Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Hukum Jaminan yang
berjudul “HUKUM HAK TANGGUNGAN DAN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH ”.
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini, Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan
bimbingan yang lurus dari Yang Maha Kuasa.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran
bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah sebagaimana di
maksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa hak tanggungan :
- Merupakan hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).
- Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
- Menimbulkan kedudukan di dahulukan daripada kreditor-kreditor lain.
Pengertian hak tanggungan sebagaimana dimuat dalam pasal 1 butir 1 UUHT di atas,
sangat dipengaruhi oleh asas pemisahan horizontal dalam hukum tanah berdasarkan UUPA. Asas
pemisahan horizontal ini menyebabkan hak atas tanah dapat dipisahkan dengan hak atas benda-
benda di atas tanah tersebut.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat
dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas
tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini
dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-
benda lain di atasnya.
Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit yang
dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau dengan akte
otentik. Perjanjian ini merUpakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak
tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam pemberian
hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan lasan yang
dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib
menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte otentik.
Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang
keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan
tersebut dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan kedudukan
kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat
kreditor dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas
tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut
ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan
yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini
dimungkinkan karena pembuatan beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat
dilakukan oleh PPAT yang sama.
Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu
hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang
telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak
tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT.
Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkna
pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat
pada pihak ketiga. Janji-janji yang dimaksud diatas antara lain:
- Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek hak
tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang
sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
- Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata
susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak
tanggungan.
- Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak
tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
- Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan
objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah
menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan kartena tidak
dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan
sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
- Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan
tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
- Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak
tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi
yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak
tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk
kepentingan umum.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang
asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak
tanggungan diasuransikan.
- Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu
eksekusi hak tanggungan.
- Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini, sertifikat hak tanah
yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.
Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu
yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan pertama
atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title eksekutorial yang tercantum dalam
sertifikat hak tanggungantersebut, berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan
umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang
dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh
tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan perjanjian,
peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah
piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan
urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau
perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan
negeri.
Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat
langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata “demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang
sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesui
dengan bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak
tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak tanggungan yang
berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan dibutuhkan pencantuman irah-irah
tersebut.
Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan berdasarkan
ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan
eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte
hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam undang-undang hak tanggungan tentang
eksekusi belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR dan
RBg berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya undang-undang
hak tanggungan.
Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa atau
surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri, debitor akan dipanggilan oleh
ketua pengadilan negeri setelah ketua pengadilan negeri meneriam permohonan dari kreditor.
Awalnya penanggung hutang diminta untuk membayar secara sukarela dengan melalui teguran
dan diberi kesempatan selama 8 hari untuk membayarnya, jika tidak dibayar, maka eksekusi
akan dilanjutkan dengan menyita hartanya dan kemudian dilelangkan untuk melunasi hutangnya.
Dalam penyelesaian melalui pengadilan negeri sebelumhak tanggungan dilelang, didahului
dengan pengumuman dalam surat kabar didaerah tersebut sebanyak dua kali dengan tenggang
waktu 15 hari.
Apabila penjualan melalui pelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga
tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan, penjualan objek hak
tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan. Sampai pada saat pengumuman lelang
dikeluarkan, masih dapat dibatalkan jika hutang terlebih dahulu dibayar oleh pemilik hutang.
Jika hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi, maka badan pertanahan akan
mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah dan sertifikat haka atas tanah yang dijakdikan
objek hak tanggungan atau dengan catatan dari kreditor pemberi hak tanggungan meminta pada
badan pertanahan untuk mencoretnya. Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan
bahwa hutang telah lunas, maka pihak yang berkepentingan bisa meminta melalui kepada ketua
pengadilan negeri setempat, dengan penetapan pengadilan negeri maka debitor memohon
pencoretan pada kantor pertanahan.
Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak
berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan
tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya. Peralihan tersebut dapat
dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang
dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun
memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya
penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain.
Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka
Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa
bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum
tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah
kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah).
Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek
hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan
manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-
kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan
perbuatan hukum”.
Perbuatan hukum itu terdiri dari:
a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat,
dan pemberian hadiah sesuatu (benda).
b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya
membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu
hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang
telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak
tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT.
Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkna
pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat
pada pihak ketiga.
Peralihan hak atas tanah atau pemindahan hak tanah , sebagaimana yang dikutip oleh Erene
Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau
beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau
perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan
hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Peralihan hak atas tanah bisa terjadi
karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak.
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju) 1990
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria, Pertanahn Indonesia, Jilid 2, (Jakarta, Prestasi Pustaka), 2004
Bahtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung : Alumni),
2005
CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi
Agraria, (Jakarta, Ghalia Indonesia) 1985
Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan,
(Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Properti Prakti,(Yogyakarta: Best Publisher),
Cet I, 2009
Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008
Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005