Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Pre Eklampsia Berat dan Oligohidroamnion

Pembimbing:
Dr. Iaman Gantina Barus, Sp.OG(K)

Disusun Oleh:
Nevy Olianovi (11.2017.154)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


SMF ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 13 Mei 2019 – 20 Juli 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama Mahasiswa : Nevy Olianovi Tanda Tangan :


NIM : 11-2017-154
Dokter Penguji : Dr. Iaman Gantina Barus, Sp.OG(K)

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. AW Nama suami : Tn. ABS
Umur : 21 tahun Umur : 26 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMK
Agama : Islam Agama : Islam
Suku / Bangsa : Betawi Suku / Bangsa : Betawi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jl. H.M. Darpi no. 20, RT 01/13 Alamat : Jl. H.M. Darpi no. 20, RT 01/13

I. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis.
Tanggal: 8 Juli 2019, jam 11.00 WIB di VK RSUD KOJA

1. Keluhan Utama:
Tekanan darah tinggi sejak 1 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang wanita 21 tahun GIP0A0 hamil 35 minggu datang dengan membawa surat
rujukan dari RS Islam Sukapura dengan tekanan darah tinggi sejak 1 hari SMRS. Pasien
mengatakan kepala terasa sakit seperti di tusuk-tusuk dan pusing. Pasien juga mengeluh
nyeri pada pinggang, namun tidak menjalar hingga ke punggung. Adanya penglihatan
kabur dan nyeri ulu hati di sangkal oleh pasien. Pasien juga mengatakan sedang tidak
stress dan banyak pikiran.
Pasien mengatakan mules jarang. Keluar air-air dari jalan lahir, maupun lendir
darah disangkal pasien. Gerak janin terasa aktif. Mual dan muntah disangkal. BAB dan
BAK normal. Pasien rutin memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit setiap bulan.
Selama kontrol pasien tidak mengeluh adanya kelainan. Pasien tidak memiliki riwayat
darah tinggi sebelum maupun selama pemeriksaan kehamilan. Pasien tidak memiliki
riwayat operasi maupun opname sebelumnya. Pasien tidak merokok, minum alkohol
maupun mengonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan tertentu. Pasien tidak memiliki
hewan peliharaan seperti kucing maupun anjing. Selama hamil juga tidak pernah
mengalami demam, batuk, pilek, cacar air, dan keputihan.

3. Riwayat Haid:
Haid pertama umur : 12 tahun
Siklus : Teratur, 28 hari
Lamanya : 7 hari
Jumlah darah haid : 3 kali ganti pembalut.
Dismenorrhea : (-)
Leukorrhea : (-)
HPHT : 24 Oktober 2018
Usia kehamilan : 35 minggu
TP : 1 Agustus 2019

4. Riwayat Perkawinan:
Kawin : Sudah
Kawin : 1 kali
Dengan suami sekarang : 1 tahun

5. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu


Hamil Usia Jenis Jenis BB/PB Umur
Penyulit Penolong
ke- kehamilan persalinan kelamin lahir sekarang
1 Hamil ini
6. Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
( - ) Pil KB ( - ) IUD
( - ) Suntikan 3 bulan ( - ) Lain-lain
( - ) Susuk KB

7. Riwayat Antenatal Care (ANC)


Pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke dokter.

8. Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal / Saluran Kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Batuk Rejan
(-) Tifus Abdominalis (-) Wasir (-) Campak
(-) Diabetes (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh (-) Demam Rematik Akut
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan Otak (-) Pneumonia
(-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis (-) Gastritis
(-) Neurosis (-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu
Lain-lain : (-) Operasi (-) Kecelakaan

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - √
Asma - √
Tuberkulosis - √
Diabetes - √
Gastritis - √
HIV - √
Hepatitis - √
Hipertensi √ - Ibu Kandung
Penyakit jantung - √

Riwayat Sosial
Pola makan : 3 kali/ hari
Pola BAB : 1 kali sehari, tidak ada keluhan
Pola BAK : >4 kali sehari, tidak ada keluhan
Pola istirahat : tidur cukup
Penghasilan : cukup dari suami

II. PEMERIKSAAN UMUM


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Frekuensi nadi : 89 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
Berat Badan : 96 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Keadaan gizi : Gizi lebih, IMT=39,8 kg/m2 (Obese grade II)

Kulit
Warna sawo matang, turgor kulit baik, Ikterus (-)

Kepala
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata

Mata
Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Udem palpebra (-/-)

Telinga
Normotia, serumen (-), perdarahan (-)

Hidung
Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut
Bibir sianosis (-), Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda

Leher
Trakea lurus di tengah, (-) pemebesaran KGB, (-) pembesaran tiroid
Dada
Bentuk : Simetris baik statis maupun dinamis, tidak tampak scar, kulit sawo matang, sela
iga tidak tampak
Buah dada : Membesar, puting susu menonjol keluar, areola mammae melebar,
hiperpigmentasi areola mammae

Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Bentuk dada normal Tidak ada bekas luka
Kanan Bentuk dada normal Tidak ada bekas luka
Auskultasi Kiri Vesikuler Vesikuler
Kanan Vesikuler Vesikuler

Jantung (Cor)
• Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea midclavicularis
sinistra
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada
keempat katup jantung

Perut (Abdomen)
Inspeksi
Bentuk : membuncit, Simetris
Lesi luka post operasi (-), tampak striae
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal

Anggota gerak : Edema ekstremitas+/+, sianosis -/-, akral hangat +/+


III. PEMERIKSAAN OBSTETRI
a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : Pembesaran payudara (+), puting susu menonjol (+), cairan mammae (-)
Abdomen : Membesar, letak memanjang, striae gravidarum (+), bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
TFU = 30 cm
 Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
 Leopold II : Keras memanjang pada bagian kanan (PUKA)
 Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
 Leopold IV : Konvergen (Belum masuk pintu atas panggul)
DJJ : 152 x/menit
His : Saat ini tidak ada

b. Pemeriksaan Dalam
 Inspeksi : Vulva/uretra tenang, perdarahan (-), edema (-), varises (-)
 Inspekulo : Tidak dilakukan
 VT : belum ada pembukaan, bagian bawah janin hodge I

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium: 8 Juli 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hemoglobin 11,4 g/dL 12,5 – 16, 0

Leukosit 11,33 /uL 4000 – 10.500

Hematokrit 36,0% 37,0 – 47,0

Trombosit 392.000 /uL 182.000 – 369.000

Hemostasis

PT 9,3 detik 9,9 – 11,8


APTT 32,7 detik 31,0 – 47, 0

Kimia Klinik

Natrium 137 Meq/L 135-147

Kalium 3,74 Meq/L 3,5-5,0

Klorida 106 Meq/L 96 – 108

SGOT 10 <32

SGPT 9 <33

Ureum 16,8 16,6-48,5

Kreatinin 0,60 0,51-0,95

Glukosa sewaktu 115 70-200

Serologi

Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

Hepatitis Marker

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Urinalisa
Makroskopis
Warna Kuning Kuning pucat
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Berat Jenis 1.030 1.002-1.035
Protein 3+ 4.6 – 8.0
Glukosa (-) Negatif (-) Negatif
Keton (-) Negatif (-) Negatif
Bilirubin (-) Negatif (-) Negatif
Darah samar (-) Negatif (-) Negatif
Leukosit esterase 2+ (-) Negatif
Nitrit (-) Negatif (-) Negatif
Urobilinogen 0.2 0.1-1.0
Mikroskopis
Leukosit 15 – 20 / LPB <10
Eritrosit 2 – 3 / LPB <3
Silinder (-) Negatif (-) Negatif
Sel epitel 1+ (-) Negatif
Kristal (-) Negatif (-) Negatif
Bakteria 1+ (-) Negatif
Jamur (-) Negatif (-) Negatif

USG 9 Juli 2018

Kesimpulan : Janin presentasi kepala tunggal hidup


Plasenta fundus. TBJ: 2031 gr. ICA 4,72
RESUME
Pasien GIP0A0 usia 21 tahun, hamil 35 minggu datang dengan membawa surat rujukan
dari RS Islam Sukapura dengan tekanan darah tinggi sejak 1 hari SMRS. Pasien mengatakan
kepala terasa sakit seperti di tusuk-tusuk dan pusing. Pasien juga mengeluh nyeri pada
pinggang, namun tidak menjalar hingga ke punggung. Pasien mengatakan HPHT 24 Oktober
2018 , dengan Tafsiran persalinan 1 Agustus 2019.
Pada pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan adanya kelainan, dengan kesadaran
compos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg, frekuensi nadi 89 x/menit, frekuensi nafas 20
x/menit, suhu 36,5o C. Berat badan: 96 kg dan tinggi badan: 155 cm. Pemeriksaan obstetrik
didapatkan pada inspeksi perut membuncit, letak memanjang, striae gravidarum (-), linea
nigra (+). Tinggi fundus uteri 30 cm, Leopold I teraba bagian bulat, besar, lunak, tidak
melenting (bokong), Leopold II teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kanan dan
teraba bagian kecil di sebelah kiri (puka), Leopold III teraba bagian bulat,besar, keras,
melenting (kepala), Leopold IV kepala belum masuk PAP. Pemeriksaan dalam belum ada
pembukaan, bagian bawah janin hodge I. DJJ 152x/menit, His belum ada. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan jumlah Hemoglobin: 11,4 g/dL Hematokrit 36 %, Leukosit 11.330
/uL, Trombosit 392.000 /uL, Protein urin 3+, bakteria 1+.

V. DIAGNOSIS
G1P0A0, 21 tahun, hamil 35 minggu
Janin tunggal, hidup, presentasi kepala, bagian bawah janin di Hodge I
PEB
Oligohidroamnion
IUGR
Obesitas grade II

VI. TATALAKSANA
 Infus RL
 MgSO4 1gr/jam
 Dexamethasone 2x6 mg
 Nifedipine 4x10 mg
Rencana: Konservatif, rawat di VK
VII. PROGNOSIS
Ibu
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Janin
Ad Vitam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

OLIGOHIDROAMNION
Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1 L atau sedikit
lebih pada 36 mingg, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada postmatur, mungkin akan hanya
tersisa 100 hingga 200ml atau kurang. Volume cairan ketuban meningkat selama
masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya
sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.1
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion
dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa
kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas
waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena
jumlah cairan ketuban yangberkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa
kehamilan 42 minggu.2
Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun jauh di bawah
batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental.
Berkurangnya volume cairan ini disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan
sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang. Penyebab keadaan ini belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan
jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume
cairan mungkin akan cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm.
Resiko penekanan tali pusat, dan distres janin meningkat akibat berkurangnya cairan amnion
pada semua persalinan, apalagi pada kehamilan postmatur.1
DEFINISI
Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion kurang
dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300-500 ml, tetapi pada kasus
oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. Oligohidramnion adalah suatu
keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter.2
Pada suatu keadaan tertentu banyaknya air ketuban berkurang dari normal. Bila sampai
kurang dari 500 cc maka akan disebut sebagai oligohidramnion. Biasanya cairannya kental,
keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan.3 Oligohidramnion merujuk pada jumlah cairan
amnion yang lebih sedikit (kurang dari 400ml).4
Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang
didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di bawah persentil 5. Volume cairan
ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu
kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.5

Embriologi Kavum Amnion

Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam
selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya
ektoderm. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm.
Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan
mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat
penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga
selaput menjadi lentur dan kuat. Selaput amnion juga meliputi tali pusat, sebagian cairan akan
berasal pula dari difusi pada tali pusat.6
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu yang menandakan
kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.6
Gambar 1. Embriologi Kavum Amnion
Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Cairan amnion

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion, terdapat likuor amnii atau yang sering disebut “air ketuban”. Volume likuor amnii
pada hamil cukup bulan adalah 1000 ml–1500 ml, warnanya putih, agak keruh, serta
mempunyai bau yang khas (agak amis). Cairan ini memiliki pH 7,2 dan berat jenis 1,008
yang terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organik dan bila
diteliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan
verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2.6% gram per
liter, sebagian besar sebagai albumin.6
Gambar 2. Rasio Lesitin dan Sfingomielin
Sumber: Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Terdapat lesitin dan sfingomielin yang sangatlah penting untuk mengetahui apakah
janin memiliki paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin
permukaan alveolus paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat
untuk berkembangnya paru dan bernapas. Untuk menilai hal ini, digunakan perbandingan
antara lesitin dan sfingomielin.3
Pada saat persalinan warna cairan amnion ini terkadang menjadi agak kehijauan
karena sudah tercampur dengan mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan
mengandung empedu). Berat jenis likuor akan menurun berdasarkan dengan tuanya umur
kehamilan.3
Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh transudasi cairan
melalui amnion dan kulit janin. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai menghasilkan
urin yang masuk ke dalam rongga amnion. Urin janin secara cepat menjadi sumber utama
produksi cairan amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 ml – 1000 ml urin.
Paru janin menghasilkan sejumlah cairan ± 300 ml per hari saat aterm, namun sebagian besar
ditelan sebelum masuk ruang amnion.3
Absorbsi Cairan

Gambar 3. Proses Absorbsi Cairan Amnion


Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif direabsorbsi secara pasif.
Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai melakukan proses menelan. Proses ini secara
cepat akan menjadi mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui
proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar 500 ml – 1000 ml per hari.3
Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui selaput amnion dan
masuk ke dalam aliran darah janin. Menjelang aterm, jalur ini melakukan absorbsi sebesar
250 ml. Sejumlah kecil cairan amnion melintasi membran amnion dan masuk ke aliran darah
ibu sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm.6
Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai maksmial (750 ml –
800 ml) dan setelah itu akan menurun, sehingga pada usia kehamilan 40 minggu volume
cairan amnion ± 600 ml. Dan melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus
menurun.6
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan
kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu – 20 minggu. Cairan amnion yang terlalu
banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau
trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan
kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin. Oligohidramnion dapat dicurigai
bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran
kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu, volume akan berkurang, tetapi pada post-term
oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.6
Gambar 4. Perubahan Volume Cairan Amnion Selama Kehamilan
Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Fungsi Cairan Amnion

Adapun fungsi cairan amnion adalah sebagai berikut:6

1. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma dari luar

2. Melindungi tali pusat dari tekanan

3. Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung perkembangan


sistem muskuloskeletal janin

4. Berperan dalam perkembangan paru janin

5. Melumasi kulit janin

6. Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat bakteriostatik

7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin

Pengukuran Volume Cairan Amnion

Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk memperkirakan


volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri.
Penentuan AFI (Amniotic Fluid Index) adalah metode semikuantitatif untuk memperkirakan
volume cairan amnion.5
Gambar 5. Pengukuran Cairan Amnion
Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Gambar 6. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders,
Elsevier.

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada masing-
masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu: 5 – 20
cm. Mulai dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan
janin meminum cairan amnionnya 400 ml/hari yaitu sekitar separuh dari jumlah totalnya.
Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari pada bulan kelima, tetapi urin ini
sebagian besar adalah air, karena plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat pertukaran sisa-
sisa metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya hidrostatik yang
akan membantu melebarkan saluran leher rahim.4

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban yang terlalu sedikit. Oligohidramnion
dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, tetapi pada umumnya sering terjadi pada trimester
akhir masa kehamilan. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu
perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) mengalami oligohidramnion karena jumlah cairan
ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan. Di
Amerika Serikat, oligohidroamnion merupakan komplikasi pada 0.5% – 5.5% kehamilan.
Severe oligohidramnion terjadi pada 0.7% kehamilan.2

ETIOLOGI
Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami oligohidramnion tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohidramnion yang telah diketahui adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi yang
mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran
kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.7

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih
janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000
kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan
menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi
oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah
tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan
berkaitan dengan anomali-anomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran
dapat cukup banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan.
Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.1

Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of
the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan pecahnya membran
ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta, gangguan
pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus,
gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus
Sistemik.5
Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion adalah masalah karena
pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan
nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (contohnya captopril), dapat merusak ginjal
janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan kematian janin.
Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan
bahwa tekanan darahnya dapat tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka gunakan
aman diminum selama masa kehamilan.2
 ABSORBSI KURANG atau KEHILANGAN CAIRAN MENINGKAT:

 Ketuban Pecah Dini (50% kasus oligohidramnion)

 PENURUNAN PRODUKSI AMNION:

 Kelainan kongenital ginjal (agenesis ginjal, displasia ginjal) dan paparan terhadap
ACE inhibitor yang akan menurunkan output ginjal janin.
 Obstruksi orifisium uretra eksterna janin.
 Insufisiensi uteroplasenta (solusio plasenta, preeklampsia, sindroma postmaturitas)
menurunkan perfusi ginjal dan produksi urin.
 Infeksi kongenital – Defek jantung janin – NTD’s, sindroma twin to twin tranfusion,
efek obat NSAID.

FAKTOR RESIKO OLIGOHIDRAMNION


Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden oligohidramnion yang
tinggi:1,2,5
1. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter).
2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

DIAGNOSIS
Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriksaan fisik adalah bila tinggi
fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau dari usia kehamilan yang seharusnya.
Pada pemeriksaan Ultrasonografi ditemukan:1,5
 Jumlah cairan amnion < 300 ml
 Ukuran kantung amnion vertikal ≥ 2 cm tidak ada
 AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu
 Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:2
1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin.
3) Sering berakhir dengan partus premature.
4) Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5) Persalinan lebih lama daripada biasanya.
6) Pada saat his akan terasa sakit sekali.
7) Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

PATOFISOLOGI
Fisiologi normal
AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan
volume sekitar 30 ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1L pada
kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester pertama dengan volume sekitar
800 ml pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu dan
250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada
kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui
dengan pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion
pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600
ml/jam.3,7
Faktor utama yang mempengaruhi AFV:
1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran
3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta
Gambar 7. Amniotic Fluid Pathways

Patofisiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan
kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term, insufisiensi plasenta, dan obat-obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering adalah
kelainan saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan
kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada sauran
kemih sehingga tidak menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun
dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya penurunan aliran
darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion.5
Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan:
- Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)
- Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut obstructive
uropathy
 Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke
kantong amnion.
 Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia dan
atresia uretra.
- Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan perfusi
ginjal
 Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac
output fetal.
 Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran
darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.
 Anuria dan oliguria.
- Post-term gestation
- Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti
- Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus

Gambar 8. Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders,
Elsevier.

PENATALAKSANAAN
Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan dianjurkan ibu
hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi
berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah
dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah satunya. Dan tidak benar
bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi
atau perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan pilihan
terakhir pada kasus oligohidramnion.2
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu
bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang atau
tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung,
disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran.1,7
Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan, dapat
dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan kristaloid untuk
mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering digunakan selama
persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat.1

KOMPLIKASI
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk kepada
janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan
skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium pada masa intrapartum, dan kematian
janin.5
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan
adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut merupakan suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion.
Oligohidroamnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.
Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain
itu karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh akan menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidroamnion juga
menyebabkan terhentinya perkembangan paru (hipoplasia paru) sehingga pada saat lahir
paruu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama
adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan pembentukan ginjal atau yang disebut
agenesis ginjal bilateral ataupun karena penyakit ginjal lainnya yang akan menyebabkan
ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin
dan dengan tidak adanya cairan amnion menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
potter.2,5
Gejala sindrom Potter berupa:
1. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkalhidung
yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang)
2. Urin tidak terproduksi
3. Gawat pernafasan

Pulmonary hypoplasia
Oligohydrominios
Twisted skin (wrinkly skin)
Twisted face (Potter facies)
Extremities defects
Renal agenesis (bilateral)

Gambar 9. Sindroma Potter


Sumber: http://doctorsgates.blogspot.com/2010/10/mnemonic-for-features-of-potter.html
Hipoplasia paru
Hipoplasia paru dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion awitan dini dan terjadi
pada sekitar 15% janin dengan oligohidramnion yang teridentifikasi selama dua trimester
pertama. Pada kehamilan ini, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan
hipoplasia paru. Pertama, penekanan pada toraks dan pengembangan paru. Kedua, tidak
adanya gerakan bernafas janin akan mengurangi aliran masuk cairan ke paru. Ketiga dan
yang paling diterima mengusulkan bahwa pada keadaan oligohidramnion terjadi kegagalan
menahan cairan amnion atau peningkatan aliran keluar disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan paru. Oleh karena itu, jumlah cairan amnion yang dihirup
oleh janin normal berperan penting dalam pertumbuhan paru.1

PROGNOSIS
Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin
yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus.
Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta
dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan
amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh
disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh.1
Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan
peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks
cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut
jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang
dari 7.1

PREEKLAMSIA BERAT6

DEFINISI
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan
diastolic > 110 mmHg disertai proteinuria > 5g/24 jam.

DIAGNOSIS
Preeklamsia berat ditegakkan apabila ditemukan gejala sebagai berikut :
- Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolic > 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah di rawat di rumah sakit dan
melakukan tirah baring.
- Proteinuria > 5g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kuantitatif.
- Oliguria  500cc/24 jam.
- Kenaikan kadar kreatinin plasma.
- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
- Edema paru dan sianosis.
- Hemolisis mikroangiopatik.
- Trombositopenia berat : <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanine dan
asparte aminotransferase
- Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
- Sindrom HELLP

PEMBAGIAN PREEKLAMSIA BERAT6


- Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia
- Preeklamsia berat dengan impending eclampsia
Disebut impending eclampsia bila preeklamsia berat disertai dengan gejala-gejala subyektif
seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan
progresif tekanan darah.

PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA6
- Pemberian obat anti kejang :
o MgSO4
Magnesium Sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular.
Transimisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberiaan magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi. Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk anti kejang pada preeklamsia atau eklamsia.
- Contoh obat lain yang sering di pakai untuk anti kejang :
o Diazepam
o Fenitoin
- Pemberiaan anti hipertensi :
o Hanya diberikan apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolic > 110 mmHg. Yang dipergunakan adalah :
o Nifedipine 10-20 mg/oral, diulangi 30 menit bila perlu. Dosisi maksimum 120
mg/24 jam. Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.
o Jenis obat yang diberikan di Amerika adalah hidralalazin (apresoline) injeksi
(di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang
menimbulkan refleks takikardia, peningkatan cardiac otput, sehingga
memperbaiki fungsi utero-plasenta.

SIKAP TERHADAP KEHAMILANNYA6


 PERAWATAN AKTIF (AGRESIF)
- Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibwah ini :
 Ibu
o Umur kehamilan > 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil
batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia ringan dan
batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia berat.
o Tanda-tanda atau gejala impending eclampsia.
o Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik
dan laboratorik memeburuk.
o Diduga terjadi solution plasenta
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
 Janin
o Adanya tanda-tanda fetal distress
o Ada tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
o Terjadinya oligohidroamnion
 Laboratorik
o Adanya tanda-tanda HELLP Syndrom khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
 PERAWATAN KONSERVATIF6
o Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu
tanapa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Selama perawatan hanya dilakukan observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
o Magnesium sulfat dihentikan apabila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24
jam tidak ada perubahan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderitan kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklamsia ringan.

PROGNOSIS8
Bergantung kepada terjadinya eklamsia. Di Negara-negara yang sudah maju, kematian
akibat preeklamsia sebesar kurang lebih 0,5%. Namun, jika terjadi eklamsia maka prognosis
menjadi kurang baik. Kematian akibat eklamsia kurang lebih 5%. Kematian perinatal akibat
keparahan dari preeklamsia adalah sekitar 20%.
Ada ahli yang mengatakan bahwa preeklamsia dapat menyebabkan hipertensi menetap,
terutama apabila preeklamsia berlangsung lama atau, dengan kata lain. Bila gejala-gejala
preeklamsia timbul dini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leveno J, Kenneth et all. 2009. Oligohidramnion; dalam buku Panduan Ringkas Obstetri
Williams. Edisi Ke-21. Jakarta: EGC; hal 120-123.

2. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi
Kedua. Jakarta: EGC.

3. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin; dalam
buku: Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p
339-361.

4. Sadler, TW. 2000. Selaput Janin dan Plasenta; dalam buku: Embriologi Kedokteran
LANGMAN. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC; p 101-121.

5. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics: In Obstetrics. 16th Edition. New York: Oxford
University Press. NeoReviews 2006; 7; e292-e299.

6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta: 2014; h.148-56,542-50.

7. Wiknjosastro, Hanifa. Plasenta dan Liquor Amnii; dalam buku: Ilmu Kebidanan. Edisi
Ketiga. Jakarta: 2002; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p 66-76.

8. Martaadisoebrata D, Bratakoesoema D, Wirakusumah FF, Krisnadi RS, Mose CJ, Effendi


SJ, et all. Obstetric Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi Ketiga. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: 2012. h.101.

Anda mungkin juga menyukai