Anda di halaman 1dari 7

ABSTRAK

Latar Belakang : Asma adalah suatu keadaan di mana saluran napas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paru – paru normal tidak akan mempengaruhi saluran
pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Menurut Ikawati, (2011) Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi ini berhubungan dengan
hiperresponsivitas saluran pernapasan terhadap berbagai stimulasi, yang menyebabkan
kekambuhan sesak napas (mengi), kesulitan bernapas, dada terasa sesak, dan batuk,
cenderung pada malam hari dan atau dini hari. Sumbatan saluran napas ini bersifat reversible,
baik dengan atau tanpa pengobatan.

Tujuan: Menggambarkan pengaruh efektifitas dari terapi nonpharmacology terhadap arus


puncak ekspirasi baik pada anak – anak atau pada orang dewasa.

Metode: Sumber artikel yang digunakan didapat dari pencarian melalui Google Scholar,
Doaj, journal science yang dipilih mulai tahun 2007 sampai dengan 2014. Setelah
didapatkan, kemudian dilakukan penilaian artikel sampai tahap pembuatan literature review.

Hasil: Review ini menghasilkan efektivitas dari pemberian terapi nonpharmacology terhadap
peningkatan arus puncak ekspirasi pada penderita asma bronkhial

Kesimpulan: Pemberian Topikal Asi pada tali pusat dapat mempercepat waktu terlepasnya
tali pusat dan mengurangi angka kejadian infeksi pada tali pusat dibandingkan dengan
perawatan dengan menggunakan ethanol dan perawatan kering.

Kata Kunci: Asma Bronkhiale, Senam Asma, Breathing Exerecise, pursed lips breathing

Latar Belakang
Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak
terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah
namun pada kenyataannya banyak yang terserang penyakit yang termasuk kelompok
gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit ini telah
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Global
Initiative for Asthma (2012) diperkirakan sekitar 300 juta jiwa di seluruh dunia menderita
asma dan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta jiwa pada tahun 2025.
Di Indonesia, laporan riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2013 menunjukkan
prevalensi asma pada tingkat nasional mencapai nilai 25,0 %.

1
Menurut Ikawati, (2011) Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi ini berhubungan dengan
hiperresponsivitas saluran pernapasan terhadap berbagai stimulasi, yang menyebabkan
kekambuhan sesak napas (mengi), kesulitan bernapas, dada terasa sesak, dan batuk,
cenderung pada malam hari dan atau dini hari. Sumbatan saluran napas ini bersifat reversible,
baik dengan atau tanpa pengobatan. Saat serangan asma terjadi, saluran pernapasan ke paru-
paru akan mengalami peradangan (inflamasi) dan membengkak yang menyebabkan
penyempitan (obstruksi) pada saluran pernapasan, sehingga volume udara yang masuk
berkurang dan penderitanya akan sulit untuk bernapas secara normal.
Walaupun banyak kemajuan dalam hal pengobatan akan tetapi sampai saat ini bahaya
asma belum bisa secara tuntas diatasi. Tingginya angka prevalensi menunjukkan bahwa
penatalaksanaan asma belum berhasil. Berbagai hal yang menyebabkan keadaan tersebut
salah satunya adalah kurangnya pemahamaan tentang asma, sehingga timbul anggapan bahwa
asma merupakan penyekit sederhana yang mudah diobati, dengan pengelolaan utamanya
adalah obat – obatan khususnya bronkhodilator. Sehingga muncul kebiasaan yang kurang
tepat untuk mengatasi gejala asma terlebih terhadap gejala sesak nafas dengan pemakaian
0bat – obatan bukan dengan penatalaksanaan asma secara lengkap dan menyeluruh.
Dengan melihat fakta tersebut dibutuhkan usaha untuk memperbaiki permasalahan
pada penderita asma. Sebagai salah satu metode terapi nonpharmacology dalam bentuk
latihan pernapasan deep breathing exercise, senam asma, serta aktifitas terpilih, dan pursed
lips breathing dapat menjadi alternatif dalam proses penatalaksanaan dengan tujuan
meningkatkan APE arus puncak ekspirasi. Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak
Expiratory Flow atau ada juga yang menyebut Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah
kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa dicapai oleh seseorang, dinyatakan dalam liter per
menit (L/menit) atau liter per detik (L/detik). Nilai APE dapat diperoleh dari pemeriksaan
spirometri (Subagyo, 2013). Spirometri merupakan metode pengukuran perpindahan udara
kedalam atau keluar paru selama manuver pernapasan tertentu (Raharjoe, 2008 ; Jhons &
Pierce, 2007).

Rumusan Masalah
Bagaimana evidence based (telaah fakta) dalam bentuk literature review tentang efektifitas
dari terapi nonpharmacology terehadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada klien dengan
asma bronchiale?

2
Tujuan
Mampu memahami evidence based (telaah fakta) dalam bentuk literature review tentang
pengaruh efektifitas dari terapi nonpharmacology terhadap peningkatan Arus Puncak
Ekspirasi pada klien dengan asma bronkhiale.
Manfaat Penelitian
Mengetahui evidence based (telaah fakta) dalam bentuk literature review tentang pengaruh
efektifitas dari terapi nonpharmacology terhadap peningkatan arus ekspirasi pada klien
dengan asma bronkhiale.

Hasil Review

Literature review ini menelaah 5 artikel , 4 artikel menggunakan quasi experimental design
dalam bahasa Indonesia dan 1 half experimental berbahasa Inggris. Semua tentang terapi
nonpharmacology (dalam bentuk latihan deep breathing exercise, senam asma, serta aktifitas
terpilih, dan pursed lips breathing ) dalam meningkatkan arus puncak ekspirasi pada klien
dengan asma .

1. Penelitian yang dilakukan oleh Astini. P S N. dkk. 2013. Tentang Senam asma
mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi anak dengan asma bronchiale. Penelitian
ini dilakukan kepada anak penderita sama yang melakukan rawat jalan di RSUD
sanjiwani Gianyar Bali. Dengan menggunakan Quasi Experiment pre – post test with
control design. Sample didapatkan menggunakan non probability sampling jenis
purposive sampling sebanyak 30 orang anak yang terbagi dalam kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur APE (arus
puncak ekspirasi) yang dilakukan sebelum melakukan senam asma dengan durasi 30
menit sebanyak 8 kali dalam 4 minggu, kemudian setelah intervensi pengukuran APE
dilakukan 1 jam setelah 4 minggu. Didapatkan seluruh anak penderita asma yang
diberikan perlakuan nilai APE baik sebanyak 15 orang (100%), sedangkan pada
kelompok kontrol didapatkan 12 responden tetap mengalami penyempitan saluran
respiratorik (80%).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Widjanegara. 2014. Tentang senam asma mengurangi
kekambuhan dan meningkatkan saturasi oksigen pada penderita asma di poliklinik
paru Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar Bali selama 8 minggu pada
bulan mei sampai Juni 2014. Penelitian ini dirancang menggunakan design quasy
experimental with control group dari 30 responden usia 40 – 55 tahun dan bagi
menjadi 2 kelompok kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan simple
random sampling yaitu nomer ganjil adalah klien yang akan dipake sebagai kelompok

3
intervensi oleh peneliti. Setiap jam 16.30 WITA selama 45 menit pada hari Senin,
Rabu dan Jumat klien diberikan perlakuan berupa senam asma, sebelum diberikan
perlakuan dilakukan pemeriksaan saturasi oleh peneliti begitu juga kelompok kontrol
dengan menggunakan alat oximetry serta setelah dilakukan perlakuan pada kelompok
intervensi demikian juga tes kontrol kekambuhan. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa pada kelompok perlakuan terdapat 11 responden yang mengalami kekembuhan
sebelum intervensi, setelah intervensi terdapat 11 responden yang tidak mengalami
kemabuhan (P = 0.046 taraf signifikansi α=0.05), sedangkan pada kelompok kontrol
P value 0.317. Begitu juga dengan nilai SpO2 dampak senam asma sangat signifikan
yaitu P=0.002 pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol 0.317.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Walburga. Vincentia Maya. 2014. Tentang Pengaruh
deep breathing exercise terhadap nilai arus puncak pada penderita asma bronkhial di
Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan. Dalam penelitian yang menggunakan quasi
experimental design pre post test two groups didapatkan 10 orang responden dengan
menggunakan total sampling yaitu mengambil seluruh anggota populasi sebagai
sample dan dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Didapatkan
hasil yang significant dengan nilai P=0.012 atau P<0.05 pada kelompok intervensi,
sehingga dapat disimpulkan bahawa perlakuan deep breathing exercise memberikan
efek yang positif terhadap peningkatan nilai arus puncak ekspirasi pada penderita
asma bronkhial. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak dijelaskan prosedur
intervensi dan pengukuran serta jumlah responden yang sangat sedikit.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Natalia. Dewi. Dkk. 2007. Tentang pured lips
breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pasien
asma bronkhiale di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Dengan menggunakan
design quasi experimental dengan 2 group pre and post test. Penelitian ini dilakukan
terhadap 52 klien dengan asma bronkhiale di ruang bougenvile kemudian di random
untk menentukan kelompok dengan perlakuan pursed lips breathing dan tiup balon.
Setelah dilakukan random didapatkan 25 responden pada kelompok intervensi pursed
lips breathing dan 27 responden pada kelompok tiup balon. Setelah di beri latihan
cara perafasan pursed lips bretahing dan tiup balon, kemudian di ukur nilai APE
sebelum diberikan perlakuan dan pasien diminta untuk melakukannya 4 x sehari
(jarak 4 – 5 jam), masing – masing 10 menit selama 4 hari. Akhir perlakuan APE
pasien diukur kembali untuk mengetahui hasil perlakuan. Pengukuran dilakukan 3
kali pada pagi hari sebekum pemberian bronchodilator, dan diambil nilai tertinggi.
Hasilnya menunjukkan bahwa independent t test didapat nilai t 2,030 dan P 0,048
yang berarti p lebih kecil dari α(α5% atau 0,05) yang artinya pursed lips breathing
lebih efektif dari tiup balon dalam meningkatkan APE asthma bronchiale.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Sharifi. Gholamreza. Et all. 2014. Tentang Effects of a
period of selected activity on lung capacities in children 5 – 10 years with astma
caused by exercise. Dalam penelitian ini yang menggunakan half experimental, 11
anak penderita asma berusia 5 sampai dengan 10 tahun dipilih dalam semi empirical
study ini. 11 anak ini pada tahun 2014 mengunjungi dokter spesialis respiratory anak
dan diagnosa dengan Lung age estimastion oleh 2 orang dokter spesialis berdasarkan
hasil spirometry sebelum dan sesudah aktifitas selama 8 minggu. Intervensi yang
diberikan adalah 18 sesi dari 30 menit berkumpul diluar 3 hari perminggu selama 8
minggu, latihan persesi termasuk 3 langkah pemanasan (stretching dengan berjalan
selama 10 menit, gerakan – gerakan yang professional (latihan nafas yang benar,
latihan otot – otot pernafasan serta latihan yoga pernafasan dengan menekankan pada
nafas dalam dari diaphragma dengan meletakkan 0.5 kg beban pada bagian perut atas
saat klien tidur terlentang dan melakukan latian ini 3 set dari 10 setiap sesinya serta

4
pranayama breathing exercis. Hasilnya memperlihatkan perbaikan terhadap status
aktifitas dan pernafasan serta indek rata – rata spirometry terhadap 10 menit latihan
sebelum dan sesudah intervensi. Hasilnya adalah menunjukkan secara statistic
significant pada nilai PEF (Peak Expiratory Flow) atau APE yaitu P<0.05 dan gejala
asma terlihat membaik dengan kata lain peneliti percaya bahwa melakukan latihan
tertentu dapat berpengaruh signifikan.

Pembahasan
Penelitian tentang efek dari terapi nonpharmacology terhadap peningkatan arus
puncak ekspirasi (APE) pada pasien dengan asma. Terapi nonpharmacology yang dimaksud
adalah latihan pernafasan dalam bentuk deep breathing, pursed lips breathing yang keduanya
terdapat dalam senam asma serta aktifitas – aktifitas pilhan. Latihan – latihan tersebut jika
dilakukan secara periodik atau terus-menerus merupakan kegiatan yang terpola antara kontrol
pusat pernapasan dengan kombinasi kemampuan kinerja otot pernapasan, compliance paru,
dan struktur rangka dada yang dapat menghasilkan adaptasi terhadap ritme dan kecepatan
pernapasan sehinnga dapat meningkatkan kekuatan otot – otot bantu pernafasan dan APE
(arus puncak ekspirasi).
Kebiasaan pola bernafas yang salah pada klien dengan asma yang cenderung
menggunakan pernapasan dada atas dan mengempiskan perut saat inspirasi membutuhkan
energi yang lebih dan pengembangan paru tidak bisa maksimal. Dalam kondisi ini,
diafragma yang terdorong ke atas akibat perut yang dikempiskan cenderung tegang dan panik
sewaktu serangan yang membuat sukar mengontrol pernapasan dan membuat konstriksi
(menyempitnya) saluran napas bronchus bertambah sehingga menyebabkan penurunan fungsi
paru (Herman, 2007).
Pada pemaparan literatur – literatur diatas menunjukkan bahwa penatalaksanaan
nonpharmacology memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan arus puncak
ekspirasi, sehingga bisa dijadikan rujukan untuk segala lapisan usia dan masyarakat.
Perbedaan arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah intervensi merupakan indikasi yang
sangat positif terhadap perkembangan penatalaksanaan klien dengan asma bronkhiale.
Walaupun demikian dikarenakan terbatasnya jumlah responden serta durasi waktu dalam
pelaksanaan penelitian tersebut dirasa kurang mewakili populasi, sehingga perlu dilakukan
lagi penelitian – penelitian dengan jumlah responden yang lebih besar dan lebih mewakili
populasi klien dengan asma yang sangat tinggi.

5
Implikasi Keperawatan
Literatur review ini berimplikasi terhadap praktik keperawatan, dan hasilnya bisa
diterapkan karena mudah, tidak membutuhkan biaya dan bisa diterapkan kepada semua
lapisan masyarakat dan usia, baik di perkotaan ataupun di pedesaan. Terlepas dari
penatalaksanaan terapi nonpharmacology pada klien dengan asma bronhiale sangat penting
juga mengetahui tentang segala hal yang berhubungan dengan asma bronkhiale, sehingga
klien bisa lebih kooperatif dalam penatalaksaan.
Penatalaksanaan nonpharmacology ini sangatlah besar pengaruhnya terhadap dunia
keperawatan. Perawat menjalankan perannya sebagai educator dan consellor demi
meningkatkan kualitas hidup klien dengan asma bronkhiale.

Kesimpulan
Setelah melakukan review terhadap ke lima (5) jurnal, kesimpulan yang dapat di sampaikan
sebagai berikut adalah :
1. Latihan deep breathing dan pursed lips breathing secara secara periodik, terpola dan
terkontrol secara tepat dapat meningkatkan kekuatan otot – otot bantu pernafasan dan
APE (arus puncak ekspirasi).
2. Latihan aktifitas terpilih dan senam asma yang didalamnya juga terdapat bagaimana cara
bernafas dengan tepat diyakini dapat meningkatkan kekuatan otot – otot bantu pernafasan
dan APE (arus puncak ekspirasi).
3. Penatalaksanaan nonpharmacology pada klien asma bronkhiale berpengaruh signifikan
dan bisa diapplikasi pada segala usia dan lapisan masyarakat, selain mudah juga tanpa
biaya.
Saran
1. Perlu diadakannya sosialisasi lebih luas di beberapa rumah sakit, pusat pelayanan
kesehatan masyarakat di Indonesia terkait terapi nonpharmacology pada klien dengan
asma bronkhiale.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden lebih besar dan
dalam waktu yang lebih lama.

6
REFERENSI

Astini. P.S.N. dkk 2013. Tentang Senam asma mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi
anak dengan asma bronchiale. Denpasar. Diakses 25 Desember 2015, dari google seacrh
engine.

Herman P Deddy. 2007. Senam Nafas Sehat sebagai Salah Satu Pilihan Terapi Latihan pada
Penderita Asma Bronkhial. Online. http://fisiosby.com/senam-nafas-sehat-sebagai-salah-satu-
pilihan-terapi-latihan-pada-penderita-asma-bronkhial/. Diakses 25 Desember 2015.

Ikawati, 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.Yogyakarta: Bursa


Ilmu.
Johns P. David & Pierce Rob. 2007. Pocket Guide to Spirometry, 2nd Ed. Australia :
McGraw-Hill

Natalia. Dewi. dkk. 2007. Tentang pured lips breathing dan tiup balon dalam peningkatan
arus puncak ekspirasi (APE) pasien asma bronkhiale di Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. Banyumas. Diakses 25 Desember 2015. Dari google search engine.

Rahajoe Nastiti N, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi setyanto. 2008. Buku Ajar
Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDIA.

Sharifi. Gholamreza. Et all. 2014. Tentang Effects of a period of selected activity on lung
capacities in children 5 – 10 years with astma caused by exercise. Iran. Diakses 25 Desember
2015, dari Doaj search engine.

Walburga. Vincentia Maya. 2014. Tentang Pengaruh deep breathing exercise terhadap nilai
arus puncak pada penderita asma bronkhial di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan. Surakarta.
Diakses 25 Desember 2015, dari google seacrh engine.

Widjanegara. Gede.I. 2014. Senam Asma Mengurangi Kekambuhan dan Meningkatkan


Saturasi Oksigen Pada penderita Asma di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah
Wangaya Denpasar. Denpasar. Diakses 25 Desember 2015, dari google search engine.

Anda mungkin juga menyukai