Anda di halaman 1dari 21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 TINJUAN PUSTAKA DIABETES MELITUS

3.1.1 Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi

karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula

darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan

insulin yang dihasilkannya.

Diabetes Melitus adalahpenyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau

sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu

polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan. Diabetes adalah

masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat

penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para

pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama

beberapa dekade terakhir.

3.1.2 Etiologi

Secara garis besar pathogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal

(omnious octet) berikut :

10
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan,

fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui

jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan

memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh

liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui

jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.

3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul

gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan

penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan

tiazolidindion.

4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari

insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses

glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga

akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini

disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek

incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan

GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric

11
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1

dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh

keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat

yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui

kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida

yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah

setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-

glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan

dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam

sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat

secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi

glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4

inhibitor dan amylin.

7. Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM

tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen

dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium

Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%

sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan

asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM

terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-

12
2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga

glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu

yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan

bromokriptin.

3.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

Organisasi profesi yang berhubungan dengan DM seperti American

Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis DM berdasarkan penyebabnya.

PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia menggunakan

klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh organisasi

yang lainnya. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah

sebagai berikut :

a. Diabetes melitus (DM) tipe 1

DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas.

kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi

secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun

dan idiopatik.

b. Diabetes melitus (DM) tipe 2

13
Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin.

Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara

optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh.

Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM

tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

a. Diabetes melitus (DM ) tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan

oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi,

kelainan imunologi dansindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

b. Diabetes melitus Gestasional.

3.1.4 Epidemiologi

DM tipe 2 Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 240 juta jiwa.

Penderita DM di Indonesia berjumlah 9,1 juta penderita pada tahun 2014

dan terus meningkat. DM tipe 2 lebih banyak diderita oleh orang dengan

umur > 40 tahun dan orang dengan obesitas. Kelompok umur remaja dan

anak-anak jarang menderita DM tipe 2. DM tipe 2 lebih banyak ditemukan

dibandingkan dengan DM tipe 1 dan DM tipe lain yang jumlah

penderitanya mencapai 90-95 % dari seluruh atau total penderita diabetes

mellitus.

3.1.5 Gejala Klinis Diabetes Melitus (DM)

Gejala diabetes dapat digolongkan menjdi gejala akut dan gejala kronik.

14
a. Gejala akut diabetes mellitus

Gejala akut diabetes mellitus satu dari penderita ke penderita lain

bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai

saat tertentu.

1. Pada permulaan gejala yaitu :

 Banyak makan (poliphagia), Banyak minum (polidipsi),

Banyak kencing (poliuria).

2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul

gejala :

 Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat

(turun 5-10kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, bila

tidak segera diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita

akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.

b. Gejala kronik diabetes melitus

 Kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti dituuk-tusuk jarum,

rasa tebal dikulit, Kram, kelelahan, mudah mengantuk, mata

kabur biasanya sering ganti kacamata, gatal disekitar kemaluan

terutama wanita, penurunan libido, gigi mudah goyah dan

mudah lepas kemampuan seksual menurun bahkan impotensi,

para ibu hamil sering mengalami keguguran atu kematian janin

dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

15
3.1.6 Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat

bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau

keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu

pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari

luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah

penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena

kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Insulin yang disekresi oleh sel

beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh.

Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk

mengsekresi insulin. Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal

sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar

glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat

banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik.

Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan

resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor,

prereseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak

dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap

normal.

Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara

menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan

16
produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga

menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi.

Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses

filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan

glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi

diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan

(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus

(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin

menyebabkan kurangnya glukosa yang akandiubah menjadi energi sehingga

menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi

terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan

mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.

3.1.7 Faktor Risiko pada Diabetes Mellitus

a) Obesitas (kegemukan) pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.

b) Hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam

dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi

pembuluh darah perifer.

c) Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus, seorang yang menderita Diabetes

Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.

d) Dislipedimia adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak

darah (Trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan

17
plasma insulin dengan rendahnya HDL (<35 mg/dl) sering didapat pada

pasien Diabetes.

a. Umur berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes

Mellitus adalah > 45 tahun.

b. Riwayat persalinan riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau

berat badan bayi > 4000gram.

c. Alkohol dan Rokok perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan

dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2.

3.1.8 Diagnosis Diabetes Melitus (DM)

Diagnosis dini penyakit DM sangat menentukan perkembangan

penyakit DM pada penderita. Seseorang yang menderita DM tetapi tidak

terdiagnosis dengan cepat mempunyai resiko yang lebih besar menderita

komplikasi dan kesehatan yang memburuk. Diagnosis DM dapat ditegakkan

berdasarkan pemeriksan glukosa darah yang dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai macam pemeriksaan laboratorium seperti

pemeriksaan glukosa darah.

Kriteria diagnosis DM menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

tahun 2015 adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.

18
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5 % dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP).

3.1.9 Kerusakan syaraf (Neuropati Diabetik)

a. Definisi

Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi

saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain. Diabetes Melitus

(DM) (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya). Apabila dalam

jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi

normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah

kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf

yang disebut neuropati diabetik.

b. Gejala Klinis

Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa

tidak dijumpai pada beberapa orang. Manisfestasi gangguan pembuluh

darah yang muncul antara lain nyeri (pada malam hari), ujung kaki terasa

dingin, denyut arteri melemah sampai hilang, dan kesemutan.

c. National Diabetes Information Clearinghouse tahun 2013

mengelompokkan neuropati diabetik berdasar letak serabut saraf yang

terkena lesi salah satunya:

19
- Neuropati Perifer : Neuropati Perifer merupakan kerusakan saraf pada

lengan dan tungkai. Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan

tungkai dibandingkan pada tangan dan lengan. Gejala neuropati

perifer meliputi:

• Mati rasa atau tidak sensitif terhadap nyeri atau suhu

• Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk

• Nyeri yang tajam atau kram

• Terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan

ringan

• Kehilangan keseimbangan serta koordinasi, gejala-

gejala tersebut sering bertambah parah pada malam

hari.

Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks,

terutama pada pergelangan kaki. Hal itu mengakibatkan perubahan cara berjalan

dan perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau

luka pada daerah yang mengalami mati rasa, sering timbul ulkus pada kaki

penderita neuropati diabetik perifer. Jika tidak ditangani secara tepat, maka dapat

terjadi infeksi yang menyebar hingga ke tulang sehingga harus diamputasi.

d. Faktor yang dapat nyeri neuropati diabetik yaitu : bertambahnya usia,

gula darah tidak terkontrol, metabolism lipid abnormal, dan durasi

terkena DM.

e. Neuropati diabetik dijumpai pada 50% pasien diabetes melitus,

sedangkan Nyeri neuropati diabetik (NND) terjadi pada 16-26 % dari

20
total pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik paling sering terjadi

pada DM tipe II. Sekitar 10% pasien mengeluhkan gejala neuropati saat

awal ditegakkannya penyakit DM.

f. Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan

komplikasi vaskular jangka panjang Diabetes Melitus melibatkan

pembuluh pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh pembuluh

sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang

menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glumerolus

ginjal (nefropati diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati diabetic),

otot-otot serta kulit.

g. Mencegah dan Mengobati Diabetes

- Diet: penderita DM sangat dianjurkan untuk menjalankan diet sesuai

dengan yang dianjurkan, yang mendapat pengobatan dan diuretic atau

insulin, harus mentaati diet terus menerus baik dalam jumlah kalori,

komposisi dan wakm makan harus diatur. Ketaatan ini sangat diperlukan

juga pada saat: undangan/pesta, melakukan perjalanan, olahraga dan

aktivitas lain.

- Obat-obatan, tablet/suntikan anti diabetes diberikan, namun therapi diet

tidak boleh dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang

menyertai/suntikan insulin.

- Olahraga : dengan olahraga teratur sensitifitas sel terhadap insulin

menjadi lebih baik, sehingga insulin yang ada walaupun relative kurang,

21
dapat dipakai dengan lebih efektif. Lakukan olahraga 1-2 jam sesudah

makan terutama pagi hari selama 1 jam perhari minimal 3 kali/minggu.

3.1.10 Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi

5 golongan:

a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

 Sulfonilurea

 Glinid

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

 Metformin

 Tiazolidindion

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

 Penghambat Alfa Glukosidase

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)

22
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter 2)

Tabel 1. Obat Antihiperglikemia Oral

2. Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

a. Insulin

23
Tabel 2. Profil beberapa sediaan insulin yang beredar di Indonesia

Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke

dalam tubuh dan tetap aktif di dalam tubuh sangat bcrvariasi dari setiap

individu).

2. Pilihan gaya hidup, seperti: jenis makanan, berapa banyak konsumsi

alkohol, berapa sering berolahraga, yang semuanya mempengaruhi tubuh

untuk merespon insulin.

3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan.

4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah.

5. Usia

6. Target pengaturan gula darah

b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide,

Albiglutide, dan Lixisenatide

24
3. Terapi Kombinasi

Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak

memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat

anti- hiperglikemia oral.

Kombinasi obat anti hiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan

pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja

panjang). Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara

terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam

obat dengan mekanisme kerja yang berbeda.

3.1.11 Monitoring

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

 Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

 Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

Waktu pelaksanaan pemeriksaan glukosa darah:

 Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

 Glukosa 2 jam setelah makan, atau

 Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan

kebutuhan.

a. Pemeriksaan HbA1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai

25
HbA1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek

perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi

dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau

tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi (> 10%). Pada

pasien yang telah mencapai sasran terapi disertai kendali glikemik

yang stabil HbA1C diperiksa paling sedikit 2 kali dalam1tahun.

HbA1C tidak dapat dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada

kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi

darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lain yang mempengaruhi umur

eritrosit dan gangguan fungsi ginjal.

b. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan

menggunakan darah kapiler. Saat ini banyak didapatkan alat

pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen kering

yang sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi

dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai

dengan cara standar yang dianjurkan. Hasil pemantauan dengan cara

reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional secara

berkala. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan suntik

insulin beberapa kali perhari atau pada pengguna obat pemacu

sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung

pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan

26
terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat

sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskursi

glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia),

dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia

nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami

gejala seperti hypoglycemic spells.

c. Glycated Albumin (GA)

Berdasarkan rekomendasi yang telah ada, monitor hasil strategi

terapi dan perkiraan prognostik diabetes saat ini sangat

didasarkan kepada hasil dua riwayat pemeriksaan yaitu glukosa

plasma (kapiler) dan HbA1C. Kedua pemeriksaan ini memiliki

kekurangan dan keterbatasan. HbA1C mempunyai keterbatasan

pada berbagai keadaan yang mempengaruhi umur sel darah merah.

Saat ini terdapat cara lain seperti pemeriksaan (GA) yang dapat

dipergunakan dalam monitoring. GA dapat digunakan untuk menilai

indeks kontrol glikemik yang tidak dipengaruhi oleh gangguan

metabolisme hemoglobin dan masa hidup eritrosit seperti HbA1c.

HbA1c merupakan indeks kontrol glikemik jangka panjang (2-

3 bulan). Sedangkan proses metabolik albumin terjadi lebih cepat

daripada hemoglobin dengan perkiraan 15 – 20 hari sehingga GA

merupakan indeks kontrol glikemik jangka pendek.

27
3.1.12 Komplikasi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain :

1) Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat

tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar

glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang

kurang tepat

b) Ketoasidosis diabetic

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar

glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat

menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang

ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai

dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari

600 mg/dl.

28
2) Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa kerusakan

pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada

pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil.

(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria

menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik

merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

(3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering

ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau

pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf.

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

(1) Penyakit jantung coroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM

disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang

29
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada disebut dengan SMI

(Silent Myocardial Infarction)

(2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien

non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang

ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM,

seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan

penglihatan, kelemahan dan bicara pelo.

3.1.13 Pencegahan

Pada Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat

disembuhkan tetapi dapat dilakukan pengendalian kadar gula darahnya.

Perilaku pengendalian kadar gula darah diantaranya adalah dengan

melakukan aktivitas fisik, mematuhi diet DM, melakukan manajemen

terapi DM, dan mematuhi kontrol.

30

Anda mungkin juga menyukai