Anda di halaman 1dari 18

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Mahmud Arif M. Pd.

Disusun Oleh:
Nama : Kuni Safingah
NIM : 1620411068

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa literatur yang diperoleh oleh penulis diperoleh informasi bahwa
filsafat pendidikan Islam hampir disamakan dengan ilmu pendidikan Islam.
Sehingga sulit dibedakan antara keduanya, padahal dapat dikatakan filsafat
sebagai induk pengetahuan. Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa filsafatlah yang melahirkan ilmu, dapat dianalogikan bahwa Filsafat
Pendidikan Islam berperan dalam melahirkan Ilmu Pengetahuan Islam. Selain
itu beberapa literatur terkait filsafat pendidikan Islam tidak menyentuh
pembahasan epistemologi pendidikan Islam sama sekali. Padahal, pada
epistemologi inilah tempat memproses, menyusun, merumuskan, dan
membentuk banguan ilmu pengetahuan Islam. Epistemologi inilah yang
bertugas menggali, menemukan dan mengembangkan pengetahuan pendidikan
Islam.
Sebagai mahasiswa pendidikan agama Islam sudah selayaknya kita
memikirkan hal ini, karena permasalahan didalam pendidikan agama Islam
yang semakin kompleks misalnya dalam hal globalisasi. Mahasiswa
pendidikan agama Islam harus mampu memecahkan permasalahan yang timbul
pada pendidikan agama Islam dengan tepat yang disertai dengan landasan dan
alasan yang tepat dalam menentukan pemecahannya. Oleh karena itu kita
sebagai penerus pendidikan agama Islam harus mampu memahami Islam
secara mendalam agar mampu memberikan sumbangan pemikiran untuk
kemajuan pendidikan Islam itu sendiri. Salah satu cara yang bisa kita lakukan
saat ini yaitu dimulai dari memahami epistemologi pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian epistemologi pendidikan Islam?
2. Bagaimana metode epistemologi pendidikan Islam?
3. Bagaimana upaya membangun epistemologi pendidikan Islam?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian epistemologi pendidikan Islam
2. Mengetahui metode epistemologi pendidikan Islam
3. Mengetahui upaya membangun epistemologi pendidikan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi Pendidikan Islam
a. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, kata “epistemologi” berasal dari bahasa Yunani
“episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos
berarti teori, uraian, atau alasan. Jadi, epistimologi adalah sebuah teori
tentang pengetahuan, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Theory of
Knowledge”.1
Secara terminologi, Dagobert D. Runes dalam bukunya, Dictionary of
Philoshopy, yang dikutip Armai Arief, mengatakan bahwa Epistemologi
adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian pengertian,
struktur, mode dan validitas pengetahuan. Pendapat lain dikemukakan oleh
D.W Hamlyn, sebagaimana yang dikutip Mujamil, yang mendefinisikan
epistimologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya, serta secara
umum hal itu dapat diandalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan. 2
George R Knight menjelaskan bahwa, epistemologi adalah cabang
filsafat yang mengkaji hakikat sumber dan validitas (keabsahan)
pengetahuan. Ia berusaha menjawab pertanyaan- pertanyaan seperti “Apa itu
kebenaran?” dan “ Bagaimana kita mengetahui?”.3
The Liang Gie dari The Encyclopedia of Philosophy, sebagai berikut:
“Epistemologi sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar
dan ruang lingkup pengetahuan, praanggapan-praanggapan dan dasar-
dasarnya serta reliabilitas umum dari umum tuntutan akan pengetahuan”.
Epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi: a)

1
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 85.
2
Ibid, hal. 85-86
3
George R. Knight, Issues and Alternative in Educational Philoshopy (terj: Mahmud
Arif, Filsafat Pendidikan), ( Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 30.

3
filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakikat dan
kebenaran pengetahuan, b) metode, sebagai metode bertujuan mengantar
manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan c) sistem sebagai suatu sistem
bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.4
Jadi dapat disimpulkan bahwa epistemologi merupakan cabang filsafat
yang mempelajari tentang hakitat sumber, sistem dan keabsahan
pengetahuan.
b. Pengertian Pendidikan Islam
Di bawah ini adalah pendapat para ahli terkait pengertian dari
pendidikan Islam:
1. Abdurahman An Nawawi menyebutkan bahwa pendidikan Islam
merupakan suatu proses penataan individual dan sosial yang dapat
menyebabkan seseorang tunduk dan taat kepada Islam dan menerapkannya
secara sempurna dalam kehidupan individu dan masyarakat.5
2. Muhammad Quthb menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah usaha
melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik segi
jasmani maupun ruhani, baik kehidupannya secara mental dalam
melaksanakan kegiatannya di bumi.6
3. Ali Ashraf mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan yang
melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku
mereka terhadap kehidupan, langkah dan keputusan, begitu pula pendekatan
mereka terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai etika Islam
yang sangat dalam dirasakan.7
Jadi dapat disimpulkan bahwa epistemologi pendidikan Islam adalah cabang
filsafat yang mengkaji hakikat sumber, sistem dan validitas (keabsahan)
mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan baik dari
segi proses maupun pendekatannya yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-

4
Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
(Jakarta: UI Press, 2006), hal. 3.
5
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2011), hal. 22.
6
Ibid., hal. 22.
7
Ibid., hal. 23.

4
Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis
muslim, sebagai sumber sekunder.
B. Metode Epistemologi Pendidikan Islam
Metode merupakan bagian integral dari epistemologi, karena epistemologi
mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Jika metode pendidikan
Islam membahas metode-metode yang dipakai untuk menyampaikan materi
pendidikan Islam, maka epistemologi pendidikan Islam adalah dimaksudkan
sebagai metode-metode yang dipakai dalam menggali, menyusun dan
mengembangkan pendidikan Islam.
Dari perenungan-perenungan terhadap ayat-ayat Qur’an, hadis Nabi dan
penalaran sendiri, sementara didapatkan lima macam metode yang secara
efektif untuk membangun pengetahuan tentang pendidikan Islam, yaitu:
1. Metode Rasional
Metode rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh
pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau
kriteria-kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini
sesuatu dianggap benar apabila bisa diterima oleh akal, seperti sepuluh lebih
banyak daripada lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran
contoh ini berdasarkan penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional
sepuluh lebih banyak daripada lima adalh merupakan pernyataan yang tidak
terbantahkan.
Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan
pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam. Para filosof kita
mulai mengambil dalil, bahwa syariat mewajibkan berfikir filosofis,
sebagaimana mewajibkan penggunaan bukti logis dalam mengetahui Allah
dan makhluk-makhluk-Nya.
2. Metode Intuitif
Metode intuitif ini merupakan metode intuitif merupakan metode yang
khas bagi ilmuan yang menjadikan tradisi ilmiah Barat sebagai landasan
berfikir, mengingat metode tersebut tidak pernah diperlukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaliknya dikalangan ilmuan muslim

5
seakan-akan ada kesepakatan untuk menyetujui intuisi sebagai satu metode
yang sah dalam mengembangkan pengetahuan, sehingga mereka telah
terbiasa menggunakan metode ini dalam menggagas pengembangan
pengetahuan.
Istilah intuisi sering disebut dengan istilah-istilah lain yang substansinya
relatif sama. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menyebut intuisi itu.
Muhammad Iqbal menyebut intuisi ini dengan peristilahan “cinta” atau
kadang-kadang disebut dengan “pengalaman kalbu”. Sedangkan Ibnu Arabi
menamakanya sebagai pandangan, pukulan, lemparan atau detik. Sementara
itu, dalam tingkatan metode, maka metode intuitif ini biasa disebut metode
apriori. Dalam pembahasan filsafat, apriori umumnya dimaksudkan sebagai
adanya pengetahuan yang diperoleh sebelum didahului oleh pengalaman.
Jika metode intuitif biasa disebut metode apriori itu adalah pengetahuan
yang tiba-tiba secara teranugerahkan dan tidak melalui pengalaman sama
sekali.
3. Metode Dialogis
Metode dialogis yang dimaksudkan disini upaya menggali pengetahuan
pendidikan Islam Islam yang dilakukan melalui karya tulis yang disajikan
dalam bentuk percakapan (tanya-jawab) antara dua orang ahli atau lebih
berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Metode dialogis ini memiliki sandaran teologis yang jelas. Upaya untuk
mencari jawaban-jawaban adalah aktivitas yang sah menurut Islam maupun
ilmu pengetahuan. Peristiwa tanya-jawab sebagai wujud dari dialog telah
dikemukakan Al-Qur’an. Menurut Mohammad Anwar, “Banyak ayat dalam
dalam al-Qur’an memulai dengan kata-kata yas alunaka (mereka bertanya).
Ada banyak ayat al-Qur’an yang memberi sinyal adanya dialog. Ada
pertanyataan yang jelas arahnya dan jawaban yang jelas pula. Dari jawaban
yang diterima sebagai respons atas pertanyaan-pertanyaan itu, akhirnya
penanya dapat memperoleh pengetahuan baru.m bahkan kita semua bisa
memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang

6
ditanyakan tersebut. Andai kata tidak ada dialog, seperti ada pertanyaan
tetapi tidak ada jawaban, niscaya tidak akan tahu apa yang sesungguhnya
menjadi jawaban, sehingga kita berusaha menjawab secara spekulatif
terkadang mampu mencapai kebenaran, tetapi tidak ada jaminan sama
sekali.
Sebagai makhluk sosial, dituntut berkomunikasi, baik komunikasi
vertikal melalui ibadah maupun horizontal. Terhadap makhluk lain manusia
harus tanggap memberikan respon terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
Kebutuhan makhluk lain ini dianalogkan dengan jawaban. Ada pertanyaan
ada jawaban, terjadilah dialog. Ketika terjadi bencana banjir misalnya,
realitas ini sekaligus membawa pertanyaan “mengapa terjadi banjir” maka
manusia berkewajiban memberi jawaban dalam bentuk tindakan, seperti
menanam pohon kembali di hutan yang gundul. Oleh karena itu, menurut
Paulo F. Freire, manusia tidak hanya berada dalam dunianya sendiri, tetapi
hidup bersama dan berdialog dengan kehidupan.
4. Metode Komparatif
Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan (dalam hal
ini pengetahuan pendidikan Islam) dengan cara membandingkan teori
maupun praktek pendidikan, baik sesama pendidik Islam maupun
pendidikan Islam dengan yang lainnya. Metode ini ditempuh untuk mencari
keunggulan-keunggulan maupun memadukan pengertian atau pemahaman,
supaya didapatkan ketegasan maksud dari permasalahan pendidikan. Maka
metode komparatif ini masih bisa dibedakan dengan pendidikan
perbandingan.
Metode komparatif sebagai salah satu metode epistemologi pendidikan
Islam memiliki obyek yang beragam untuk di perbandingkan, yang
meliputi: perbandingan sesama ayat al-Qur’an tentang pendidikan, antara
antara ayat-ayat pendidikan dengan hadis-hadis pendidikan, antara sesama
teori dari para pemikir pendidikan Islam, antara teori dari para pemikir
pendidikan Islam dan non Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam,

7
antara lembaga pendidikan Islam dan lembaga pendidikan non Islam, antara
sejarah sesama umat Islam dahulu dan sekarang.
5. Metode Kritik
Metode kritik disini dimaksudkan sebagai usaha menggali pengetahuan
tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan
suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi
sebagai alternatif pemecahannya. Dengan demikian, dasar atau motif
timbulnya kritik bukan karena adanya kebencian, melainkan karena adanya
kejanggalan-kejanggalan atau kelemahan-kelemahan yang harus diluruskan.
Kritik ini penting sekali dalam menguji validitas pengetahuan. Sejarah
filsafat sendiri banyak diwarnai oleh kritik. Para filsuf saling mengkritik dan
“menggugurkan”, tetapi juga menawarkan alternatif pemikiran rasional,
meskipun pemikiran rasional yang ditawarkan akhirnya digugurkan oleh
pemikiran rasional yang lain.8
Didalam referensi lain juga ditemukan sumber-sumber ilmu pengetahuan
yg hampir sama dengan metode epistemologi pendidikan Islam yang meliputi:
1. Panca Indra
Empirisme adalah paham yang menganggap pengetahuan dicapai melalui
panca indra ; bahwa orang-orang membangun gambaran tentang dunia
disekeliling mereka dengan melihat, mendengar, membau, meraba, dan
mengecap. Pengetahuan empiris lekat menyatu dalam hakikat pengalaman
manusia itu sendiri. Seseorang mungkin akan keluar rumah dimusim semi
dan melihat-lihat keindahan pemandangan, mendengarkan kicauan burung,
merasakan hangatnya sinar mentari dan merasakan aroma semerbak bunga.
Dia ‘mengetahui’bahwa musimnya adalah musim semi karena ‘pesan-
pesan’ yang diterimanya melaui panca indra. Pengetahuan ini tersusun dari
gagasan-gagasan yang terbentuk sejalan dengan data yang teramati.
Pengetahuan indrawi bagi manusia adalah dekat dan universal, dan dalam
banyak hal ia merupakan dasar bagi banyak pengetahuan kita.

8
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2005),hal. 270-350.

8
Keberadaan data-data empiris-sensual tidak dapat disangkaltidak dapat
disangkal. Sebagaian banyak orang diabad XX menerimanya sebagai
dataran nilai sebagai ‘realitas’ yang mewakili. Hal tersembunyi yang
membahayakannya dalam penerimaan atau pengakuan naif tentang
pendekatan ini adalah bahwa indra kita didemonstrasikan sebagai tidak
lengkap dan tidak dapat dipercaya. Sebagai contoh, sebagaian banyak orang
dihadapkan pada empiris melihat sebuah tongkat yang tampak bengkok
ketika sebagiannya dibenamkan dalam air, padahal sebenarnya lurus jika
dibuktikan di udara. Kepenatan, frustasi dan sakit pilek pada umumnya
jugga mendistorsikan dan membatasi daya tangkap indra. Selain itu, hal
yang tidak mengherankan bahwa disana terdapat gelombang suara dan
cahaya diluar jangkauan daya tangkap indra jika manusia tanpa
menggunakan alat bantu. Manusia telah menemukan alat-alat ilmiah untuk
memperluas jangkauan daya tangkap indranya, namun tidaklah mungkin
mengetahui keterndalan yang sesungguhnya dari alat-alat itu karena kita
tidak mengetahui pengaruh total dari pikiran manusia dalam merekam,
menafsirkan dan mendistorsikan persepsi indrawi. Kepercayaan terhadap
alat-alat tersebut terenyam pada pandangan-pandangan metafisis spekulatif
yang keabsahannya diperkuat ulang oleh eksperimentasi dimana prediksi-
prediksi yang ada diuji dalam kerangka suatu konstruk teoritis.9
Singkat kata pengetahuan indrawi ditegakkan atas asumsi-asumsi yang
harus diterima oleh kepercayaan akan keterandalan sistem kerja daya indra
kita. Kelebihan pengetahuan empiris ini adalah bahwa banyak pengalaman
indrawi dan eksperimentasi terbuka untuk replikasi dan pengujian publik.10
2. Wahyu
Pengetahuan yang diwahyukan merupakan hal yang sangat penting
dalam bidang agama. Ia berbeda dari sumber-su,mber pengetahuan lainnya
oleh karena adanya anggapan akan realitas supernatural-transenden yang
‘menyejarah’ ke dalam tatanan kealaman. Wahyu adalah komunikasi Tuhan
9
George R. Knight, Issues and Alternative in Educational Philoshopy (terj: Mahmud
Arif, Filsafat Pendidikan), ( Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 36.
10
Ibid., hal. 36.

9
yang berisi tentang kemauan Tuhan. Orang-orang yang percaya akan wahyu
berpendapat bahwa bentuk pengetahuan ini mempunyai kelebihan yang
berbeda karena berasal dari sumber informasi yang maha-tahu yang tak
dapat dicapai lewat cara-cara epistemologis lain. Kebenaran yang diperoleh
melalui sumber wahyu ini dipercayai absolut dan tak tercampuri (murni).
Disisi lain, umumnya disadari bahwa penyimpangan dari kebenaran yang
diwahyukan terletak pada proses interpretasi manusia. Beberapa orang
beranggapan bahwa kelemahan utama pengetahuan yang diwahyukan
adalah ia harus diterima atas dasar iman dan tidak bisa dibuktikan secara
empiris.11
3. Otoritas
Pengetahuan otoritas diakui sebagai kebenaran karena ia berasal dari para
ahli atau telah dikuduskan sekian lama sebagai sebuah tradisi. Di dalam
ruang kelas, umumnya sebagian banyak sumber informasi adalah otoritas,
semisal text book (buku pelajaran), guru atau buku rujukan.12
Otoritas sebagai sumber pengetahuan memiliki nilai positif dan nikai
negatif. Peradaban tentu akan berada dalam kemandekan (keterputusan)
seandainya tiap-tiap individu tidak mau menerima pendapat apapun jika ia
tidak membuktikannya lewat pengalaman langsung, yaitu pengalaman
pertama. Penerimaan pengetahuan otoritatif umumnya menghemat waktu
dan meningkatkan kemajuan sosial dan keilmuan. Disisi lain, bentuk
pengetahuan ini hanyalah senilai sahnya asumsi-asumsi yang mendasarinya.
Jika pengetahuan otoritatif didasarkan pada fondasi yang keliru, maka
pengetahuan tersebut niscaya menjadi meleset.13
4. Akal Pikir
Pandangan bahwa penalaran, pemikiran dan logika merupakan faktor
sentral dalam pengetahuan, disebut dengan rasionalisme. Seorang rasionalis,
dalam menekankan berpikir manusia dan apa yang disumbangkan akal pikir
bagi pengetahuan, tampaknya berpendapat bahwa indra-indra itu sendiri
11
Ibid., hal. 37.
12
Ibid., hal. 37.
13
Ibid., hal. 37-38.

10
tidak dapat memberikan keputusan yang valid dan universal, yang selaras
satu sama lain. Dari perspektif ini, cerapan indrawi dan pengalaman yang
kita peroleh lewat indra-indra adalah bahan mentah bagi pengetahuan.
Cerapan-cerapan indrawi ini harus disusun oleh akal-pikir ke dlam suatu
sistem yang bermakna sebelum menjadi pengetahuan.14
5. Intuisi
Penangkapan langsung pengetahuan yang bukan hasil dari penalaran
kesadaran atau hasil dari cerapan indrawi yang begitu cepat disebut dengan
intuisi. Dalam literatur yang membicarakan intuisi, kita seringkali
mendapati ungkapan-ungkapan semisal ‘merasakan kepastian yang
sedemikian cepat’ dan imajinasi yang bersentuhan dengan keteguhan
pendirian’. Intuisi berlansung diantara ambang kesadaran. Ia seringkali
dialami sebagai ‘sesuatu kilas pemahan yang tiba-tiba’. Beberapa pelajar
mempunyai pengalaman semacam itu ketika berusaha mati-matian
mengerjakan soal-soal matematika dimana mereka mendapatkan jawaban
sebelum sanggup mengerjakan sesuai dengan langkah-langkah semestinya.
Intuisi nampaknya adalah sebagian besar dari cara mengetahui yang bersifat
personal. Intuisi adalah penangkapan langsung pengetahuan yang disertai
dengan kuatnya rasa yakin sehingga seseorang menemukan apa yang sedang
ia cari. Intuisi dianggap, dalam berbagai hal, sebagi sumber pengetahuan
sekuler dan agama.15
6. Watak Saling Melengkapi di antara Sumber-Sumber Pengetahuan.
Tidak ada satu sumber pengetahuan pun yang mampu memberi semua
manusia pengetahuan. Beragam sumber pengetahuan tadi harus llebih
dilihat dalam sebuah hubungan yang saling melengkapi daripada sebagi
sebuah pertentangan. Memang benar bahwa sebagian besar pemikir melilih
satu sumber sebagai dasar utama diatas sumber-sumber lainnya. Sumber

14
Ibid., hal. 38.
15
Ibid., hal. 39-40.

11
yang paling utama ini kemudian digunakan sebagai pijakan dalam menilai
sarana-sarana untuk memperoleh pengetahuan lainnya.16
Sebagai contoh, didunia modern pengetahuan empiris dilihat sebagai
sumber pengetahuan paling utama. Sebagaian besar orang menganggap
kandungan pengetahuan apa pun sebagai hal yang di curigai, jika ia tidak
selaras dengan teori ilmiah. Sebaliknya masyarakat Barat selama abad
pertengahan melihat rasionalisme dan wahyu sebagai penopang utama
kerangka pikir yang dipakai untuk menguji sumber-sumber pengetahuan
lainnya.17
3. Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam
Epistemologi pendidikan Islam ini, meliputi; pembahasan yang berkaitan
dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam mulai dari hakekat
pendidikan Islam, asal-usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam,
metode membangun pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran
pendidikan Islam, macam-macam pendidikan Islam dan sebagainya. Dalam
pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada metode
atau pendekatan yang dapat dipakai membangun ilmu pendidikan Islam,
daripada komponen-komponen lainnya, karena komponen metode tersebut
paling dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara
konseptual maupun aplikatif.
Epistemologi pendidikan Islam ini perlu dirumuskan secara konseptual
untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan
ajaran-ajaran Islam. Syarat-syarat itu merupakan kunci dalam memasuki
wilayah pendidikan Islam, tanpa menemukan syarat-syarat itu kita merasa
kesulitan mengungkapkan hakekat pendidikan Islam, mengingat syarat
merupakan tahapan yang harus dipenuhi sebelum berusaha memahami dan
mengetahui pendidikan Islam yang sebenarnya. Setelah ditemukan syarat-
syaratnya, langkah selanjutnya untuk dapat menangkap ”misteri pendidikan
Islam” adalah dengan menyiapkan segala sarana dan potensi yang dimiliki para
16
Ibid., hal. 40.
17
Ibid., hal. 41.

12
ilmuan atau pemikir, dalam kapasitasnya sebagai penggali khazanah dan
temuan pendidikan Islam.
Oleh karena itu, epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagai
pengkritik, pemberi solusi, penemu dan pengembang. Melalui epistemologi
pendidikan Islam ini, seseorang pemikir dapat melakukan : Pertama, teori-teori
atau konsep-konsep pendidikan pada umumnya maupun pendidikan yang
diklaim sebagai Islam dapat dikritisi dengan salah satu pendekatan yang
dimilikinya. Kedua, epistemologi tersebut bisa memberikan pemecahan
terhadap problem-problem pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis,
karena teori yang ditawarkan dari epistemologi itu untuk dipraktekkan. Ketiga,
dengan menggunakan epistemologi, para pemikir dan penggali khazanah
pendidikan Islam dapat menemukan teori-teori atau konsep-konsep baru
tentang pendidikan Islam. Selanjutnya, yang keempat, dari hasil temuan-
temuan baru itu kemudian dikembangkan secara optimal.
Mengingat epistemologi memiliki peran, pengaruh dan fungsi yang begitu
besar, dan terlebih lagi sebagai penentu atau penyebab timbulnya akibat-akibat
dalam pendidikan Islam, maka ada benarnya pendapat yang mengatakan
”Problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya.”
Sekiranya terjadi kelemahan atau kemunduran pendidikan Islam, maka
epistemologi sebagai penyebab paling awal harus dibangun lebih dulu, dan
melalui epistemologi juga, jika kita berkeinginan mengembangkan pendidikan
Islam. Kekokohan bangunan epistemologi melahirkan ketahanan pendidikan
Islam menghadapi pengaruh apapun, termasuk arus budaya Barat, dan mampu
memberi jaminan terhadap kemajuan pendidikan Islam serta bersaing dengan
pendidikan-pendidikan lainnya.18

18
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 248- 264.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diurai oleh punulis diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa epistemologi pendidikan Islam adalah cabang filsafat
yang mengkaji hakikat sumber, sistem dan validitas (keabsahan) mengenai
berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan baik dari segi
proses maupun metode atau pendekatannya yang didasarkan pada al-Qur’an
dan al-Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para
filosofis muslim, sebagai sumber sekunder.
Kemudian metode yang digunakan dalam epistemologi pendidikan Islam
ada lima macam yaitu metode rasional, metode intuitif, metode dialogis,
metode komparatif, dan metode kritik. Pendidikan Islam akan berkembang
pesat jika umat Islam mampu menjadikan metode tersebut untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan pendidikan yang ada.
Pembahasan terakhir didalam makalah saya memuat tentang upaya
membangun epistemologi pendidikan Islam. Maksudnya, Islam akan menjadi
lebih maju ketika umatnya mampu menggunakan metode-metode yang
pemakalah jelaskan sebelumnya dalam menyikapi berbagai permasalahan atau
pertanyaan pendidikan saat ini. Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan
memperkuat epistemologi pendidikan Islam itu sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan


Islam, Jakarta: UI Press, 2006.

Aziz, Abdul, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan


Islam, Yogyakarta:Teras, 2009.

Knight, George R., Issues and Alternative in Educational Philoshopy terj:


Mahmud Arif, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media, 2007.

Maragustam, Mencetak Pembelajar Sejati Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan


Islam), Yogyakarta: 2010.

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005.

Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga


Metode Kritik, Jakarta:Erlangga, 2006.

Said, Muhammad As, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka,


2011.

Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Fisafat Pendidikan Islam dan Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

15
SINOPSIS MAKALAH EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

A. Latar Belakang
Epistemologi merupakan bagian yang penting dalam sebuah ilmu
pengetahuan. Epistemologi membahas tentang sumber ilmu pengetahuan.
Adapun didalam makalah ini pemakalah memaparkan tentang sumber ilmu
pengetahuan kaitannya dengan pendidikan Islam.
Penelaahan kembali mengenai epistemologi pendidikan Islam merupakan
sebuah upaya yang tepat untuk mengembangkan pendidikan Islam itu sendiri.
Permasalahan-permasalahan yang muncul belakangan ini di dunia pendidikan
Islam, merupakan tugas kita sebagai akademisi untuk memecahkannya. Oleh
karena itu, kita perlu memahami epistemologi pendidikan Islam tersebut
dengan benar, agar kita mampu menggunakannya sebagai pisau untuk
memecahkan permasalahan pendidikan Islam yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian epistemologi pendidikan Islam?
2. Bagaimana metode epistemologi pendidikan Islam?
3. Bagaimana upaya membangun epistemologi pendidikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian epistemologi pendidikan Islam
2. Mengetahui metode epistemologi pendidikan Islam
3. Mengetahui upaya membangun epistemologi pendidikan Islam
D. Pengertian Epistemologi Pendidikan Islam
Epistemologi pendidikan Islam adalah cabang filsafat yang mengkaji
hakikat sumber, sistem dan validitas (keabsahan) mengenai berbagai masalah
yang terdapat dalam kegiatan pendidikan baik dari segi proses maupun metode
atau pendekatannya yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist sebagai
sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis muslim,
sebagai sumber sekunder.

16
E. Metode Epistemologi Pendidikan Islam
Metode yang digunakan dalam epistemologi pendidikan Islam ada lima
macam yaitu metode rasional, metode intuitif, metode dialogis, metode
komparatif, dan metode kritik. Pendidikan Islam dapat berkembang pesat jika
umat Islam mampu menjadikan metode tersebut untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan pendidikan yang ada. Sayangnya, saat ini belum banyak umat Islam
yang mau dan mampu menggunakan metode tersebut untuk menemukan
pengetahuan-pengetahuan baru dalam dunia pendidikan Islam.
F. Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam
Islam menjadi lebih maju ketika umatnya mampu menggunakan metode-
metode yang pemakalah jelaskan sebelumnya dalam menyikapi berbagai
permasalahan atau pertanyaan pendidikan saat ini. Upaya yang harus dilakukan
yaitu dengan memperkuat epistemologi pendidikan Islam itu sendiri. Dalam
konkritnya, umat Islam menggunakan metode-metode yang sudah ditawarkan
oleh epistemologi pendidikan Islam untuk menggembangkan pendidikan Islam
melalui perenungan, pengkritisan, pembaharuan dan penelitian studi
pendidikan Islam. Pada akhirnya nanti, Islam dapat menjadi agama yang
dinamis yang mampu menjawab permasalahan-permasalah yang muncul pada
masanya dan mampu bersaing didalam dunia pendidikan secara umum.

17

Anda mungkin juga menyukai