Disusun oleh
YUNI MAIRINA, S.Tr.Kep
P27220018222
A. DEFINISI
Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2009 Hal : 130) luka bakar adalah
kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas
yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure)
berlebihan terhadap sinar matahari.
Menurut Smeltzer, dkk (2013) luka bakar (combustio) adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Menurut Betz C, L & Sowden, L, A (2009, Hal : 56) luka bakar adalah
kerusakan jaringan karena karena kontak dengan agens, tremal, kimiawi, atau
listrik.
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Luka bakar pada badan terdiri atas hal-hal seperti dibawah ini :
1. Kepala 9%
2. Anggota gerak 9%
3. Dada atau punggung 9%
4. Perut atau punggung 9%
5. Paha 9%
6. Anggota gerak bawah 9%
B. ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi dapat menyebabkan
cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
C. PATOFISIOLOGI
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan
suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yang jauh
sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah
kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih
dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti
gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi
setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah dapat
terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnoe,
stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat
terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan
muntah.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh
darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak
steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis.
Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman
penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga
kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumanya
banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-mula sehat
menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi
derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di
jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin
meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat
jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada
penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa
lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik.
Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke
lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut
dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari
tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis
dan melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan
tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet.
Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama bila mengenai
wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut,
sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia post burn.
(Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
D. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :
1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode
ini adalah:
1) Menghentikan evaporate heat loss
2) Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
3) Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada
luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk
sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah
diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft).
Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah
paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft
dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin
graft.
Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit
yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit
donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat
lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini
disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi
luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit
donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan
manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan
pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan
juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan
hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga
terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan
kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
Kulit donor setipis mungkin
Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, radiasi, dan luka
bakar terbuka.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit, pertahanan
primer tidak adekuat.
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit.
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan amputasi atau tindakan
bedah.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Kekurangan volume NOC : NIC:
cairan b.d kehilangan Fluid Balance Fluid Management
cairan aktif. Hydration a. Timbang
Nutritional Status : popok/pembalut jika
Food and Fluid diperlukan
Intake b. Pertahankan catatan
Kriteria Hasil : intake dan output yang
a. Mempertahanka akurat
n urine output c. Monitor status hidrasi
sesuai dengan (kelembaban
usia dan BB, BJ membrane mukosa,
urine normal, nadi adekuat, tekanan
HT normal darah ortostatik), jika
b. Tekanan darah, diperlukan
nadi, suhu tubuh d. Monitor vital sign
dalam batas e. Monitor masukan
normal makanan/cairan dan
c. Tidak ada tanda- hitung intake kalori
tanda dehidrasi, harian
elastisitas turgor f. Kolaborasikan
kulit baik, pemberian cairan IV
membrane g. Monitor status nutrisi
mukosa lembab, h. Berikan cairan IV
tidak ada rasa pada suhu ruangan
haus yang i. Dorong masukan oral
berlebihan j. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
k. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
l. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
m. Kolaborasi dengan
dokter
n. Atur kemungkinan
tranfusi
o. Persiapan untuk
tranfusi
Hypovolemia
Management
a. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb
dan Hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
h. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
i. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
2. Nyeri akut NOC : NIC:
berhubungan dengan Pain level Pain management
agen cidera. Pain control a. Lakukan pengkajian
Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil komprehensif
a. Mampu termasuk lokasi,
mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan
penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu b. Observasi reaksi
menggunakan nonverbal dari
tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi c. Gunakan tehnik
untuk komunikasi terapeutik
mengurangi untuk mengetahui
nyeri, mencari pengalaman nyeri
bantuan) pasien
b. Melaporkan d. Kaji kultur yang
bahwa nyeri mempengaruhi respon
berkurang nyeri
dengan e. Evaluasi pengalaman
menggunakan nyeri masa lampau
managemen f. Evaluasi bersama
nyeri pasien dan tim
c. Mampu kesehatan lain tentang
mengenali nyeri ketidakefektifan
(skala, control nyeri masa
intensitas, lampau
frekuensi dan g. Bantu pasien dan
tanda nyeri) keluarga untuk
d. Menyatakan rasa mencari dan
nyaman setelah menemukan dukungan
nyeri berkurang h. Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi factor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi,
karakter, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian anlgesik
pertama kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala
3. Kerusakan integritas NOC NIC
kulit b.d zat kimia, Tissue integrity : Pressure management
radiasi skin and mucous a. Anjurkan pasien untuk
membranes menggunakan pakaian
Hemodyalisis akses yang longgar
Kriteria hasil b. Hindari kerutan pada
a. Integritas kulit tempat tidur
yang baik bias c. Jaga kebersihan kulit
dipertahankan agar tetap bersih dan
(sensai, kering
elastisitas, d. Mobilisasi pasien
temperature, (ubah posisi pasien)
hidrasi, setiap dua jam sekali
pigmentasi) e. Monitor kulit akan
b. Tidak ada adanya kemerahan
luka/lesi pada f. Oleskan lotion atau
kulit minyak/baby oil pada
c. Perfusi jaringan daerah yang tertekan
baik g. Monitor aktivitas dan
d. Menunjukkan mobilisasi pasien
pemahaman h. Monitor status nutrisi
dalam proses pasien
perbaikan kulit i. Memandikan pasien
dan mencegah dengan sabun dan air
terjadinya cedera hangat
berulang Insision site care
e. Mampu a. Membersihkan,
melindungi kulit memantau dan
dan meningkatkanproses
mempertahankan penyembuhan pada
kelembaban kulit luka yang ditutup
perawatan alami dengan jahitan, klip
atau straples
b. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
emnggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis acces
maintenance
4. Risiko infeksi. NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : a. Bersihkan lingkungan
infection control setelah dipakai pasien
Risk control lain
Kriteria hasil b. Pertahankan teknik
a. Klien bebas dari isolasi
tanda dan gejala c. Batasi pengunjung bila
infeksi perlu
b. Mendeskripsikan d. Instruksikan pada
proses pengunjung untuk
penularann mencuci tangan saat
penyakit, factor berkunjung
yang meninggalkan pasien
mempengaruhi e. Gunakan sabun
penularan serta antimikroba untuk
penatalaksanaan cuci tangan
nya f. Cuci tangan setiap
c. Menunjukkan sebelum dan sesudah
kemampuan tindakan keperawatan
untuk mencegah g. Gunakan baju, sarung
timbulnya tangan sebagai alat
infeksi penlindung
d. Jumlah leukosit h. Pertahankan lingkunan
dalam batas aseptic selama
normal pemasangan alat
e. Menunjukkan i. Ganti letak IV perifer
perilaku hidup dan line central dan
sehat dressing sesuai dengan
petunjuk umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotic bila perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
f. Pertahankan teknik
isolasi k/p
g. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur
positif
5. Gangguan rasa NOC NIC
nyaman b.d gejala Ansiety Anxiety reduction
terkait penyakit. Fear level a. gunakan pendekatan
Sleep deprivation yang menenangkan
Comfort,readiness b. jelaskan semua
for enchanced prosedur dan apa yang
Kriteria hasil dirasakan selama
a. mampu prosedur
mengontrol c. pahami perspektif
kecemasan pasien terhadap situasi
b. status stres
lingkungan yang d. instruksikan pasien
nyaman menggunakan teknik
c. mengontrol nyeri relaksasi
d. kualitas tidur e. identifikasi tingkat
dann istirahat kecemasan
adekuat
e. agresi
pengendalian diri
f. respon terhadap
pengobatan
g. kontrol gejala
h. status
kenyamanan
meningkat
i. dapat
mengontrol
ketakutan
j. support social
Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri
ed 5. Jakarta : EGC