SKRIPSI
Oleh
ASRI LESTARI
2213085
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmad dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
”Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani
Hemodialisis Berdasarkan Kuesioner Zung Self-Rating Anxiety Scale Di RSUD
Wates Tahun 2017”.
Skripsi ini telah dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan
setulus-tulusnya :
1. Kuswanto Hardjo, dr,. M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Ns., Sp.Kep. MB selaku Ketua Program
Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta.
3. Dwi Kartika Rukmi, M.Kep., Ns., Sp.Kep. MB selaku pembimbing yang
dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan serta motivasi, serta
memberikan dorongan penuh kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Fajriyati Nur Azizah, M.Kep., Ns., Sp.Kep. J selaku penguji yang telah
memberi masukan, bimbingan dan saran.
5. Direktur RSUD Wates Kulon Progo yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian ini.
6. Kepala Unit Hemodialisa RSUD Wates Kulon Progo yang telah mengizinkan
untuk mengambil data primer.
7. Kepada responden yang bersedia mengisi kuesioner dan menjadi bagian dari
penelitian ini.
8. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan, do’a dan
semangat pada penulis selama penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman PSIK angkatan 2013 yang telah bersedia membantu dan
memberikan nasihat serta dorongan pada penulis.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
PERNYATAAN ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR SKEMA ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
INTISARI ...................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat penelitian ................................................................................ 4
E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 5
v
D. Kecemasan Pada Penderita Chronic Illlnes ......................................... 25
E. Zung Self Rating Anxiety Scale ........................................................... 26
F. Kerangka Teori..................................................................................... 28
G. Kerangka Konsep ................................................................................ 29
H. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 32
Tabel 3.2 Pernyataan Tingkat Kecemasan ...................................................... 34
Tabel 3.3 Teknik Penilaian Instrumen ............................................................ 34
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisa ................................................................... 43
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisis ........................................................ 44
vii
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema 2.1 Kerangka Teori …………………………………………………….28
Skema 2.2 Kerangka Konsep ………………………………………………….29
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS BERDASARKAN
KUESIONER ZUNG SELF-RATING ANXIETY SCALE
DI RSUD WATES TAHUN 2017
INTISARI
Latar Belakang: Data yang dirilis oleh Riskesdas 2013 di Indonesia penderita
GGK sebanyak 0,2%. Prevalensi di DIY sebesar 0,3% dan di daerah Kulon Progo
sebesar 0,3%. Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang memerlukan
hemodialisis untuk mempertahankan hidup. Lama menjalani hemodialisis akan
berdampak terhadap psikologis pasien. Pasien akan mengalami kecemasan yang
jika tidak ditangani akan berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety
disoreders.
Tujuan: Diketahui gambaran tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis berdasarkan kuesioner Zung Self Rating Anxiety Scale di
RSUD Wates.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan
sampel dengan menggunakan purposive sampling yang berjumlah 59 responden
sesuai kriteria inklusi. Analisa data menggunakan univariat. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner.
Hasil: Karakteristik responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki 57,6%,
bekerja sebagai wiraswasta 33,9%, masuk kedalam kelompok lansia akhir 42,4%,
pendidikan terakhir SMA 50,8%, menjalani hemodialisa > 6 bulan 89,8% dan
sebagian besar masuk kategori cemas ringan 42,4%.
Kesimpulan: penelitian ini menggambarkan bahwa sebagian besar pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisa RSUD Wates
mengalami cemas ringan. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
menggunakan kuesioner tingkat kecemasan lain yang dapat mewakili semua
tanda-tanda kecemasan.
1
Mahasiswa Program Studi Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta
2
Dosen Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
x
THE DESCRIPTION ABOUT ANXIETY LEVEL OF PATIENTS WITH
CHRONIC RENAL FAILURE AND UNDER HEMODIALYSIS
TREATMENT BASED ON ZUNG SELF-RATING ANXIETY
SCALE QUESTIONNAIRRE IN RSUD WATES 2017
ABSTRACT
Background : Data released by Basic Health Study 2013 revealed that there were
people in Indonesia affected by chronic renal failure as many as 0,2% of
population. The prevalence in Yogyakarta province was 0,3% and 0,3% in
Kulonprogo. Renal failure is categorized as chronic disease which needs
hemodialysis treatment to maintain one's life. The length of hemodialysis
treatment will affect patient's psychological aspect. Patient will experience anxiety
which may result in anxiety disorder if no immediate treatment is given.
Objective : To identify The Description about Anxiety Level of patients with
chronic renal failure and Under Hemodialysis Treatment Based On Zung Self-
Rating Anxiety Scale Questionnairre
Method : This study was descriptive and quantitative. Sampling was carried out
by applying purposive sampling technique to select 59 respondents in conformity
with inclusion criteria. Data analysis applied univariate method. Study instrument
was questionnairre.
Result : The majority of respondents' characteriatic was male (57,6%), worked as
enterpreneurs (33,9%), categorized as elderly with last stage of life (42,4%), last
educational degree of senior high school (50,8%), under hemodialysis treatment
for more than 6 months (89,8%), and mostly in the category of mild anxiety
(42,4%).
Conclusion : This study described that most of patients with chronic renal failure
and under hemodialysis treatment in hemodialysis unit of Wates general hospital
were affected by mild anxiety. Researchers in the future are supposed to use other
types of questionnairre about anxiety level to represent all symptoms of anxiety.
1
A student of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of
Health Science of Yogyakarta
2
A counseling lecturer of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani
School of Health Science of Yogyakarta
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolik dalam darah (Muttaqin & Sari, 2011).
Nursalam (2006) menyebutkan bahwa gagal ginjal kronis (chronic renal failure)
adalah kerusakan ginjal progresif yang ditandai dengan uremia dimana urea dan
limbah nitrogen beredar dalam darah yang mengakibatkan komplikasi jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit gagal ginjal kronik (GGK)
saat ini menjadi masalah besar karena termasuk penyakit yang sulit disembuhkan.
Gagal ginjal bersifat irreversible sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap. Tanpa terapi penggantian ginjal, kematian akibat kelainan metabolik
dapat terjadi dengan cepat (Wahyuni et al, 2014).
Penderita GGK terus meningkat setiap tahunnya, berdasarkan Center For
Disease Control and Preventation prevalensi GGK di Amerika Serikat pada tahun
2012 lebih dari 10% atau lebih dari 20 juta orang (Alfiannur, Nauli & Dewi,
2015). Data yang dirilis oleh Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 berdasarkan
diagnosis dokter, di Indonesia didapatkan gagal ginjal kronik sebesar 0,2% dan
penyakit batu ginjal sebesar 0,6% dari seluruh penyakit yang tidak menular.
Prevalensi tertinggi Sulawesi Tengah sebesar 0,5% dan DI Yogyakarta sebesar
0,3%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan prevalensi gagal ginjal
kronis berdasarkan diagnosis dokter di DIY sebesar 0,3% dan prevalensi gagal
ginjal kronik di daerah Kulon Progo sebesar 0,3%.
Saat ini, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling
banyak dilakukan dan jumlahnya terus meningkat. Hemodialisis adalah metode
terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan atau limbah dari dalam
tubuh saat ginjal sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya (Muttaqin, & Sari,
2011). Hemodialisis dapat memperpanjang usia, namun tindakan ini tidak akan
bisa mengembalikan fungsi ginjal (Wahyuni, et al, 2014). Hemodialisis digunakan
bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien dengan penyakit akut yang
1
2
membutuhkan dialisis waktu singkat (Nursalam, 2006). Pasien gagal ginjal kronik
harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya, biasanya tiga kali seminggu
selama paling sedikit 3 atau 4 jam per 1 kali terapi, atau sampai mendapat ginjal
baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin, & Sari, 2011).
Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis akan mengalami
kecemasan yang disebabkan oleh berbagai stressor, diantaranya pengalaman nyeri
pada daerah penusukan saat memulai hemodialisis, masalah finansial, kesulitan
dalam mempertahankan masalah pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang,
depresi akibat penyakit kronis serta ketakutan terhadap kematian (Brunner, &
Suddarth, 2014).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya
bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
mengatasi ancaman (Kaplan, et al., dalam Tokala, et al., 2015). Menurut
Kusumawati & Hartono (2011) menyebutkan cemas adalah emosi dan
pengalaman subyektif dari seseorang yang membuat dirinya tidak nyaman. Cemas
merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai bentuk
respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi
berkepanjangan maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety
disorders (Luana et al, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan Luana, et al (2012) sebagian besar penderita
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa diketahui 47,5% mengalami
kecemasan ringan sedangkan 3,75% tidak mengalami kecemasan dan sisanya
mengalami kecemasan sedang hingga sangat berat. Begitu juga penelitian yang
dilakukan oleh Tanvir (2013) dengan hasil 42,69% yang mengalami gangguan
kecemasan dari 47,36% pasien yang mengalami kecemasan ringan, 28,94%
mengalami kecemasan sedang dan 23,68% mengalami kecemasan yang parah.
Cukor et al (2008) dalam Patimah, Suryani, & Nuraeni (2015) menjelaskan
bahwa jika kecemasan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan beberapa
dampak diantaranya seseorang cenderung mempunyai penilaian negatif tentang
makna hidup, perubahan emosional seperti depresi kronis serta gangguan psikosa.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mendapat data
dasar terkait tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis berdasarkan kuesioner Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) di
RSUD Wates tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran tingkat kecemasan pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berdasarkan kuesioner Zung Self-
rating Anxiety Scale (ZSAS) di RSUD Wates tahun 2017?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui gambaran tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis berdasarkan kuesioner Zung Self-rating Anxiety Scale
(ZSAS ) di RSUD Wates tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui karakteristik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan lama
hemodialisis.
b. Diketahui gambaran tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis berdasarkan kuesioner Zung Self-rating Anxiety
Scale (ZSAS ) di RSUD Wates tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
acuan pengembangan penelitian dalam praktek keperawatan khususnya
mengenai kecemasan pasien yang menjalani hemodialisis.
5
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat di Unit Hemodialisa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan
merencanakan perawatan agar meminimalkan tingkat kecemasan pasien
dengan memberikan promosi kesehatan tentang hemodialisa dan hal yang
berkaitan dengan penyakit pasien agar pasien paham tentang manfaat
terapi.
b. Bagi Responden
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasien bahwa kondisi
psikologis seperti kecemasan kemungkinan dapat memperburuk kondisi
fisik. Dengan informasi yang diberikan, diharapkan pasien tidak bersikap
pesimis terhadap kondisinya.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Memperkenalkan kuesioner ZSAS untuk mengukur tingkat kecemasan dan
sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian lebih lanjut dalam
bidang keperawatan, khususnya pada tingkat kecemasan pasien yang
menjalani hemodialisis.
d. Bagi peneliti
Hasil penelitian dapat dijadikan pengalaman bagi peneliti dalam
menanggapi pasien dengan penyakit kronik sehingga dapat memberikan
penanganan yang komprehensif.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang masih ada kaitannya dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain:
1. Tokala (2015), dengan judul penelitian “Hubungan antara Lamanya menjalani
Hemodialisis dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien dengan Penyakit Ginjal
Kronik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu observasional analitik dengan pendekatan
potong lintang. Cara pengambilan sampel secara purposive sampling dan
menggunakan instrumen penelitian Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).
6
42
43
memberikan informasi secara personal terkait dengan kondisi pasien dan terapi
yang harus dijalani.
2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan
usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan lama menjalani hemodialisis
diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Wates
Tabel 4.2 menunjukkan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUD Wates sebagian besar kategori cemas ringan
sebanyak 32 orang (42,4%).
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, menunjukan bahwa dari 59 responden,
terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 responden (57,6%),
sedangkan responden perempuan sebanyak 25 responden (42,4%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Hargyowati (2016) dari 40 responden
didapatkan terbanyak karakteristik responden laki-laki sebanyak 29 responden
(65,9%). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kusumawardani (2010)
yang menyatakan bahwa pasien yang paling banyak menderita gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa adalah berjenis kelamin perempuan
45
sebanyak 67,3%. Pembentukan batu ginjal lebih banyak diderita oleh laki-laki
karena saluran kemih laki-laki lebih panjang sehingga pembentukan batu ginjal
lebih banyak daripada permpuan. Laki-laki juga mempunyai kebiasaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minum kopi dan alkohol yang
dapat memicu terjadinya penyakit sistemik yang dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal (Brunner & Suddarth, 2008). Setiap penyakit pada
dasarnya dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi
beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laik-laki dan
perempuan. Berbagai literatur tidak ada yang menyatakan bahwa jenis kelamin
merupakan patokan untuk menyebabkan seseorang mengalami gagal ginjal
kronis (Nurcahyati, 2011)
Usia responden di Unit Hemodialisa RSUD Wates terbanyak dalam
kelompok usia lansia akhir sebanyak 25 responden (42,4%) dan lansia awal
sebanyak 15 responden (25,4%). Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa fungsi renal akan berubah dengan pertambahan usia, setelah usia 40
tahun terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga
mencapai usia 70 tahun kurang lebih 50% dari normalnya. Salah satu fungsi
tubulus yaitu kemampuan reabsorbsi dan pemekatan akan berkurang
bersamaan dengan peningkatan usia (Brunner & Suddarth, 2008). Hasil
penelitian ini dapat dikuatkan oleh penelitian Hargyowati (2016) terbanyak
karakteristik usia yang mengalami gangguan kecemasan adalah usia lansia
akhir sebanyak 13 responden (29,5%). Sedangkan menurut teori Stuart (2013)
seseorang dengan umur yang lebih muda akan lebih cemas dibandingkan
dengan seseorang yang berumur lebih dewasa atau yang lebih tua.
Pekerjaan responden di Unit Hemodialisa RSUD Wates terbanyak adalah
wiraswasta sebanyak 20 responden (33,9%). Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian Lathifah (2016) yaitu penderita gagal ginjal kronik paling
banyak wiraswasta (45%) sebagian besar mereka bekerja di pabrik. Sistem
kerja di pabrik cenderung mendorong pekerja memiliki pola minum dan pola
tidur yang tidak sehat. Sebagian besar cenderung kurang mengkonsumsi
minum air putih dikarenakan waktu kerja yang sangat padat. Selain itu juga
46
cenderung memiliki pola tidur yang tidak teratur dikarenakan sistem kerja shif.
Banyak orang tidak menyadari bahwa gaya hidup yang kurang mengkonsumsi
air putih sangat berbahaya bagi tubuh. Kekurangan air putih dalam tubuh dapat
mengakibatkan dehidrasi yang dapat berdampak pada gangguan emosi,
meningkatnya rasa lelah serta turunnya produktivitas. Dalam jangka panjang
kurang mengkonsusmi air putih dapat menyebabkan gangguan ginjal (Dharma,
2014).
Pekerjaan adalah kegiatan atau aktifitas utama yang dilakukan secara rutin
sebagai upaya untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah
tangga (Fitriani, 2010). Individu dengan status ekonomi berkecukupan akan
mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sebaliknya individu dengan status ekonomi rendah akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Fitriani, 2010).
Menurut teori (Stuart, 2013) pekerjaan berkaitan dengan status ekonomi,
seseorang yang memiliki status ekonomi lebih rendah akan lebih mudah
mengalami stress dibandingkan seseorang yang memiliki status ekonomi yang
lebih tinggi.
Status Pendidikan responden di Unit Hemodialisa RSUD Wates terbanyak
berpendidikan SMA sebanyak 30 responden (50,8%). Hal ini dikarenakan
semakin tinggi pendidikan seseorang maka kemampuan serta pemahaman
tentang gagal ginjal kronik akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Taluta, Mulyadi & Hamel (2014) yang mendapatkan hasil
responden terbanyak adalah pendidikan SMA sebesar 50%. Sesuai dengan teori
yang disampaikan oleh Gultom (2012) yang megatakan bahwa pendidikan
merupakan dasar utama untuk keberhasilan pengobatan. Pendidikan
mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai gagal ginjal kronik dan efek
samping yang terjadi apabila menjalani terapi hemodialisis. Seseorang yang
tidak memiliki cukup pengetahuan kemungkinan akan merasakan tekanan saat
menjalani hemodialisa. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung akan
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang diperoleh semakin banyak pula pengetahuan
47
Dari hasil penelitian diatas pada tabel 4.2 kecemasan berdasarkan kuesioner
Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS) menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan responden gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
RSUD Wates terbanyak dalam kategori cemas ringan sebanyak 32 orang
(42,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan Tanvir (2013) yang menunjukkan
sebagian besar pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
mengalami tingkat kecemasan ringan. Seseorang menderita gangguan
kecemasan ketika orang tersebut tidak mampu mengatasi stressor yang sedang
dihadapinya. Keadaan seperti ini secara klinis bisa terjadi menyeluruh dan
menetap dan paling sedikit berlangsung selama 1 bulan
Tingkat kecemasan yang ringan dapat dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin
responden yang sebagian besar laki-laki (57,6%). Laki-laki bersifat lebih kuat
secara fisik dan mental, laki-laki dapat dengan mudah mengatasi sebuah
stressor oleh karena itu laki-laki lebih rileks dalam menghadapi sebuah
masalah, sedangkan perempuan memiliki sifat lebih sensitive dan sulit
menghadapi sebuah stressor sehingga perempuan lebih mudah merasa cemas
dan takut dalam berbagai hal misalnya seperti dalam menghadapi kenyataan
bahwa harus menjalani pengobatan secara terus menerus untuk kelangsungan
hidupnya. Hal ini diperkuat oleh Kassler (2005) dalam Halgin (2012) gangguan
kecemasan umumnya mempengaruhi 8,3% dari populasi dan biasanya terjadi
pada wanita. Hal ini didukung oleh penelitian Widiyati (2016) yang
menyimpulkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kecemasan pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Faktor lain yang bisa mempengaruhi tingkat kecemasan adalah usia
responden yang sebagian besar masuk pada kelompok usia lansia akhir
(42,4%). Menurut Isaac dalam Untari (2014) seseorang yang mempunyai usia
lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada
seseorang yang lebih tua. Pada usia dewasa seseorang sudah memiliki
kematangan baik fisik maupun mental dan pengalaman yang lebih dalam
memecahkan masalah sehingga mampu menekan kecemasan yang dirasakan.
Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan fungsi
49
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mengalami keterbatasan dan kendala dalam penelitian yaitu
Kuesioner Zung Self Rating Anxiety Scale hanya menggambarkan kecemasan
berdasarkan keadaan fisik dan belum mewakili semua tanda-tanda kecemasan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1. Karakteristik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
Wates adalah berjenis kelamin laki-laki (57,6%), masuk dalam kelompok
lansia akhir (42,4%), bekerja sebagai wiraswasta (33,9%), berpendidikan SMA
(50,8%), dan telah menjalani hemodialisis selama > 6 bulan (89,8%).
2. Tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di
RSUD Wates sebagian besar kategori cemas ringan (42,4%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran
sebagai berikut:
52
53
Jangkup. J.Y.K, Elim. C & Kandou. L.F.J. (2015), tingkat Kecemasan Pada
Pasien Penyakit ginjal Kronik (PGK) Yang Menjalani Hemodialisis Di
BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado, Jurnal e-Clinic, 3 (1).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/7823/7386 di
akses pada 06 September 2017.