Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN BAHASA, PIKIRAN DAN BUDAYA

A. Teori-teori tentang hubungan bahasa, pikiran, dan budaya.

Berbahasa, dalam arti komunikasi, dimulai dengan membuat enckode


semantik dan encode gramatikal di dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan
membuat encode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan dekode
fonologi, dekode gramatikal, dan dekode semmantik pada pihak pendengar yang
terjadi di dalam otaknya. Dengan kata lain, berbahasa adalah menyampaikan
pikiran atau perasaan dari orang-orang yang berbicara mengenai masalah yang
dihadapi dalam kehidupan budayanya. Jadi, kita lihat berbahasa, berpikir, dan
berbudaya adalah tiga hal atau tiga kegiatan yang saling berkaitan dalam
kehidupan manusia.

Disini tidak akan dijawab masalah itu, melainkan hanya akan


dikemukakan pendapat sejumlah pakar. Kemudian dicoba membuat konklusi atau
komentar terhadap teori-teori mengenai masalah tersebut yang telah ada sejak
abad yang silam.

1. Teori Wilhelm Von Humboldt


Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19,
menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada
bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu
masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri.
Maka dengan demikian dia menganut cara berpikir (dan
juga budaya) masyarakat bahasa lain itu.
Mengenai bahasa itu sendiri Von Humboldt berpendapat
bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-piikiran
yang belum terbentuk
Dari keterangan itu bisa disimpulkan bahwa bunyi bahasa
merupakan bentuk-luar, sedangkan pikiran adalah bentuk-dalam.
Bentuk luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk-
dalam bahasa berada di dalam otak. Dengan kata lain, Von
Humboldt berpendapat bahwa stuktur suatu bahasa menyatakan
kehidupan dalam (otak, pemikiran) penutur bahasa itu.

2. Teori Sapir-Whorf
Edward Sapir (1884-1939) linguis Amerika memiliki
pendapat yang hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir
mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “belas
kasih” bahasana yang telah mnejadi alat pengantar dalam
kehidupannya masyarakat. menurut Sapir telah menjadi fakta
bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian “didirikan” di atas
tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu.

Benjamin Lee Whorf (1897-1941), murid Sapir, menolak


pandangan klasik mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang
mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang
berdiri sendiri-sendiri.
Sama halnya dengan Von Humboldt dan Sapir, Whorf juga
menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai
kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri.
Menurut Whorf selanjutnya sistem tata bahasa suatu bahasa
bukan hanya merupakan alat untuk menyuarakan ide-ide, tetapi
juga merupakan pembentuk ide-ide itu, merupakan program
kegiatan mental seseorang, penentu struktur mental seseorang.
Dengan kata lain, tata bahasalah yang menentukan jalan pikiran
seseorang (simanjuntak, 1987)
Sesudah meneliti bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian di
California Amerika Serikat, dengan mendalam, Whorf mengajukan
satu hipotesis yang lazim disebut hipotesis Whorf (atau juga
hipotesis Sapir-Whorf) mengenai relativitas bahasa.
3. Teori Jean Piaget
Berbeda dengan pendapat Sapir-Whorf, Piaget, sarjana
Perancis, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa.
Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada.
Menurut teori pertumbuhan kognisi, kanak-kanak
mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-
tindakan dari perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa.
Tidak-tanduk atau perilaku kanak-kanak itu merupakan manipulasi
dunia pada satu waktu dan tempat tertentu; dan bahasa hanyalah
satu alat yang memberikan kepada anak-anak itu satu kemampuan
untuk berajak lebih jauh dari waktu dan tempat tertentu itu.
Mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan
intelek (pikiran) piaget mengemukakan dua hal penting berikut.
a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tetapi
dalam periode sensomotorik, yakni sistem skema.
b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan da berbentuk
terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan
bahasa.

Piaget juga menegaskan bahwa kegitan intelek (pemikiran)


sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan
dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku
bahasa.

4. Teori L.S. Vygotsky


Vygotsky, sarjana bangsa Rusia, berpendapat bahwa
adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran,
dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya
bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu,
maka terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa
berpikir.
Vygotsky menjelaskan bahwa hubungan antara pikiran dan
bahasa bukanlah merupakan satu benda, melainkan merupakan satu
proses, satu gerak yang terus-menerus dari pikiran ke kata (bahasa)
dan dari kata (bahasa) ke pikiran.
Menurut Vygotsky dalam mengkaji gerak pikiran ini kita
harus megkaji dua bagian ucapan, yaitu dalam yang mempunyai
arti yang merupakan aspek semantik ucapan, dan ucapan luar yang
merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi ucapan. Penyatuan dua
bagian atau aspek ini sangat rumit dan kompleks.
Pikiran dan kata, menurut Vygotsky (1962 : 116) tidak
terpotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya
mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah
menjadi ucapan.

5. Teori Noam Chomsky


Mengenai hubungan bahasa dan pemikiran Noam Chomsky
mengajukan kembali teori klasik yang disebut Hipotesis Nurani
(Chomsky, 1957, 1965, 1968).
Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam
nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu
seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah
dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan
struktur bahasa-dalam yang bersifat universal.
Pandangan Von Humboldt yang tidak jelas itu dapat
diperjelas oleh tori Chomsky yang sejalan dengan pandangan
rasionalis, bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah sama (karena
didasari oleh satu sistem yang universal) hanyalah pada tingkat
dalamnya saja yang disebut struktur-dalam (deep structure). Pada
tingkat luar atau struktur-luar (surface structure) bahasa-bahasa itu
berbeda.
Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-dalam bahasa
adalah sama. Struktur-dalam setiap bahasa bersifat otonom; dank
arena itu, tidak ada hubungannya dengan sistem koginisi
(pemikiran) pada umumnya, termasuk kecerdasan.

6. Teori Eric Lenneberg


Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukan bahwa
manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus untuk
manusia, dan yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan
pemikiran.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis
untuk berbahasa menurut lenneberg adalah sebagai berikut.
a. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan
bagian-bagian anatomi dan fonologi manusia.
b. Jadwal perkembangan bahasa yang sama berlaku bagi
semua kanak-kanak normal.
c. Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun pada
kanak-kanak yang mempunyai cacat tertentu. Namun,
bahasa kanak-kanak ini tetap berkembang dengan hanya
sedikit kelambatan.
d. Bahasa tidak dapat diajarkan pada mahkluk lain.
e. Setiap bahasa, tanpa kecuali, didasarkan pada prinsip-
prinsip semantik, sintaksis dan fonologi yang universal.

Lenneberg telah menyimpulkan banyak bukti yang


menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh
biologi yang khusus untuk manusia dan bersumber pada genetik
tersendiri secara asal.

7. Teori Bruner
Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya Teori
Instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada
manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran
itu.
Dalam bidang pendidikan, implikasi teori Bruner ini sangat
besar. Menurut teori ini bahasa sebagai alat pemikiran harus
berhubungan langsung dengan perilaku atau aksi, dan dengan
struktur perilaku ini pada peringkat permulaan. Lalu, pada
peringkat selanjutnya bahasa ini harus berkembang ke arah suatu
bentuk yang melibatkan keeksplisitan yang besar dan
ketidakketregantungan pada konteks.
Disamping adanyya dua kecakpan yang melibatkan bahasa,
yaitu kecakapan linguistik dan kecakapa komunikasi, teori Bruner
ini juga memperkenalakan adanya kecakapan analisis yang dimiliki
oleh setiap manusia yang berbahasa. Kecakapan analisis inilah
yang memungkinkan tercapainya peringkat abstrak yang berbeda-
beda.
Kecakapan analisis ini akan dapat berkembang menjadi
lebih baik dengan pendidikan melalui bahasa yang formal karena
kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah
seseorang memiliki kecakapan komunikasi yang baik.

8. Kekontroversialan Hipotesis Sapir-Whorf


Teori-teori atau hiptesis-hipotesis yang dibicarakan diatas
tampak cenderung saling bertentangan. Teori pertama dari Von
Humboldt mengatakan bahwa adanya pandangan hidup yang
bermacam-macam adalah karena adanya keragaman sistem bahasa
dan adanya sistem universal yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang
ada di dunia. Teori kedua dari Sapir-Whorf menyatakan bahwa
struktur bahasa menentukan stuktur pikiran. Teori ketiga dari
piaget menyatakan bahwa struktur pikiran dibentuk oleh perilaku
bukan oleh struktur bahasa. Teori keempat dari Vygotsky
menyatakan bahwa pada mulanya bahasa dan pikiran berkembang
sendiri-sendiri dan tidak saling mempengaruhi; tetapi pada
petumbuhan selanjutnya keduanya saling mempengaruhi. Teori
kelima dari Chomsky menyatakan bahwa bahasa dan pemikiran
adalah dua buah sistem yang berasingan yang memiliki
keotonomiannya masing-masing. Teori keenam dari Lenneberg
mengatakan bahwa manusia telah menerima warisan biologi sejak
dia dilahirkan. Teori ketujuh dari Bruner menyatakan bahwa
bahasa adalah alat bagi manusia untuk berpikir, untuk
menyempurakan dan mengembangkan pemikirannya itu.
Hipotesis Sapir-Whorf-lah yang paling kontroversial.
Hipotesis ini yang menyatakan bahwa jalan pikian dan kebudayaan
suatu masyarakat ditentukan atau di pengaruhi struktur bahasanya.

B. Kategori-kategori Kognitif

Kategorisasi adalah cara-cara berpikir manusia sebagai tanggapan

terhadap berbagai macam informasi yang diterimanya melalui berbagai

indranya dan bagaimana dia memprosesnya dalam pikiran dan

membaginya dalam kelompok-kelompok guna penyimpanan (stroge)

dalam ingatan dan menemukannya kemabali (retrieve) dengan mudah.


 Bilangan (Number)

Kebanyakan bahasa mempunyai cara tertentu untuk menggungkapkan kategori

bilangan yang disebut tunggal dan jamak.

 Peniadaan (Negation)

Positif x negatif

Suatu peniadaan diungkapkan secara lebih kompleks (dengan

menggunakan lebih banyak morfen), karena diperlukan keteranga tambahan untuk

menyatakan bahwa sesuatu benda/hal bukan atau tidak dalam suatu keadaan,

dibandingkan dengan menyatakan bahwa benda/hal itu dalam suatu keadaan.

Ciri positif dan negatif dapat membagi ranah-ranah atas 2 bagian seperti

hijau dan tidak hijau. Banyak ranah cocok dibagi dua secara alamiah; jika

demikian halnya maka rasanya sama saja mana kita sebut positif dan mana yang

negatif. Umpamanya, ranah kelamin, rasanya tidak ada bedanya apa kita sebut

laki-laki itu positif atau (+ laki-laki); dan wanita itu negatif atau (-laki-laki).

C. Kategori – kategori Sosial

Kategori-kategori sosial berakar pada keadaan hidup manusia sebagai

mahkluk sosial dan kultural. Kita membaginya dalam empat kategori,

yakni: (1) perkerabatan; (2) kata ganti orang; (3) ungkapan-sapaan; dan (4)

kelas sosial.

 Perkerabatan (Kinship)
Hububungan-hubungan perkerabatan dan istilah-istilah yang dipakai yang

menggungkapkan sistem perkerabatan itu telah banyak dikaji oleh ahli-ahli

antropoloi.

Greenbeg (op. Cit) melakukan perbandingan demikian dan ia menemukan

bahwa semua bahasa membedakan paling sedikit tiga dasar atau prinsip

perkerabatan, yakni generasi, hubungan darah, dan jenis kelamin.

Semua bahasa ternyata membedakan kerabat darah dari pihak suami/istri;

seperti dalam bahasa indonesia ibu vs ibu mertua; adik vs adik ipar; anak vs

menantu. Dalam semua bahasa terdapat juga pembedaan jenis kelamin, paling

tidak dalam sebagian istilah perkerabatan, seperti: dalam bahasa Indonesia ayah

vs ibu; dalam bahasa batak anak (anak laki-laki) vs boru (anak perempuan), hela

(menantu laki-laki) vs perumaen (menantu perempuan) dan sebagainya.

Pada umumnya, bahasa-bahasa memperlakukan kaum kerabat dengan

tidak sama; umpamanya, lebih dipentingkan nenek moyang daripada keturunan;

kerabat dekat daripada kerabat jauh; kerabat darah daripada kerat jauh; atu kerabat

darah daripada kerabat suami/istri. Pembedaan ini terlihat pada penandaan istilah

perkerabatan.

Perkerabatan ialah pembedaan yang terdapat dalam istilah-istilah yang

merujuk pada petugas atau pekerja; dalam banyak bahasa tampak ada

pementingan orang laki-laki dibandingan orang perempuan.

 Kata Ganti Orang


Istilah-istilah perkerabatan timbul dari sistem perkawinan dan keluarga,

dan kata ganti orang memang diperlukan dalam percakapan untuk pembicara

(saya), orang-orang lawan bicara (engkau, kamu, saudara, ibu, bapak), dan orang

ketiga (dia, beliau, mereka). Sistem kata ganti orang boleh dikatakan sistem yang

semesta, yakni untuk membedakan ketiga peran ini (orang pertama, orang kedua,

dan orang ketiga) (Greenberg, op. cit).

Secara umum, sistem kata ganti juga membedakan antara bilangan peserta

percakapan (umpanya: saudar dan saudara sekalian).

 Kata Sapaan

Berhubungan erat dengan sistem kata ganti orang ialah kata sapaan,yaitu

kata atau istilah yang dipakai menyapa lawan bicara. Kata sapaan yang dipakai

orang kepada lawan bicara berkaitan erat dengan, dan berdasarkan, tanggapan

atau persepsinya atas hubungan pembicara dengan lawan bicara. Sapaan terdiri

atas (1) nama kecil; Ali, Daulat, Tuti, Mary, dan sebagainya; (2) gelar. Tuan,

Nyonya, Nona, Dtu, Bung, dan sebagainnya. (3) istilah perkerabatan: Bapak, Ibu,

Paman, Bibi, Kakak, adik, dan sebagainya; (4) nama keluarga: (bagi suku bangsa

yang mempunyai sistem itu): Warrow, Lim, Brown, Smith, dan sebagainya; (5)

nama hubungan perkerabatan dengan nama seorang kerabatnya (disebut

teknonimi).

Sebagai contoh pemerian sistem kata sapaan, kita akan mengambil sapaan

dalam bahasa Inggris Amerika, oleh R.Brown dan M.Ford (1961, 1972) Mereka

meneliti hanya sebagian dari sistem sapaan dalam bahasa Inggris Amerika, yaitu
penggunaan (1) nama kecil (disingkat NK); (2) nama keluarga (disingkat KK);

(3) gelar saja (disingkat G); dan (4) nama keluarga = gelar (disingkat GKK).

Para peneliti itu memperoleh data-datanya dari 4 macam sumber data, yakni:

1. penggunaan kata sapaan di tiga puluh delapan sandi wara yang ditulis oleh

dramawan Amerika dan dipentaskan setelah tahun 1993, yang terkumpul

dala Best American Play oleh Gassner (1947, 1952, 1958);

2. penggunaan nyata dalam suatu perusahan dagang di Boston, yang direkam

selama 2 bulan;

3. penggunaan yang dilaporkan oleh 34 pegawai eksekutif dalam suatu

kursus setahun di Universitas Massachusetts yang dinamakan MIT;

4. penggunaan yang direkm di Amerika Serikat Tengah bagian Barat

(Midwaest) oleh Barker and Wright (1954) dari Universitas Kansas.

Pengaruh Bahasa Pada Pikiran

Pengaruh bahasa pada pikiran seseorang masih merupakan suatu hipotesis.

Pemikiran itu disebut Hipotesis Relativitas Kebahasaan.

 Hipotesis Relativitas Kebahasaan

Bahasa dan pikiran adalah hubungan antara bahasa dan pikiran, khususnya

pengaruh bahasa atas pikiran. Hipotesis yang paling terkenal tentang hubungan

pikiran dan bahasa adalah Hipotesis Relativitas Kebahasaan Sapir dan Whorf .
Hipotesis ini mengatakan bahwa”bahasa mempengaruhi pikiran”. Menurut

Whorf (1966:213), setiap bahasa memaksa atau memberikan suatu pandangan

dunia pada penutur dunia. Ia mengatakan bahwa “manusia membagi-bagi alam,

menyusunnya menjadi konsep-konsep, dan menilai kepentingannya dengan cara

yang sebagian besar disebabkan karena manusia telah bersepakat untuk menyusun

alam itu demikian; suatu kesepakatan berlaku bagi masyarakat bahasa dan yang

telah dibukukan atau termaktub dalam pola-pola bahasa”.

 Pembedaan KosaKata

Salah satu bukti lagi bahwa bahasa mempengaruhi pikiran yang dimaksudkan

Sapir dan Whorf ialah bahwa: dalam satu bahasa mungkin terdapat lebih banyak

kata dalam suatu ranah (dominan) daripada bahasa lain. Umpamanya,dalam

bahasa Indonesia ada tiga kata untuk kata rice yakni: padi, beras, dan nasi. Boas

(1991) memberikan contoh dari bahasa Eskimo yang memiliki empat kata untuk

kata snow (salju) sedangkan bahasa Indonesia mempunyai satu. Perbedaan ini,

menurut versi lama, karena dalam kehidupan sehari-hari seorang penutur bahasa

itumemerlukan sebanyak istilah untuk membicarakan dengan jelas konsep-konsep

yang diperlukannya.

TEORI PEMBELAJARAN DALAM PSIKOLOGI

Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses


pemberian latihan atau pengalaman terhadap seseorang atau sekelompok orang
agar terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap pada orang atau orang-orang
itu.

Sebenarnya telah banyak teori pembelajaran yang telah diperkenalkan oleh


para ahli psikologi dalam usaha mereka untuk membantu agar konsep
pembelajaran lebih dipahami orang.

Teori-teori pembelajaran yang berkembang pada abad ke-20 ini, yang


tampaknya saling bertentangan dan saling melengkapi pada dasarnya di bagi
dalam dua kelompok besar. Pertama, yang bersandar pada teori Stimulus –
Respons dari psikologi behaviorisme; dan kedua yang bersandar pada teori
psikologi kognitifisme.

1. Teori-teori Stimulus – Respons


Disebut teori stimulus – respons karena teori ini memiliki dasar
pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula
dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan
respon (reaksi, gerak balas). Teori ini berawal dari hasil eksperimen Ivan
P. Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia, terhadap seekor anjing
percobaannya.
a. Teori Pembiasaan Klasik dari Pavlov
Teori pembiasaan klasik ini merupakan teori pertama dalam
kelompok teori stimulus – respons. Teori ini ditemukan secara
kebetulan oleh Ivan P. Pavlov (1848-1936). Sewaktu beliau
mengkaji proses pencernaan hewan, dia mendapati bahwa sebelum
seekor anjing mulai memakan makanan, air liurnya telah terlebih
dahulu keluar. Setiap kali anjing yang di amati melihat makanan,
air liur anjing selalu keluar. Maka Pavlov ingin melatih anjing itu
untuk mengeluarkan air liurnya sekalipun makanan tidak diberikan
dengan membunyikan lonceng.
Pavlov mengambil kesimpulan bahwa anjing itu telah
dilazimkan untuk bertindak terhadap rangsangan yang baru, yaitu
lonceng yang sebelumnya tidak menyebabkan anjing itu
mengeluarkan air liurnya.
Air liur yang keluar sekalipun hanya karena mendengar
bunyi lonceng saja merupakan respon yang disebut respons yang
dibiasakan; sedangkan rangsangan atau stimulus yang
menyebabkannya, yaitu bunyi lonceng disebut stimulus yang
dibiasakan.
Eksperimen Pavlov dengan anjing itu terdiri dari empat
elemen terpisah yang selalu muncul dalam teori pembiasaan klasik,
yaitu (1) stimulus yang tidak dibiasakan (STD); (2) respon yang
tidak dibiasakan (RTD); (3) stimulus yang dibiasakan (SD); dan
(4) respon yang dibiasakan (RD).
Menurut teori Pembiasaan Klasik ini kemampuan seseorang
untuk membentuk respon-respon yang dibiasakan berhubungan
erat dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya
perbedaan-perbedaan yang di bawa sejak lahir dalam kemampuan
belajar. RD dapat diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan
intensif. Pavlov tidak tertarik dengan “pengertian” atau
“pemahaman” atau apa yang disebut insight (kecepatan melihat
hubungan-hubungan di dalam pikiran). Dapat dikatakan, bagi
Pavlov respons yang dibiasakan (RD) adalah unit dasar
pembelajaran yang paling baik.
b. Teori Penghubungan dari Thorndike
Teori penghubungan (connectionisme theory) diperkenalkan
oleh Edward L. Thorndike (1874-1919), seorang ahli psikologi
berkebangsaan Amerika. Teori ini dimulai dengan sebuah
eksperimen yang disebut trial and error. Dalam eksperimen itu
Thorndike menempatkan seekor kucing di dalam sebuah sangkar
besar. Sangkar itu dapat dibuka dari dalam dengan menekan
sebuah engsel. Dalam usahanya untuk keluar kucing itu mencakar-
cakar ke sana ke mari; lalu secara kebetulan kakinya menginjak
engsel sehingga pintu sangkar pun terbuka dan dia bisa keluar.
Eksperimen ini di ulang oleh Thorndike dan kucing itu berperangai
yang sama. Setelah eksperimen itu beberapa kali dilakukan
berturut-turut jumlah waktu yang diperlukan kucing untuk
membuka pintu sangkar itu dengan segera tanpa harus mencakar
dulu ke sana ke mari.
Dari eksperimen dengan kucing itu, thorndike berpendapat
bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menghubung-
hubungkan di dalam sistem saraf dan tidak ada hubungannya
dengan insight atau pengertian. Karena itu, teori pembelajarannya
disebut connectionisme atau S-R bond theory (teori gabungan
stimulus-respons).
Dari eksperimen terhadap binatang-binatang itu, Thorndike
merumuskan dua kaidah atau hukum pembelajaran yang utama,
yaitu (1) the law of exercise (hukum latihan), dan (2) the law of
effect (hukum akibat). Yang dimaksud dengan the law of exercise
adalah hukum pembentukan kebiasaan atau tabiat (the law of habit
formation) yang terbagi dua, yaitu the law of use (hukum guna) dan
the law of disuse (hukum jarang guna).
Yang dimaksud dengan the law of effect adalah tidak lain
dari yang sekarang kita kenal dengan istilah reinforcement atau
penguatan. Jika ada suatu perilaku memberi hasil yang
memusakan, maka hubungan antara situasi dengan perilaku itu
akan diperkuat. Perilaku itu akan cenderung di ulang. Sebaliknya
jika hasilnya tidak memuaskan, maka perilaku itu tidak akan atau
jarang terjadi lagi.
Jadi, teori ini pada dasarnya menyarankan tiga prinsip yang
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Jika suatu organisme bersedia melakukan suatu tindakan,
maka menyelesaikan suatu perbuatan itu akan menimbulkan
kepuasan hati.
2. Jika satu urutan rangsangan (stimulus) – gerak balas
(respons) diikuti oleh satu keadaan yang memuaskan hati;
maka hubungan S – R itu akan diperkuat; sementara
pengganggu akan menghentikan pengulangan hubungan itu.
3. Hubungan-hubungan S – R dapat diperkuat melalui latihan-
latihan.
c. Teori Behaviorisme dari Watson
Teori behaviorisme diperkenalkan oleh John B. Watson
(1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Teori
ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori pembiasaan klasik
Pavlov dalam bentuk baru yang lebih terperinci serta didukung
oleh eksperimen baru dengan binatang (terutama tikus) dan anak
kecil (bayi).
Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak
Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya
berdasarkan teori Stimulus – Respons Bond, (S – R Bond). Yang
dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda
atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang
terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian.
d. Teori Kesegeraan dari Guthrie
Teori kesegeraan atau kedekatan diperkenalkan oleh E. R.
Guthrie. Menurutnya kesegeraan hubungan diantara satu gabungan
stimulus – respons akan memperbesar kemungkinan pola pasangan
stimulus – respons ini. Terjadinya respons yang segera dari suatu
gabungan stimulus – respons merupakan pembelajaran itu sendiri.
Respons ini akan terjadi pada situasi gabungan yang sama. Jadi
kesegeraan merupakan kunci pembelajaran dalam teori ini, dan
bukannya penguatan. Guthrie juga menekankan bahwa penguatan
tidaklah begitu penting karena penguatan itu hanya berfungsi
sebagai suatu faktor yang mencegah organisme mencoba respons
yang lain.
Selain faktor kesegeraan, menurut Guthrie, perlu juga
diingat bahwa suatu pola stimulus akan mencapai puncak kekuatan
hubungannya pada waktu stimulus itu berpasangan dengan satu
respons untuk pertama kalinya. Artinya, pembelajaran tidak
berlangsung secara perlahan-lahan atau berangsur-angsur, tetapi
secara coba tunggal (single-trial). Oleh karena itu, latihan dan
ulangan diperlukan untuk membiasakan stimulus baru untuk
menimbulkan respons yang dikehendaki.
Pembelajaran coba-tunggal yang dianjurkan oleg Guthrie
ini memerlukan pengaturan keadaan sedemikian rupa sehingga
stimulus-stimulus yang diberikan haruslah menimbulkan respons-
respons yang betul.
e. Teori Pembiasaan Operan dari Skinner
Teori pembiasaan operan diperkenalkan oleh B. F. Skinner
seorang ahli psikologi Amerika yang dikenal sebagai tokoh utama
aliran neobehaviorisme. Skinner melakukan percobaan tehadap
seekor tikus untuk dapat menjelaskan teori pembiasaan operan.
Di dalam sebuah kotak yang terdapat sebuah kaleng tempat
makanan, dan di luar kotak itu terdapat semacam alat untuk
menjatuhkan biji-biji makanan ke dalam kaleng itu. Setiap kali biji
makanan jatuh akan terdengar bunyi “ting” ang nyaring; dan
apabila bunyi “ting” terdengar berarti ada makanan jatuh ke dalam
kaleng tersebut. Seekor tikus dimasukkan ke dalam kotak itu. Biji-
biji makanan akan jauth ke dalam kaleng jika sebatang besi yang
disisipkan ke dalam kotak itu dipijak oleh tikus. Pada waktu tikur
itu lapar secara kebetulan batang besi itu terpijak olehnya, dan biji-
biji makanan pun jatuh ke dalam kaleng. Setelah beberapa kali
terjadi, tikus itu “mengetahui” bahwa apabila dia menekan batang
besi itu maka makanan akan jatuh ke dalam kaleng.
Dari percobaan itu, Skinner menarik kesimpulan bahwa
penguatan reinforcement) selalu menambah kemungkinan
berulangnya suatu perilaku. Karena itu, beliau berpendapat bahwa
penguatan harus cepat dilakukan sebelum tingkah laku lain
mengganggu dan agar hasil yang maksimal dapat diperoleh.
Selanjtunya, karena penekanan akan instrumental ini sering
disifatkan sebagai model S – R – R yaitu stimulus – respons –
reinforcement.
Menurut Skinner yang paling penting yang harus
diperhatiakan adalah hubungan antara stimulus dan respons yang
langsung dapat diamati, jangan memikirkan hubungan mental di
antara keduanya karena hubungan-hubungan mental itu tidak dapat
di amati.
f. Teori Pengurangan Dorongan dari Hull
Teori pengurangan dorongan atau ketegangan yang
termasuk kelompok teori S – R, diperkenalkan oleh Clark Hull
(1952) yang dibentuk berdasarkan teori Pavlov. Yang dimaksud
dengan dorongan atau ketegangan dalam teori ini adalah “keadaan
tegang” (tension state) sementara yang dialami oleh organ (tubuh
manusia) yang diaktifkan, didorong, atau digiatkan oleh keperluan-
keperluan fisik seperti keadaan lapar atau haur. Teori ini
mempunyai empat peringkat pembelajaran: (a) peringkat pertama
berupa variabel bebas yang dapat berdiri sendiri; (b) peringkat
kedua dan ketiga berupa variabel penengah; dan (c) peringkat
keempat berupa variabel tidak bebas (tidak berdiri sendiri).
Teori Hull ini mempunyai tujuan utama untuk memprediksi
perilaku dan mendeskripsikan perilaku itu. Untuk mencapai tujuan
ini suatu sistem hukum yang pasti harus dibuat berdasarkan
kesimpulan yang dapat di uji dengan eksperimen. Berdasarkan
sistem hukum ini pembentukan tabiat perlu dilakukan dengan cara
pengukuhan karena dapat emngurangi dorongan, yang berarti pula
akan mempercepat terbentuknya tabiat.
g. Teori Mediasi dari Osgood
Teori mediasi atau penengah, yang termasuk kelompok
teori S – R, diperkenalkan oleh Osgood (1953,1962). Teori mediasi
ini telah merintis lahirnya teori-teori kognitif, karena mengakui
adanya faktor mediasi atau penengah di antara rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons). Walaupun begitu
kecenderungan teori ini ke arah behaviorisme masih lebih besar
daripada kecenderungannya ke arah kognitifisme. Oleh karena itu,
teori ini masih harus dimasukkan ke dalam golongan teori S – R.
Teori mediasi atau penengah seperti yang disarankan oleh
Osgood menjelaskan pembelajaran menurut rumus:

S rm sm R

Menurut rumus itu S adalah stimulus, r m adalah respon


mediasi, s m adalah stimulus mediasi, dan R adalah respons. Dalam
hal ini, r m dan s m terjadi pada otak manusia.

Dalam tulisannya yang lain, Osgood (1976) mengakui


bahwa teorinya tentang perilaku mengenai makna didasarkan pada
teori pembelajaran Hull. Menurut teori perilaku Osggod ini, makna
semua sign baik dalam linguistik ataupun bukan, bergantung pada
proses-proses mediasi pelambang atau penengah pelambang.
Proses-proses mediasi pelambang ini berkembang melalui
hubungan yang terjadi antara sign (kata atau bayangan
pengamatan) dengan objek-objek (benda-benda) dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi.

h. Teori Dua Faktor dari Mouwer


Secara lengkap teori ini bernama teori dua faktor yang
disempurnakan (revised two factor theory). Teori ini yang masih
termasuk golongan teori S – R diperkenalkan oleh D. H. Mouwer
(1960). Teori ini disebut teori dua faktor yang disempurnakan
karena menurut Mouwer ada dua jenis pengukuhan, padahal teori
sebelumnya hanya menganggap ada satu jenis pengukuhan. Kedua
jenis pengukuhan itu adalah:
(1) Pengukuhan bertambah (incremental reinforcement)
(2) Pengukuhan berkurang (decremental reinforcement)

Dari keterangan tersebut jelas bahwa Mouwer yakin betul


bahwa pembiasaan emosi pengharapan dan emosi ketakutan
merupakan kunci proses pembelajaran. Emosi-emosi itulah yang
bertindak sebagai rangsangan mediasi atau penengah yang mampu
merangsang individu untuk bertindak atau memberikan respons.

2. Teori-Teori Kognitif

Teori kognitif pada awal kelahirannnya dimmulai dengan penggabungan


teori S – R dann teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Di
sini yang dimaksud dengan teori kognitif adalah pengkajian bagaimana caranya
persepsi mempengaruhi perilaku dan bagaimana caranya pengalaman
mempengaruhi mempengaruhi persepsi. Dengan kata lain, teori kognitif mencoba
menkaji proses-proses akal atau mental yang berlaku pada waktu proses
pembelajaran belangsung.

a. Teori Behaviorisme purposif dari Tolman


Teori pembelajaran menurut hubungan S – R mengajarkan bahwa
pembelajaran berlaku pada pengukuhan yang bermaksut bahwa apabila
sesutu perilaku atau gerakbalas ( respons) selalu menghasilkan gannjaran,
maka respons atau gerak balas itu akan menjadi “milik” tetap atau bagian
tetap dari bagian keseluruhan perilaku seseorang. Sebalikny teori Gestalt
pembeljaran bergantung pada insight (pemhman, wawsan), yaitu persepsi
dari hubuungan-hubungan antara benda-benda, konsep-konsep, kejadiaa-
kejian atau apa saja.
Teori behaviorisme puposif yang diprkirakan oleh Tolman
mengajarkan bahwa apabila suatu rangsangan tertentu menimbulkan
respon tertentu, maka akan kita lihat rangsangan itu dalam preespektif
yang baru. setiap perilaku harus dilihat sebagai bagian dari perilaku yang
lebih besar yang mempunyai suatu tujuan. Oleh karena itu, teori ini lazim
disebut teori lambang-gestalt (sign-gestalt) krena karena gestalt berarti
keseluruhan.
Tolman juga menekannkan apabila kita memahami tujuan yang
ingin dicapai oleh orang tersebut. Jadi, unsur-unsur yang utama dan perlu
dalam teori behaviorisme purposif adalah rangsangan, kognisi, peta
kognisi, tujuan dan barulah respons (gerak balas).

b. Teori Medan Gestaly dari Werthimer


Kata Gestalt berasal dari bahasa Jermanyang secara harfiah berari “
keseluruhan” dalam kaitannya dengan teori pisikologi di sini berarti bahwa
di dalam pengamatan, pikiran tidaklah membentuk pengamatan
keseluruhan dari bagian-bagian kecil benda yang diamati itu, melainkan
terlebih dahulu melainkan benda itu secara keseluruhan brulah kemudian
bagian-bagian kecilnya.
Dalam sejarahnya teori gestalt mucul sebagai reaksi keras terhadap
terhadap prinsip-prrinsip trial and error yang dilakukan Thorndike dan
para pengikutnya. Dalam percobaan-percobaan trial and error ini,
horndike menghilngkan sama sekali prinsip kesadaran dari teori
pembelajarannnya; dan hal ini diaanggap oleh Gestalt sebagai suatu
kesalahan besar. Jadi, kerangka teori Gestalt ditentukan oleh proses
perkembangan yang khas hanya dimiliki manusia. Oleh karena itu,
penghilangan unsur kesadaran dalam pembelajaran tidak dapat diterima
sama sekali oleh teori ini. Malah mekipun dalam bentuk sederhana dan
primitif, binatangpun mempunyai kerangka seperti persepsi itu. Dengan
kata lain ‘ binatang’ juga mempunyai “insight” (pengertian-dalam-segera),
yaitu persepsi hubungnn-hubungan seperti yang dibuktikan oleh
eksperimen yang dilakukan oleh Kolher (1929).
Kolher melakkukan ekssperimen terhadap seekor
simpansebernama Sultan. Dalam eksperimen itu Kolher menggantungkan
suatu keranjang berisi pisang dalam sangkar, yang dihubungkan dengan
seuntas tali melalui cincin besi di atas sangkar. Ujung tali yang satunya
lagi disangkutkan pada dahan sebatang pohon, yang juga berada dalam
sangkar, agar terlihat oleh Sultan bahwa linngkaran tali pada batang pohon
itu dapat dilepaskan dengan mudah. Keranjang pisang dan lingkari tali
pada dahan pohon itu tingginya kira-kira dua meter dari lantai sangkar.
Keranjang pisan tidak bisa digapai oleh Sultan; tetapi lingkaran tali dapat
dicapai dan dilepaskan dengan cara memanjat batang pohon itu, sehingga
keranjang psng itu bisa jatuh kelantai. Ternyata Sultan tidak melakukan
apa yang diramalkan Kolher, yaitu melepaskan tali dari dahan pohon itu,
meskipun ikatan tali itu tampak jelas mudah dilepas. Yang dilakukan
Sultan adalah memanjat pohon itu dan merenggut tali itu dengan kuat
sehingga ikatn tali dan kerannjang pisang terlepas dari sankutannya.
Keranjang pisang jatuh kelantai dan Sultan mendapatkan pisang yang ada
didalamnya.
Dari eksperimen ini tampak bahwa Sultan mengenal hubungan
antara tali dan keranjang, yaitu jika tali direnggut maka keranjang akan
jatuh, dan pisang dapat diperolehnya. Apa yang dilakukan Sultan bukanlah
sesuatu yang bersifat kebtulan seperti yang dikatakan oleh thorndike
dengan prinsip trial and errornya, melainkan karena adanya “insight”
pada Sultan mekipun dalam bentuk yang sederhana.
Menurut teori Gestalt ini setiap keseluruhan (gestalt) lahir sebagai
satu bentuk yang menggambarkan satu organisasi yang segera dari
kedunya. Misalnya, persepi pada pendengaran kita mendengarkan sebuah
lagu yang menggambarkan satu karia seni. Dalam persepsi penglihatan
kita melihat matahari terbnam dengan latar belakang langit yang agak
samar-smar.

Dalam menjelskan persepsi ini teori Gestalt memperkenalkan lima


hukum organisasi (prinip-prinsip organisasi) sebagai berikut.

1. Hukum Pragnanz
Hukumm pragnanz bahwa organissasi psikologi cenderung bergerak
kearah keadaan pragnannz, yaitu Gstalt yang sempurna. Satu Gestalt
yang sempurna selalu berbenntuk sederhana, teratur kukuh atau stabil
dan merupakan satu organisasi struktur yang maksimal dari peristiwa-
peristiwa atau benda-benda. Hkum ini merupakan suatu prnsp
keimbangan yang mengatakan bahwa setiap pengalaman cenderung
menyempurnakan dirinya dalam keadaan ssebaaik mungkin, yaitu
Gestalt yang semprrna.

2. Hukum kesmaan
Hukum ksamaan atau persamaan dalam persepsi situasi ranngsangan
penuh menyatakan bahhwa benda-benda yang sama (misalnya sma
bentuknya atau sama warnanya) cenderung membentuk atau
berkelompok sebagai satu keseluruhan.
Maka dalam pembelajaran bahasa, kata-kata atau suku-suku kata yang
tidak mempunyai persamaan. Adanya pada data linguistik ini
memudahkan proses pembelajaran bahasa. Baik dalam belajar bahasa
pertama maupun bahasa kedu. Jadi, biasa dikatakan sebagai hukum
perssamaan ini mempunyai implikasi penting dalam pembelajaran
bahsa.

3. Hukum Proksimit atau kedektan


Hhukum proksimiti atauu kedekatan menyatakan bahwa persepsi
cenderung menggabunnkann benda-benda, peristiwa-peristwa dan hla-
hal berdekatan satu sama lain dalam satu ruang atau satu waktu.
Imlikasi hukum ini dalam pembelajaran bahasa adalah kata-kata atau
frasa-frasa dan ungkapan-unngakapan yang bersamaaan maknannya.
(jadi mengikuti hukum persamaan) hendaklah muncul bersama-sama
dalam masa-masa yang teratur menuruti hukumm proksimiti atau
kedekatan agar lebih mmudah dipelajari atau dan diingat. Jika bahan-
bahan ini sering muncul bersama-sama pada waktu-waktu yang teratur
dan tidak terlalu jauh jaraknya, maka pembelajaran akan lebih
mudah,lebih lancar, daan lebih cepat.

4. Hukum penutupan
Hukumm penutupan mengatakan bahwa biidang-bidang yang tertutup
(maksudnnya selesai dan wujud), lebih stabil dan lebih mudah untuk
membentuk gambar dalam prsepsi dibandimgkan dengan bidang-
bidang terbuka (maksudnya, belum selesai dan bellum terwujud).
Sebagai contoh perhatikan gambar berikut.

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Keempat gambar di atas sebenarnya masih terbuka, makksudnya, belum


selesai atau belum terwujud. Namn persepsi kita, selalu cenderung
mencapai satu bentuk yang wujud dan maknanya yang pasti. Oleh karena
lebih stabil dalam persepsi, dan persepsi juga cenderung mencari
kesempurnaan, maka kita bisa melihat gambar 1 adalah sebuah segitiga,
gambar 2 adalah seekor tikus, gambar 3 adalah seekor burung, sedangkan
gambar 4 adalah seekor ikan.dengn kata lain bisa dikatkan kita selalu
melihat sebagai satu keseluruhan dan bukan bagian-bagian terpisah yang
tidak bermakna.

5. Hukum Kelannjutan Baik


Hukum kelanjutan baik ini juga merupakan satu hal dari hukum
pragnanz, dan hampir sseryupa dengan hhukum penutup. Hukum
kelanjutan baik ini diperkenallkan dan dikembangkan oleh
Wertheimer.hukum ini mengatakan bahwa persepsi kita cenderung
melengkapkan bagian-bagian yang hilang dari peristiwa-peristiwa atau
benda-benda yang kita amati. Jadi, persepsi cenderung bekerja sebagai
garis lurus yang kelihatan berkelanjutan sebagai garis lurus; satu
bagian dari lingkarn sebagai satu lingkaran, dan seterusny.

c. Teori Medan dari Lewin


teori medan (file theory) diperkenalkan oleh Kurt Lewin setelah
beliau meninggalkan teori medan gestalt, kemudian mngembangkan
teorinya sendiri. Lewin mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap
penyeledikan motivasi perilaku yang menurut pandangan beliau
merupakan tenaga atau kekuatan yang berhubungan erat dengan sistem
ketegangn psikologi. Dalam mengembangkan teori ini Lewin menggnakan
konsep ilmi Fisika yang disebut medan dinamik (dynamic field) seperti
medan magnet, yakni semua partikel beriinterakksi satu sama lain, dan
setiap partikel dipengaruhi oleh kekuatan yang ditentukan oleh medan
magnetik itu pada suatu waktu tertentu. Tampaknya, pengaruh
behaviorisme agak terasa juga di dlam perkembangan teori ini mekipun
hannya sedikit.

Dalam hal ini Lewin telah mengembangkan satu konnsep penting


dalam teorinya yang hampir sama dengan teori medan gestalt, yakni
konsep “ruang penghimpunan” dimana setip perilaku berlangsung.
Menuurut Lewin ruang penghidupan seseorang terdiri dari:
(1) Diri sendiri, keperluan utama sendiri, keperluan diri pada atu saat
tertentu, maksud dan reencana sendiri.
(2) Lingkungan perilakku orang itu, lingkungan fisik, linnkungan sosial,
lingkungan konsepsi sebagai yang ditannggapinya, dalam
hubungannya ddengan keperluan-keperluan dan maksud-maksudnya.

Dari pembicraan di atas dapat kita lihat adanya tiga buah konsp
penting dalam teori Lewin, yaitu tujuan, pengamatan atau perssepi dan
motivsi untuk mencapai tujuan itu. Kemudian dalam teori penhidupan
ini dimasukkan juga gannjaran dan hukuman. Ganjaran ini memiliki
konotasi kognitif sebab Lewin percaya bahwa setiap orang berhak
menilai ganjaran dan hukuman itu berkesan atau tidak.

d. Teori Perkembangan Kognitif dari Paget


Snclair-de-Zwart (1969) menyatakan bahwa sebenarnya Paget belum
memperkenlkan secara eksplisit suatu pemeerolehan suatu (akuisis) dan
pembelajaran bahasa. Teori Pembelajaran yanng digariskannya dilakukan
berdasarkan teori perkembangan kognitif atau perkembangan intelek yang
yang dikembangkannya (Piaget, 1969). Oleh karena itu, Simanjuntak (1987)
memasukan teori Piaget ini kedalam kelompk teori kognitif.
Untuk mmperkenalkan teori perkembangan kognitif, Paget terlebih
dahulu menjelaskan apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Menurut Piaget
kecerdasan adalah satu bentuk keeimbangan atau penyeimbangan ke arah
mana semua fungsi konitif bergerak.
Suatu prosses kecerdaasan merupaakan tindakan-tindakan yang juga bisa
menjadi suatu tindak balik.
Menurut Piaget ada empat buah peringkat penting dalam perkembangan
kecerdasan.
1. Tahap deria-motor (sensori mootor), muncul sebelum perkmbangn
dimulai. Pada tahap ini kecerdasan telah mempunyai struktur yang
didasarkan pada aksi dan pada gerakan-gerakan serta pengamatan tanpa
bahasa.

2. Tahap Praoperassi, yaitu tahap sebelum operai yang sebenarny, terjadi


antara umur dua tahun sampai tjuh tahun. Kanak-kanak pada usia antara
satu atau dua tahun mengalami munculnya satu peristiwa yang disebut
fungsi simbolik. Kemunculan fungsi simbolik ini dimulainya tahap
praoperasi.

3. Tahap Operasi Kongkret, yaitu operasi sebenarnya mengenai objek-objek


kongkret antara umur tujuh sampai dua belas tahun. Pada tahap ini kanak-
kanak telah mampu melihat atau memahami kelas-kelas yang logis dan
hubungan-hubungan yang logis diantara benda-benda, termasuk nomor-
nomor.

4. Tahap Operasi Normal, yaitu tahap operasi proposisi setelah berumur dua
belas tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu berpikir berdasarkn
propsisi atau hipotesis;dan tidak lagi berdasarkan benda-benda kongkret
seperti pada tahap sebelumnya.

e. Teori Genetik Kognitif dari Chomsky


Teori ini kedalam kelompok teori kognitif karena teori ini menekankan
pada otak (akal mental) sebagai landasan dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa.
Teori genetik-kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yaang disebut
hipotesis nurani (the innatenass hypotesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa
otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak
manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa yuniversal dan dan apa yang
disebut Language acquastion device (LAD). Chomsky juga berpendapat tidak
mungkin seorang kanak-kanak memahami bahasa ibunya dengan begitu
mudah yaitu tanpa diajar dan begitu cepat denngan masuknya yang sedikit
(kalimat-kalimat tidak lengkap, berputs-putus, salah, dan sebagainya) tanpa
adanya struktur universal dan LAD itu di dalam otaknya secara genetik.

Untuk lebih memperkuat teorinya atau hipotesisnya Chomsky mengajukan


hal-hal berikutt
1. Proses pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh dikatakan
sama.
2. Proses pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan.
Maksudnya, anak yang IQ-nya rendah juga memperoleh bahasa pada
waktu dan cara yang hampir sama.
3. Proses pemerolehan bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan
emosi kanak-kanak.
4. Tata bahasa yang dihasilkan kanak-kanak boleh dikatakan sama.

Anda mungkin juga menyukai