Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis dan Terapi/UPF ilmu penyakit paru, 1994,111).
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura.
Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan
pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya terisi sejumlah kecil cairan, biasanya
hanya 0,1-0,2 ml/kgBB.
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat netastasis tumor yang berasal dari organ lain),
tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan
lain sebagainya (Allsagaf H, Amin M Saleh, 1998,68).
Tingkat kegawatan pada efusi pleura dutentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan darah cairan dan tingkat penekan pada paru. Jika efusi luas expansi paru
akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyei dada, batuk non produktif
bahakan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas.
1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada, masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru
kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD,
1995,121)
Permukaan datar paru mengahadap ketengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru
dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura ( Syaifudin B.CA, 1992, 104)
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi
permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix
paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut .
b. Fisiologis

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas
lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan (O2) serta mengeluarkan carbon
dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran O2 merupakan
fungsi yang vital bagi kehidupan.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :

1) Ventilasi
2) Pertukaran gas didalam alveoli dan darah
3) Tranport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan
bantuan darah (aliran darah).
4) Pertukaran gas anatara darah dengan sel-sel jaringan metabolisme pengguana O2
di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler (Alsagaf
H, Abdul Moekty,1995,15)
1.3 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites ( oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen
3) Effusi hemoragis dapat disebutkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit : kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites infark paru, lupus
eritematos systemic, tumor dan tuberkulosis.
(Davey, 2002) dari effusi pleura ini adalah :
1. Efusi pleura transudat
a. Gagal jantung
b. Sibdroma nifrotik
c. Hipoalbuminemia
d. Sitoris hepatis
2. Efusi pleura eksudat
a. Pneumonia bakterialis
b. Karsinoma
c. Infark paru
d. Pleuritis
1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hnya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar
9cm H2O.
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa lapisan tipis dari selaput ini memperlihatkan
adanya keseimbangan anatara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh
vena viseral dan parietal dan saluran getah bening.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura,
efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif pada kasus ini
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh.
Transudat jugan terjadi pada hipoprotein seperti pada penyakit hati dan ginjal atau
penekan tumor pada vena kava. Penimbuhan transudat dalam rongga pleura dikenal
dengan nama hidrotorak. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru-paru akibat
gaya gravitasi. Penimbuhan eksudat timbul jika ada peradangan atau keganasan pleura
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.
Eksudat dibedakan dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan dari berat
jenisnya. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1,015 sedangkan kadar
proteinnya <3%. Untuk cairan eksudat berat jenis dan kadar proteinnya lebih tinggi.
1.5 Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
1. Pemeriksaan penunjang
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus.
Pada efusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis
tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan
foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memerikan hasil
yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaf, 1990, 786-787)
2. Biopsi pleura
3. Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi
jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)
(Soeparman, 1990,788)
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan anatara lain :
a. Pemeriksaan biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaanya
dapat dapat dilihat berikut ini :

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 >0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (I-U) < 200 >200
Kadar LDH dalam effusi <0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi <1,016 >1,016
Rivalta Negatif Positif

Di sampaing pemeriksaan tersebut, secara biokimia diperiksakan juga cairan


pleura :
- Kadar Ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinoma (Soeparman, 1990, 787)
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3) : empiema
Banyak netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankretitis atau pneumoni. Bila erytrosit
>100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan)
Misotel banyak : jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan
Sitologi ; hanya 50-60 % kasus-kasus keganaan dapat ditemukan
sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis ( Alsagaf Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-
coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20% (Soeparman,
1998 : 788).
1.6 penatalaksanaan
penatalaksaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan mengurangi gejala
yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi cairan dari dalam rongga pleura kemudia
mengatasi penyakit yang yang mendasarinya. Pilihan terapinya tergantung pada jenis
efusi pleura, stadium, dan penyakit yang mendasarinya. Pertama harus menentukan
apakah cairan pleura eksufat atau transudat.
a. Torakosentesis
Torakosentesis merupakan pilihan pertama dan merupakan tindakan yang sederhana
untuk kasus efusi pleura, bukan hanya untuk diagnosi tapi juga untuk mengurangi
gejala yang ditimbulkan akibat efusi pleura tersebut.
Indikasi torakosintesis pada kasus efusi pleura meliputi indikasi diagnostik dan
terapeutik
1) Diagnostik
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat diambil dan
diperiksakan untuk menetukan penyebab efusi,. Untuk pemeriksaan laboratorium
dibutuhkan 50-100 ml. Sebagian besar efusi pleura yang masih baru terukur lebih
dari 10 mm pada foto thorakx posisi lateral dekubitus, CT scan thoraks, atau USG
thoraks.
2) Terapeutik
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk mengurangi gejala yang
ditimbulkan misalnya meringankan sesak nafas yang diakibatkan jumlah cairan
yang besar dan membutuhkan evakuasi segera
b. Pemasangan selang dada
Pemasangan selang dada dapat dilakukan pada pasien dengan efusi pleura ataupun
pneumothorak dengan ukuran moderat sampai large, pasien dengan riwayat aspirasi
cairan pleura berulang, efusi pleura yang berulang, pada pasien yang dilakukan bedah
thoraks, pasien dengan pneumothoraks yang berhubungan dengan trauma,
hemothoraks, kilotoraks, empiema, atau pada keadaan lain misalnya untuk
pencegahan setelah tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dan mencegah
tampnade jantung.
Indikasi pemasangan selang dada
1) Pada keadaan darurat
- Pneumothoraks
Pada semua pasien dengan ventilasi mekanik
Pneumothorak yang luas
Keadaan klinis pasien yang stabil
Pneumothoraks ventil
Pada pneumothorak ventil setelah dekompresi dengan jarum
Pada pneumothorak berulang atau tetap
Pada pneumothorak akibat trauma
Pada penumothorak akibat trauma dada
Pada pneumothorak iatrogenik, jika ukurannya luas dan keadaan klinisnya
signifikan
- Hemopneumothoraks
- Ruptur esophagus dengan kebocoran lambung ke rongga pleura
2) Pada keadaan non darurat
- Efusi pleura ganas
- Pengobatan dengan agen sklerotik atau pleurodesis
- Efusi pleura berulang
- Efusi parapneumonik atau empiema
- Kilothorak
- Perawatan pasca operasi ( mis: setelah bypass coroner, torakotomi, atau
lobektomi)
British Thoracic Society mengklasifikasikan selang dada berdasarkan ukurannya
menjadi tiga kelompok yaitu (Laws D et al, 2003)
1. Small-bore tube (8-14 F)
2. Medium-bore tube (16-24 F)
3. Large-bore tube (>24 F)
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura (Susan Tucleer, dkk,
1998)
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubung dengan peningkatan metabolisme tubuh, percernaan nafsu makan akibat
sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993)
3. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidak
mampuan untuk bernafas)
4. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan susan lingkungan(Barbara Engram)
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucler, dkk, 1998)
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan informasi (Barbara Engram, 1993)

ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
- Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab
Rasional : dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentukan jenis
effusi pleura sehingga dapat menambil tindakan yang tepat
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi
Rasional : dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisis duduk, dengan
kepala temapat tidur ditinggikan 60-90 derajat
Rasional : penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal
d. Observasi tanda-tnda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR, dan respon pasien)
Rasional : peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional : auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagisn
paru-paru
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional ; menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
g. Kolaborasi dengan tim medis lain utnuk pemebrian O2 dan obat-obatan serta
foto thoraks
Rasional : pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorak dapa
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru .
DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University press,
Surabaya : 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
penerbit Buku Kedokteran ECG : 1995

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran ECG : 1995

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku
Kedokteran ECG : 1999

Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 17, Jakarta ECG : 1998

Gibson, John, MD, Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk Perawat , Jakarta ECG : 1995

Soeparman A. Sarwono Waspadji Ilmu Penyakit Dalam jilid II : 1990

Lismidar, Proses keperawatan H,dkk proses keperawatan, AUP, 1990

Anda mungkin juga menyukai