Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jasa Konstruksi

2.1.1 Pengertian Jasa Konstruksi

Menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang


dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan /
atau pekerjaan konstruksi. Konsultansi konstruksi adalah layanan keseluruhan
atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan,
pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
Sedagkan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang
meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan
pembangunan kembali suatu bangunan. Badan Usaha Jasa Konstruksi harus
mendapat izin yang disebut Izin Usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa
Konstruksi.

2.1.2 Asas dan Tujuan Jasa Konstruksi

Berdasarkan pasal 2 pada bab II Undang-undang No. 2 Tahun 2017


tentang Jasa Konstruksi, penyelenggaraan jasa konstruksi berlandaskan pada asas:

a. Kejujuran dan keadilan;


b. Manfaat;
c. Kesetaraan;
d. Keserasian;
e. Keseimbangan;
f. Profesionalitas;
g. Kemandirian;
h. Keterbukaan;
i. Kemitraan;
j. Keamanan dan keselamatan;
k. Kebebasan
l. Pembangunan berkelanjutan; dan
m. Wawasan lingkungan.
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk :
a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan
hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas;
b. Mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa
Konstruksi;
d. Menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan
publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
e. Menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
f. Menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.

2.1.3 Jenis Usaha Jasa Konstruksi

Menurut UU No. 2 Tahun 2017 Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:

a. Usaha jasa Konsultansi Konstruksi;


b. Usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
c. Usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.

2.1.4. Kualifikasi Jasa Konstruksi

Berdasarkan pasal 19 UU No. 2 Tahun 2017, Usaha Jasa Konstruksi


berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum. Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana
yang dimaksud terdiri atas kecil, menengah, dan besar. Penetapan kualifikasi
usaha dilaksanakan melalui penilaian terhadap penjualan tahunan, kemampuan
keuangan, ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan kemampuan dalam
penyediaan peralatan konstruksi. Kualifikasi usaha menentukan batasan
kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha jasa konstruksi diatur dalam
Peraturan Menteri.
Menurut Nyoman Koriawan (2009), Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
didasarkan pada tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan usahanya yang
ditinjau dari :
1. Aspek Penanggung Jawab Badan Usaha atau Prinsipal (PJBUP), yaitu
Direktur Utama atau anggota Direksi atau Pimpinan Badan Usaha untuk
kantor pusat dan Kepala Cabang / perwakilan untuk kantor cabang /
perwakilan yang bertanggung jawab atas berjalannya operasional Badan
Usaha.

2. Pemilikan Tenaga Inti sebagai Penanggung jawab Teknik Badan Usaha


(PJTBU), yaitu tenaga ahli/terampil inti yang diangkat oleh Pimpinan Badan
Usaha untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan seluruh pekerjaan
teknik yang dilakukan oleh Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan usaha
yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan
Penanggung jawab Bidang / Sub Bidang (PJSB), yaitu tenaga ahli / terampil
inti yang memiliki sertifikat tenaga ahli / terampil dari asosiasi
profesi/institusi pendidikan dan pelatihan dan diangkat oleh Pimpinan Badan
Usaha untuk bertanggung jawab atas penyelenggaran pekerjaan teknik di
Bidang / Subbidang Pekerjaan Konstruksi dan untuk memenuhi persyaratan
usaha yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional.

3. Tenaga teknik pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan, adalah tenaga


ahli inti yang terdiri atas tenaga ahli dan atau tenaga terampil di bidang
teknik yang harus ada pada suatu badan usaha untuk memenuhi
persyaratan klasifikasi dan kualifikasi pada bidang dan sub bidang
pekerjaan konstruksi yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional.

Berdasarkan tiga aspek tersebut, maka Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanan


Konstruksi Nasional terdiri atas :

1. Badan Usaha Kualifikasi Kecil, yang memenuhi persyaratan memiliki seorang


penanggung jawab teknik badan usaha yang dapat merangkap sebagai
penanggung jawab Bidang atau merangkap sebagai tenaga teknik pendukung,
diberi :
a. Kualifikasi K3, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan
pekerjaan konstruksi sampai nilai Rp. 100 juta;
b. Kualifikasi K2, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan
pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 100 juta sampai dengan nilai
Rp. 400 juta;
c. Kualifikasi K1, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan
pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 400 juta sampai dengan nilai
Rp.1 Milyar.
2. Badan Usaha Kualifikasi Menengah, memenuhi persyaratan memiliki
seorang penanggung jawab teknik badan usaha dan penanggung jawab
bidang untuk setiap bidang pekerjaan ditambah sejumlah tenaga ahli inti
sebagai tenaga teknik pendukung, diberi :
a. Kualifikasi M2, bagi yang mempunyai kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan kosntruksi lebih dari nilai Rp. 1 Milyar sampai dengan Rp. 3
Milyar;
b. Kualifikasi M1, bagi yang mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 3 Milyar sampai
dengan nilai Rp. 10 Milyar.
3. Badan Usaha Kualifikasi Besar, yang memenuhi persyaratan memiliki seorang
penggung jawab teknik badan usaha dan seorang penaggung jawab
bidang/sub bidang masing-masing untuk setiap bidang/sub bidang sesuai
bidang/sub bidang pekerjaan dalam kualifikasinya, sejumlah tenaga ahli
inti sebagai tenaga teknik pendukung sesuai dengan jumlah yang ditetapkan
dalam persyaratan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha jasa pelaksana
konstruksi, diberi kualifikasi B, bagi yang mempunyai kompetensi
melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 10 milyar.

Menurut Nyoman Koriawan (2009), kualifikasi merupakan penggolongan


usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman / kompetensi dan
kemampuan usaha yang dijalankan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :

1. Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia merupakan kualifikasi usaha berdasarkan potensi
kemampuan tenaga kerja sebagai keunggulan kompetitif dalam melakukan
pengelolaan usaha. Sumber daya manusia yang digunakan harus memiliki
kualifikasi dan klasifikasi yang sesuai seperti pendidikan, keterampilan kerja,
keahlian kerja serta pengalaman kerja.
2. Kekayaan Bersih
Kekayaan bersih merupakan kemampuan modal keuangan yang digunakan
untuk membiayai pengelolaan perusahaan dan pelaksanaan pekerjaan, juga dapat
digunakan sebagai penilaian atas kemampuan badan usaha dalam menetapkan
kualifikasi perusahaan.

3. Kemampuan Menangani Paket Pekerjaan


Kemampuan menangani paket pekerjaan merupakan batasan kompetensi
perusahaan berdasarkan pengalaman yang dimiliki dalam menangani paket
pekerjaan kurun waktu tujuh tahun terakhir. Pengalaman tersebut dapat juga
dilihat dari nilai minimum kumulatif pekerjaan yang diselesaikan dan jumlah
paket pekerjaan yang dapat ditangani pada grade sebelumnya selama kurun waktu
tujuh tahun terakhir.

2.1.5. Sertifikat Badan Usaha


Berdasarkan pasal 30 UU No. 2 Tahun 2017, setiap badan usaha yang
mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha. Sertifikat
Badan Usaha diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.
Sertifikat Badan Usaha sedikit memuat jenis usaha, sifat usaha, klasifikasi
usaha, dan kualifikasi usaha. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan
Usaha, badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri
melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha
terakreditasi. Akreditasi diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang
memenuhi persyaratan jumlah dan sebaran anggota, pemberdayaan kepada
anggota, pemilihan pengurus secara demokratis, sarana dan prasarana di tingkat
pusat dan daerah, dan pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan. Setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi
wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri. Ketentuan lebih
lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha dan akreditasi asosiasi badan
usaha diatur dalam Peraturan Menteri.

2.1.6. Kontrak Kerja Konstruksi


Menurut pasal 46 - pasal 47 UU No. 2 Tahun 2017, pengaturan hubungan
kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam Kontrak
Kerja Konstruksi. Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan
kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai :
a. Para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
b. Rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup
kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu
pelaksanaan;
c. Masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. Hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk
memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi
ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh
informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa
Konstruksi;
e. Penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
f. Cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa
dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di
dalamnya jaminan atas pembayaran;
g. Wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. Penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara
penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. Pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang
pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat
dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. Keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di
luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian
bagi salah satu pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia
Jasa dan / atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
l. Perlindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak
dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. Pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat
kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan
kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. Aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan
ketentuan tentang lingkungan;
o. Jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak
lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan
Bangunan; dan
p. Pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
Selain ketentuan yang dimaksud, Kontrak Kerja Konstruksi dapat memuat
kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.
2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi
kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil
kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung.
Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari
pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang telah disusun.
Mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan
konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Wibowo, 2007, dalam Nyoman
Koriawan, 2011). Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun.
Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan.
Menurut Gibson, dkk (1990) dalam Nyoman Koriawan (2011) kinerja
merupakan suatu keberhasilan mencapai suatu tujuan. Kinerja organisasi
merefleksikan suatu pencapaian dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan organisasi,
baik yang diukur dari visi, misi, tujuan dan target sasaran. Pencapaian ini tidak
terlepas dari individu-individu yang bekerja dalam organisasi tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepuasan kerja individu akan
mempengaruhi kinerja. Namun ada juga yang berpendapat sebaliknya bahwa
kinerja justru mempengaruhi kepuasan karyawan dalam organisasi. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan suatu proses kegiatan
dalam organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi, serta
menunjukkan hasil yang telah dicapai dalam upaya tersebut.

2.2.2. Pengukuran Kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah


selama pelaksanaan pekerjaan terhadap penyimpangan dari rencana yang telah
ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang
ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan
(Nyoman Koriawan, 2011).
Sedarmayanti (2007) dalam Nyoman Koriawan (2011) menguraikan
bahwa terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi
biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut:
1. Aspek Finansial
Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat
dianalogika sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial
merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.
2. Kepuasan Pelanggan
Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang
berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberikan pelayanan
berkualitas prima.
3. Operasi bisnis internal
Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa
seluruh kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi seperti yang tercantum dalam rencana startegis.
4. Kepuasan karyawan
Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam
organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat
nyata.
5. Kepuasan komunitas dan shareholders / stakeholders
Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang
menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari
pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasikan kepuasan dari
stakeholders.
6. Waktu
Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain
pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak
relevan/kadaluarsa.
2.2.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Wibowo (2007) dalam Nyoman Koriawan (2011) mengemukakan tentang


faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, sebagai berikut :

1. Personal factor ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang


dimiliki, motivasi, dan komitmen individu;
2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader;
3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan
sekerja;
4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi;
5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan
dan perubahan lingkungan internal dan eksternal;
Mahmudi (2005) dalam Nyoman Koriawan (2011) menyebutkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1. Faktor personal/individu, meliputi : pengetahuan, keterampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan
dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan
team leader;
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader;
3. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur dalam organisasi;
4. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.
Menurut Nyoman Koriawan (2011) Ada beberapa komponen pokok yang
dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan yaitu :
1. Keuangan (Money)
Keuangan berkaitan dengan adanya dukungan modal dalam suatu
perusahaan yang berguna untuk memperlancar program peningkatan
kinerja. Keuangan dalam suatu perusahaan adalah modal yaitu dana yang
disiapkan untuk pendanaan jangka panjang, yang difungsikan untuk
membiayai seluruh aktivitas dan kebutuhan perusahaan dalam melakukan
suatu pekerjaan dan dalam pengelolaan proses manajemen perusahaan.
Sumber pendanaan bagi suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Modal sendiri (equity capital), diperoleh melalui penerbitan saham
baru atau menahan laba dalam kurun waktu tertentu;
b. Modal dari luar, berupa hutang baik jangka pendek maupun jangka
panjang;
2. Tenaga Kerja (Man Power)
Kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang
ada dalam suatu perusahaan, dengan menilai kemampuan, motivasi, kreatif
dan mampu mengembangkan inovasi. Syafarudin Alwi (2001)
menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang
kompetitif sebagai suatu. keunggulan daya saing yang difungsikan untuk
mampu mengantisipasi perubahan dan melakukan pengelolaan terhadap
perubahan secara cepat sehingga sumber daya manusia pada manajemen
organisasi dapat menentukan tingkat keberhasilan dalam persaingan atau
sering disebut dengan keunggulan kompetitif.
3. Peralatan dan mesin-mesin (M achines)
Peralatan merupakan modal lain yang harus dimiliki oleh perusahaan
sebagai peningkatan kualitas dan profesionalisme perusahaan yang
mengedepankan teknologi sebagai sumbernya untuk mampu
meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan, disamping menunjukkan
kemampuan kualitas serta tingkat profesionalisme perusahaan yang dimiliki.
Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2004), menjelaskan bahwa selain sumber daya
manusia, perusahaan harus mampu memiliki object embodied technology
(technopower) yang mengacu pada teknologi peralatan, perkakas, fasilitas
fisik dan lain-lain sebagai penunjang kegiatan operasional. Disamping itu
kesiapan peralatan yang dimiliki akan menunjukkan faktor finansial
perusahaan dan menunjang proses pelaksanaan proyek. Fandy Tjiptono
(2003) berpendapat bahwa, teknologi
berupa peralatan-peralatan yang dimiliki oleh perusahaan akan
menunjukkan tingginya kemampuan sumber daya manusia yang dipakai
untuk mengoperasikan peralatan tersebut. penunjang kinerja merupakan
penjelmaan secara fisik dari pengetahuan, dimana teknologi dirancang
dengan baik guna memperluas kemampuan manusia untuk meningkatkan
daya saing. Produktifitas dan kualitas perusahaan sebagian besar dipacu
melalui proses adopsi teknologi yang memberikan dampak positif menuju
era globalisasi. Semakin besar dan semakin canggihnya kemampuan
teknologi.
4. Material (Materials)
Material merupakan salah satu bagian dari sumber daya perusahaan, yang
ketersediaannya dibutuhkan untuk membantu proses pelaksanaan
pekerjaan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan perencanaan.
Menurut Asiyanto (2004), kebutuhan material sangat tergantung dari
program kerja yang telah disusun perusahaan, keberhasilan suatu hasil
pekerjaan dan kualitasnya akan ditentukan oleh ketersediaan material atau
stok material perusahaan yang digunakan untuk mendukung dalam proses
penyelesaian suatu pekerjaan.
5. Pasar (Market)
Pasar dalam suatu dunia usaha berfungsi untuk menghubungkan
manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui
sebuah informasi, yang selanjutnya informasi tersebut akan digunakan untuk
mengidentifikasi kesempatan dan permasalahan yang berkaitan dengan
pasar dan nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan-
keputusan yang akan diambil. Selain itu menurut Fandy Tjiptono
(2004), pasar secara umum mengandung pengertian bahwa pasar adalah
permintaan yang dibuat oleh sekelompok pembeli potensial atau individu
terhadap barang atau jasa. Keadaan pasar atau tingkat permintaan pasar
dalam suatu usaha bisnis akan memberikan peluang yang besar dalam
pengembangan usaha, integritas usaha, serta memberikan kesempatan untuk
meningkatkan kualitas daya saing perusahaan terhadap produk atau jasa
yang mempunyai sumber daya untuk dipasarkan.
6. Metode (Methods)
Metode sangat berkaitan dengan bagaimana cara mencapai hasil kerja
yang maksimal dalam suatu perusahaan, dengan melakukan pengelolaan
terhadap sumber daya yang ada untuk mendukung peningkatan kinerja
perusahaan. Menurut Iman Suharto (1995), dalam suatu organisasi atau
perusahaan dibutuhkan suatu aspek perencanaan dan pengendalian sumber
daya untuk memudahkan dalam proses dan pengoperasian sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai secara efektif dan lebih mudah. Untuk
memudahkan perencanaan dan pengelolaan sumber daya perusahaan
dibutuhkan suatu sistem yang berbasis teknologi yaitu Sistem Informasi
Manajemen (SIM), terdiri dari perangkat keras dan lunak, yang digunakan
untuk mendukung operasi unit fungsional dalam struktur perusahaan. Sistem
ini merupakan kombinasi personil, kebijakan, prosedur dan sistem (manual
atau komputer) yang membantu terlaksananya kegiatan, pengendalian dan
kinerja perusahan. Pada sistem penilaian kinerja tradisional, kinerja hanya
dikaitkan dengan faktor personal, namun dalam kenyataannya, kinerja sering
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem,
situasi kepemimpinan, atau tim. Proses penilaian kinerja individual
tersebut harus diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektivitas
manajernya. Hal itu karena yang dilakukan ndividu merupakan refleksi
perilaku anggota grup dan pimpinan.

2.2.4. Indikator Kinerja

Menurut Sedarmayanti (2007) dalam Nyoman Koriawan (2011) indikator


kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator harus
merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar
untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai.

Nyoman Koriawan (2011) menjelaskan bahwa ada tujuh indikator kinerja


sebagai berikut :
1. Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di
masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan ke arah
mana kinerja harus dilakukan.
2. Standar
Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat
dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai.
3. Umpan Balik
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur
kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan
balik, dilakukan terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan
perbaikan kinerja.
4. Alat atau sarana
Merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu
menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor
penunjang untuk pencapaian tujuan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan
pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan
sesuatu.
7. Peluang
Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi
kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan
kemampuan untuk memenuhi syarat.

2.3 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data bisa didapatkan
dengan metode berikut :
1. Teknik Wawancara, menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231)
wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu.
2. Teknik Pengamatan / Observasi, Sutrisno Hadi dalam Sugiyono
(2013:145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan
dan ingatan.
3. Teknik Dokumentasi, Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang.
4. Kuisioner, Menurut Sugiyono (2013), kuisioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti
tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipakai adalah metode
pengumpulan data dengan melakukan interview (wawancara) dan metode
pengumpulan data dengan kuisioner (angket).

2.3.1 Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan
beberapa pertanyaan yang dianggap penting langsung dari sumbernya dalam
menunjang penyusunan penelitian ini. Wawancara ini digunakan untuk
mengetahui hal - hal yang berkaitan dengan responden secara lebih terperinci.
Dalam melakukan wawancara terhadap responden atau yang mewakili,
hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki pengalaman di bidang konstruksi;

b. Memilki pengetahuan dan pendidikan yang menunjang;


c. Memiliki reputasi yang baik.

2.3.2 Kuisioner
Angket atau kuisioner merupakan sejumlah pertanyaan atau pernyataan
tertulis tentang data faktual atau opini yang berkaitan dengan diri responden,
yang dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan perlu dijawab oleh
responden (Suroyo anwar, 2009). Menurut Komala Sari (2011), angket juga dikenal
dengan sebuah kuisioner, alat ini secara besar terdiri dari tiga bagian yaitu
: judul angket, pengantar yang berisi tujuan, atau petunjuk pengisian angket, dan
item - item pertanyaan yang berisi opini atau pendapat dan fakta.
Dewa Ketut Sukardi (1983) menjelaskan Kuisioner atau angket merupakan
teknik pengumpulan data yang tidak memerlukan kedatangan langsung dari
sumber data. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan Angket merupakan salah
satu alat pengumpul data dalam asesmen nontes, yang berupa serangkaian
pertanyaan atau pernyataan yang diajukan pada responden (peserta didik, orang
tua atau masyarakat). Angket dikenal dengan sebutan kuesioner. Alat asesmen ini
secara garis besar terdiri dari tiga bagian yakni :
1. Judul angket;
2. Pengantar yang berisi tujuan atau cara pengisian angket;
3. Item item pertanyaan, bisa juga opini atau pendapat , dan fakta.

2.3.2.1 Manfaat Kuisioner


Menurut Suharsimi Arikunto (2006), manfaat menggunakan kuisioner
antara lain :
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti;
2. Dapat diberikan secara serempak kepada banyak responden;
3. Dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing dan menurut
waktu senggang responden;
4. Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu-
malu menjawab.

2.3.2.2 Jenis –jenis Kuisioner


Kuisioner menurut Suharsimi Arikunto, dapat dibedakan menjadi :
1. Angket terbuka yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan
keadaannya. Angket terbuka dipergunakan apabila peneliti belum dapat
memperkirakan atau menduga kemungkinan alternatif jawaban yang ada
pada responden;
2. Angket tertutup yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden tinggal memberikan tanda centang (V) pada kolom
atau tempat yang sesuai;
3. Angket campuran yaitu gabungan antara angket terbuka dengan angket
tertutup.

2.4 Skala Pengukuran Likert


Skala likert digunakan untuk mengukur sikap responden dalam
memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau masalah yang diberikan dalam
suatu penelitian. Skala likert menurut Djaali (2008) ialah skala yang dapat
dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena. Sewaktu menanggapi
pertanyaan dalam skala likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka
terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia.
Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan tingkatan seperti sangat tidak
setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju.
Setelah mengidentifikasi faktor-faktor kinerja manajemen proyek kontraktor
besar bangunan gedung di kota Magelang, kemudian faktor-faktor tersebut
dijadikan sebagai dasar untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
skala likert mempunyai gradasi dari sangatpositif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa pernyataan sangat penting (sp), penting (p), cukup
penting (cp), tidak penting (tp), sangat tidak penting (stp). Prosedur dalam
membuat skala likert adalah sebagai berikut :
1. Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti baik item yang disukai ataupun tidak
disukai;
2. Kemudian item-item itu dicoba melalui pilot survey kepada responden
yang cukup representatif untuk mewakili populasi yang akan diteliti;
3. Responden diminta memberikan penilaian terhadap item-item pengukuran
yang ditanyakan, penilaian terdiri dari beberapa pilihan mulai dari sangat
tidak menyukai sampai dengan sangat menyukai dengan skala nilai angka
1 -5 sehingga dapat dilihat konsistensi dari arah sikap yang diperlihatkan;
4. Menghitung total skor dari penjumlahan skor masing-masing item dari
individu tersebut;
5. Menganalisis item - item penilaian dari responden apakah masuk dalam
skor tinggi atau rendah, atau kemunginan mengeliminasi untuk
mempertahankan konsistensi internal dari pertanyaan.

2.5 Kepuasan Pelanggan

Telah disebutkan di atas bahwa salah satu pengukuran kinerja perusahaan


konstruksi atau kontraktor ialah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan berarti
mencerminkan kualitas dari kinerja yang diberikan oleh perusahaan. Produk jasa
berkualitas rnempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan
(Riqi Radian, 2013), dengan demikian semakin berkualitas kinerja pelayanan dan
produk yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang dirasakan
pelanggan dan tentunya dapat juga menimbulkan keuntungan bagi penyedia jasa,
karena diharapkan dengan tercapainya tingkat kepuasan akan timbul pembelian
kembali (repeat order) dari pelanggan yang memilih untuk tidak pindah pada
penyedia jasa yang lain. Berikut beberapa definisi mengenai kepuasan pelanggan
yang di kutip dari berbagai narasumber seperti pada table berikut :
Tabel 2.1 Tabel Definisi Kepuasan Pelanggan

Sumber Definisi Kepuasan Pelanggan


Oliver ( 1997) The consumer's fulfillment response",
yaitu penilaian yang diberikan
konsumen terhadap produk atau jasa
yang mereka dapatkan, termasuk
tingkat under- dan
over-fulfillment.
Halstead,Hartman & Schmidt (1994) Respon afektif yang sifamya
transaction-specific dan dihasilkan dari
hasil perbandingan antara kinerja
produk dengan beberapa standar pra
pembelian dari konsumen.
Fomell (1992) Evaluasi setelah pembelian secara
keseluruhan.
West b r o o k &Oliver Penilaian setelah memilih produk yang
(1991) menyangkut seleksi pembelian spesifik.

Oliver & Swan (1989) Fungsi dari fairness, preferensi,dan


diskonfirmasi.
Tse & Wilton (1988) Respon konsumen pada evaluasi
persepsinya terhadap perbedaan antara
ekspektasi awal dan kinerja aktual
produk sebagaimana dipersepsikan
setelah konsumsi produk tersebut.
Cadotte, Woodruff Kepuasan dikonseptualisasikan sebagai
& Jenkins (1987) perasaan yang timbul setelah
mengevaluasi pengalaman pemakaian
produk.

Pelanggan konstruksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


pengguna jasa kontraktor pada beberapa proyek di kota Magelang dalam hal ini
yaitu Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Magelang. Dalam
penelitian ini, pengguna jasa konstruksi tersebut dapat diwakilkan kepada
manajemen konstruksi
/ konsultan pengawas / tim teknis ataupun perwakilan pemilik proyek yang lain
setingkat manajerial dan teknis yang berkompeten.
Ada beberapa aspek kinerja yang akan diteliti dalam penelitian ini. Setiap
aspek tersebut akan dinilai tingkat kinerja dan kepentinganya kepada responden
yaitu pengguna jasa melalui pertanyaan dengan metode kuisioner dan wawancara
untuk dapat dianalisa lebih lanjut. Terdapat beberapa aspek dalam pengukuran
kinerja perusahaan yang selanjutnya dijadikan variabel dalam penelitian ini,
seperti yang disebutkan Riqi Radian (2013) yaitu :

Tabel 2.2 Indikator Kinerja dan Variabel Pengukuran

No Indikator Kinerja Variabel Pengukuran


A Product
1 Performance Pemenuhan Terhadap Fungsi Pekerjaan
2 Conformance Lingkup pekerjaan sesuai dokumen
kontrak
Kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi
teknis
3 Aesthetics Kerapian (Estetika) hasil akhir pekerjaan
B Service
1 Time Rencana Pekerjaan (penjadwalan) yang
realistis
2 Timeliness Ketepatan waktu penyelesaian proyek
3 Completeness Lingkup pekerjaan sesuai dokumen
kontrak
4 Consistency Rutin dan tertib dalam administrasi
5 Accessability & Kemudahan pelayanan yang diberikan
Convinience (kooperatif)
Penanganan masalah /Gangguan (biaya,
mutu, waktu, konflik, dsb) pada pekerjaan
6 Accuracy Kualitas bangunan sesuai spesifikasi
teknis
Ketepatan waktu penyelesaian proyek
Shop drawing diajukan sebelum
pelaksanaan konstruksi
Kesesuaian laporan proyek
Ketepatan dalam memilih supplier dan
subkontraktor
7 Responsiveness Kecepatan menangani masalah (biaya,
mutu, waktu, konflik, dsb) yang terjadi di
lapangan
Kecepatan dalam merespon permintaan
pemilik proyek
8 Reliability Sistem keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) selama konstruksi
9 Communication Kemampuan manajer proyek dalam
berkomunikasi baik secara verbal maupun
tulisan
Menginformasikan risiko yang mungkin
dapat terjadi selama konstruksi
Komunikasi yang terintegrasi antara
kontraktor, subkontraktor dan supplier.
10 Security Penanganan keamanan/sosialisasi di
lingkungan proyek
11 Competence Minimnya pengerjaan ulang
(repair/rework) selama pelaksanaan
proyek
Struktur organisasi pengelola proyek yang
lengkap
Sumber daya manusia yang berkompeten/
berkualitas
Memperhatikan masalah lingkungan
dalam proses konstruksi
Ketepatan metode kerja konstruksi yang
digunakan
12 Tangibles Kebersihan di lapangan selama masa
konstruksi
13 Assurance Pengawasan dan pengendalian proyek
dilakukan secara teratur/ terjadwal
Sistem manajemen mutu selama masa
konstruksi

1. Performance
Performance adalah tentang melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai
dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
telah disusun. Mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. (Wibowo, 2007,
dalam Nyoman Koriawan, 2011).
2. Conformance
Dalam ISO 8402 dan SNI (Standar Nasional Indonesia), kualitas adalah
keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya
dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun
tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum
dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih
dahulu. Menurut Feigenbaum, kualitas adalah keseluruhan karakteristik
produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacutre dan
maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
3. Aesthetics
Bruce Allshop pada tahun 1997 mendefinisikan bahwa estetika adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari proses proses penikmatan dan aturan
aturan dalam menciptakan rasa kenyamanan. Dari definisi yang
dikemukakan oleh Bruce Allsopp (1977) dalam mengartikan tentang kata
estetika adalah sebuah ilmu pengetahuan, Alshopp juga menjelaskan
bahwa estetika merupakan suatu kegiatan edukasi atau pembelajaran
mengenai proses dan aturan tentang penciptaan sebuah karya yang
nantinya akan menimbulkan perasaan nyaman bagi yang melihat dan
merasakanya.
4. Time
Pengertian manajemen waktu menurut Haynes adalah suatu proses pribadi
dengan memanfaatkan analisis dan perencanaan dalam menggunakan
waktu untuk meningkatkan manfaat dan efisiensi. Menurut Forsyth,
manajemen waktu adalah cara bagaimana membuat waktu menjadi
terkendali sehingga menjamin terciptanya sebuah efektifitas dan efisiensi
juga produktifitas.
5. Timeliness
Timeliness merupakan di mana kegiatan tersebut dapat diselesaikan, atau
suatu hasil produksi dapat dicapai, pada permulaan waktu yang ditetapkan
bersamaan koordinasi dengan hasil produk yang lain dan memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain. (Bernardin & Russel,
2003).
6. Completeness
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian jasa konstruksi
yaitu suatu perjanjian antara seseorang yaitu pihak yang memborongkan
pekerjaan dengan seseorang yang lain sebagai pihak pemborong
pekerjaan, dimana pihak pertama menghendaki suatu hasil yang
disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran sejumlah uang sebagai
harga jasa konstruksi. Hal yang terpenting bukanlah cara pemborong
mengerjakan pekerjaan tersebut melainkan hasil yang akan diserahkan
dalam keadaan baik dalam suatu jangka waktu yang telah diterapkan
dalam perjanjian. Menurut Black’s Law Dictionary yang dikutip dari buku
karya Salim H.S. pengertian kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang
memuat perencanaan dan spesifikasi untuk suatu konstruksi sebagai
bagian dari perjanjian tersebut dan pada umumnya kontrak tersebut untuk
melindungi subkontraktor dan para pihak pemilik bangunan.
7. Consistency
Consistency adalah fokus pada suatu bidang yang mana kita tidak akan
berpindah menuju bidang lain sebelum pondasi bidan pertama benar –
benar kuat. (Reza M Syarif, 2005). Seringkali dalam mengerjakan suatu
proyek dituntut harus bertindak konsisten. Konsistensi diangkat sebagai
salah satu kunci keberhasilan. Dalam penelitian ini variabel pengukuran dari
konsisten yaitu tetap produktif bekerja serta rutin dan tertib dalam
administrasi.
8. Accessability & Convinience
Accessability merupakan suatu ukuran kenyamanan. Dalam penelitian ini
adalah memberikan kemudahan pelayanan serta menangani masalah
(biaya, waktu, mutu, konflik, dsb) pada pekerjaan dengan baik.
9. Accuracy
Accuracy mengacu pada level kesepakatan antara pengukuran aktual dan
pengukuran absolut. Variabel pengukurannya dalam penelitian ini adalah
kesesuaian laporan proyek, kualitas bangunan sesuai spesifikasi teknis,
ketepatan waktu penyelesaian proyek, dan shop drawing diajukan sebelum
pelaksanaan konstruksi serta ketepatan dalam memilih supplier dan
subkontraktor.
10. Responsiveness
Dalam penelitian ini variabel pengukuran dari responsif yang dimaksud
adalah kecepatan menangani masalah (biaya, mutu, waktu, konflik, dsb)
yang terjadi di lapangan serta kecepatan dalam merespon permintaan
pemilik proyek.
11. Reliability
Reliability digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah
pengukuran yang digunakan dapat tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang.
12. Communication
Atep Aditya Barata mendefinisikan komunikasi sebagai proses pengiriman
dan penerimaan pesan, berita, atau informasi yang terjadi diantara dua orang
atau lebih. Proses ini dilakukan secara efektif agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami oleh penerimanya. Variabel pengukuranya
dalam penelitian ini adalah kemampuan manajer proyek dalam
berkomunikasi baik secara verbal maupun tulisan, menginformasikan
risiko yang mungkin dapat terjadi selama konstruksi dan komunikasi yang
terintegrasi antara kontraktor, subkontraktor dan supplier.

13. Security
Security adalah penanganan keamanan / sosialisasi di lingkungan proyek.
14. Competence
Menurut Suparno (2012:27) competence adalah kecakapan yang memadai
untuk melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki keterampilan dan
kecakapan yang diisyratkan.
15. Tangibles
Adalah kebersihan di lapangan selama masa konstruksi.
16. Assurance
Variabel pengukuran dari assurance adalah pengawasan dan pengendalian
proyek dilakukan secara teratur / terjadwal dan sistem manajemen mutu
selama masa konstruksi.

2.6 Pengujian Validitas dan Realibilitas

Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam


mengukur apa yang ingin dukur (Duwi, 2011). Setelah data kuisioner diolah
denganmenggunakan skala Likert, maka akan didapat skor tiap item pertanyaan.
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item
total (skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor
item dengan skor total item. Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu
koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item
dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Dalam
penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan, biasanya
dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya
suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total.

Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur,


apakah pengukuran yang digunakan dapat tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang. Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan
metode Alpha Cronbach’s.
Untuk uji validitas, pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf
signifikansi 0,05.

Anda mungkin juga menyukai