Staf Ahli
Staf Ahli
1. Apakah Isu tersebut dianggap telah mencapai tingkat kritis sehingga tidak
bisa diabaikan?.
2. Apakah Isu tersebut sensitif, yang cepat menarik perhatian masyarakat?
3. Apakah Isu tersebut menyangkut aspek tertentu dalam masyarakat?
4. Apakah Isu tersebut menyangkut banyak pihak sehingga mempunyai dampak
yang luas dalam masyarakat kalau diabaikan?
5. Apakah Isu tersebut berkenaan dengan kekuasaan dan legitimasi?
6. Apakah Isu tersebut berkenaan dengan kecenderungan yang sedang
berkembang dalam masyarakat?
Namun dari semua isu tersebut di atas menurut Said Zainal Abidin (Said
Zainal Abidin, 2004: 56-59) tidak semua mempunyai prioritas yang sama untuk
diproses. Ini ditentukan oleh suatu proses penyaringan melalui serangkaian kriteria.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan salah satu di antara
berbagai kebijakan:
5. Jumlah dan nomenklatur jabatan staf ahli dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan
kemampuan daerah masing-masing.
6. Hubungan kerja Staf Ahli dengan SKPD bersifat konsultasi dan koordinasi.
7. Apakah yang perlu dipahami oleh Staf Ahli bidang Hukum dan Politik yang
mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai hukum dan politik ?
Yang perlu dipahami adalah pengertian peraturan perundang-undangan,
berdasarkan UU No 10 Tahun 2004, pada pasal 1 angka 2 menyatakan: Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Berdasarkan rumusan normatif di ata, maka yang perlu dipahami adalah,
bahwa pernyataan “pejabat yang berwenang” pada tataran ini maka semua
peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat walaupun dalam bentuk
keputusan atau surat edaran dapat dikatagorikan sebagai peraturan perundang-
undangan.
Hal lain yang perlu dipahami adalah hirarki peraturan perundang-undangan,
pada Pasal 7 ayat (1) UU No 10 Tahun 2004 diatur jenis dan hirarki peraturan
perundang-undangan: a Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, b Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, c
Peraturan Pemerintah; d Peraturan Presiden, e Peraturan Daerah.
Pertanyaaannya dimana letak peraturan menteri, mengapa tidak ada dalam
hirarki peraturan perundang-undangan, sedangkan dalam rangka otonomi daerah
banyak mengacu kepada peraturan menteri khususnya permendagri.
Hal ini dapat diacu kepada pasal 7 ayat (4) yang menyatakan : Jenis peraturan
perundang-undangan selain sebagai dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi.
Kemudian pada penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No 10 Tahun 2004 menyatakan:
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan nini, antara lain
peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Kekuangan, Bank Indonesia, Menteri, dst
Berdasarkan pelenjelasan pasal 7 ayat (4) tersebut disebutkan peraturan yang
dikeluarkanj Menteri, bentuknya adalah Peraturan Menteri, atau Surat Edaran
Menteri.
Berkaitan dengan Politik yang perlu dipahami adalah politik yang dimaksudkan
dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah dan atau otonomi daerah,
adalah kebijakan-kebijakan publik yang diambil oleh Kepala Daerah, untuk
memahami ini perlu dikaitkan dengan tugas Kepala Daerah berdasarkan UU No 32
Tahun 2004 sebagaimana diatur dalam Pasal 25 : bahwa Kepala daerah mempunyai
tugas dan wewenang: a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, b.mengajukan rancangan
Perda,c Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD,
menyusun dan mengajukan rancangan PERDA tentang APBD kepada DPRD untuk
dibahas dan ditetapkan bersama. Mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah
(lihat pasal 22), f mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan tugas wakil kepala Daerah (lihat Pasal 26 UU No 32 Tahun 2004)
Untuk memahami salah satu bidang kebijakan politik dapat dilihat dalam PP No
38 Tahun 2007 yang perlu diberikan masukan adalah pada ranah kebijakan
daerah/publik sebagai berikut :
1. Penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum nasional dan
kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan
kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan
kebangsaan skala kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan,
bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
3. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan, penelitian,
pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang ketahanan ideologi
negara, wawasan kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan
penghargaan kebangsaan skala kabupaten/kota.
4. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan, bela
negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
5. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang ketahanan ideologi negara,
wawasan kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan
kebangsaan skala kabupaten/kota.
6. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang kewaspadaan dini, kerjasama
intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik
pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang asing dan lembaga
asing skala kabupaten/kota.
7. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan,
bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
8. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang kewaspadaan
dini, kerjasama intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja,
penanganan konflik pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang
asing dan lembaga asing skala kabupaten/kota.
9. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat di bidang kewaspadaan dini, kerjasama intelkam, bina masyarakat
perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik pemerintahan, penanganan konflik
sosial, pengawasan orang asing dan lembaga asing skala kabupaten/kota.
10. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang kewaspadaan dini, kerjasama
intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik
pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang asing dan lembaga
asing skala kabupaten/kota.
11. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan seni dan budaya, agama
dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan,
penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota
12. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan seni dan budaya, agama dan
kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan,
penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota.
13. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang ketahanan seni dan
budaya, agama dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi
kemasyarakatan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala
kabupaten/kota.
14. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang ketahanan seni dan budaya, agama dan kepercayaan,
pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan, penanganan masalah
sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota.
15. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang ketahanan seni dan budaya,
agama dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi
kemasyarakatan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala
kabupaten/kota.
16. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) sistem dan implementasi politik,
kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan
pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
17. Pelaksanaan kegiatan di bidang sistem dan implementasi politik, kelembagaan
politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan pendidikan politik,
fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota
18. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang sistem dan
implementasi politik, kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik,
budaya dan pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala
kabupaten/kota.
19. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang sistem dan implementasi politik, kelembagaan politik
pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan pendidikan politik, fasilitasi
pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
20. ]Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang sistem dan implementasi
politik, kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan
pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
21. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan sumber daya alam,
ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat,
kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas
perekonomian skala kabupaten/kota
22. Pelaksanaan kegiatan di bidang kebijakan dan ketahanan sumber daya alam,
ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat,
kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas
perekonomian skala kabupaten/kota.
23. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang kebijakan dan
ketahanan sumber daya alam, ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan
moneter, perilaku masyarakat, kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi,
kebijakan dan ketahanan ormas perekonomian skala kabupaten/kota.
24. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang kebijakan ketahanan sumber daya alam, ketahanan
perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat, kebijakan dan
ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas perekonomian
skala kabupaten/kota.
25. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang kebijakan dan ketahanan
sumber daya alam, ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku
masyarakat, kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan
ketahanan ormas perekonomian skala kabupaten/kota.