Anda di halaman 1dari 15

2.

Mengapa perlu kehadiran Staf Ahli dalam penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah ?
Staf ahli, pada level lembaga atau organisasi macam apapun memiliki peran
yang sangat strategis dalam menentukan penyediaan informasi dan analisis yang
perlu dilakukan guna pembuatan keputusan tertentu.
Dalam perspektif kebijakan publik, staf ahli merupakan seorang analisis
kebijakan yang berfungsi memberikan masukan atau rekomendasi (policy adviser)
yang biasanya dalam bentuk policy paper, kepada top manager atau pada tataran
pemerintah daerah peran staf ahli adalah sebagai policy adviser bagi Kepala
Daerah.
Paling tidak ada 3 (tiga) alasan mengapa keberadaan staf ahli pemerintah
daerah diperlukan : (1) Meningkatnya kompleksitas persoalan yang harus dihadapi
oleh pemerintah daerah; (2) Adopsi nilai-nilai demokrasi yang membuat pemerintah
daerah harus makin transparan, responsif dan partisipatif di dalam membuat
kebijakan; (3) Makin terbatasnya berbagai sumberdaya yang menuntut penggunaan
sumberdaya tersebut secara bijak dengan perumusan kebijakan yang akurat.
Oleh karena salah satu peran dan fungsi penting staf ahli adalah policy advis
bagi pimpinan daerah, maka kemampuan, ketrampilan dan kompetensi seorang staf
ahli untuk mampu mengidentifikasi dan menganalisa isu-isu strategis daerah serta
mempunyai kompetensi kebijakan tingkat daerah, menjadi sangat sangat penting
untuk dikuasai bagi seorang staf ahli.
Dengan demikian penguatan kapasitas staf ahli ini diharapkan akan
memberikan pemahaman tentang peran dan fungsi staf ahli pemerintah daerah
dalam konteks analisis kebijakan daerah, dan sekaligus menepis opini negatif
kelembagaan staf ahli yang dianggap sebagai pelengkap penderita yang tidak jelas
job deskripsinya, dan bahkan ada pula yang mengatakan sebagai korban politik,
adalah pendapat yang sangat tidak tepat dan keliru.
Staf Ahli sebagai Analis Kebijakan Publik? Walaupun tidak secara langsung
mengkalim bahwa analis kebijakan adalah orang-orang tertentu atau lembaga-
lembaga tertentu, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa analis kebijakan
publik adalah pihak yang melakukan kajian, pembahasan dan pertimbangan secara
detail terhadap sebuah persoalan atau rumusan hasil kajian yang akan dijadikan
sebagai sebuah kebijakan publik. Jadi analis kebijakan adalah semacam
lembaga atau media yang mempunyai tugas pokok mengkaji, mendalami,
menimbang dan memberikan sumbang saran terhadap sebuah rumusan kebijakan
publik.

3. Bagaimana Pentingnya Analisis Kebijakan publik oleh Staf Ahli?


Analisis kebijakan adalah sebuah seni di dalam memahami sebuah
rencana kebijakan publik yang akan diterapkan oleh sebuah otoritas publik.
Analisis kebijakan publik memerlukan sebuah uraian tentang data, informasi
dan berbagai alternatif yang mungkin ditempuh untuk menentukan sebuah
kebijakan publik. Seorang analisis kebijakan yang profesional akan dengan cekatan
mampu memberikan sebuah deskripsi ataupun uraian yang runtut jelas dan lengkap
serta menimbang berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika sebuah alternatif
kebijakan diambil.
Perlu diketahui bahwa analisis kebijakan bukanlah sebuah keputusan, tetapi
lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuatan kebijakan publik
yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh
organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif
dan kemungkinan rencana kebijakan yang bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan yang legitimate.
Setidak-tidaknya ada lima argumen tentang arti penting analisis kebijakan
publik, yaitu:
(1). Dengan analisis kebijakan maka pertimbangan yang scientifik, rasional
dan obyektif diharapkan dijadikan dasar bagi semua pembuatan kebijakan publik. Ini
artinya bahwa kebijakan publik dibuat berdasarkan pertimbangan ilmiah yang
rasional dan obyektif bukan semata-mata pertimbangan sempit seperti
misalnya pertimbangan untuk mengamankan kepentingan-kepentingan politik
tertentu.
(2). Analisis kebijakan yang baik dan komprehensif memungkinkan sebuah
kebijakan didesain secara sempurna dalam rangka merealisasikan
tujuan mewujudkan kesejahteraan umum (public welfare). Hal ini karena
analisis kebijakan harus mendasarkan diri pada visi dan misi yang jelas
yaitu mengatur sebuah persoalan agar tercipta tertib sosial menuju
masyarakat yang sejahtera.
(3). Analisis kebijakan menjadi sangat penting oleh karena persoalan bersifat
multidimensional, saling terkait (interdependent) dan berkorelasi satu dengan
lainnya. Oleh karena kenyataan ini maka pihak analis kebijakan mestinya berupa
sebuah tim nyang multidisiplin yang meliputi berbagai bidang keahlian (expertise).
(4). Analisis kebijakan memungkinkan tersedianya panduan
yang komprehensif bagi pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Hal ini disebabkan
analisis kebijakan juga mencakup dua hal pokok yaitu hal-hal yang bersifat
substansial saat ini dan hal-hal strategik yang mungkin akan terjadi pada masa
yang akan datang.
(5). Analisis kebijakan memberikan peluang yang lebih besar untuk
meningkatkan partisipasi publik. Hal ini dikarenakan dalam metode analisis
kebijakan mesti melibatkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat ini dapat
diperoleh dari berbagai mekanisme seperti misalnya melalui konsultasi publik, debat
publik, curah fikir bersama berbagai pihak yang terkait (stakeholders), deliberasi
publik dan sebagainya.
4. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Publik ?
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam
kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang
mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh
lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan
tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan
benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu
untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus
dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah
menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan
Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah
menjadi hukum yang harus ditaati.
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik
adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah,
mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan
bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut
mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan
sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti
ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus
bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah
sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman
bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi
kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam
Muhammadi, 2001: 371 – 372):
bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem
pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis
yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.
Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan:
(Ndraha 2003: 492-499) bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy,
yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor
dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.
Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal
Abidin,2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:

1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk


pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu
undang-undang.
3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan
pelaksanaan.

5. Apakah semua kebijakan Publik/ Kebijakan Pemerintah Daerah perlu


dianalisis ?
Dalam konteks formulasi, maka berbagai isu yang banyak beredar didalam
masyarakat tidak semua dapat masuk agenda pemerintah untuk diproses menjadi
kebijakan. Isu yang masuk dalam agenda kebijakan biasanya memiliki latar belakang
yang kuat berhubungan dengan analisis kebijakan dan terkait dengan enam
pertimbangan sebagai berikut:

1. Apakah Isu tersebut dianggap telah mencapai tingkat kritis sehingga tidak
bisa diabaikan?.
2. Apakah Isu tersebut sensitif, yang cepat menarik perhatian masyarakat?
3. Apakah Isu tersebut menyangkut aspek tertentu dalam masyarakat?
4. Apakah Isu tersebut menyangkut banyak pihak sehingga mempunyai dampak
yang luas dalam masyarakat kalau diabaikan?
5. Apakah Isu tersebut berkenaan dengan kekuasaan dan legitimasi?
6. Apakah Isu tersebut berkenaan dengan kecenderungan yang sedang
berkembang dalam masyarakat?
Namun dari semua isu tersebut di atas menurut Said Zainal Abidin (Said
Zainal Abidin, 2004: 56-59) tidak semua mempunyai prioritas yang sama untuk
diproses. Ini ditentukan oleh suatu proses penyaringan melalui serangkaian kriteria.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan salah satu di antara
berbagai kebijakan:

1. Efektifitas – mengukur suatu alternatif sasaran yang dicapai dengan suatu


alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan.
2. Efisien – dana yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang dicapai.
3. Cukup – suatu kebijakan dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan
sumberdaya yang ada.
4. Adil
5. Terjawab – kebijakan dibuat agar dapat memenuhi kebutuhan sesuatu
golongan atau suatu masalah tertentu dalam masyarakat.

6. Bagaimana klasifikasi Staf Ahli berdasarkan PERATURAN MENTERI DALAM


NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 Tentang PETUNJUK TEKNIS PENATAAN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ?
Dalam Lampiran Pemendagri pada huruf G. Staf Ahli, terbagi:
1. Staf Ahli mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah pemerintahan
daerah sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Dalam pelaksanaan tugas Staf Ahli dikoordinasikan oleh sekretaris daerah.
3. Nomenklatur jabatan Staf Ahli dapat terdiri dari :
a. Staf Ahli bidang Hukum dan Politik;
b. Staf Ahli bidang Pemerintahan;
c. Staf Ahli bidang Pembangunan;
d. Staf Ahli bidang Kemasyarakatan dan Sumberdaya Manusia;
e. Staf Ahli bidang Ekonomi dan Keuangan.

4. Tugas Staf ahli :


a. Staf Ahli bidang Hukum dan Politik mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai
hukum dan politik.
b. Staf Ahli bidang Pemerintahan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai
pemerintahan.
c. Staf Ahli bidang Pembangunan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai
pembangunan.
d. Staf Ahli bidang Kemasyarakatan dan Sumberdaya Manusia mempunyai tugas
memberikan telaahan mengenai kemasyarakatan dan sumberdaya manusia.
e. Staf Ahli bidang Ekonomi dan Keuangan mempunyai tugas memberikan telaahan
mengenai ekonomi dan keuangan.

5. Jumlah dan nomenklatur jabatan staf ahli dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan
kemampuan daerah masing-masing.
6. Hubungan kerja Staf Ahli dengan SKPD bersifat konsultasi dan koordinasi.

7. Apakah yang perlu dipahami oleh Staf Ahli bidang Hukum dan Politik yang
mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai hukum dan politik ?
Yang perlu dipahami adalah pengertian peraturan perundang-undangan,
berdasarkan UU No 10 Tahun 2004, pada pasal 1 angka 2 menyatakan: Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Berdasarkan rumusan normatif di ata, maka yang perlu dipahami adalah,
bahwa pernyataan “pejabat yang berwenang” pada tataran ini maka semua
peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat walaupun dalam bentuk
keputusan atau surat edaran dapat dikatagorikan sebagai peraturan perundang-
undangan.
Hal lain yang perlu dipahami adalah hirarki peraturan perundang-undangan,
pada Pasal 7 ayat (1) UU No 10 Tahun 2004 diatur jenis dan hirarki peraturan
perundang-undangan: a Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, b Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, c
Peraturan Pemerintah; d Peraturan Presiden, e Peraturan Daerah.
Pertanyaaannya dimana letak peraturan menteri, mengapa tidak ada dalam
hirarki peraturan perundang-undangan, sedangkan dalam rangka otonomi daerah
banyak mengacu kepada peraturan menteri khususnya permendagri.
Hal ini dapat diacu kepada pasal 7 ayat (4) yang menyatakan : Jenis peraturan
perundang-undangan selain sebagai dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi.
Kemudian pada penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No 10 Tahun 2004 menyatakan:
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan nini, antara lain
peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Kekuangan, Bank Indonesia, Menteri, dst
Berdasarkan pelenjelasan pasal 7 ayat (4) tersebut disebutkan peraturan yang
dikeluarkanj Menteri, bentuknya adalah Peraturan Menteri, atau Surat Edaran
Menteri.
Berkaitan dengan Politik yang perlu dipahami adalah politik yang dimaksudkan
dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah dan atau otonomi daerah,
adalah kebijakan-kebijakan publik yang diambil oleh Kepala Daerah, untuk
memahami ini perlu dikaitkan dengan tugas Kepala Daerah berdasarkan UU No 32
Tahun 2004 sebagaimana diatur dalam Pasal 25 : bahwa Kepala daerah mempunyai
tugas dan wewenang: a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, b.mengajukan rancangan
Perda,c Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD,
menyusun dan mengajukan rancangan PERDA tentang APBD kepada DPRD untuk
dibahas dan ditetapkan bersama. Mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah
(lihat pasal 22), f mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan tugas wakil kepala Daerah (lihat Pasal 26 UU No 32 Tahun 2004)
Untuk memahami salah satu bidang kebijakan politik dapat dilihat dalam PP No
38 Tahun 2007 yang perlu diberikan masukan adalah pada ranah kebijakan
daerah/publik sebagai berikut :
1. Penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum nasional dan
kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan
kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan
kebangsaan skala kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan,
bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
3. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan, penelitian,
pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang ketahanan ideologi
negara, wawasan kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan
penghargaan kebangsaan skala kabupaten/kota.
4. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan, bela
negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
5. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang ketahanan ideologi negara,
wawasan kebangsaan, bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan
kebangsaan skala kabupaten/kota.
6. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang kewaspadaan dini, kerjasama
intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik
pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang asing dan lembaga
asing skala kabupaten/kota.
7. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan ideologi negara, wawasan kebangsaan,
bela negara, nilai-nilai sejarah kebangsaan dan penghargaan kebangsaan skala
kabupaten/kota.
8. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang kewaspadaan
dini, kerjasama intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja,
penanganan konflik pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang
asing dan lembaga asing skala kabupaten/kota.
9. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat di bidang kewaspadaan dini, kerjasama intelkam, bina masyarakat
perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik pemerintahan, penanganan konflik
sosial, pengawasan orang asing dan lembaga asing skala kabupaten/kota.
10. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang kewaspadaan dini, kerjasama
intelkam, bina masyarakat, perbatasan dan tenaga kerja, penanganan konflik
pemerintahan, penanganan konflik sosial, pengawasan orang asing dan lembaga
asing skala kabupaten/kota.
11. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan seni dan budaya, agama
dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan,
penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota
12. Pelaksanaan kegiatan di bidang ketahanan seni dan budaya, agama dan
kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan,
penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota.
13. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang ketahanan seni dan
budaya, agama dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi
kemasyarakatan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala
kabupaten/kota.
14. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang ketahanan seni dan budaya, agama dan kepercayaan,
pembauran dan akulturasi budaya, organisasi kemasyarakatan, penanganan masalah
sosial kemasyarakatan skala kabupaten/kota.
15. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang ketahanan seni dan budaya,
agama dan kepercayaan, pembauran dan akulturasi budaya, organisasi
kemasyarakatan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan skala
kabupaten/kota.
16. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) sistem dan implementasi politik,
kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan
pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
17. Pelaksanaan kegiatan di bidang sistem dan implementasi politik, kelembagaan
politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan pendidikan politik,
fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota
18. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang sistem dan
implementasi politik, kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik,
budaya dan pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala
kabupaten/kota.
19. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang sistem dan implementasi politik, kelembagaan politik
pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan pendidikan politik, fasilitasi
pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
20. ]Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang sistem dan implementasi
politik, kelembagaan politik pemerintahan, kelembagaan partai politik, budaya dan
pendidikan politik, fasilitasi pemilu, pilpres dan pilkada skala kabupaten/kota.
21. Koordinasi penetapan kebijakan operasional (merujuk kepada kebijakan umum
nasional dan kebijakan teknis provinsi) di bidang ketahanan sumber daya alam,
ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat,
kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas
perekonomian skala kabupaten/kota
22. Pelaksanaan kegiatan di bidang kebijakan dan ketahanan sumber daya alam,
ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat,
kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas
perekonomian skala kabupaten/kota.
23. Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi dan konsultasi, perencanaan,
penelitian, pemantauan, pengembangan dan evaluasi) di bidang kebijakan dan
ketahanan sumber daya alam, ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan
moneter, perilaku masyarakat, kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi,
kebijakan dan ketahanan ormas perekonomian skala kabupaten/kota.
24. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan, desa dan
masyarakat bidang kebijakan ketahanan sumber daya alam, ketahanan
perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku masyarakat, kebijakan dan
ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan ketahanan ormas perekonomian
skala kabupaten/kota.
25. Peningkatan kapasitas aparatur kesbangpol di bidang kebijakan dan ketahanan
sumber daya alam, ketahanan perdagangan, investasi, fiskal dan moneter, perilaku
masyarakat, kebijakan dan ketahanan lembaga usaha ekonomi, kebijakan dan
ketahanan ormas perekonomian skala kabupaten/kota.

8. Bidang Kebijakan apa yang menjadi perhatian Staf Ahli bidang


Pemerintahan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai
pemerintahan ?

Adapun yang menjadi perhatian berdasarkan peraturan perundang-undangan,


yaitu :
1. Penetapan kebijakan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah skala
kabupaten/kota.
2. ]Pelaksanaan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria pembinaan, sosialisasi,
bimbingan, konsultasi, supervisi, koordinasi, monitoring dan evaluasi serta
pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan.
3. Penyelenggaraan pembinaan sosialisasi, bimbingan, konsultasi, supervisi, koordinasi,
monitoring dan evaluasi serta pengawasan urusan pemerintahan di wilayah
kabupaten/kota.
4. Harmonisasi peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
5. Harmonisasi antar bidang urusan pemerintahan dalam wilayah kabupaten/kota
dengan pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi.
6. Penyusunan LPPD kabupaten/kota
7. Penyampaian LPPD kabupaten/kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur.
8. Pengolahan database LPPD skala kabupaten/kota.
9. Pengusulan penataan daerah skala kabupaten/kota.
10. Pelaksanaan kebijakan perubahan batas, nama dan/atau pemindahan ibukota daerah
dalam rangka penataan daerah.
11. Pelaksanaan kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah.
12. Pengusulan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah.
13. Pembentukan kecamatan.
14. Pengusulan perubahan batas kabupaten/kota, nama dan pemindahan ibukota
daerah.
15. Pelaksanaan perubahan batas, nama kabupaten/kota dan pemindahan ibukota
kabupaten.
16. Pelaksanaan kebijakan pembinaan, sosialisasi, observasi dan pengkajian
penyelenggaraan penataan daerah.
17. Penyelenggaraan pembinaan, sosialisasi, observasi dan pengkajian penyelenggaraan
penataan daerah dan otsus.
18. Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi penataan daerah dan otsus dalam wilayah
kabupaten/kota.
19. Penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian penataan daerah dan otsus dalam
wilayah kabupaten/kota.
20. Pembangunan dan pengelolaan database penataan daerah dan otsus skala
kabupaten/kota.
21. Penyampaian data dan informasi penataan daerah skala kabupaten/kota ke provinsi
dan pemerintah.
22. Menindaklanjuti pedoman, norma, standar, prosedur dan kriteria laporan penataan
daerah.
23. Pengolahan database laporan penataan daerah skala kabupaten/kota.
24. Penyampaian laporan penataan daerah skala kabupaten/kota kepada Menteri Dalam
Negeri melalui gubernur.
25. Penyiapan bahan masukan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah
kabupaten/kota untuk sidang DPOD.
26. Penyusunan tata tertib bahan masukan penetapan DAU dan DAK bagi sidang DPOD.
27. Penyusunan Perda kabupaten/kota.
28. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) provinsi tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan tata
ruang daerah kepada gubernur.
29. Menyampaikan Perda kepada pemerintah untuk dievaluasi.
30. Membentuk Asosiasi Daerah/Badan Kerjasama Daerah
31. Penetapan perencanaan, penganggaran, dan penerapan SPM skala kabupaten/kota.
32. Penerapan SPM kabupaten/ kota.
33. Penetapan perencanaan dan penganggaran pengembangan kapasitas daerah.
34. Penetapan rencana tindak peningkatan kapasitas kabupaten/kota.
35. Implementasi rencana tindak peningkatan kapasitas kabupaten/kota.’
36. Fasilitasi implementasi rencana tindak kabupaten/kota.
37. Koordinasi pengembangan kapasitas kabupaten/kota
38. Penetapan pedoman tata tertib DPRD kabupaten/kota.
39. Fasilitasi pemilihan bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota
40. Pelaksanaan pedoman kedudukan protokoler dan keuangan DPRD kabupaten/kota.
41. Pelaksanaan pedoman kedudukan keuangan bupati dan wakil bupati/walikota dan
wakil walikota.
42. Pelaksanaan pedoman LKPJ bupati/walikota.
43. Pelaksanaan dan pelaporan penyelenggaraan tugas pembantuan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah provinsi.
44. Koordinasi dan fasilitasi urusan pemerintahan yang ditugaspembantuankan kepada
desa.
45. Penetapan kebijakan kabupaten/kota di bidang kerjasama dengan pihak ketiga.
46. Pelaksanaan kerjasama kabupaten/kota dengan pihak ketiga.
47. Pelaporan pelaksanaan kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan pihak ketiga
kepada provinsi.
48. Pelaksanaan kerjasama antar kabupaten/kota.
49. Pelaporan pelaksanaan kerjasama antar kabupaten/kota kepada provinsi.
50. Penetapan kebijakan harmonisasi hubungan antar susunan pemerintahan di
kabupaten/kota dengan berpedoman kepada kebijakan pemerintah dan provinsi.
51. Koordinasi dan fasilitasi harmonisasi hubungan antar kecamatan/desa/kelurahan di
wilayahnya.
52. Koordinasi dan fasilitasi penyelesaian konflik antar kecamatan/desa/kelurahan di
wilayahnya.
53. Pelaksanaan dan fasilitasi kebijakan usaha kecil dan menengah skala
kabupaten/kota.
54. Koordinasi dan fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan sisa skala
kabupaten/kota.
55. Pelaksanaan pelayanan umum skala kabupaten/kota. Penetapan kebijakan
kabupaten/kota dengan merujuk kebijakan nasional dalam bidang: a.Penegakan
Perda/Peraturan Kepala Daerah.b.Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
c. Kepolisipamongprajaan dan PPNS. d Perlindungan masyarakat.
56. Pelaksanaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat skala kabupaten/kota.
57. Pelaksanaan kepolisipamongprajaan dan PPNS skala kabupaten/ kota.
58. Pelaksanaan perlindungan masyarakat skala kabupaten/kota.
59. ]Koordinasi dengan instansi terkait skala kabupaten/ kota.
60. Koordinasi penegakan HAM skala kabupaten/kota.
61. Dukungan pelaksanaan kebijakan pengelolaan perbatasan antar negara.
62. Dukungan koordinasi antar kecamatan/desa/kelurahan yang berbatasan dengan
negara lain.
63. Penetapan kebijakan dan pelaksanaan perbatasan kecamatan dan desa/kelurahan di
kabupaten/kota.
64. Penetapan kebijakan kabupaten/kota mengacu pada kebijakan nasional mengenai
toponimi dan pemetaan wilayah kabupaten/kota.
65. Pengelolaan toponimi dan pemetaan skala kabupaten/kota.
66. Inventarisasi dan laporan toponimi dan pemetaan skala kabupaten/ kota.
67. Penetapan kebijakan pengembangan wilayah perbatasan skala kabupaten/kota.
68. Pengelolaan pengembangan wilayah perbatasan skala kabupaten/kota.
69. Koordinasi dan fasilitasi pengembangan wilayah perbatasan kabupaten/kota.
70. Inventarisasi perubahan luas wilayah kabupaten/kota yang diakibatkan oleh alam
antara lain delta, abrasi.
71. Pemetaan luas wilayah sesuai peruntukannya.
72. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi pengelolaan kawasan sumber daya
alam skala kabupaten/kota.
73. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi pengelolaan kawasan sumber daya
buatan skala kabupaten/kota.
74. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi pengelolaan kawasan kepentingan
umum skala kabupaten/kota.
75. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi pengelolaan kawasan kelautan dan
kedirgantaraan skala kabupaten/kota.
76. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi pengelolaan mitigasi/pencegahan
bencana skala kabupaten/kota.
77. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi penanganan bencana skala
kabupaten/kota.
78. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi penanganan pasca bencana skala
kabupaten/kota.
79. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi kelembagaan penanganan bencana
skala kabupaten/ kota.
80. Penetapan kebijakan, koordinasi, dan fasilitasi penanganan kebakaran skala
kabupaten/kota.
81. Pelaksanaan penataan organisasi, kelembagaan dan peningkatan kapasitas sumber
daya aparatur pengelola keuangan daerah kabupaten/kota
82. Penetapan Perda tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah.
83. Penetapan standar satuan harga dan analisis standar belanja daerah
kabupaten/kota.
84. Perencanaan anggaran penanganan urusan pemerintahan kabupaten/ kota.
85. Penetapan Perda tentang APBD dan perubahan APBD.
86. Penetapan pedoman evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa, sesuai
dengan pedoman evaluasi yang ditetapkan pemerintah.
87. Evaluasi Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) tentang APB Desa.
88. Penetapan kebijakan keseimbangan fiskal antar desa. (urusan concurrent) antara
kabupaten/kota dan desa.
89. Penetapan kebijakan pendanaan kerjasama pemerintahan antar desa.
90. Fasilitasi perencanaan dan penganggaran pemerintahan desa.
91. Penetapan kebijakan pengelolaan pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota.
92. Penetapan kebijakan pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung
jawab bersama
93. Pelaksanaan pengelolaan pajak dan retribusi daerah kabupaten/ kota.
94. Fasilitasi, supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan retribusi desa.
95. Pembinaan dan pengawasan pajak dan retribusi daerah skala kabupaten/kota.
96. Evaluasi Raperdes tentang retribusi dan pungutan lainnya.
97. Penetapan kebijakan pengelolaan investasi dan aset daerah kabupaten/kota.
98. Pelaksanaan pengelolaan investasi dan aset daerah kabupaten/kota.
99. Pengawasan pengelolaan investasi dan aset daerah kabupaten/kota.
100. Fasilitasi pengelolaan aset daerah pemekaran skala kabupaten/kota.
101. Penetapan kebijakan pengelolaan BUMD dan lembaga keuangan mikro
kabupaten/kota.
102. Pelaksanaan pengelolaan BUMD dan lembaga keuangan mikro kabupaten/ kota,
serta pembinaan dan pengawasan Badan Usaha Milik Desa.
103. Pengawasan pengelolaan BUMD dan lembaga keuangan mikro kabupaten/kota,
serta pembinaan dan pengawasan Badan Usaha Milik Desa.
104. Penetapan kebijakan pengelolaan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU
kabupaten/kota.\
105. Pelaksanaan pengelolaan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU kabupaten/kota.
106. Pengawasan pinjaman dan obligasi daerah, serta BLU kabupaten/kota.
107. Pengelolaan data dasar penghitungan alokasi DAU kabupaten/kota.
108. Pengelolaan DAU kabupaten/ kota.
109. Pelaporan pengelolaan DAU kabupaten/kota.
110. Usulan program dan kegiatan kabupaten/kota untuk didanai dari DAK.
111. Pengelolaan DAK (bagi kabupaten/kota yang menerima DAK).
112. Pengendalian dan pelaporan pengelolaan DAK.
113. Penyiapan data realisasi penerima DBH kabupaten/kota.
114. Pengendalian dan pelaporan pengelolaan DBH.
115. Penetapan kebijakan tentang sistem dan prosedur akuntansi pengelolaan keuangan
daerah kabupaten/kota dan desa.
116. Penyusunan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kabupaten/kota dan APB desa.
117. Evaluasi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APB desa
118. Penetapan kebijakan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama (urusan
concurrent).
119. Fasilitasi penyusunan laporan keuangan dan pelaksanaan APB desa.
120. Pelaksanaan pedoman umum tentang perangkat daerah kabupaten/kota.
121. Pelaksanaan kebijakan pembentukan perangkat daerah skala kabupaten/kota.
122. Pelaksanaan pedoman teknis perangkat daerah kabupaten/kota.
123. Pelaksanaan pedoman tatalaksana perangkat daerah kabupaten/kota.
124. Pelaksanaan pedoman analisis jabatan perangkat daerah kabupaten/kota.
125. Pelaksanaan pengembangan kapasitas kelembagaan perangkat daerah
kabupaten/kota.
126. Pelaksanaan pengembangan kapasitas perangkat daerah.
127. Penerapan dan pengendalian organisasi perangkat daerah.
128. Penyediaan bahan monitoring dan evaluasi perangkat daerah.
129. Penyediaan bahan database perangkat daerah skala kabupaten/kota.
130. Penyusunan formasi PNSD di kabupaten/kota setiap tahun anggaran.
131. Penetapan formasi PNSD di kabupaten/kota setiap tahun anggaran.
132. Usulan formasi PNSD di kabupaten/kota setiap tahun anggaran.
133. Pelaksanaan pengadaan PNSD kabupaten/kota
134. Usulan penetapan NIP
135. Penetapan kebijakan pengangkatan CPNSD di lingkungan kabupaten/kota
136. Pelaksanaan pengangkatan CPNSP di lingkungan kabupaten/kota.
137. Pelaksanaan orientasi tugas dan pra jabatan, sepanjang telah memiliki lembaga
diklat yang telah terakreditasi.
138. Penetapan CPNSD menjadi PNSD di lingkungan kabupaten/kota.
139. Penetapan kebutuhan diklat PNSD kabupaten/kota.
140. Usulan penetapan sertifikasi lembaga diklat kabupaten/ kota.
141. Pelaksanaan diklat skala kabupaten/kota.
142. Penetapan kenaikan pangkat PNSD kabupaten/kota menjadi golongan ruang I/b s/d
III/d.
143. Usulan penetapan kenaikan pangkat anumerta dan pengabdian.
144. Penetapan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS kabupaten/kota
dalam dan dari jabatan struktural eselon
145. b II atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat, kecuali pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian sekda kabupaten/kota.
146. usulan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian sekda kabupaten/kota.
147. Usulan konsultasi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian eselon II PNS
kabupaten/kota
148. Penetapan perpindahan PNSD kabupaten/kota.
149. Penetapan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi semua PNSD di
kabupaten/kota.
150. Pemberhentian sementara PNSD untuk golongan III/d ke bawah.
151. Penetapan pemberhentian PNSD kabupaten/kota gol/ruang III/d ke bawah dan
pemberhentian sebagai CPNSD kabupaten/kota
152. Pelaksanaan pemutakhiran data PNSD di kabupaten/ kota.
153. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian skala kabupaten/kota
154. Menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan manajemen PNS dilingkungan
kabupaten/ kota.
155. Penyelenggaraan persandian skala kabupaten/kota.
156. Penyelenggaraan palsan skala kabupaten/kota.
157. Penyelenggaraan sissan skala kabupaten/kota.
158. Penyelenggaraan kelembagaan persandian skala kabupaten/kota Perencanaan
kebutuhan SDM persandian skala kabupaten/kota.
159. Rekrutmen calon SDM persandian skala kabupaten/kota.
160. Usulan pemberian tanda penghargaan bidang persandian.
161. Perencanaan kebutuhan palsan skala kabupaten/kota.
162. Penyelenggaraan pengadaan palsan melalui karya mandiri dan mitra skala
kabupaten/kota.
163. Pemeliharaan palsan tingkat Penghapusan palsan skala kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai