Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI IMAM ABU HANIFAH

A. Riwayat Hidup Imam Abu Hanifah

Nama lengkap Imam Abu Hanifah ialah Abu Hanifah Al-Nu’man Bin Tsabit Ibn Zutha Al-Taimy, lebih
dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. ia berasal dari keturunan Persia, lahir di Kufah tahun 80 H / 699 M
dan wafat di Baghdad tahun 150 H / 767 M. selama hidupnya ia melakukan ibadah haji selama 55
kali.Beliau diberi gelar Abu Hanifah, karena diantara putranya ada yang bernama Hanifah. Hanifah
menurut bahasa Irak adalah tinta, Kemana pergi beliau selalu membawa tinta (alat tulis) untuk mencatat
ilmu pengetahuan yang didapatnya dari para guru yang dijumpainya. Hobi utamanya adalah
memperbanyak membaca al-Qur’an.

Ayah beliau keturunan dari bangsa Persia (Kabul afganistan), tetapi sebelum dia dilahirkan, ayahnya
sudah pindah ke Kufah. Oleh karena itu beliau bukan keturunan arab asli.

B. Guru-Guru Imam Abu Hanifah

Adapun guru-guru beliau pada waktu itu kebanyakannya ialah para ulama Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in
diantaranya ialah:

Abdullah bin Mas’ud (Kufah), ‘Ali Abi Thalib (Kufah), Ibrahim Al-Nakhai (wafat 95 H), Amir bin Syarahil Al-
Sya’bi (wafat 104 H), Imam Hammad bin Abu Sulaiman (wafat pada tahun 120 H) beliau adalah orang
alim ahli fiqh yang paling mashur pada masa itu Imam Hanafi berguru kepadanya dalam tempo kurang
lebih 18 tahun lamanya

C. Murid-Murid Imam Abu Hanifah

Murid-murid Imam Abu Hanifah Abu Hanifah yang paling terkenal yang pernah belajar dengannya di
antaranya ialah:

1. Imam Abu Yusuf, Yaqub bin Ibarahim Al-Ansha

2. Imam Muhammad bin Hasan bin Farqad Asy-Syaiban

3. Imam Zafar bin Hudzail bin Qias Al-Kufy1

4. Imam Hasan bin Ziyad Al-Luluy1

Empat orang itulah sahabat dan murid Imam Abu Hanifah yang terakhirnya menyiarkan dan
mengembangkan aliran dan buah ijtihad beliau yang utama, dan mereka itulah yang mempunyai
kelebihan besar dalam memecahkan atau mengupas soal-soal hukum yang bertalian dengan agama.

D. penyebaran ilmunya

Mazhab Hanafi menjadi salah satu mazhab fikih tertua dalam masyarakat Muslim. Pertama kali dirintis
oleh Imam Abu Hanifah (150 H). Di antara lokasi yang menjadi pusat penyebaran Mazhab Hanafi adalah
Irak, Khurasan, Syam, Mesir, dan wilayah Afrika Utara lainnya.
Saat ini, mazhab Hanafi menjadi mazhab yang dominan di beberapa negeri mayoritas Muslim. Christie S.
Warren mencatat bahwa Mazhab Hanafi banyak dianut di Yordania, Lebanon, Pakistan, Suriah, Turki, Uni
Emirat Arab, Bangladesh, Mesir, India, dan Irak. Konstitusi Afghanistan banyak merujuk kepada fatwa-
fatwa Mazhab Hanafi. Salah satu praktik ibadah yang didasarkan kepada Mazhab Hanafi adalah azan
yang digunakan di sebagian masjid di India dan Afghanistan.

Di Indonesia yang pada umumnya bermazhab Syafi'i, azan dimulai dengan bacaan takbir sebanyak empat
kali. Praktik berbeda yang dapat ditemui pada sebagian masjid penganut Mazhab Hanafi, bacaan
takbirnya hanya dua kali. Azan semacam ini didasarkan kepada pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin
Al-Hasan Al-Syaibani.

E. Pendidikan Imam Abu Hanifah

Sebagaimana kebiasaan orang-orang shaleh lainnya, Abu Hanifah juga telah menghafal Alquran sedari
kecil. Di masa remaja, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit mulai menekuni belajar agama dari ulama-
ulama terkemuka di Kota Kufah. Ia sempat berjumpa dengan sembilan atau sepuluh orang sahabat Nabi
semisal Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d, Jabir bin Abdullah, dll. Saat berusia 16 tahun, Abu Hanifah pergi
dari Kufah menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Madinah al-Munawwaroh. Dalam perjalanan ini, ia berguru kepada tokoh tabi’in, Atha bin Abi
Rabah, yang merupakan ulama terbaik di kota Mekah.

Jumlah guru Imam Abu Hanifah adalah sebanyak 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat
Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in

F. Kehebatannya dalam berdebat

Ada peristiwa unik dan mengagumkan tentang Imam Abu Hanifah dalam hal ini, sebagaimana diceritakan
Imam Adz-Dzahabi. Khalifah Al-Manshur hendak menjadikannya sebagai seorang pejabat tinggi, yaitu
sebagai Qadhi (semacam hakim agung saat itu). Raja memaksanya, namun Imam Abu Hanifah
menolaknya. Mughits bin Budail bercerita, bahwa Al-Manshur memanggil Imam Abu Hanifah untuk
dijadikan sebagai Qadhi (hakim agung), maka terjadilah dialog:.

Berkata Khalifah, “Maukah kamu menduduki jabatan yang sekarang dibebankan kepadaku?”

Imam Abu Hanifah menjawab, “Saya tidak layak.”

Khalifah menimpali, “Bohong kamu!”

Lalu di antara jawaban Abu Hanifah yang membuat Khalifah tidak bisa berkata-kata, dan menunjukkan
kehebatan Abu Hanifah dalam berdebat dan ilmu logika

Abu Hanifah menjawab, “Demi Allah, jika dalam keadaan senang saja aku tidak amanah, maka
bagaimana bisa amanah jika aku sedang marah? Pokoknya aku tidak layak!”

Al-Manshur berkata, “Kamu bohong!”


Abu Hanifah menjawab lagi, “Kalau begitu, bagaimana bisa Anda menjadikan seorang pembohong
sebagai hakim?”

Ya, kalau memang sudah tahu aku ini pembohong kok masih diangkat juga sebagai hakim? Inilah
jawaban Abu Hanifah untuk mengelak menjadi seorang pejabat negara.

G. Karya-Karya Imam Abu Hanifah

Sebagian ulama yang terkemuka dan banyak memberikan fatwa, Imam Abu Hanifah meninggalkan
banyak ide dan buah fikiran. Sebagian ide dan buah fikirannya ditulisnya dalam bentuk buku, tetapi
kebanyakan dihimpun oleh murid-muridnya untuk kemudian dibukukan. Kitab-kitab yang ditulisnya
sendiri antara lain:

1. al-Fara’id: yang khusus membicarakan masalah waris dan segala ketentuannya menurut hukum Islam.

2. asy-Syurut: yang membahas tentang perjanjian.

3. al-Fiqh al-Akbar: yang membahas ilmu kalam atau teologi dan diberi syarah (penjelasan) oleh Imam
Abu Mansur Muhammad al-Maturidi dan Imam Abu al-Muntaha al-Maula Ahmad bin Muhammad al-
Maghnisawi.

H. Wafatnya

Imam Abu Hanifah wafat di Kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Imam Ibnu Katsir mengatakan, “6
kelompok besar Penduduk Baghdad menyolatkan jenazah beliau secara bergantian. Hal itu dikarenakan
banyaknya orang yang hendak menyolatkan jenazah beliau.”

Di masa Turki Utsmani, sebuah masjid di Baghdad yang dirancang oleh Mimar Sinan didedikasikan untuk
beliau. Masjid tersebut dinamai Masjid Imam Abu Hanifah. Sepeninggal beliau, madzhab fikihnya tidak
redup dan terus dipakai oleh umat Islam, bahkan menjadi madzhab resmi beberapa kerajaan Islam
seperti Daulah Abbasiyah, Mughal, dan Turki Utsmani. Saat ini madzhab beliau banyak dipakai di daerah
Turki, Suriah, Irak, Balkan, Mesir, dan India.

Anda mungkin juga menyukai