Anda di halaman 1dari 8

RESUME HASIL DISKUSI SKENARIO 2

“DARI B20 KE A15”

NAMA : NURUL PURNAMA WATI


STAMBUK : 151 2018 0146

KELOMPOK :4

ANGKATAN : VI (ENAM)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi tb dan hiv
a. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. yang berbentuk batang. Bakteri ini berbentuk basil dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dapat menyerang
seluruh bagian tubuh namun 80% menyerang organ paru-paru dan 20% menyerang
organ lain seperti seperti tulang, usus dan selaput otak. Ketika paru-paru terserang
oleh bakteri ini maka akan menyebabkan sulitnya bernafas dan batuk disertai dahak
(Knechel, 2009; Darliana 2008; WHO 2007; DIPIRO 2008; Kemenkes,2005)
b. HIV, adalah HIV adalah suatu kondisi klinis yang disebabkan oleh infeksi virus HIV
ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik,
neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis. Inveksi virus ini dapat menyerang
atau menurunkan sistem kekebalan (imun) tubuh manusia menyebabkan lemahnya
respon imun dan kemampuan tubuh dalam melawan antigen dari luar. Dapat
ditemukan pada cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina,
dan pada air susu ibu. Bagian sel sistem imun yang menjadi sasarannya adalah CD4+
pada limfosit T dimana CD4+ ini berfungsi sebagai tanggapan terhadap infeksi
(Kurniawati, 2018; Yuliyanasari,2016; ODHA, 2006; Made 2013, Depkes, 2006)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi tb dan hiv
a. tuberculosis, Penderita TB ketika batuk, bersin, tertawa akan mengeluarkan droplet
nuclei (percikan liur kecil-kecil) yang didalamnya terdapat basil Mycobacterium
tuberculosis yang akan melayang-layang di udara. Mycobacterium tuberculosis
berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri
yang berbentuk globular. Biasanya melalui berbagai reaksi imunologis bakteri TB
paru ini akan dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh
sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding membuat jaringan menjadi jaringan
parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant, dengan pertahanan fisik awal yang
mencegah infeksi pada kebanyakan orang terkena TBC. Bakteri dalam tetesan yang
memotong sistem mukosiliar dan mencapai alveoli dengan cepat dikelilingi dan
ditelan oleh makrofag alveolar. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
maka semakin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular atau
potensi penularannya kepada orang lain semakin sedikit (Knechel, 2009; Darliana,
2008; Kemenkes, 2005; )
b. HIV, Infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) terjadi melalui tiga hal
utama yaitu seksual terutama seks anal dan vagina reseptif, parenteral dan
perinatal. Virus HIV menginfeksi limfosit CD4 atau T helper (Th) jumlahnya akan
menurun begitu pula dengan fungsi limfosit CD4 akan semakin menurun sebelum
jumlah CD4 mencapai 200/μL, bahkan sebagian besar setelah CD4 mencapai 100/μL.
Thelper mempunyai peranan dalam mengatur system imunitas tubuh. Bila
teraktiviasi oleh antigen, T helper akan merangsang respon imun seluler maupun
respon imun humoral, sehingga seluruh system imun akan berpengaruh T helper
memiliki fungsi sebagai kemotaksian dari peringatan kerja makrofag monosit dan sel
Natullar Killer, kerusakannya menyebabkan HIV. ( Savira, 2014; Muchtar, 2018;
Dipiro 2008)
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan antara tb dan hiv
Pada penderita hiv yang terinfeksi tuberculosis, memiliki system kekebalan tubuh yang
rendah sehingga lebih mudah bakteri untuk mennginfeksi tubuh penderita. Pada orang
yang terinfeksi hiv,secara perlahan kadar CD4+ turun dari kadar normal, pasien dengan
kadar CD4+ kurang dari 200/μL darah akan berisiko tinggi untuk terjangkit infeksi yang
disebabkan virus, bakteri, atau parasite atau biasa disebut dengan HIV co-infeksi TB
( Muchtar, 2018; Sutariya et al, 2015; Naidoo et al, 2011 )
4. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinik tb dan hiv
a. tuberculosis
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis selama 3 minggu, demam/meriang lebih dari sebulan, berkeringat
tanpa sebab di malam hari, sesak napas,nyeri dada,dan penurunan nafsu
makan.Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan
kematian.Pasien TB paru juga sering diumpai konjungtiva mata atau kulit yang pucat
karena anemia, badan kurus atau berat badan menurun. (Safithri, 2011;
Darliana,2008; Mulyadi dkk,2010; Kemenkes 2009; Dipiro,2015)
b. HIV
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab,demam, ruam,diare, keringat pada malam hari,
meningitis aseptik (demam, sakit kepala, fotofobia, dan leher kaku) dan penurunan
limfosit CD4 secara terus-menerus. Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis,
tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus
mulut berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada
kuku. (Kurniawati, 2018; Dipiro,2015; Made dkk,2013 )
5. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi tb dan hiv
a. tuberculosis Tubercolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Bakteri Mycobacterium tuberculosa Kuman yang berupa droplet ini menular lewat
percikan ludah yang keluar ketika batuk, bersin dan berbicara kemudian terhirup
saat bernafas. Mycobacterium tuberculosa yang mempunyai sifat khusus tahan
terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam) mempunyai sel lipoid, Dalam
jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant (tinggal hingga beberapa tahun) (Lazulfa
dkk,2016; Darliana,2008; Kemenkes,2005 )
b. HIV, Etiologi penyakit ini disebabkan infeksi retrovirus yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh terganggu ditandai dengan berat badan menurun, diare kronik
yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan,
infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang parah atau menetap dan
penyebarannya dapat melalui adalah seksual baik hetero maupun homoseksual,
transmisi parenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya
yang sudah terkontaminasi, transmisi darah melalui transfuse darah, dan penularan
ibu ke anak melalui asi. (Ruterlin & Tandi, 2014; Wijaya 2013;Pedoman pelayanan
kefarmasian untuk orang dengan HIV/AIDS,2006 )
6. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi tb dan hiv
a. tuberculosis, Berdasarkan klasifikasinya. tuberculosis dapat di klasifikasikan
berdasarkan hasil radiografi, Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Berdasarkan
organ atau tempat yang diserang oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis,
berdasarkan riwayat pengobatan dan tingkat keparahan penyakitnya. (Safithri,2011;
Kemenkes, 2008; Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, 2005;
Darliana, 2008 )
b. HIV, Klasifikasi HIV berdasarkan Fase Klinik, berdasarkan tipe, Berdasarkan kategori
imunologinya atau nilai limfositnya berdasakan perkembangan penyakitnya
(Kurniawati,2018; Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, 2005; Dipiro,
2008; Elise guiedem,2015)
7. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan interpretasi data
berdasarkan hasil laboratorium pasien dan hasil radiografi
a. BTA sewaktu hari -1 adalah dahak yang diambil pada saat pasien melakukan
pemeriksaan, dilihat dari hasil laboratorium BTA sewaktu pasien menunjukkan 1+
yang mengindikasikan adanya infeksi awal. dan pada BTA pagi hari nilai rujukan
negative akan tetapi hasil laboratorium bta pasien menunjukkan hasil positif 2+ di
indikasikan adanya infeksi bakteri TB serta hasil BTA sewaktu hari 2 adalah negative.
Dari hasil laboratorium pasien dapat disimpulkan pasien terinfeksi bakteri TB karena
terdapat 2 indikasi gejala TB dari hasil pemeriksaan laboratorium (Kemenkes RI,
2011; Devi, 2015; Mulyadi,2011)
b. Hasil radiografi, Berdasarkan radiografi pasien, dapat diindikasikan bahwa pasien
mengalami Tuberkulosis minimal karena luas sarang-sarang yang kelihatan tidak
melebihi daerah yang dibatasi oleh garis, garis median, apeks, dan iga 2 depan,
sarang sarang . Tidak diteuikan adanya lubang (kavitas) pada paru. (Safitri 2011)
8. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan tb dan hiv
Pencegahan hiv dapat dilakukan dengan dengan cara melakukan seks aman,
menghindari pemakaian jarum suntik lebih dari satu kali, hidari transfus darah kecuali
dalam kondisi darurat, hindari pemakaian bersama alat cukur atau sikat gigi, jangan
menyentuh darah/luka orang lain tanpa pelindung dan pada penderita tuberculosis
dapat dicegah dengan menutup mulut dan hidung saat penderita TB Paru batuk,
menyediakan wadah khusus penderita TB Paru, membuka jendela rumah setiap hari
agar cahaya matahari dapat langsung masuk ke rumah, tidak tidur sekamar atau satu
rungan dengan penderita TB Paru diharapkan tidak menimbulkan adanya penularan TB
Paru kontak serumah dan senantiasa menggunakan masker saat berkomunikasi atau
berdekatan dengan penderita TB paru ( Kurniawati, 2018; Agustina & Wahjuni 2016;
Kemenkes, 2006; Adom dan Richard, 2017; National Guidelines, 2017)
9. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskaan penatalaksanaan tb dan hiv
untuk penatalaksanaan tuberculosis dan hiv,mulai terapi untuk tuberculosisnya dan
merujuk pada hasil laboratorium pasien nilai CD4 >350 maka tunda pengobatan ARV,
monitor CD4. Evaluasi kembali pada minggu ke 8 dan setelah terapi TB Sselesai (Depkes,
2011)
10. mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan monitoring tb dan hiv
secara umum monitoring untuk tuberculosis dan hiv tidak jauh berbeda dengan
melakukan : ( Dipiro ,2015; Gwinji G, 2010; Adom, 2017; WHO, 2017; Pharmaceutical
care, 2015)
a. kepatuhan pasien menggunakan obat
b. edukasi terhadap pasien yaitu cara penggunaan obat, efek samping dari obat yang
digunakan
c. pencapaian kondisi pasien
d. membatasi berkontak langsung dengan penderita
e. melakukan sosialisasi hidup sehat dan menjaga lingkungan tetap sehat
f. dan melakukan pendampingan terhadap pasien

HASIL DISKUSI PANEL


1. apakah perlu memberikan ARV jika hasil CD4nya tetap berada pada range 400
sel/mm3 ?
perlu diberikan, namun penggunaan 8 minggu obat OAT kemudian dilakukan
pemeriksaan CD4 jikaterjadi penurunan CD4 <350 baru diberikan ARV namun jika nilai
CD4 tidak mengalami penurunan atau tetap dinilai >350 maka hanya di monitoring
gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan
2. apabila terjadi efek samping pada pengobatan TB maka monitoring apakah yang
dilakukan ?
tidak semua pasien mengalami efeksamping pengggunaan obat TB karena masing-
masing pasien memiliki fisiologis yangberbeda-beda, jika pasien mengalami efek
samping yang bisa ditolerir atau lebih banyak manfaat ketimbangan toksiknya maka
pengobatan tetap dilakukan, akan tetapi jika efek sampingnya tidak dapat ditolerir
lagi maka dilakukan monitoring obat mana yang menyebabkan efek samping, diobati
dulu efek sampingnya yang terjadi baru kemudian dilakukan terapi OAT namun tidak
menggunakan obat yang menyebabkan efek samping dan dimulai dari awal
penggunaan awal OAT
DAFTAR PUSTAKA

1. Adom A.A, and Richard O.A, 2017, ‘Tubeculosis: an overview’, Journal of Public Health
and Emergency, vol 1, no 7, p. 1-11, Ghana.
2. Darliana, Devi, 2011, ‘Manajemen Pasien Tuberculosis Paru’, Jurnal PSIK-FK Unsyiah,
Banda Aceh.
3. Depatemen Kesehatan RI, 2005, ‘Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis’, Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta
4. Dipiro J, Robert L.T, Gary C.Y, Gary R.M, Barbara G.W, and Michael P, 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th ed, Mc. Graw Hill, United States of
Amarica.
5. Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit, McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
6. Elise guiedem,2015, intensive phase of therapy of tuberculosis and HIV, international
journal of immunology
7. Gwinji G, 2010, National HIV/AIDS and Tuberculosis Control Programmes: National
Guidelines for TB/HIV Co-Management, Republic of Zimbabwe
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberculosis, Binfar Dinkes RI, Jakarta.
9. Kemenkes 2006, Pedoman pelayanan Kefarmasian Untuk Orang Dengan HiV/AIDS
(ODHA) Departemen Kesehatan RI,
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik,
Binfar Dinkes RI, Jakarta
11. Made, Kusuma, Wijaya, 2013, ‘Infeksi HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) pada
penderita Tuberculosis’, Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA,Vol III
12. Mulyadi dan Yenni F, Hubungan tuberculosis dengan HIV/AIDS’,jurnal psik-unsiyah, vol.2,
13. Naidoo K, Kasavan N, Nesri P, and Quarraisha A.K, 2011, ‘HIV-Associated Tuberculosis’,
Article Clinical and Development Immunology, vol 11, no 8, p. 1-5, USA.
14. Nancy A. Knechel, Tuberculosis: Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis, 2009,
Critical Care Nurse Vol 29
15. Nurul Husna Muchtar, Deddy Herman, Yulistini, 2018, Gambaran Faktor Risiko
Timbulnya Tuberkulosis Paru pada Pasien yang Berkunjung ke Unit DOTS RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2015, Jurnal Kesehatan Andalas.
16. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, Departemen Kesehatan RI, 2005
17. World Health Organization, 2007, Tuberculosis Care with TB-HIV Co-Management:
Integrated Management of Adolescent and Adult Illness (IMAI), WHO Library, Switzerland
18. Wijaya, I,M,K., 2013, Infeksi HIV (Human, Immunodeficiency Virus) Pada Penderita
Tuberkulosis, Seminar Nasional FMIPA, UNDIKSHA.

Anda mungkin juga menyukai