Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Hukum Jaminan yang
berjudul “HUKUM HAK TANGGUNGAN DAN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH ”.
Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini, Semoga segala yang telah kita kerjakan merupakan
bimbingan yang lurus dari Yang Maha Kuasa.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran
bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat, sehingga diperlukan


kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi, khususnya bagi lembaga pemberi piutang
seperti bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk menjamin kembalinya haknya. Banyak benda
yang bisa dijaminkan dalam perhutangan, bisa benda bergerak ataupun benda bergerak. Hak
tanggungan merupakan jaminan benda tak bergerak, tentang hak tanggungan ini mulai berlaku
tanggal 19 april 1996 dengan UU No. 4 tahun 1996. Pada dasarnya, pada UU no. 5 tahun 1960
telah dijanjikan bahwa akan diatur hak tanggungan sebagai hak yang memberi jaminan atas
tanah dan benda-benda yang berada atas tanah itu, baik berikut dengan benda-benda atas tanah
tersebut atau tidak, akan dibuat peraturannya oleh pemerintah.
Berlakunya undang-undang hak tanggungan No.4 tahun 1996, menghapus ketentuan
tentang hipotik serta creditverband. Sebelum ada Undang-undang No. 4 Tahun 1996, yang dapat
dijadikan jaminan hipotik adalah hak-hak tertentu atas tanah seperti : hak milik, hak hak guna
bangunan. Hak pakai belum dimungkinkan untuk dijadikan jaminan untuk hutang. Tapi, pada
Undang-undang hak tanggungan tahun 1996, hak pakai tertentu yaitu yang wajib didaftarkan dan
menurut sifatnya dapat dipindah tangankan, telah dijadikan juga sebagai objek dari hak
tanggungan. Undang –undang hak tanggungan memiliki cakupan lebih luas disbanding undang-
undang sebelumnya, terutama dalam rangka peroses pembangunan secara besar-besaran dibidang
ekonomi pada umumnya dan real estate
Tidak semua kalangan masyarakat tahu apa saja bukti kepemilikan, lebih-lebih
mendapatkan hak atas tanah dan bangunan yang sah menurut hukum. Kepemilikan tanah yang
sah harus sudah terdaftar di BPN, sehingga setelah mengantongi bukti yang sah baru kita bisa
mendapatkan nomor setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Melihat latar belakang diatas, maka makalah ini akan membahas tentang hukum hak
tanggungan dan pemindahan hak atas tanah berikut penjelasannya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, dapat kami simpulkan rumusan masalah sebagai berikut ;
1. Apa yang dimaksud dengan hukum hak tanggungan?
2. Bagaimana hak atas tanah dapat dialihkan, dan jenis hak atas tanah apa saja yang dapat
dialihkan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Hak Tanggungan


2.1 Pengertian

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah sebagaimana di
maksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa hak tanggungan :
- Merupakan hak jaminan untuk pelunasan hutang (kredit).
- Dapat di bebankan pada hak atas tanah, dengan atau tanpa benda di atasnya.
- Menimbulkan kedudukan di dahulukan daripada kreditor-kreditor lain.
Pengertian hak tanggungan sebagaimana dimuat dalam pasal 1 butir 1 UUHT di atas,
sangat dipengaruhi oleh asas pemisahan horizontal dalam hukum tanah berdasarkan UUPA. Asas
pemisahan horizontal ini menyebabkan hak atas tanah dapat dipisahkan dengan hak atas benda-
benda di atas tanah tersebut.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang tidak dapat
dipisahkan dengan tanahnya, sehingga dimungkinkan obyek hak tanggungan adalah hak atas
tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, jika hal ini
dilakukan, maka para pihak harus menyatakannya secara tegas didalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) bahwa Hak Tanggungan tersebut adalah hak atas tanah beserta benda-
benda lain di atasnya.

2.2 Sifat hak tanggungan.


Hak tanggungan memiliki sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam pasal 2 UUHT. Dengan
sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh
obyek Hak Tanggungan. Artinya,apabila hutang (kredit) yang dijamin pelunasannya dengan Hak
Tanggungan baru di lunasi sebagian,maka Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyek Hak
Tanggungan. Klausula “kecuali jika diperjanjikan dalam APHT” dalam pasal 2
UUHT,dicantumkan dengan maksud untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia
perbankan, khususnya kegiatan perkreditan. Dengan manggunakan klausula tersebut, sifat tidak
dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan memperjanjikan bahwa
apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka pelunasan kredit yang
dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran. Besarnya angsuran sama dengan nilai masing-
masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan
dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut. Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan,
Hak Tanggungan hanya akan membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa
kredit yang belum dilunasi.

2.3 Objek Hak Tanggungan


Di dalam pasal 4 UUHT diatur tentang pelbagai macam hak atas tanah yang dapat di
ijadikan objek Hak Tanggunghan, yaitu:
- Hak milik;
- Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Bangunan;
- Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan;
- Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Selain hak-hak diatas tanah seperti dikemukakan di atas, yang dapat dijadikan objek Hak
Tanggungan adalah hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada diatas tanah maupun
dibawah tanah) tanaman dan hasil karya (misalnya candi,patung, gapura, relief) yang telah ada
atau akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman dan hasil karya
tersebut harus dinyatakan dengan tegas didalam APHT yang bersangkutan.
Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud diatas tidak dimiliki
oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya
dapat dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama)pada APHT yang bersangkutan oleh
pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, atau yang diberi kuasa oleh pemilik benda-
benda tersebut untuk menadatangani serta (bersama) APHT dengan akta otentik. Yang dimaksud
dengan akta otentik adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda-
banda diatas tanah tersebut. Dengan penjelasan umum UUHT, disebut 2 unsur mutlak dari hak
atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:
- Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum yang terdapat
pada Kantor Pertahanan;
- Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan.
Berdasarkan kedua unsure mutlak diatas, apabila hak milik sudah diwakafkan maka, hak
milik tersebut tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Karena sesuai dengan hakekat
perwakafan yakni hak milik yang sudah diwakafkan merupakan hak milik yang sudah
dikekalkan sebagai hak milik keagamaan. Dengan demikian, semua hak atas tanah yang
dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci liannya tidak dapat dijadikan
objek hak tanggungan, sedangkan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek hak
tanggungan, meliputi hak guna bangunan diatas tanah Negara, diatas hak pengelolaan maupun
diatas tanah hak Negara. Adapun mengenai hak pakai, sebelum ditentukan UUHT ini tidak dapat
dijadikan objek jaminan pelunasan hutang, karena menurut UUPA hak pakai tidak termasuk hak-
hak atas tanah yang wajib didaftar, sehingga tidak memenuhi syarat publisitas.
Dalam perkembangannya sekarang hak pakai atas tanah Negara harus didaftarkan,
sehingga dapat dipindah tangankan. Hak pakai yang tidak dapat dipindah tangankan antara lain
hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan social, hak pakai
atas nama perwakilan Negara asing yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan dan hak
pakai tersebut diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan instansi atau badan
diatas. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dijadikan objek hak anggungan, karena hingga
saat ini tidak terdapat kewajiban untuk mendaftarkan hak pakai diatas tanah hak milik.
Akibatnya, salah satu syarat mutlak agar suatu hak atas tanah dapat dijadikan objek hak
tanggungan tidak terpenuhi. Menurut pasal 4 ayat 3 UUHT, pembebanan hak tanggungan atas
hak pakai diatas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Undang-undang hak tanggungan didaftarkan atas asas pemisahan horizontal (horizontale
scheiding), sebagai kebalikan dari pemisahan vertical (verticale scheiding). Menurut BW yang
belaku terdahulu, tanah dan bangunan yang didirikan atasnyamerupakan suatu kesatuan. Dengan
kata lain pemilik dari tanah adalah pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas
pemisahan vertical. Menurut hukum adat bisa saja pemilik tanah berlainan dari pemilik
bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan horizontal dan karena undang-
undang pokok agraria tahun 1960 menyatakan bahwa hukum adapt yang dipakai sebagai dasar,
maka tidak mengherankan jika pemakaian asas horizontal ini dipakai dalam system hak
tanggungan.

2.4 Tata cara pemberian hak tanggungan


Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan
debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
- Membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa perjanjian
pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
- Membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak
tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.
- Melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang sekaligue merupakan
saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.

Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit yang
dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau dengan akte
otentik. Perjanjian ini merUpakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak
tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Dalam pemberian
hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan lasan yang
dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib
menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte otentik.
Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang
keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan
tersebut dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan. Pendaftaran menentukan kedudukan
kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat
kreditor dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas
tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut
ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan
yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini
dimungkinkan karena pembuatan beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat
dilakukan oleh PPAT yang sama.
Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu
hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang
telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak
tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT.
Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkna
pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat
pada pihak ketiga. Janji-janji yang dimaksud diatas antara lain:
- Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek hak
tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang
sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
- Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata
susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak
tanggungan.
- Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak
tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
- Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan
objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah
menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan kartena tidak
dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan
sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
- Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan
tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
- Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak
tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi
yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak
tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk
kepentingan umum.
- Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang
asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak
tanggungan diasuransikan.
- Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu
eksekusi hak tanggungan.
- Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini, sertifikat hak tanah
yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.

2.5 Eksekusi Hak Tanggungan.

Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu
yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan pertama
atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title eksekutorial yang tercantum dalam
sertifikat hak tanggungantersebut, berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan
umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang
dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh
tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan perjanjian,
peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah
piutang Negara termasuk tagihan bank-banak pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan
urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau
perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan
negeri.
Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat
langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata “demi keadilan
berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang
sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesui
dengan bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak
tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak tanggungan yang
berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan dibutuhkan pencantuman irah-irah
tersebut.
Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan berdasarkan
ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan
eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte
hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam undang-undang hak tanggungan tentang
eksekusi belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR dan
RBg berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya undang-undang
hak tanggungan.
Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa atau
surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri, debitor akan dipanggilan oleh
ketua pengadilan negeri setelah ketua pengadilan negeri meneriam permohonan dari kreditor.
Awalnya penanggung hutang diminta untuk membayar secara sukarela dengan melalui teguran
dan diberi kesempatan selama 8 hari untuk membayarnya, jika tidak dibayar, maka eksekusi
akan dilanjutkan dengan menyita hartanya dan kemudian dilelangkan untuk melunasi hutangnya.
Dalam penyelesaian melalui pengadilan negeri sebelumhak tanggungan dilelang, didahului
dengan pengumuman dalam surat kabar didaerah tersebut sebanyak dua kali dengan tenggang
waktu 15 hari.
Apabila penjualan melalui pelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga
tinggi, maka atas kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan, penjualan objek hak
tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan. Sampai pada saat pengumuman lelang
dikeluarkan, masih dapat dibatalkan jika hutang terlebih dahulu dibayar oleh pemilik hutang.
Jika hutang yang dijamin dengan hak tanggungan dilunasi, maka badan pertanahan akan
mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah dan sertifikat haka atas tanah yang dijakdikan
objek hak tanggungan atau dengan catatan dari kreditor pemberi hak tanggungan meminta pada
badan pertanahan untuk mencoretnya. Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan
bahwa hutang telah lunas, maka pihak yang berkepentingan bisa meminta melalui kepada ketua
pengadilan negeri setempat, dengan penetapan pengadilan negeri maka debitor memohon
pencoretan pada kantor pertanahan.

B. Pemindahan atau Peralihan Hak Atas Tanah

3.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak
berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan
tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya. Peralihan tersebut dapat
dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang
dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun
memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya
penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain.
Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka
Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa
bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum
tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah
kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah).
Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek
hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan
manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-
kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan
perbuatan hukum”.
Perbuatan hukum itu terdiri dari:
a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat,
dan pemberian hadiah sesuatu (benda).
b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya
membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.

3.2 Jenis-jenis Cara Peralihan Hak Atas Tanah


Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum
pemindahan hak, yakni akan kami terangkan sebagai berikut ;
1) Pewarisan tanpa wasiat
Menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal, maka hak
tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya.
2) Pemindahan hak
Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi
karena peristiwa hukum dengan meninggaknya pemegang hak, dalam perbuatan hukum
pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain.
bentuk pemindahan haknya dapat berupa :
a. Pewarisan dari ayah atau ibu kepada anak atau dari kakek-nenek kepada cucu atau dari adik
kepada kakak atau sebaliknya kakak kepada adiknya dan lain sebagainya.
b. Hibah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain.
c. Jual beli yaitu tanah tersebut dijual kepada pihak lain. Acara jual beli banyak tergantung
dari status subyek yang ingin menguasai tanah dan status tanah yang tersedia misalnya
apabila yang memerlukan tanah suatu Badan Hukum Indonsia sedangkan tanah yang
tersedia berstatus Hak Milik maka secara acara Jual Beli tidak bisa di laksanakan karena
akan mengakibatkan jual belinya batal demi hukum, karena Badan Hukum Indonesia
tidak dapat menguasai tanah Hak Milik. Namun kenyataannya dalam praktek cara peralihan
hak dengan jual beli adalah yang paling banyak ditempuh
d. Tukar menukar anatar bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang lain, dalam tukar
menukar ini bisa ada unsur uang dengan suatu pembayaran yang merupakan kompensasi
kelebihan atas nilai/ harga tanah yang satu dengan yang lainnya, bisa juga tanpa ada unsur
uang karena nilai tanah yang satu dengan yang lainnya sama.
e. Pembagian hak bersama bisa terjadi karena hak yang ada terdaftar atas nama bebertapa
nama sehingga untuk lebih memperoleh kepastian hukum para pihak melakukan pembagian
atas bidang tanah yang mereka miliki bersama-sama.
f. Pemasukan dalam perseroan yang menyebabkan hak atas tanahnya berubah menjadi atas
nama perseroan dimana seseorang tersebut menyerahkan tanahnya sebagai setoran modal
dalam perseroan tersebut.
g. Pelepasan hak, dilakukan karena calon pemegang hak yang akan menerima peralihan hak
atas tanah tersebut adalah bukan orang atau pihak yang merupakan subjek hukum yang
dapat menerima peralihan hak atas tanah yang akan dialihkan tersebut, sebagai contoh tanah
yang akan dilalihkan kepada suatu Badan Hukum Indonesia adalah tanah dengan status hak
milik, ini tidak bisa dilakukan karena Badan Hukum Indonesia bukanlah Subjek hukum
yang dapat menerima peralihan hak atas tanah dengan status hak milik.
h. Lelang, umumnya dilakukan jika tanah yang akan dialihkan tersebut susah untuk
menemukan calon pembeli atau tanah tersebut merupakan jaminan pada bank yang sudah di
eksekusi lalu mau dijual.
i. Peralihan karena penggabungan atau peleburan perseroan yang menyebabkan ikut
beralihnya hak atas tanah yang merupakan asset perseroan yang diambil alih tersebut.
Jual-Beli, tukar Menukar, Hibah dan Pemasukan dalam perusahaan, demikian juga
pelkasanaan hibah wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT, yang bertugas
membuat akatanya. dengan demikian perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan PPAT
dipenuhi. Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya
pemindahan haknya didaftarkan pada kantor pertanahan setempat letak tanah tersebut
berada, dengan tujuan :
- Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang
terdaftar haknya, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan.
- Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah tertentu dan Satuan Rumah Susun yang
terdaftar.
- Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
3.3 Jangka Waktu Proses Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan InMenAg No.2
tahun 1999
Sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah di Indinesia Para Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia harus menyelesaikan setiap permohonan pendaftaran
peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-
dokumen sebagaimana dipersyaratakan dalam waktu 2 minggu setelah tanggal penerimaan
permohonan tersebut. Menyelesaikan semua tunggakan permohonan peralihan hak atas tanah
yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan
dalam waktu 3 bulan setelah tanggal instruksi ini

3.4 Hapusnya Peralihan Hak Atas Tanah


Peralihan Hak Atas Tanah dapat hapus dikarenakan sebagai berikut ;
a. Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan sebagaimana ditetapkan dalam sertifikat
haknya menjadi hapus.
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang karena; Tidak dipenuhinya oleh pemegang hak
yang bersangkutan kewajiban-kewajiban tertentu atau dilanggarnya suatu larangan, tidak
dipenuhinya syarat-syarat atas kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian-
perjanjian pemberian pemegang hak dan putusan pengadilan
c. Makalah Hak TanggunganBila subyek hak tidak lagi memenuhi syarat atau tidak
dipenuhinya suatu kewajiban dalam waktu satu tahun pemindahan/peralihan hak mi8lik atas
tanah tidak dilepaskan atau tidak dialihkan maka hapus karena hukum.
d. Dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang haknya.
e. Pencabutan haknya
f. Tanah yang bersangkutan musnah, karena proses alamiah ataupun bencana alam.
g. Tanahnya diterlantarkan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu
hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang
telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak
tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT.
Janji-janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT.
Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji
tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkna
pada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat
pada pihak ketiga.
Peralihan hak atas tanah atau pemindahan hak tanah , sebagaimana yang dikutip oleh Erene
Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau
beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau
perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan
hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Peralihan hak atas tanah bisa terjadi
karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak.
DAFTAR PUSTAKA

A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju) 1990
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria, Pertanahn Indonesia, Jilid 2, (Jakarta, Prestasi Pustaka), 2004
Bahtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung : Alumni),
2005
CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi
Agraria, (Jakarta, Ghalia Indonesia) 1985
Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan,
(Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Properti Prakti,(Yogyakarta: Best Publisher),
Cet I, 2009
Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008
Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005

Anda mungkin juga menyukai