Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMERIKSAAN REPRODUKSI IVA


(INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT )

Disusun untuk memenuhi penugasan kelompok pada mata kuliah


System Reproduksi 1 yang diampu oleh Bu Wahyu Fuji, SST, M.Kes

Disusun Oleh :
ADIK RIA WARDANI 2016.02.001
AHMAD SYAIFUDDIN 2016.02.002
ANITA PUSPITA DEWI 2016.02.003
ARDHI KHOIRUL H. 2016.02.004
ARFIAN VIONA A.I 2016.02.005
AYUNG YUDI S. 2016.02.006
BELLA DESY V.A 2016.02.007
DESIKA ULFARISA 2016.02.008
DIAH WASKITO RINI 2016.02.009
DIAS PUNGKY R.N.D 2016.02.010
DILA RAMADHANI 2016.02.011

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BANYUWANGI
MARET 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dengan tes pap smear masih
merupakan pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Dalam
laporan WHO tahun 1986 di negara-negara yang maju diperkirakan 40-50%
wanita berkesempatan untuk melakukan skrining dengan tes pap smear,
sementara di negara berkembang diperkirakan hanya 5% yang berkesempatan
menjalani skrining. Di negara maju, skrining secara luas dengan metode
pemeriksaan sitologi tes pap smear telah menunjukkan hasil yang efektif
dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di negara-negara
berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya
menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan.
Ada beberapa kelemahan tes pap smear diantaranya keterbatasan jumlah
laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, akibatnya hasil tes pap
smear baru didapat dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari - 1
bulan).
Skrining dengan metode tes pap smear memerlukan tenaga ahli, sistem
transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat
dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari
perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil tes pap smear juga
menjalani evaluasi dan pengobatan yang semestinya bila ditemukan
abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker leher rahim
tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Masalah yang
berkembang akibat keterbatasan metode tes pap smear inilah yang
mendorong banyak penelitian untuk mencari metode alternatif skrining
kanker leher rahim.
Tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif bagi
negara yang sedang berkembang dengan konsep down staging terhadap
kanker serviks, salah satunya adalah dengan cara Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat (IVA). Pengolesan asam asetat 3-5% pada serviks pada epitel

2
abnormal akan memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite.
Gambaran ini muncul oleh karena tingginya tingkat kepadatan inti dan
konsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada
serviks dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai
pemeriksaan IVA.
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di
tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini
memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil
skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu kali kunjungan (single visit
approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan bedah krio
untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati
lesi prakanker.
B. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk meninjau definisi, dasar
pemeriksaan, sarana dan prasarana penunjang pemeriksaan, teknik dan
interpretasi pemeriksaan, sasaran pemeriksaan, serta akurasi dan keuntungan
pemeriksaan IVA dibandikan dengan pemeriksaan lain

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi IVA
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah
pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher
rahim yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3-5% secara inspekulo dan
1,2
dilihat dengan penglihatan mata telanjang. Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) merupakan metode deteksi dini kanker serviks yang sesuai
untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Pada lesi prakanker akan
menampilkan warna bercak putih yang disebut acetowhite epithelium.
B. Dasar Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925)
dengan cara memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam
asam asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel
abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin
dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut
tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga
permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih
(acetowhite).
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna
putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas
yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses
prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena
asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih
banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan
pada epitel. Leher rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons
lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60
detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil

4
gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam
asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia yang biasanya
disebabkan oleh proses keratosis.
C. Sarana dan Prasarana Penunjang Pemeriksaan IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
 Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
 Meja/ tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
 Sumber cahaya/ lampu sorot untuk melihat serviks
 Spekulum vagina
 Asam asetat (3-5%)
 Swab-lidi berkapas
 Sarung tangan
D. Teknik dan Interpretasi Pemeriksaan IVA
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi
larutan asam asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang
dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera
dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak
direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona
transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks
rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi
spekulum.
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi,
kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi
terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila
ada, dicatat. Kemudian leher rahim dioles dengan larutan asam asetat 3-5%
dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya.
Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil
positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang berwarna putih.
Alat dan Bahan
1. Spekulum
2. Lampu
3. Larutan asam asetat 3-5%

5
 Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran kemudian
diencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam
cukadicampur dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam cuka 25%
dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %.
Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80 ml air akan
menghasilkan 100 ml asam asetat 5%
 Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan
dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur 7
bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml
air akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%
 Campur asam asetat dengan baik Buat asam asetat sesuai keperluan
hari itu. Asam asetat jangan disimpan untuk beberapa hari.
4. Kapas lidi
5. Sarung tangan
6. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan
Metode Pemeriksaan
1. Memastikan identitas , memeriksa status dan kelengkapan informed
consent klien
2. Klien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga
lutut dan menggunakan kain yang sudah disediakan
3. Klien diposisikan dalam posisi litotomi
4. Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain
5. Gunakan sarung tangan
6. Bersihkan genitalia eksterna dengan air DTT
7. Masukkan spekulum dan tampakkan serviks hingga jelas terlihat
8. Bersihkan serviks dari cairan , darah, dan sekret dengan kapas lidi
bersih
9. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut :
a. Terdapat kecurigaan kanker atau tidak :
 Jika ya, klien dirujuk , pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan .
Jika pemeriksaan adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi ,
lakukan biopsi
b. Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo
kolumnar (SSK)
 Jika SSK tidak tampak , maka : dilakukan pemeriksaan mata
telanjang tanpa asam asetat, lalu beri kesimpulan sementara,
misalnya hasil negatif namun SSK tidak tampak. Klien

6
disarankan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya lebih
cepat atau pap smear maksimal 6 bulan lagi.
c. Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi
yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh
permukaan serviks
d. Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada bercak
putih ( acetowhite epithelium) atau tidak
e. Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali
untuk mengulangi pemeriksan IVA
f. Jika ada (IVA positif) , tentukan metode tata laksana yang akan
dilakukan
10. Keluarkan speculum
11. Buang sarung tangan , kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke
dalam container ( tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan
untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.
12. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan
pemeriksaan lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan

Kategori  tak ada lesi bercak putih


1. Negatif (acetowhite lesion)
 bercak putih pada polip
endoservikal atau kista nabothi
 garis putih mirip lesi acetowhite
pada sambungan skuamokolumnar
2. Positif 1 (+)  samar, transparan, tidak jelas,
terdapat lesi bercak putih yang
ireguler pada serviks
 lesi bercak putih yang tegas,
membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions
yang terletak jauh dari sambungan
skuamokolumnar
3. Positif 2 (++)  lesi acetowhite yang buram, padat
dan berbatas jelas sampai ke
sambungan skuamokolumnar
 lesi acetowhite yang luas,
circumorificial, berbatas tegas,
tebal dan padat
 pertumbuhan pada leher rahim
menjadi acetowhite

7
Gambar 1. Leher Rahim dengan Pemeriksaan IVA
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah
biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif,
perempuan yang diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi
untuk penegakan diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi.
Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop
electrosurgical excision procedure (LEEP), laser, konisasi, sampai
histerektomi simpel.

E. Sasaran Skrining IVA


F. Sasaran skrining kanker leher rahim yang ditetapkan WHO adalah sebagai
berikut:
 Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun
sebelumnya atau lebih.
 Perempuan yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes
Pap sebelumnya.
 Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda
dan gejala abnormal lainnya.
 Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.
Dalam penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target
saat ini adalah antara usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia
50-70 tahun yang belum pernah diskrining sebelumnya masih perlu
diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker leher rahim. Selain
sasaran diatas, semua perempuan yang pernah melakukan aktivitas seksual

8
perlu menjalani skrining kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan
perempuan yang sudah menopause menjalani skrining dengan metode IVA
karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada
endoleher rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan
inspeksi spekulum.
Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, perempuan yang sudah
mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan dalam program skrining,
untuk menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker leher rahim. Perlu
disertakan informed consent pada perempuan golongan ini, mengingat alasan
di atas. Tidak ditemukannya lesi prekanker tidak berarti tidak ada lesi
prakanker pada golongan perempuan ini. Interval skrining dilakukan 5 tahun
sekali, kecuali bila ditemukan radang pada leher rahim, interval dapat
diperpendek.

G. Akurasi dan Keuntungan Pemeriksaan IVA Dibandikan dengan Pemeriksaan


Lain
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA
berpotensi menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-
daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian, akurasi
metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di berbagai negara
berkembang.
Penelitian Universitas Zimbabwe dan JHPIEGO Cervical cancer project
yang melibatkan 2.203 perempuan di Zimbabwe melaporkan bahwa skrining
dengan metode IVA dapat mengidentifikasi sebagian besar lesi prakanker dan
kanker. Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-
turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga bahwa
metode IVA ini kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1%
dibanding sitologi 90,6%. Penelitian lainnya mengambil sampel 1997
perempuan di daerah pedesaan di Cina, dilakukan oleh Belinson JL dan
kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker
tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas
IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%, sementara angka

9
spesifisitas 74%. Beberapa penelitian menunjukkan sensitivitas IVA lebih
baik daripada sitologi. Claey et al. melaporkan penelitiannya di Nikaragua,
bahwa metode IVA dapat mendeteksi kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan
kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes Pap. Demikian juga laporan
dari Basu et al.
Beberapa penelitian terbaru tentang IVA menambah data tentang
kemungkinan penggunaan IVA sebagai alternatif metode skrining secara luas
di negara-negara berkembang. Ghaemmaghami et al. (2004) melaporkan
angka sensitivitas IVA dibandingkan dengan Tes Pap berturut-turut adalah
74.3% dan 72%, sementara angka spesifisitas adalah 94% dan 90.2%.
Penelitian dilakukan terhadap 1200 perempuan yang menjalani skrining
dengan metode IVA dan Tes Pap dan dikonfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi. Hasil positif dari kedua pemeriksaan tersebut berjumlah 308 orang,
191 orang diantaranya terdeteksi positif melalui metode IVA. Hasil
konfirmasi histologi menunjukkan 175 sampel dinyatakan positif (dengan
kriteria NIS I atau yang lebih berat), dari 175 sampel tersebut, 130
diantaranya terdeteksi melalui metode IVA. Sementara Doh et al. (2005)
melaporkan hasil penelitian di Kamerun terhadap 4813 perempuan yang
menjalani skrining dengan metode IVA dan Tes Pap. Hasil penelitian
menunjukkan sensitivitas IVA dibanding Tes Pap 70.4% dan 47.7%,
sedangkan spesifitas IVA dan Tes Pap berturut-turut 77.6% dan 94.2%, nilai
prediksi negatif (NPV/ Negative Predictive Value) untuk IVA dan Tes Pap
berturut-turut adalah 91.3% dan 87.8%. Suatu penelitian meta-analisis atas 11
penelitian potong lintang (cross-sectional studies) yang dilakukan di India
dan beberapa negara di Afrika (2008) yang dilakukan Arbyn et al.
membandingkan penggunaan metode IVA, VILI, IVA dengan pembesaran
(VIAM/Visual Inspection with Acetoacetat with a Magnifying device), tes Pap
dan HC2 (Hybrid Capture-2 assay). Penelitian ini melibatkan lebih dari
58.679 perempuan usia 25-64 tahun. Hasil penelitian meta-analisis ini untuk
angka sensitivitas IVA,Vili, tes Pap dan HC2 berturut-turut adalah sebagai
berikut :
Tabel 2 Sensitifitas, Spesifisitas Berbagai
Metode Skrining Terhadap CIN 2

10
Metode Sensitivitas(%) Spesifisitas (%)
IVA 79.2 84.7
VILI 91.2 84.5
Tes Pap 57 93
HC2 62 94

Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa skrining dengan metode IVA


lebih mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah, nyaman, praktis dan murah.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perbandingkan antara pap smear dan IVA
dalam berbagai aspek pelayanan.
Tabel 3. Perbandingan Skrining Tes Pap dan IVA
Uraian Metode Tes Pap IVA
Skrining
Petugas kesehatan Sample takers (Bidan/ Bidan, perawat,
perawat/ dokter dokter umum, Dr
umum/ Dr. Spesialis) Spesialis
Skrinner/ Sitologis/
Patologis
Sensitivitas 70 % - 80% 65% - 96%
Spesifisitas 90% - 95% 54% - 98%
Hasil 1 hari – 1 bulan Langsung
Sarana Spekulum, lampu Spekulum, lampu
sorot, kaca benda sorot, Asam asetat
(slide), laboratorium
Biaya Relatif mahal Murah
Dokumentasi Ada Tidak ada

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah metode deteksi dini
kanker serviks yang sesuai untuk negara berkembang termasuk Indonesia.
Tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan mengaplikasikan asam asetat 3-
5% pada serviks. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak
putih yang disebut aceto white epithelium. Dengan munculnya bercak
putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif.
 Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi
untuk deteksi dini lesi prakanker serviks, mudah, murah, dan efektif
terutama jika dibandingkan pap smear
B. Saran
Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi
untuk deteksi dini lesi prakanker serviks dan mengingat faktor kemudahan,
biaya dan efektifitas maka pemeriksaan IVA dapat digunakan sebagai
alternatif untuk deteksi dini lesi prakanker serviks, serta diperlukan
penyebarluasan teknik pemeriksaan IVA pada petugas kesehatan terutama
bidan, sehingga kelainan serviks pada tahap dini dapat diketahui.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sapto Wiyono dkk, Inspeksi Visual Asam Asetat untuk deteksi Dini Lesi
Prakanker Serviks, 2004, Universitas Diponegoro
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Skrining Kanker Leher Rahim
Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat, 2008
Anonim, Kanker Leher Rahim, diunduh dari www.kalbe.com/cdk/ tanggal 29
Agustus 2012
Anonim, Peran Tenaga Kesehatan dalam Skrinning Kanker Leher Rahim dalam
Inspeksi Visual Asam Asetat. 2006. Universitas Sumatera Utara
Sinta Sasika, dkk, Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Uji Sitologi dan DNA
HPV. 2010. Universitas Padjajaran Bandung

13

Anda mungkin juga menyukai