Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

PPOK EKSASERBASI AKUT

Oleh :

Miftahul Khairinna 1840312010

Ghiana Rizkyta 1510312040

Preseptor:
Dr. dr. Masrul Basyar, Sp.P (K) FISR
Dr. Fenty Anggrainy, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Case Repert Session Penyakit Paru Obstruksi Kronik


Eksaserbasi telah dibacakan tanggal 2 Juli 2019

Preseptor

Dr. dr. Masrul Basyar, Sp.P(K) FISR


Dr. Fenty Anggrainy, Sp.P

Mengetahui

Ketua Bagian Pulmonologi dan Kedokteran


Respirasi Fakultas Kedokteran UNAND/KSM
Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang

Dr. dr. Masrul Basyar, Sp.P(K) FISR


NIP. 196505182005011001

Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi


Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya hambatan jalan napas
persisten yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan
berhubungan dengan adanya respon inflamasi kronik terhadap gas ataupun
partikel berbahaya. PPOK merupakan penyakit yang menempati tempat ke-4
penyebab kematian dan kesakitan di seluruh dunia. PPOK semakin meningkat
seiring dengan peningkatan paparan terhadap faktor risiko dan peningkatan
populasi usia lanjut.1
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Faktor yang berperan dalam
peningkatan penyakit tersebut diantaranya kebiasaan merokok yang masih tinggi
(laki-laki di atas usia 15 tahun 60-70%), pertambahan penduduk, meningkatnya
usia rata-rata penduduk, industrialisasi dan polusi udara di kota-kota besar.
Berdasarkan sudut pandang epidemiologi, laki-laki lebih berisiko terkena PPOK
dibandingkan dengan wanita karena kebiasaan merokok.2,3
Kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat di Amerika Serikat
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke-4 setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit
serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 milyar
Dolar Amerika per tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.2
Standar baku emas (gold standar) pada PPOK adalah dengan melakukan
tes fungsi paru dengan pemeriksaan spirometri. Spirometri tidak hanya berfungsi
sebagai alat diagnostik juga berfungsi sebagai prognostik untuk melihat
perbaikan fungsi paru setelah pemberian terapi
Morbiditas dan mortalitas penderita PPOK berhubungan dengan
eksaserbasi periodik atau terjadinya perburukan gejala. Eksaserbasi PPOK adalah
kondisi perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil
dengan variasi harian normal dan mengharuskan perubahan pada pengobatan
yang biasa diberikan. Semakin sering terjadinya eksaserbasi, semakin berat pula
kerusakan paru yang terjadi diikuti dengan memburuknya fungsi paru.4
Berdasarkan hal yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut mengenai kasus PPOK eksaserbasi akut.
1.1 Tujuan Penulisan
Penulisan case report ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang Peyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
1.2 Batasan Masalah
Case report ini akan membahas mengenai kasus Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK).
1.3 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang
mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. ZA
Umur/tanggal lahir : 85 tahun/ 21 Mei 1934
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Talang, Solok Selatan
Status perkawinan :Menikah
Negeri asal :Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Minangkabau
Tanggal masuk : 27 juni 2019

2.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 85 tahun datang ke RSUP Dr M Djamil
Padang pada tanggal 27 Juni 2019 dengan keluhan:
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu.
1.1 Riwayat Penyakit Sekarang:
 Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu, menciut, meningkat
dengan aktifitas. Sesak tidak dipengaruhi makanan, cuaca dingin dan
perubahan posisi. Riwayat sesak nafas ± 3 tahun, karna sesak pasien
sering tidur dalam posisi duduk.
 Batuk (+) berdahak meningkat sejak ± 10 hari yang lalu, warna kuning.
Batuk berdahak dikeluhkan 3 tahun ini dengan keluhan hilang timbul.
 Batuk darah (-), riwayat batuk darah sebelumnya (-).
 Demam (+) 2 hari ini tidak tinggi dan tidak menggigil
 Keringat malam (-)
 Nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-)
 Penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) tidak tau berapa
kilogram
 BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes mellitus(-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat TB (-)
 Riwayat keganasan di organ lain (-)

Riwayat Pengobatan Sebelumnya


 Pasien tidak pernah memakan OAT

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
 Riwayat Diabetes mellitusdalam keluarga (-)
 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-)
 Riwayat TBdalam keluarga (-)
 Riwayat keganasandalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien seorang petani
 Riwayat merokok sejak umur 35 tahun, 16 batang/hari selama ±50 tahun,
berhenti 1 hari yang lalu ( perokok, IB berat )

2.3 Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
▰ Keadaan umum : sedang
▰ Kesadaran : CMC
▰ Nadi : 100 x/menit
▰ Nafas : 26 x/menit
▰ Suhu : 36,8°C
▰ Tekanan darah : 110/70 mmHg
▰ Tinggi badan : 160 cm
▰ Berat badan : 45kg
Status Generalisata
 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Kulit : turgor kulit baik, ikterik tidak ada
 Leher : JVP 5+0 cmH20,
 KGB : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
 Paru-paru depan :
Inspeksi : simetris kiri = kanan (statis)
pergerakan dinding dada kiri= kanan (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : kiri = sonor
Kanan = sonor
Auskultasi : suara nafas ekspirasi memanjang, wheezing (+/+),
ronkhi(+/+)

 Paru belakang :
Inspeksi : simetris kiri = kanan (statis)
Pergerakanpunggung kanan= kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan= kiri
Perkusi : Kiri = sonor
Kanan = sonor
Auskultasi : suara nafas ekspirasi memanjang, wheezing
(+/+),ronkhi (+/+)
 Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi : batas atas : linea parasternalis kiri RIC II
Batas kanan : linea parasternalis kanan RIC IV
Batas kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
Auskultasi : irama reguler , murmur (-), gallop (-).
 Abdomen :
Inspeksi : distensi (-).
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : ekstremitas atas : akral hangat, edema (-/-), clubbing
finger (-/-)
ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-/-), clubbing
finger (-/-)
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin :
Hb : 14.7 g/dl
Leukosit : 10710 /mm3
Trombosit : 267.000 /mm3
Ht : 46%
GDS : 313
Na/K/Cl : 140/5,0/105mmol/L
PT : 11,3
APTT : 37,2
Total protein : 7.8 g/dl
Albumin : 4.3 g/dl
Globulin : 3.5 g/dl
SGOT : 22 u/l
SGPT : 16 u/l
CKMB :27u/l
Kesan : Leukositosis, gula darah sewatu meningkat, globulin meningkat, SGOT
dan SGPT meningkat, CKMB meningkat.

2.5 Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Kesan : PPOK+ pneumonia+ kardiomegali

2.6 Diagnosis Kerja


Susp PPOK eksaserbasi akut tipe I + CAP + DM tipe II
2.8 Rencana Pengobatan
 IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit
 Drip Aminofilin 15 cc + 35 cc Nacl 0.9 % = 4,2 cc/jam
 Inj Metylprednisolone 2x62.5 mg
 Nebu Combivent 6x1 resp
 Inj Ampicilin sulbactam 3x1500 mg
Tanggal S/ O/ A/ P/
27/06/2019 Sesak nafas (+) KU: sedang Susp PPOK - IVFD NaCl 0,9% 20
menciut eksaserbasi tetes
KS: CMC
akut tipe I
Batuk (+) - Aminofilin 15 cc+35
TD: 120/80 +CAP + DM
berdahak cc Nacl 0.9%=42 cc
tipe II
warna kuning Nd: per jam
kental 90x/menit DD :
- Inj Ampicilin
pneumonitis
Batuk darah (-) Nf: 24 sulbactam 3 x 1500
x/menit
Nyeri dada (-) - Inj levofloxaxin 1 x
T: 36,7 750
Demam (ada),
hilang timbul Auskultasi: - Nebu combivent 6 x
SN ekspirasi 1 resp
memanjang,
- Nebu flumucyl 2 x 1
wheezing
amp
(+/+), ronkhi
(+/+), - Inj metilprednisolon
2 x 6,25

1/05/2019 Sesak nafas (+) KU: sedang Susp PPOK - IVFD NaCl 0,9% 20
berkurang KS: CMC eksaserbasi tetes
Batuk (+) TD: 130/60 akut tipe I
- Aminofilin 15 cc+35
berdahak Nd: perbaikan+CA cc Nacl 0.9%=42 cc
warna kuning 111x/menit P + DM tipe II per jam
kental Nf:22x/menit
Batuk darah (-) T: 36,5 DD : - Inj Ampicilin
Nyeri dada (-) Inspeksi: pneumonitis sulbactam 3 x 1500
Demam (-) Auskultasi:e - Inj levofloxaxin 1 x
kspirasi 750
memanjang,
wheezing (-/- - Nebu combivent 6 x
), ronkhi 1 resp
(+/+), - Nebu flumucyl 2 x 1
amp
- Inj metilprednisolon
2 x 6,25
-
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berumur 85 tahun datang ke RSUP Dr M
Djamil dengan keluhan utama sesak napas yang meningkat sejak ± 10 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak menciut tidak dipengaruhi oleh
emosi, cuaca dan makanan. Sesak meningkat dengan aktivitas. Sesak
menyebabkan pasien tidur lebih nyaman dalam posisi duduk. Sesak sudah
dirasakan selama ± 3 tahun belakangan. Batuk sudah dirasakan selama 10 hari
dengan dahak warna kuning. Batuk darah tidak ada dan riwayat batuk darah
tidak ada. Pasien mengalami demam 2 hari, tidak tinggi, dan tidak menggigil.
Keringat malam tidak ada. Penurunan nafsu makan ada. Penurunan berat badan
ada, namun pasien tidak mengetahui berapa penurunan berat badannya. Nyeri
ulu hati tidak ada, mual dan muntah tidak ada. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Pasien seorang pedagang, riwayat merokok sejak usia 35 tahun, 24
batang perhari selama ± 50 tahun, terakhir merokok 1 hari yang lalu (IB berat).
Berdasarkan keluhan pasien dapat dicurigai bahwa sesak nafas pada
pasien disebabkan oleh adanya gangguan pada saluran napas berupa hambatan
aliran udara karena adanya inflamasi kronik disebabkan oleh pemaparan yang
signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. Inflamasi kronik menyebabkan
peradangan dan penyempitan saluran napas dan mengakibatkan hiperinflasi.
Hal ini menimbulkan gejala sesak napas yang bertambah berat seiring
berjalannya waktu (progresif) dan meningkat dengan aktivitas disertai batuk
kronik berdahak. Gangguan tersebut disebut Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK).5,6
Gejala sesak napas pada PPOK terjadi karena adanya peradangan.
Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan
peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas
yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.
Obstruksi jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan terjadi
hiperinflasi yang mengurangi kapasitas inspirasi. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak
napas pada aktivitas. Pada PPOK juga terjadi ketidakseimbangan pertukaran
gas sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia, hal ini juga memicu sesak
nafas pada penderita.6
Gejala lain pada pasien adalah batuk berdahak. Batuk merupakan
mekanisme refleks untuk menjaga jalan napas tetap terbuka dengan cara
menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan napas. Pada
PPOK, batuk kronik berdahak berkaitan dengan keadaan hipersekresi pada
mukus. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR. Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh
respon terhadap iritasi kronik saluran napas oleh asap rokok/agen berbahaya
lain yaitu meningkatnya jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar
submukosa sehingga terjadi hipersekresi.6
Inflamasi yang bersifat kronis pada PPOK menyebabkan kerusakan dan
perubahan struktural saluran napas sehingga terjadi perubahan patologis berupa
peningkatan sel goblet, pembesaran kelenjar submukosa (keduanya
menyebabkan hipersekresi lendir), metaplasia sel epitel skuamosa, perubahan
saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2mm), perubahan saluran
napas perifer (bronkiolus diameter < 2mm), kerusakan dinding alveolus,
apoptosis sel epitel dan endotel, perubahan struktur pembuluh darah
(penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos/hipertensi
pulmonal).6
Pasien memiliki kebiasaan merokok 24 batang/hari selama 50 tahun.
Jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun disebut indeks Brinkman. Pada pasien didapatkan indek brinkman
berat (ringan: 0-200, sedang: 201-600, berat: >600). Kebiasaan merokok
adalah satu-satunya penyebab kausal yangterpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi
sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa
penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian
pada perokok mempunyai nilai yang bermaknadibandingkan dengan bukan
perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditi dan mortaliti
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan perokok sigaret. Risiko PPOK pada perokok tergantung
dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok
pertahun dan lamanya merokok ( Indeks Brinkman ) Tidak semua perokok
berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko
genetik setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental
tobacco smoke- ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi
dan PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi pertikel dan
gas.6,7
Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel
penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Pada perokok, sering terjadi dilatasi dan
kerusakan bronkiolus yang mengakibatkan emfisema sentrilobular.Asap rokok
juga menghasilkan mediator inflamasi yang akan menarik selinflamasi dari
sirkulasi (faktor kemotaktik: Leukotrien B-4, IL-8), menguatkan proses
inflamasi (sitokin pro inflamasi: TNF-alfa, IL-1 beta, IL-6), dan mendorong
perubahan struktural dan fibrosis saluran napas (factor pertumbuhan: TGF-
beta). Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease,sehingga terjadi kerusakan jaringan.6
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang dengan kesadaran
komposmentis kooperatif, suhu 36,8°C, tekanan darah 110/70 mmHg,
frekuensi napas 24x/menit pada pasien terjadi takipnea (N:18-20 kali/menit)
karena hambatan aliran udara akibat adanya inflamasi kronik, frekuensi nadi
100 x/menit tinggi badan 160 cm, dan berat badan 50 kg menunjukkan status
gizi baik. Pasien tampak dengan ekspirasi memanjang (pursed-lips breathing),
ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 pada gagal
napas kronik. Pemeriksaan fisik paru depan, pada inspeksi simetris kiri dan
kanan (statis), pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri (dinamis). Pada
palpasi fremitus kanan sama dengan kiri. Pada perkusi kanan dan kiri sonor.
Pada auskultasi suara napas bronkovesikuler dengan ekspirasi memanjang,
karena adanya obstruksi jalan napas perifer, akibatnya udara terperangkap dan
terjadi hiperinflasi yang mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan. Ronkhi +/+ karena
lewatnya udara melalui penyempitan saluran napas, inflamasi, atau spasme
saluran napas pada bronkitis, asma, dan PPOK. Wheezing +/+ kanan dan kiri
karena obstruksi jalan napas (khas pada asma dan PPOK). Wheezing
merupakan bunyi menciut yang terdengar sepanjang ekspirasi.6
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
eksaserbasi akut PPOK pada pasien, karena terjadinya perburukan
dibandingkan kondisi sebelumnya yaitu sesak yang bertambah, bertambahnya
sputum, dan adanya sputum berwarna kekuningan, sehingga pasien dapat
diklasifikasikan ke dalam PPOK eksaserbasi akut tipe I (eksaserbasi berat).
Eksaserbasi akut Tipe I (eksaserbasi berat: 3 diatas), tipe II (eksaserbasi
sedang: 2 dari 3 gejala di atas), tipe III (eksaserbasi ringan: 1 dari 3 gejala di
atas + infeksi saluran napas atas > 5 hari, demam tanpa sebab lain,
meningkatnya batuk, meningkatnya mengi dan frekuensi napas > 20% dari
nilai dasar, dan meningkatnya nadi > 20% dari nilai dasar.6
Pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 14,7 gr/dl, leukosit 10.710
/mm3, Ht 46%, trombosit 267.000, GDS 313, natrium/kalium/clorida: 140/ 5,0/
105 mmol/L, PT 11,3, APTT 37,2, total protein 7,8 gr/dL, albumin 4,3 gr/dL,
globulin 3,5 gr/dL, bilirubin total/direk/indirek : 0,25/0,15/0,1 mg/dl, SGOT:
22 u/l, SGPT 16 u/l,CKMB 27 u/l . Kesan leukositosis, gula darah sewaktu
meningkat, globulin meningkat, SGOT dan SGPT meningkat, CKMB
meningkat.
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi dan mencegah gagal napas. Tujuan penatalaksanaan PPOK
mencakup beberapa komponen yaitu Mengurangi gejala, Mencegah
progresifitas penyakit, Meningkatkan toleransi latihan, Meningkatkan status
kesehatan, Mencegah dan menangani komplikasi, Mencegah dan menangani
eksaserbasi, Menurunkan kematian. Penatalaksaan eksaserbasi PPOK
diklasifikasikan berdasarkan derajat mild (ringan) : ditangani hanya dengan
bronkodilator kerja singkat (SABDs), m
Moderate (sedang) : ditangani dengan SABDs ditambah dengan
antibiotik dan/atau kortikosteroid oral, severe (berat) : pasien memerlukan
perawatan di rumah sakit atau langsung datang ke IGD. Eksaserbasi yang berat
dapat juga dikaitkan dengan gagal nafas akut.5
Pasien ini diberikan IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf, Drip Aminofillin
15cc +35 cc NaCl 0,9% 4,2 cc/jam, Inj Metilprednisolon 2x62,5 mg, Nebu
combivent 6x1 resp, Nebu Flumucyl 2x1 amp, Inj Amphicilin sulbactam
3x1500mg, Inj Levofloxacin 1x750mg. Anjuran pemeriksaan untuk pasien ini
adalah pemeriksaan spirometri, kultur dan uji resistensi kuman banal,
pemeriksaan GDP, GD2PP dan HBA1C. Oksigenasi adalah terapi utama pada
pasien rawat akibat eksaserbasi. Suplementasi oksigen pada hipoksemia
dititrasi dengan target saturasi 88-92%. Drip aminofilin (bronkodilator)
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut pada PPOK. Injeksi flumucyl
untuk mengencerkan dahak yang menghalangi jalan nafas pasien. Penggunaan
glukokortikoid sistemik pada eksaserbasi PPOK diketahui dapat mempercepat
penyembuhan dan memperbaiki fungsi paru. Pemberian antibiotik diberikan
kepada pasien dengan eksaserbasi PPOK yang memiliki tiga gejala kardinal:
peningkatan dispnea, volume dahak, dan peningkatan purulensi sputum;
memiliki dua gejala kardinal, jika peningkatan purulensi dahak adalah salah
satu dari dua gejala; atau memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau
noninvasif). Panjang yang direkomendasikan terapi antibiotik adalah 5-7 hari.5
Rencana pemeriksaan meliputi spirometri, kultur dan uji resistensi
kuman banal, pemeriksaan GDP, GD2PP dan HBA1C. Spirometri merupakan
pemeriksaan faal paru pada PPOK stabil untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1/KVP
(%). Berdasarkan GOLD, obstruksi pada PPOK terjadi jika VEP1/KVP < 70%.
Kultur sputum bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri spesifik pada sputum
dalam membantu menegakkan diagnosis definitif.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initial obstructive Lung Disease. 2016. Global strategy for


diagnosis, management, and prevention of COPD. USA.
2. World health organization(2016).Chronic respiratory disease.Diakses pada
tanggal 4 Agustus 2018 dari http:// www.who.int/respiratory/copd/burden/en.
3. American Thoracic Society, 2011, American Thoracic Society statement
Occupational Contribution To The Burden of Airway Disease, In :Centers for
Disease Control and Prevention. Public Health Strategic Framework for
COPD Prevention. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016. Pedoman dan
PenatalaksanaanPenyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia, Jakarta.
5. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), 2019.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Pedoman dan Penatalaksanaan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia, Jakarta.
7. P Yin, CQ Jiang, KK Cheng, et al. Passive smoking exposure and risk of
COPD among adults in China. The Lancet 2007:370; p.751-757

Anda mungkin juga menyukai