Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

DISUSUN OLEH :

Tria Wulandary : PO.62.20.1.16.164


PRODI : D-IV KEPERAWATAN
KELAS : REGULER III
Praktik Kep : PK 4

\\\

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
(2018)
Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Kanker serviks adalah kanker yang bermula dari serviks uteri. Serviks adalah pintu rahim.
Rahim adalah rongga yang berbentuk seperti buah alpokat dimana bayi tumbuh selama
kehamilan (www.geogle.com 2005).
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, dimana terdapat
kelompok abnormal yang terbentuk oleh sel-sel jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (Lukman dan Sorensen, 1999).
B. Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti tapi faktor ekstrinsik yang diduga berhubungan
dengan smegma, infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) dan spermatozoa.
Kanker serviks timbul disambungan skuamokolumer serviks (batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks/porsio dan endoserviks kanalis serviks) Faktor resiko yang berhubungan
yaitu perilaku seksual yang berupa mitra sex multiple, paritas, nutrisi, kebiasaan merokok.
Kanker serviks dapat tumbuh eksofitik, endofitik atau ulseratif.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain
adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan
penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17
tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20
tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko
terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual
6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor
pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen
infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun.
C. Patofisiologi
Pada awal perkembangan kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada
pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai porsio yang erosive (metaplase skuamosa)
yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh ;
1) Eksofitik mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis.
2) Endofitik mulai dari SCJ tumbuh kedalam stoma serviks dan cenderung untuk
mengadakan infilterasi menjadi ulkus.
3) Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struk jaringan serviks dengan
,melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplase (erosio) akibat saling desak
mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang
erosive (metaplasia skuamosa ) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(diplastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS- I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi
karsinoma infasif. Sekali menjadi mikro infasif, proses keganasan akan berjalan terus.
(sarwono prawiroharjo)
Pathway

D. Tanda dan Gejala


Mengenali tanda-tanda pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.
2. Perdarahan setelah sanggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang
abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu,
bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran (metastasis).
Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :
1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2. Melalui pembuluh darah (hematogen)
3. Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan
rectum.
E. Klasifikasi
Klasifikasi tingkat keganasan menurut The Internasional Federation of Gynecologi and
Obstetrics (IFGO), 1978 yang didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiology, kuretase
endoserviks dan biopsy yaitu :
1. Statium 0 :
Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel atau karsinoma pre invasif :
Membrane beralis masih utuh.
2. Stadium I :
Ca terbatas pada serviks.
3. Stadium 1a :
Karsinoma mikroinvasif : bila membran basalissudah rusak dan sel tumor sudah
memasuki stroma 3 mm, dan sel tumor tidak terdapat dalm pembuluh limfe atau
pembuluh darah.
4. Stadium 1b :
Secaraklinis sudah diduga adanya tumor histogolik menunjukkan invasi kedalam stroma
serviks.
5. Stadium II :
Ca meluas keluar serviks tetapi tidak mencapai dinding panggul Ca sudah mengenai
vagina tapi1/3 distal masih bebas.
6. Stadium IIa :
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium, masih bebas dari infiltrate tumor.
7. Stadium IIb :
Penyebaran ke parametrium, tapi belum sampai dinding panggul.
8. Stadium III :
Penyebaran sudah sampai dinding panggul dan 1/3 distal vagina.
9. Stadium IIIa :
Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, sedang paramterium tidak dipersoalkan, asal tidak
sampai dinding panggul.
10. Stadium IIIb:
Penyebaran sudah mencapai dinding panggul dan atau ada hidronefrosis.
11. Stadium IV :
Ca sudah melaus keluar panggul kecil atau mengenai mukosa vesiko urinaria atau rektum
atau menyebar ketempat yang lebih jauh.
12. Stadium IVa :
Proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah menginfiltrasi mukosa rectum atau
rectum.
13. Stadium IVb :
Telah terjadi penyebaran keorgan yang lebih jauh.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Papanicalow Smear : untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada klien yang tidak
memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi
serviks.
2. Biopsi : untuk melengkapi hasil pap smear. Hasil biopsy akan lebih memperjelas apakah
itu kanker invasive atau hanya tumor benigna.
3. Kolposkopi : untuk melihat daerah yang terkena proses mataplasia. Pemeriksaan ini
kurang efisien dari biopsy karena memerlukan keterampilan dan kemampuan
cosposcopist dalam mengetes darah yang abnormal.
4. Laboratorium : untuk mengetahui aktivitas enzim pyvalekinase. Pada pasien konservatif
dapat diketahui peningkatan aktivitas enzim ini terutama pada daerah epithelium serviks.
5. Radiologi : pelvic limphangiografi, untuk menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvic atau peroatik limfe; dan pemeriksaan adanya obstrksia pada ureter terminal.
6. Tes Schiler : menggunakan iodine solution yang diusapkan pada permukaan serviks. Bila
normal pada serviks akan membentuk bayangan (Mahagony Brown) yang terjadi pada
sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedang pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan tergantung pada stadium ca serviks itu sendiri.
Penatalaksanaan medis terbagi 3 yaitu :
1) Histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang bertujuan mengangkat uterus dan serviks
(total) atau salah satunya. Biasanya dilakukan pada stadium Ia – Iia. Umur klien
sebaiknya sebelum menopause atau bila keadaan umum baik. Dapat juga pada umur
kurang dari 65 tahun. Pasien harus bebas dari penyakit resiko tinggi seperti penyakit
jantung, ginjal dan hepar.
2) Radiasi : untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus
limpa padapelvik. Biasanya dilakukan pada stadium IIb, III, dan IV. Metode radioterapi
disesuaikan dengan tujuan kuratif atau paliatif. Untuk tujuan pengobatan kuratif
diperlukan metode radiasi gabungan antara brakhiterapi (radiasi intraktiver) dan
telerterapi (radiasi eksternal). Biasanya dlakukan pada stadium I – IIIb. Bila ca sudah
keluar roga panggul maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IVa.
3) Khemoterapi : pemberian obat melalui infuse, tablet atau intramuskuler. Obat yang
diberikan adalah (CAP) Cylophopnopamide Adreamycin Platamin, (PVB) Platamin Veble
Bloemycin, dan lain-lain.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji dalam keperawatan :
a. Identitas pasien.
Biodata pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, agama,
dan alamat.
b. Riwayat kesehatan sekarang.
1. Riwayat kesehatan yang lalutentang penyakit yang berhubungan dengan kanker
seperti endodermis, diabetes, hipertensi, jantung, mioma. Dikaji juga tentang
penggunaan estrogen lebih dari 3 tahun.
2. Riwayat kesehatan saat ini yaitu keluhan sampai saat klien pergi kerumah sakit seperti
terjadinya pendarahan pervagina diluar siklus haid, pendarahan post koitus, nyeri
pada abdomen, amenorrhoe dan hipernorrhoe, pengeluaran cairan vagina yang
berbau.
3. Riwayat kesehatan keluarga yaitu tentang anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama.
4. Riwayat tumbuh kembang yaitu meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks,
menarche, banyaknya kehamilan dan melahirkan, lama dan siklus haid, usia pertama
kali menikah, adanya pasangan yang lebih dari satu, beberapa kali menikah dan
bagaimana perkembangan klien pada saat ini.
5. Riwayat psikososial yaitu tentang penerimaan klien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan suami/keluarga
terhadap klien dari sumber keuangan. Konsep diri klien meliputi gambaran diri peran
dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah klien yang murung atau sedih serta keluhan
klien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi,
aktivitas klien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi :
1. Keadaan umum, meliputi : kesadaran, tensi, nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan, dan
berat badan.
2. Inspeksi :
a) Kepala : Rambut rontok, mudah tercabut, warna rambut.
b) Mata : Konjungtiva pucat, icterus pada skelera.
c) Leher : Pembesaran kelenjar limfe, bendungan vena jugularis.
d) Payudara : Kesimetrisan, bentuk adanya massa.
e) Dada : Kesimetrian, ekspansi dada, tarikan dinding dada pada inspirasi, frekuensi
pernafasan.
f) Abdomen : Terdapat luka operasi, bentuk, warna kulit, pelebaran vena-vena
abdomen, nampak pembesaran, striae.
g) Genetalia : Sekret, keputihan, peradangan, pendaahan, lesi.
h) Ekstermitas : Oedema, atrofi, hipertrofi, tonus dan kekuatan otot.
3. Palpasi :
a) Leher : pembesaran kelenjar limfe leher dan kelenjar limfe sub mandibularis.
b) Payudara : teraba massa abnormal, nyeri tekan.
c) Abdomen : teraba massa, ukuran dan konsistensi massa, nyeri tekan, perabaan
hepar, ginjal dan limfe.
4. Perkusi :
a) Abdomen : hipertympani, tympani, redup, pekak, batas-batas hepar.
b) Refleks fisiologi dan patologis.
5. Auskultasi :
Abdomen, meliputi peristaltik usus, bising aorta abdominalis, arteri renalis dan arteri
iliaca.
6. Riwayat psikososial klien meliputi reaksi emosional setelah diagnosa penyakit
diketahui : ibu menginginkan mendapatkan pertolongan dokter.
7. Pola kegiatan sehari-hari meliputi : riwayat kebiasaan makanan : hari yang meliputi
pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi (BAB/BAK) aktivitas klien sehari-hari,
pemenuhan kebetuhan istirahat dan tidur, rekreasi dan olah raga.
8. Pemeriksaan penunjang.
a) Pap smear
b) Biopsi
c) Kolposkopi
d) Laboratorium
e) Radiologi
f) Tes Schiler, ditambah pemeriksaan lainnya.
g) Pemeriksaan hematology (Hb, Ht, lekosit, trombosit, LED, golongan darah, masa
peredaran dan masa pembekuan)
h) Pemeriksaan biokimia darah meliputi SGOt dan SGPT.
i) Pemeriksaan kardiovaskulr, antara lain EKG.
j) Pemeriksaan system respiratorius dan urologi serta tes alergi terhadap obat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
2. Nyeri berhubungan dengan penekanan pada saraf simpatik di parametrium.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
4. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Gangguan konsep diri berhubungan dengan disfungsi seksual
6. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau informasi.
3. Intervensi Keperawatan
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan.
Tujuan : Pendarahan tidak terjadi
Rencana tindakan :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Dapat memberi informasi adanya tanda-tanda hipovolemik.
b. Catat intake dan output.
Rasional : Indikator kebutuhan penggantian/keefektifan cairan.
c. Kaji kadar Hb dan Ht.
Rasional : Dapat mengetahui kesenjangan dari Hb dan Ht agar mencegah terjadinya
syok hipovolemik.
d. Kolaborasi untuk pemberian transfusi darah dan cairan pengganti.
Rasional : Pilihan cairan dan darah penting untuk perbaikan volume.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengontrol pendarahan.
Rasional : Diharapkan pendarahan dapat berkurang sehingga mencegah terjadinya
hipovolemik syok.
2. Nyeri berhubungan dengan penekanan pada saraf simpatis di parametrium.
Tujuan : Nyeri hilang atau teratasi.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Nyeri merupakan respon klien yang spesifik sifatnya dan merupakan
indicator untuk melakukan tindakan selanjutnya.
b. Atur posisi yang menyenangkan
Rasional : Dapat memberi rasa nyaman pada klien.
c. Ajarkan tehnik relaksasi
Rasional : Dengan tehnik relaksasi diharapkan perhatian klien tidak berpusat pada
nyeri dan melupakan penyebab nyeri yang dirasakan.
d. Ukur tanda-tanda vital.
Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi acuan adanya peningkatan
nyeri.
e. Penatalaksanaan pemberian analgetik.
Rasional : Pemberian analgetik dapat menekan reseptor nyeri sehingga nyeri tidak
dapat diteruskan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.


Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana tindakan
a. Kaji pola makan klien
Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi klien dan merupakan asupan dalam
tindakan selanjutnya.
b. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Dapat mengurangi kebosanan dan memenuhi kebutuhan nutrisi sedikit
demi sedikit.
c. Anjurkan untuk ajak makan sayuran yang berwarna hijau.
Rasional : Sayuran yang berwarna hijau banyak mengandung nutrisi penambah
tenaga.
d. Timbang berat badan
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien
Rasional : Partisipasi keluarga sangat mendukung dalam peningkatan asupan nutrisi
pada klien.

4. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Pemenuhan ADL terpenuhi
Rencana tindakan
a. Kaji tingkat kemampuan klien
Rasional : Sebagai indikator untuk melakukan tindakan selanjutnya.
b. Beri support pada klien untuk melakukan aktifitasnya.
Rasional : Memberikan rasa percaya dalam menimbulkan minat pada diri klien sendiri
sehingga mengurangi rasa ketergantungan pada orang lain.
c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi.
d. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Dengan adanya hubungan dan kerjasama dari keluarga kebutuhan klien
dapat terpenuhi.

5. Gangguan konsep diri berhubungan dengan disfungsi seksual.


Tujuan: Tidak terjadi disfungsi seksual.
Rencana tindakan
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Mengurangi tekanan batinnya.
b. Diskusikan dengan klien dan suaminya tentang reaksi seksual setelah sakit.
Rasional : Informasi yang jelas bagi pasangan akan memberikan pemahaman yang
jelas tentang masalah yang dihadapi.
c. Anjurkan suaminya untuk memahmi efek samping pengobatan kanker yang dapat
mempengaruhi seksualitas.
Rasional : Pemahaman yang jelas membantu suami memulai proses adaptasi pada
keadaan baru.
6. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau informasi
Tujuan; Kecemasan klien berkurang atau hilang.
Rencana tindakan.
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Sebagai indikator untuk melakukan tindakan selanjutnya.
b. Libatkan keluarga atau orang terdekat untuk menemani klien.
Rasional : Agar klien merasa tidak dikucilkan dank lien merasa diperhatikan.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Agar klien merasa diperhatikan.
d. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Lingkungan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan klien.
e. Beri dorongan spiritual.
Rasional : Klien memahami bahwa segala upaya yang dilalui semoga kembali pada
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 2010. Ginekologi. Elstar. Bandung

Hartono, Poedjo. 2009. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus
Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.8 11 2018

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai