem Proteksi di Gardu Induk 150 KV Jepara, Jurnal Teknik
Elektro,vol 5, no. 2, Juli - Desember 2013.

[7] Sistem Proteksi, (http://eprints.polsri.ac.id/345/3/BAB%20II.pdf, diakses


Tanggal 21 April 2018 pukul 20.45 WIB)

[8] Hamdani, Antonius, dan Fikriansyah, Analisa dan Pengaturan Ulang Relai
Jarak pada Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 KV Keramasan-Bukit
Asam, Mikrotiga, vol 1, no 3, November 2014.

[9] D. Uthisunthorn, and T. Kulworawanichpong, Distance Protection of a


Energy Plant in Electric Power Distribution Systems, IEE 2010.

[10] Alstom Grid, Network Protection & Automation Guide, 2011.

[11] Digsilent . User Manual Digsilent PowerFactory Version 15. Digsilent


Gmbh, Jerman, 2014

56

Anda mungkin juga menyukai