Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pnemonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari
suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) (Silvia A. Prince). Dengan gejala batuk
dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspiri substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsilidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis.
Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskedas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian
balita di indonesia mencapai 15,5%. Di Indonesia pneumonia juga merupakan urutan ke dua
penyebab kematian balita setelah diare. Dan di dunia diperkirakan ada 1,8 juta atau 20%dari
kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan
tuberkulosis. Oleh karena hal tersebut diatas maka kami tertarik untuk mengambil jurnal
tentang pneumonia sebagai bahan untuk dianalisis.

B. Tujuan
Tujuan dilakukan analisis jurnal :
1. Sebagai metode pembelajaran mahasiswa terkait tata cara dalam analisis jurnal
2. Untuk menambah wawasan serta ilmu pengetahuan tentang penelitian terkait pneumonia

C. Analisis PICO
1. Populasi
Seluruh Balita yang terdapat dalam data Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan
Pengembangan Keshatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dengan
jumlah sampel balita yang memenuhi kriteria adalah 82.666 orang.
2. Intervensi
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dilakukan dengan desain potong lintang,
menggunakan data Riskesdas 2013. Penetapan kejadian pneumonia didasarkan
pada hasil wawancara terhadap ibu balita, dengan batasan operasional diagnosis
pneumonia oleh tenaga kesehatan dan/atau dengan gejala pneumonia dalam
periode 12 bulan terakhir.
3. Compare
Dalam jurnal penelitian ini tidak menggunkan kelompok pembanding.
4. Output
Peneliti menginterprestasikan bahwa faktor sosial, demografi, ekonomi dan lingkungan
rumah secara bersama-sama berperan terhadap kejadian pneumonia pada balita di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Pnemonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari
suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) (Silvia A. Prince). Dengan gejala batuk
dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspiri substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsilidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Dahlan, Zuh 2006).

B. ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus pnemonia,
melalui slang infus oleh staphylococcus aureus sedangkan pada oemakaian ventilatr oleh P.
Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadan pasien seperti
kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi ligkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk paru-paru organism bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengahlahkan
mekanisme pertahanan paru, terjadi pnemonia. Selan di atas penyebab terjadinya pnemonia
sesuai penggolongannya yaitu:
1. Bacteria: diplococcus pnemonia, pnemococcus, streptokokus hemolyticus, streptokoccus
aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis, bacillus friedlander.
2. Virus: repiratory syncytial virus, adeno virus, V. Sitomegalik, V. Influenza.
3. Mycoplasma pnemonia
4. Jamur: histoplasma capsulatum cryptococcus neuroformans, blastomyces dermatitides,
coccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing
6. Pnemonia hipostatik
7. Sindrom loefflet

C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-
paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-
paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai alveoli,
reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli.
Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler
alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler
di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri
dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar
masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah
beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama
dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar
dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang
berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak
kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli
yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi
oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur
dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
(Underwood, 2000 : 392).

D. KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 menyebutkan tiga klasifikasi
pneumonia, yaitu:
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia
akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang
telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakangan mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum
sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya pneumonia bakteri itu didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi
virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan
mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-
paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya
klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus
influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia
juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita
menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai
membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena
bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi
superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
3. Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai
tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi
pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan
nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih
(oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi
oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sulit
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa
terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya PCH, Adanya takipnea
sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesori
pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum purulen, berbusa,
bersemu darah, batuk : Non produktif – produktif, demam menggigil, faringitis.
2. Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius, turgor kulit menurun, peningkatan taktil
fremitus di sisi yang sakit, hati mungkin membesar.
3. Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
4. Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik
yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada), ronchii pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik
melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial);
atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikroplasma,
sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang
ada
3. Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah netrofil)
(Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran LED
meninggi.
4. LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain
menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsi jaringan
paru
5. Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
6. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan
test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan
karena sulit.
7. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).
8. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
9. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV), karakteristik sel
raksasa (rubella).

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan
terdengar suara ronchi. Selain itu juga didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti: rontgen dada,
pembiakan dahak, hitung jenis darah, gas darah arteri.

H. THERAPY
1. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
2. Pemberian oksigen tambahan
3. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
4. Antibiotik sesuai dengan program
5. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
6. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10
mEq/500 ml cairan infuse.
7. Obat-obatan :
8. Antibiotika berdasarkan etiologi.
9. Kortikosteroid bila banyak lender.
10. Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat
penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA
(Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle,
poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
a. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
b. Simptomatik terhadap batuk.
c. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
d. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
e. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai
spektrum sempit.

I. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah
dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
2. Efusi pleura
3. Abses otak
4. Endokarditis
5. Osteomielitis
6. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
7. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
8. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
9. Infeksi sitemik.
10. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
11. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

J. PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai 1%.
Pasien dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi (Q_key `0094`).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (NANDA)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat, takipnea, demam
4. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory
5. Defisiensi pengetahuan b.d perawatan anak pulang
BAB III
ANALISIS JURNAL

Deskripsi jurnal
1. JUDUL JURNAL :
PNEUMONIA PADA BALITA DI INDONESIA
2. PENULIS JURNAL :
Athena Anwar dan Ika Dharmayanti, Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
Balitbangkes, Kemenkes RI
3. NAMA JURNAL DIPUBLIKASIKAN OLEH :
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Balitbangkes, Kemenkes RI
4. PENELAAH / REVIEW JURNAL
Akan ditelaah oleh Sulistyo dan Oktaviana Mahasiswa profesi ners Wira Husada
Yogyakarta
5. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan telah sesuai dengan tehnik penulisan karya ilmiah. Penggunaan tanda
baca, huruf besar dan tulisan miring untuk bahasa asing digunakan dalam penelitian ini
dengan tepat.
6. REFERENSI DAFTAR PUSTAKA
Dalam penelitian ini menggunakan 22 referensi dan 9 diantaranya kurang dari 10 tahun.

KOMPONEN
No ITEM TELAAH JURNAL
JURNAL
PENDAHULUAN 1 Apa masalah penelitian
Masalah penelitian ini adalah penyakit pneumonia merupakan
penyakit penyebab kematian balita di dunia.

Seberapa besar masalah tersebut


Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskedas) tahun 2007
melaporkan bahwa kemtian balita di indonesia mencapai 15,5%. Di
Indonesia pneumonia juga merupakan urutan ke dua penyebab
kematian balita setelah diare. Dan di dunia diperkirakan ada 1,8 juta
atau 20%dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi
kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis.
Dampak masalah apabila tidak diatasi
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian
pneumonia sebulan terakhir (period prevalence) mengalami
peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 ‰ menjadi 2,7 ‰
pada tahun 2013. Kematian balita yang disebabkan oleh
pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.
Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SD- KI), yang melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari
tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002
menjadi 11,2% pada tahun 2007. Oleh karena itu jika tidak
ditangani secara tepat maka angka kematian akibat pneumonia akan
semakin meningkat
Berdasarkan penelitian apa hipotesa dan tujuan yang ditetapkan
oleh peneliti ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor
determinan yang berperan dalam pneumonia pada balita di
Indonesia.

METODE 2
Desain penelitian Desain penelitian apa yang digunakan?
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dilakukan dengan
desain potong lintang, menggunakan data Riskesdas 2013,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Metode pengumpulan data


Penetapan kejadian pneumonia didasarkan pada hasil
wawancara terhadap ibu balita, dengan batasan operasional
diagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dan/atau
dengan gejala pneumonia dalam periode 12 bulan terakhir.

POPULASI DAN 3 Siapa target populasi


SAMPEL Seluruh Balita yang terdapat dalam data Riskesdas 2013, Badan
Penelitian dan Pengembangan Keshatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kriteria Sampel
Kriteria sampel adalah balita (12–59 bulan) yang menjadi
responden Riskesdas 2013
Jumlah sampel balita yang memenuhi kriteria adalah 82.666
orang.

Batasan sampel penelitian ? apa kriteria inklusi dan Eklusi


pasien ?
Yaitu balita yang telah diagnosis pneumonia oleh tenaga
kesehatan dan/atau dengan gejala pneumonia dalam periode 12
bulan terakhir.

PENGUKURAN 4 Variabel apa saja yang diukur dalam metode penelitian ?


ATAU 1. Variabel dependen adalah kejadian pneumonia balita.
PENGUMPULAN 2. Variabel independennya adalah karakteristik individu,
DATA lingkungan fisik rumah, perilaku penggunaan bahan bakar,
dan kebiasaan merokok. Kriteria inklusi adalah anak balita
(0 – 59 bulan).

Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data dengan cara Wawancara terhadap
ibu balita, dengan batasan operasional diagnosis pneumonia oleh
tenaga kesehatan dan/atau dengan gejala pneumonia dalam
periode 12 bulan terakhir.
ANALISA DATA 5 Pengukuran / analisa data yang dilakukan
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hubungan antara faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan
kejadian pneumonia (odds ratio) dilakukan dengan uji kai
kuadrat menggunakan tingkat kemaknaan (nilai p) 0,05 dan
derajat kepercayaan (confidence interval) 95%.
Untuk melihat faktor determinan pneumonia pada balita,
dilakukan analisis multivariat regresi logistik ganda (multiple
logistic regression) terhadap variabel hasil analisis bivariat yang
mempunyai nilai p kurang dari 0,25 atau secara subtansi dianggap
penting berhubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita

Program / Software apa yang digunakan?


Dalam penelitian ini tidak dicantumkan

HASIL 6 Bagaimana Alur (Flow) Penelitian yang menggambarkan


PENELITIAN Responden mengikuti penelitian.
Sebelum masuk dalam data Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan
Pengembangan Keshatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Terlebih dahulu dilakukan Wawancara terhadap
ibu balita, dengan batasan operasional diagnosis pneumonia
oleh tenaga kesehatan dan/atau dengan gejala pneumonia
dalam periode 12 bulan terakhir.
Terdapat 1.229 orang (1,5%) pernah didiagnosis petugas
kesehatan dan 2.091 orang (2,5%) mengalami gejala pneumonia
dalam 12 bulan terakhir sejak wawancara dilakukan (Tabel 1).
81.205 orang tidak pernah didiagnosis (98,2%) dan 232
orang tidak tahu (0,3%). Sebanyak 79.233 orang (95,8%)
tidak mengalami gejala pneumonia dan 115 orang (0,1%)
menyatakan tidak tahu.

Apa hasil utama dari penelitian ?


Dari hasil analisis pada tabel 1 Kejadian pneumonia pada anak
balita adalah berdasarkan diagnosis oleh petugas kesehatan
maupun gejala yang dirasakan/diamati, yaitu berjumlah 3.320
orang (4,0%)
Dari hasil analisis pada tabel 2 Berdasarkan karakteristik
sosiodemografi, karakteristik individu dengan kejadian
pneumonia pada jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan
hampir sama, laki- laki sebanyak 41.925 hanya berselisih lebih
tinggi sedikit daripada perempuan, yaitu sebanyak 40.695.
Tempat tinggal balita lebih banyak di perdesaan dibanding
perkotaan, pendidikan ibu balita pada umumnya SLTP ke atas. Ibu
balita yang tidak bekerja lebih banyak hampir setengah dari ibu
yang bekerja. Tingkat ekonomi rumah tangga balita yang diukur
berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, lebih banyak berada di
tingkat menengah ke atas (menengah sampai teratas) dibanding
menengah ke bawah (menengah bawah dan terbawah)
Dari hasil analisis pada tabel 3 Risiko pneumonia meningkat secara
bermakna (nilai p < 0,05) pada kelompok balita laki-laki (OR =
1,11), pada kelompok yang bertempat tinggal di pedesaan (OR =
1,29), pada kelompok ibu balita dengan pendidikan SD ke
bawah (OR = 1,49), dan pada kelompok tingkat ekonomi keluarga
menengah bawah (OR = 1,44). Tabel 3 menunjukkan bahwa risiko
pneumonia meningkat secara bermakna (nilai p < 0,05) pada
kelompok balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai tanah
(OR = 1,36), jenis dinding bukan tembok (OR = 1,27), atap
rumah tidak berplafon/langit-langit (OR = 1,12), tidak
memiliki/tidak biasa membuka jendela kamar tidur (OR = 1,38),
dapur yang tidak terpisah dengan ruangan lain (OR = 1,40),
ventilasi dan pencahayaan kamar tidak cukup (OR = 1,38), padat
penghuni (OR = 1,21), menggunakan bahan bakar memasak yang
tidak aman (OR = 1,30)
Dari hasil uji multivariat diperoleh tujuh faktor risiko secara
bersama-sama berhubungan secara bermakna dengan
pneumonia pada balita (nilai p < 0,05), yaitu jenis kelamin
balita, tipe tempat tinggal, pendidikan ibu, tingkat
ekonomi/kuintil indeks kepemilikan, kondisi rumah letak dapur,
keberadaan/kebiasaan membuka jendela dan ventilasi kamar
tidur. Risiko pneumonia balita yang ibunya berpendidikan
rendah (SD ke bawah) lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang berpen- didikan lebih tinggi (OR = 1,20). Demikian juga
risiko pneumonia balita pada rumah tangga dengan tingkat
ekonomi rendah (menengah dan terbawah) lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat ekonomi tinggi (menengah atas
sampai teratas) (OR = 1,19). Hal ini dimungkinkan karena rumah
tangga dengan status ekonomi yang lebih tinggi dapat memiliki
kemampuan lebih baik dalam pemenuhan kebutuhannya,
termasuk pemeliharaan kesehatan (meningkatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan dan ibu yang berpendidikan lebih tinggi
diharapkan mempunyai informasi dan wawasan yang lebih baik
termasuk dalam pemecahan masalah kesehatan.

DISKUSI 7 Interprestasi peneliti terhadap hasil penelitian


Peneliti menginterprestasikan bahwa faktor sosial, demografi,
ekonomi dan lingkungan rumah secara bersama-sama berperan
terhadap kejadian pneumonia pada balita di Indonesia.

Bagaimana Peneliti membandingkan penelitiannya dengan


penelitian sebelumnya ?
Penelitian yang dilakukan oleh Mosley dan Chen, hasil penelitian
ini tidak jauh berbeda. Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa status ekonomi rumah tangga dan pendidikan secara tidak
langsung berpengaruh terhadap kesehatan. Demikian juga apabila
dibandingkan dengan hasil penelitian Hananto, yang
menunjukkan bahwa status ekonomi dan tingkat pendidikan
berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia balita.
Hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Machmud, yang menyatakan bahwa faktor
ekonomi (kemiskinan) berkontribusi terhadap kejadian
pneumonia balita.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lystiowati, yang
menyebutkan bahwa suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dapat meningkatkan risiko pneumonia balita,
masing- masing sebesar 6,79 dan 9,44 kali.
Penelitian yang dilakukan oleh Cardoso dkk, dan Yuwono, yang
menyatakan bahwa rumah yang tidak memenuhi syarat kepadatan
mempunyai risiko terhadap pneumonia (OR masing-masing 2,5
dan 2,7).

Pendanaan
Dalam jurnal ini tidak dijelaskan sumber dana untuk
penelitiannya

Bagaimana Aplicability hasil penelitian menurut peneliti ?


Untuk mengendalikan kejadian pneumonia pada balita, intervensi
yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kondisi fisik rumah
seperti pemisahan dapur dengan ruangan lain, memasang ventilasi
kamar, dan selalu membuka jendela kamar tidur.

Apakah Kelebihan dan kekurangan pada penelitian ini


Kelebihan :
1. Latar belakang masalah penelitian dan teori yang ada sesuai
dengan penelitian ini.
2. Hasil dan bahasan dalam penelitian ini dijelaskan dan
disusun dengan rinci
3. Terdapat perbandingan dari peneliti peneliti lain yang sesuai
dengan pokok bahasan penelitian
Kekurangan :
1. Tidak dijelaskan tujuan umum dan tujuan khusus dari
penelitian ini
2. Tidak dijelaskan instrumen / format yang digunakan untuk
wawancara.
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

Implikasi dalam penelitian ini adalah :


1. Perawat mampu mengidetifikasi tanda dan geja pada anak dengan pneumonia sehingga
dapat di tatalaksanai dengan tepat.
2. Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dan intevensi pada pasien pneumonia.
3. Untuk mengendalikan kejadian pneumonia pada balita, intervensi yang dapat dilakukan
adalah memperbaiki kondisi fisik rumah seperti pemisahan dapur dengan ruangan lain,
memasang ventilasi kamar, dan selalu membuka jendela kamar tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth volume


1.Jakarta:EGC
Nurarif, Amin Huda. 2015. Nanda. Nic Noc Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification (NIC).Missouri :
Mosby
Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby
Dahlan, Zul. 2006. Buku Ajar Ilmu Pernyakit Dalam. Jakarta: balai penerbit FKUI

Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
A. Diagnosis Keperawatan
1. ...................................................................................................................................................
2. ...................................................................................................................................................
3. ...................................................................................................................................................
4. ...................................................................................................................................................
5. ...................................................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS JURNAL STROBE KEPERAWATAN STASE ANAK
PNEUMONIA PADA BALITA DI INDONESIA

Analisis Jurnal ini telah dibaca, diperiksa pada


Hari/Tanggal : .........................

Mengetahui Mahasiswa I
Pembimbing Akademik

(....................................)
Mahasiswa II

(....................................)

(....................................)

Anda mungkin juga menyukai