Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................ii

Daftar Isi .....................................................................................................................iii

BAB I. Pedahuluan

A. Latar Belakang ................................................................................................ 4


B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan ..............................................................................................................5
BAB II. Pembahasan

A. Tren dan Issu Keperawatan Keluarga


B. Telenursing Sebagai Trend Dan Issu Pelayanan Keperawatan Di Indonesia
C. Pemberdayaan Fungsi Keluarga (Tela‟ah Terhadap Tren Angka Kekerasan
pada Anak)
D. Riwayat Penyakit Keluarga Dengan Kejadian Diabetes Melitus

BAB IV. Penutup

A. Kesimpulan ..................................................................................................23
B. Saran ...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang
secara terus menerus dant e r l i b a t dalam masyarakat yang
berubah, sehingga pemenuhan dan metode
keperawatankesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat
berubah dan perawat sendiri juga dapatmenyesuaikan dengan
perubahan tersebut. Definisi dan filosofi terkini dari
k e p e r a w a t a n memperlihatkan trend holistic dalam keperawatan yang
ditunjukkan secara keseluruhan dalam berbagai dimensi, baik dimensi
sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan komunitas.
Tren praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat praktik
dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,
adopsi dan kelahiranyang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari
individu-individu yang ada didalamnya terlihat dari polainteraksi yang saling
ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, 1998).
Keperawatan keluarga dapat difokuskan pada anggota keluarga
individu, dalam kontekskeluarga, atau unit keluarga. Terlepas dari
identifikasi klien, perawat menetapkan hubungan dengan masing-masing
anggota keluarga dalam unit dan memahami pengaruh unit pada individudan
masyarakat. Tujuan keperawatan keluarga dari W HO di Eropa yang
merupakan praktek k e p e r a w a t a n termodern saat ini adalah
p r o m o t i n g a n d p r o t e c t i n g p e o p l e h e a l t h m e r u p a k a n perubahan
paradigma dari cure menjadi care melalui tindakan preventif dan mengurangi
kejadian dan penderitaan akibat penyakit.
Perawat keluarga memiliki peran untuk memandirikan keluarga
dalam merawat anggota k e l u a r g a n y a , s e h i n g g a k e l u a r g a m a m p u
m e l a k u k a n f u n g s i d a n t u g a s k e s e h a t a n , F r i e d m e n menyatakan
bahwa keluarga diharapkan mampu mengidentifikasi lima fungsi dasar
keluarga, diantaranya fungsi afektif, sosialis asi, reproduksi, ekonomi,
dan fungsi perawatan keluarga. Perawatan kesehatan keluarga adalah
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan
untuk mewujudkan keluarga yang sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tren dan Issu Keperawatan Keluarga
Trend adalah sesuatu yang sedang booming, actual, dan sedang hangat
diperbincangkan. Sedangkan isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang, menyangkut
ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam,
hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.
Jadi, trend dan isu keperawatan keluarga merupakan sesuatu yang
booming, actual, dan sedang hangat diperbincangkan serta desas-desus dalam
ruang lingkup keperawatan keluarga.
Adapun trend dan isu dalam keperawatan keluarga, diantaranya:
Global
 Dunia tanpa batas (global village) mempengaruhi sikap dan pola
perilaku keluarga.Kemajuan dan pertukaran iptek yang semakin global
sehingga penyebarannya semakin meluas.
 Kemajuan teknologi di bidang transportasi sehingga tingkat mobilisasi
penduduk yang tinggi seperti migrasi yang besar-besaran
yang berpengaruh terhadap interaksi keluarga yang berubah.
 Standar kualitas yang semakin diperhatikan menimbulkan persaingan
yang ketat serta menumbuhkan munculnya sekolah-sekolah yang
mengutamakan kualitas pendidikan.
 Kompetisi global dibidang penyediaan sarana dan prasarana serta
pelayanan kesehatan menuntut standar profesionalitas keperawatan
yang tinggi.
 Rendahnya minat perawat untuk bekerja dengan keluarga akibat
system yang belum berkembang.
 Pelayanan keperawatan keluarga belum berkembang tapi DEPKES
sudah menyusun pedoman pelayanan keperawatan keluarga dan
model keperawatan keluarga di rumah tapi perlu disosialisasikan.
 Keperawatan keluarga/ komunitas dianggap tidak menantang.
 Geografis luas namun tidak ditunjang dengan fasilitas.
 Kerjasama lintas program dan lintas sector belum memadai.
 Model pelayanan belum mendukung peranan aktif semua profesi.
Pelayanan
 SDM belum dapat menjawab tantangan global dan belum ada perawat
keluarga.
 Penghargaan / reward rendah.
 Bersikap pasif.
 Biaya pelayanan kesehatan rawat inap mahal.
 Pengetahuan dan keterampilan perawat masih rendah.

Pendidikan
 Lahan praktik terbatas; pendirian pendidikan keperawatan cenderung
“mudah”
 Penelitian terkait pengembangan dan uji model masih terbatas.
 Sarana dan prasarana pendidikan sangat terbatas.
 Rasio pengajar : mahasiswa belum seimbang.
 Keterlibatan berbagai profesi selama pendidikan kurang.

Profesi
 Standar kompetensi belum disosialisasikan.
 Belum ada model pelayanan yang dapat menjadi acuan.
 Kompetensi berbagai jenjang pendidikan tidak berbatas.
 Mekanisme akreditasi belum berjalan dengan baik.
 Peranan profesi di masa depan dituntut lebih banyak.
 Perlu pengawalan dan pelaksanaan undang-undang praktik
keperawatan.
 Trend dan Isu Keperawatan Keluarga di Indonesia
Perkembangan keperawatan di Indonesia sejak tahun 1983 sangat pesat,
di tandai dengan bukanya Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di
Universitas Indonesia Jakarta sejak tahun 1985 dan tahun 1985 telah menjadi
fakultas keperawatan, kemudian disusul PSIK di Universitas Padjadjaran
Bandung, berkembang lagi di 7 Universitas Negeri di Indonesia pada tahun
1999, serta mulai berkembang pada sekolah tinggi ilmu kesehatan dengan
jurusan keperawatan yang pengelolaannya dimiliki oleh masyarakat.
Perkembangan tersebut juga ditunjang oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 90-an dengan program pokok Perawatan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas yang sasarannya adalah keluarga. Namun, perkembangan
jumlah keluarga yang menerus meningkat dan banyaknya keluarga yang
rawan kesehatan (risiko), keperawatan komunitas mungkin tidak dapat
menjangkau meskipun salah satu sasarannya adalah keluarga yang rawan
(berisiko).Dengan keadaan demikian keperawatan komunitas (masyarakat)
memfragmentasi menjadi keperawatan yang spesifik diantaranya
keperawatan keluarga.Akibatnya, jelas sekali bahwa keperawatan keluarga
menjadi sasaran yang spesifik dengan masalah keperawatan (kesehatan)
yang spesifik pula.
Sesuai dengan perkembangan terjadi pula perubahan yang di motori oleh
Dirtjen Dikti Pendidikan Nasional dengan Konsorsium Ilmu Kesehatan yang
menyajikan secara tersendiri mata kuliah perawatan keluarga pada kurikulum
D-3 keperawatan dan pendidikan ners di Indonesia sejak tahun 1999.
Tuntutan professional yang tinggi sebenarnya tidak berlebihan, keadaan
ini sesuai tuntutan pemerintah di bindang kesehatan untuk membangun
“Indonesia Sehat 2010” dengan strategi :
1. pembangunan berwawasan kesehatan
2. desentralisasi
3. profesionalisme
4. jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM)
Asuhan keperawatan keluarga dapat segera dilakuakan oleh perawat
dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Telah menyelesaikan pendidikan formal Ners (perawat) yang diakui.


Pendidikan formal di Indonesia adalah D-3 keperawatan yang menghasilkan
perawat professional “pemula” dan PSIK yang menghasilkan Ners, yang
memiliki kemampuan professional yang tinggi, yaitu (1) keterampilan
intelektual, (2) keterampilan teknis, dan (3) keterampilan interpersonal
dengan berlandaskan etik dan melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar praktik keperawatan.
2. Telah melakukan proses registrasi sebagai ners (perawat). Perawat yang
telah menyelesaikan secara formal pendidikannya harus melalui proses
legislasi sebagai ners (perawat) dengan tahap :
a. Registrasi adalah proses pendaftaran seorang ners (perawat) yang telah
lulus pendidikan formal di dinas kesehatan provinsi, sesuai dengan
keputusan Menkes No 1239 tahun 2001.
b. Sertifikasi adalah proses penilaian terhadap kemampuan seorang ners
(perawat)untuk dinyatakan cakap melaksanakan kewenangan
(kompetensi) yang dimiliki. Namun, belum dilalui sehingga setelah tahap
registrasi seorang ners (perawat) akan memperoleh lisensi.
c. Lisensi adalah proses pembelian bukti tertulis setelah seorang ners
(perawat) dinyatakan cakap untuk dapat melaksanakan kewenangannya.
Di Indonesia disebut dengan surat izin perawat (SIP).
3. Memiliki institusi yang mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan keluarga. Meskipun telah mempunyai SIP, kegiatan
keperawatan keluarga yang diberikan kepada kliennya harus mempunyai
institusi berbadan hukum yang secara legal bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan keperawatan, mutu asuhan yang diberikan, dan untuk
meningkatkan kepercayaan publik, serta dapat dilakukan upaya tanggung
gugat oleh klien bila tidak sesuai standar asuhan.
4. Mematuhi standar praktik dan etik profesi yang ditetapkan oleh PPNI atau
pemerintah. Standar praktik yang ada bertujuan agar asuhan yang diberikan
ners (perawat) mempunyai mutu sesuai dengan kaidah profesi. Etik profesi
yang dapat mengendalikan bagaimana seorang ners (perawat) berperilaku
yang santun kepada klien dan tidak merugikan klien atau publik.
Bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh perawat keluarga adalah
perawatan kesehatan dirumah. Agar mempunyai arah yang pasti terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga, Departemen Kesehatan telah
menerbitkan surat keputusan No. HK.00.06.5.1.311 bulan januari 2012 tentang
penerapan pedoman perawatan kesehatan dirumah.

Dengan gambaran situasi diatas, kesempatan sangat besar dimiliki oleh


seorang ners (perawat) untuk mewujudkannya, dan hal ini merupakan tantangan
yang cukup berat bila seorang professional tidak mampu
mewujudkannya.Karena bagaimanapun juga tidak ada alasan bahwa tidak
mendapat dukungan secara profesi dan pemerintah.

 Kriteria kesejahteraan keluarga di indonesia


Berikut ini merupakan tahapan-tahapan keluarga sejahtera :
1. keluarga prasejahtera
keluarga- keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran, agama, sandang, pangan, dan
kesehatan.
2. keluarga sejahtera tahap I
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, tatapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologis
seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam
keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. keluarga sejahtera tahap II
keluarga-keluarga yang disamping dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga
telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum
dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan
untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. keluarga sejahtera tahapan III
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan, namun belum dapat
memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara
teratur memberikan sumbangan dalam bentuk materi dan keuangan untuk
kepentingan sosial kemasyarakatan serta peran secara aktif dengan menjadi
pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian,
olahraga dan pendidikan.
5. keluarga sejahtera tahap IV
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan baik yang
bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan serta telah dapat pula
memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
 Beberapa permasalahan mengenai trend dan isu keperawatan keluarga
yang muncul di Indonesia :
 Sumberdaya tenaga kesehatan yang belum dapat bersaing secara global
serta belum adanya perawat keluarga secara khusus di negara kita.
 Penghargaan dan reward yang dirasakan masih kurang bagi para tenaga
kesehatan.
 Pelayanan kesehatan yang diberikan sebagian besar masih bersifat pasif.
 Masih tingginya biaya pengobatan khususnya di sarana.
 Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki kualitas baik.
 Pengetahuan dan keterampilan perawat yang masih perlu ditingkatkan.
 Rendahnya minat perawat untuk bekerja dengan keluarga akibat system
yang belum berkembang.
 Pelayanan keperawatan keluarga yang belum berkembang meskipun
telah disusun pedoman pelayanan keluarga namun belum disosialisaikan
secara umum.
 Geografis Indonesia yang sangat luas namun belum di tunjang dengan
fasilitas transportasi yang cukup.
 Kerjasama program lintas sektoral belum memadai.
 Model pelayanan belum mendukung peran aktif semua profesi.
 Lahan praktek yang terbatas, sarana dan prasarana pendidikan juga
terbatas.
 Rasio pengajar dan mahasiswa yang tidak seimbang.
 Keterlibatan berbagai profesi selama menjalani pendidikan juga kurang.

Trend dan Isu Nasional :


 Semakin tingginya tuntutan profesionalitas pelayanan kesehatan.
 Penerapan desentralisasi yang juga melibatkan bidang kesehatan.
Peran serta masyarakat yang semakin tinggi dalam bidang kesehatan.
 Munculnya perhatian dari pihak pemerintah mengenai masalah kesehatan
masyarakat seperti diberikannya bantuan bagi keluarga miskin serta
asuransi kesehatan lainnya bagi keluarga yang tidak mampu.

 Trend dan Isu Keperawatan Keluarga di Global


Isu praktik :
Globalisasi keperawatan keluarga menyuguhkan kesempatan baru yang
menarik bagi perawat keluarga. Dengan makin kecilnya dunia akibat proses
yang dikenal sebagai globalisasi, perawat keluarga disuguhkan dengan
kesempatan baru dan menarik untuk belajar mengenai intervensi serta
program yang telah diterapkan oleh negara lain guna memberikan perawatan
yang lebh baik bagi keluarga. Globalisasi adalah proses bersatunya individu
dan keluarga karena ikatan ekonomi, politis dan profesional, globalisasi
mempunyai damfak negatif yang bermakna bagi kesehatan yaitu ancaman
epidemi diseluruh dunia seperti human imunodeficiency virus/ aquired
immune deficiency syndrome (HIV/AIDS) menjadi jauh lebih besar. Akan
tetapi sisi positifnya, pembelajaran yang diperoleh perawat amerika dari
perawat diseluruh dunia melalui konferensi internasional, perjalanan dan
membaca literatur kesehatan internasional memberikan pemahaman yang
sangat bermanfaat.Sebagai contoh, di jepang, pertumbuhan keperawatan
keluarga sangat mengesankan. Disana, perawat telah mengembangkan
kurikulum keperawatan keluarga disekolah keperawatan dan telah
menghasilkan teori keperawatan yang berfokus pada keluarga dan sesuai
dengan nilai dan konteks jepang. Keperawatan keluarga mengalami
pertumbuhan yang pesat di jepang yang ditandai dengan publikasi dan upaya
penelitian yang dilakukan di jepang (sugisita,1999). Negara lain, seperti
denmark, swedia, israel, korea, chili, meksiko, skotlandia dan inggris juga
mengalami kemajuan bermakna dibidang kesehatan keluarga dan
keperawatan keluarga. Kita mesti banyak berbagi dan belajar dari perawat di
beberapa negara ini.

B. Telenursing Sebagai Trend Dan Issu Pelayanan Keperawatan Di Indonesia


Telenursing didefinisikan sebagai praktek keperawatan jarak jauh
menggunakan teknologi telekomunikasi (National Council of State Boards of
Nursing, 2011). Teknologi informasi dibidang keperawatan adalah teknologi
informasi yang mengintegrasikan ilmu keperawatan, komputer, ilmu
pengetahuan, dan ilmu informasi untuk mengelola dan mengkomunikasikan data,
informasi, dan pengetahuan dalam praktek keperawatan. Informatika
keperawatan memfasilitasi integrasi data, informasi, dan pengetahuan untuk
dukungan klien, perawat, dan penyedia lainnya dalam pengambilan 4 keputusan
mereka dalam semua peran dan pengaturan. (Terhuyung & Bagley-Thompson,
2002 dalam Salim, 2010). Telenursing dapat diartikan sebagai pemakaian
teknologi informasi dibidang pelayanan keperawatan untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak jauh.

Model pelayanan ini memberikan keuntungan antara lain:

1) mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kunjungan yang tidak perlu,

2) mempersingkat hari rawat dan mengurangi biaya perawatan,

3) membantu memenuhi kebutuhan kesehatan,

4) memudahkan akses petugas kesehatan yang berada di daerah yang


terisolasi,
5) berguna dalam kasus-kasus kronis atau kasus geriatik yang perlu
perawatan di rumah dengan jarah yang jauh dari pelayanan kesehatan, dan

6) mendorong tenaga kesehatan atau daerah yang kurang terlayani untuk


mengakses penyedia layanan melalui mekanisme seperti : konferensi video dan
internet (American Nurse Assosiation, 1999). Sebagai suatu sistem tentunya
tidak luput dari kekurangan, antara lain : tidak adanya interaksi langsung perawat
dengan klien yang akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan.

Kekawatiran ini muncul karena anggapan bahwa kontak langsung dengan


pasien sangat penting terutama untuk dukungan emosional dan sentuhan
terapeutik. Sedangkan kekurangan lain dari telenursing ini adalah kemungkinan
kegagalan teknologi seperti gangguan koneksi internet atau terputusnya
hubungan komunikasi akibat gangguan cuaca dan lain sebagainya sehingga
menggangu aktifitas pelayanan yang sedang berjalan, selain itu juga
meningkatkan risiko terhadap keamanan dan kerahasiaann dokumen klien.

C. Pemberdayaan Fungsi Keluarga (Tela‟ah Terhadap Tren Angka Kekerasan pada


Anak)

Kategorisasi dan Fungsi Keluarga Para sosiolog pada dasarnya


menggolongkan sistem keluarga menjadi dua, yaitu keluarga dengan sistem
konsanguinal dan keluarga dengan sistem konjugal (Sunarto, 2004; Suteng &
Saptono, 2007; Polak, 1960; Horton & Hunt, 1984). Akan tetapi, muncul
penggolongan di luar dua jenis keluarga tersebut, yaitu keluarga batih (nuclear
family) dan keluarga luas atau extended family (Horton & Hunt, 1984; Suteng &
Saptono, 2007).

Di luar itu, ada keluarga virilokal atau keluarga batih ditambah keluarga
batih para putra dalam keluarga batih senior tersebut. Sistem keluarga ini ada
pada masyarakat Nias (Suteng & Saptono, 2007). Keluarga konjugal menurut
Horton & Hunt (1984) adalah keluarga yang didasarkan pada pertalian
perkawinan atau kehidupan suami-isteri. Adapun keluarga konsanguinal lebih
menitikberatkan pada ikatan keturunan dan hubungan sedarah pada sejumlah
orang kerabat (Horton & Hunt, 1984; Polak, 1960). Suteng & Saptono (2007)
mencontohkan keluarga dengan sistem konsanguinal ini pada keluarga Jepang
dan Tionghoa tradisional, di mana seorang anak lelaki akan lebih memihak orang
tuanya ketika ada perselisihan antara isteri dan mertua.
Di sini, hubungan emosional atas kaitan darah dianggap lebih penting.
Sebaliknya, keluarga dengan sistem konjugal cenderung menafikan peran orang
tua dan lebih mengedepankan cinta kasih dengan isteri (Suteng & Saptono,
2007). Selain tipe keluarga di atas, ada pula sistem keluarga batih dan keluarga
luas. Keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih, atau yang diistilahkan oleh
Prof. Djojodigoeno sebagai brajat mandiri, adalah satuan keluarga terkecil yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak (Polak, 1960; Suteng & Saptono, 2007).
Sementara keluarga luas (extended family) adalah keluarga batih
ditambah kerabat lain dengan siapa hubungan baik dipertahankan (Horton &
Hunt, 1984). Salah satu tupe keluarga luas ini adalah joint family, di mana ada
beberapa orang anggota keluarga lelaki kakak beradik deserta anak-anak
mereka dan saudara perempuan yang belum menikah (Suteng & Saptono,
2007). Dalam perspektif antropologi budaya, ada enam kelompok kekerabatan
yang sering muncul di Indonesia, antara lain keluarga ambilineal kecil, keluarga
ambilineal besar, klan kecil, klan besar, frater, dan moety. Kekerabatan ini
muncul dengan dua sistem perkawinan, yaitu 6 sistem perkawinan eksogami dan
endogami (Mu‟in, 2004). Sistem perkawinan ini menandai keberadaan tiga
mazhab besar kekerabatan di Indonesia, yaitu sistem keluarga patrilineal,
matrilineal, dan bilateral. Sistem patrilineal secara genealogis berarti semua
kekerabatan dinisbatkan kepada ayah. Di sini, jika seorang anak perempuan
menikah berarti ia melepaskan diri dari kekerabatan ayahnya dan pindah ke
garis kekerabatan suaminya. Adapun secara kultural sistem patrilineal berarti
kepemimpinan total berada pada pihak ayah. Sebaliknya, sistem matrilineal
menisbatkan kekerabatan pada ibu, dan secara kultural kewajiban untuk
membayar mas kawin dan nafkah adalah kewajiban isteri.
Sistem matrilineal ini diterapkan pada struktur masyarakat Minang (Mu‟in,
2004). Menurut Horton & Hunt (1984), masyarakat Amerika cenderung untuk
membangun rumah tangganya sendiri setelah pernikahan. Sistem ini disebut
dengan sistem perkawinan neolokal (neolocal marriage). Sistem ini menurut para
aktivis persamaan gender merupakan sebuah sistem yang memungkinkan untuk
menghindari subordinasi laki-laki di atas perempuan. Shadily (1993) menyatakan
bahwa lembaga keluarga dengan pernikahan yang didasarkan atas ikatan
pernikahan telah diakui oleh hamper semua lapisan masyarakat. Ia berpendapat
bahwa pernikahanlah yang membedakan manusia dengan hewan ataupun
makhluk lain. Kondisi yang kontras terjadi di Amerika Serikat, di mana ada istilah
posselq untuk mengategorikan pasangan yang berkeluarga tanpa hubungan
pernikahan (Horton & Hunt, 1984). Mengenai fungsi keluarga,

Kekerasan Pada Anak Dalam Angka


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data tentang
kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI
dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan kasus kekerasan
pada anak tahun 2011 terjadi 2.178 kasus kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus,
2013 ada 4.311 kasus, 2014 ada 5.066 kasus. Dari data tersebut 5 kasus
tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015. Pertama,
anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6.006 kasus.
Selanjutnya, kasus pengasuhan 3.160 kasus, pendidikan 1.764 kasus,
kesehatan dan napza 1.366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1.032 kasus.
Masih menurut laporan KPAI tentang lokus kasus kekerasan pada anak, hasil
monitoring dan evaluasi tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen
anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di
lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat. Kondisi tersebut
menggambarkan betapa sistem relasi dalam keluarga kita harus diperbaiki
karena sejatinya keluarga merupakan tempat yang paling nyaman dan aman
bagi anak. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan
kekerasan seksual merupakan kasus terbanyak terkait tindak pidana atas anak
yang dilaporkan warga kepada lembaga tersebut. Kekerasan seksual tersebut
meliputi diantaranya, persetubuhan, pencabulan, pemerkosaan dan pelecehan
seksual.
LPSK mencatat selama Januari hingga 5 Juni 2015 tercatat sebanyak 37
laporan terkait tindak pidana atas anak yang masuk. Dari jumlah tersebut, 24
diantaranya merupakan laporan kasus kekerasan seksual pada anak. Dari 24
kasus, terdapat 11 laporan terkait kasus persetubuhan, 9 kasus pencabulan, 2
kasus pemerkosaan dan 2 laporan kasus pelecehan seksual. Sementara, untuk
13 kasus lainnya, terdiri atas 10 laporan kasus penganiayaan anak dan
pembunuhan, 1 laporan pencabulan anak dan tindak perdagangan orang serta 1
laporan perampasan kemerdekaan terhadap anak di bawah umur. Perlu diingat
bahwa hasil tela‟ah para akademisi dan praktisi mengungkapkan bahwa 78,3
persen anak yang menjadi pelaku kekerasan karena mereka pernah menjadi
korban kekerasan sebelumnya atau pernah melihat kekerasan yang dilakukan
kepada anak lain dan menirunya.Sehingga diperlukan lingkungan yang kondusif
di sekitar anakanak. Lingkungan di mana nilai dan etika keber-agama-an harus
dijadikan fondasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Pranata sosial
yang memainkan perannya dalam turut memberikan bimbingan dan tuntunan
yang sesuai dengan budaya bangsa.

D. Riwayat Penyakit Keluarga Dengan Kejadian Diabetes Melitus


Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif dengan
sifat kronis. Diabetes mellitus yang dalam perjalanannya akan terus meningkat
baik prevalensinya maupun keadaan penyakit itu mulai dari tingkat awal atau
yang berisiko Diabetes mellitus sampai pada tingkat lanjut atau terjadi komplikasi
(Soegondo, 2009). Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan
yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita
diabetes mellitus tahun 2011 mencapai 366 juta orang. Diabetes melitus telah
menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu, pengeluaran biaya
kesehatan untuk diabetes melitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF, 2011).
Jika tidak ada tindakan yang di lakukan, jumlah ini di perkirakan akan meningkat
menjadi 552 juta orang pada tahun 2030 (IDF, 2011). Karakteristik Responden
Berdasarkan Riwayat Penyakit Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngadiluwih Kabupaten Kediri Hampir setengah dari total responden memiliki
riwayat DM yaitu 20 orang (45,5%) dimana orang tersebut juga memiliki
penyakit diabetes mellitus.

Hal ini kemungkinan didukung oleh latar belakang responden sendiri,


karena responden berdasarkan pendidikan sebagian besar dengan pendidikan
SD,SMP yaitu 27 orang (61,4%), sehingga responden kurang informasi untuk
mengetahui tentang faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit diabetes
mellitus salah satunya adalah riwayat penyakit keluarga. Keluarga mempunyai
peran penting untuk generasi selanjutnya, hal ini dikarenakan ada berbagai
macam penyakit yang dapat terjadi karena riwayat keluarga.

Dalam teori disebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang


dipengaruhi oleh dua faktor, yang pertama adalah faktor yang tidak dapat diubah
seperti herediter/riwayat keluarga, usia, jenis kelamin dan yang kedua adalah
faktor yang dapat diubah seperti aktivitas fisik, gaya hidup, merokok, dan
stres.Riwayat penyakit keluarga dapat menjadi pendeteksi bagi orang yang
memiliki keluarga dengan diabetes mellitus. Dalam teori disebutkan bahwa
penyakit ini berhubungan dengan kromosom 3q, 15q, dan 20q, serta
mengidentifikasi 2 loci potensial, yaitu 7p dan 11p yang mungkin merupakan
risiko genetik bagi diabetes mellitus pada masyarakat (ADA, 2012).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sikap dan pola perilaku keluarga dapat dipengaruhi oleh dunia tanpabatas
(global village). Kemajuan teknologi di bidang transportasi mengakibatkan
tingkat mobilisasi penduduk yang tinggi seperti migrasi yang besar-besaran
yang berpengaruh terhadap interaksi keluarga yang berubah.Pelayanan
keperawatan keluarga belum berkembang tapi DEPKES sudah menyusun
pedoman pelayanan keperawatan keluarga dan model keperawatan keluarga
di rumah tapi perlu disosialisasikan serta munculnya perhatian dari pihak
pemerintah mengenai masalah kesehatan masyarakat seperti diberikannya
bantuan bagi keluarga miskin serta asuransi kesehatan lainnya bagi keluarga
yang tidak mampu. Rendahnya minat perawat untuk bekerja dengan keluarga
akibat system yang belum berkembang.

B. Saran
Pelayanan keperawatan keluarga harus dikembangkan karena
keperawatan keluarga dapat mengurangi kejadian atau penderitaan akibat
penyakit dengan perubahan paradigma dari cure menjadi care melalui tindakan
preventif.
DAFTAR PUSTAKA

Makhfudli, F. E. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan


Praktik dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika. Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan


Keluarga. Jakarta: EGC. Kuntoro, A. (2010).

Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Wahid


Iqbal Mubarak, N. C. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.

Friedman,dkk. (2013) Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, &


Praktik. Jakarta: EGC Salahuddien (2011).

Trend Keamanan Internet Indonesia di 2011.


Diperolehdihttp://idsirtii.or.id/content/files/artikel/TREN%20KEAMANAN%20INTE
RNET%20I NDONESIA%202011.pdf. Diakses tanggal 9 Oktober 2011 Suryadi,
2007.

Kekerasan Pada Anak, Kapan Berakhir? Artikel dimuat di Banjarmasin


Post. Setiawan, Benni, 2003. Hentikan Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Artikel
dimuat di Koran Surya, 24 Maret 2007.

Shadily Bare, Suzzane. 2002. Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes


Mellitus. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. 2014. Laporan Tahunan
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri.
TUGAS

MAKALAH TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN KELUARGA

NAMA: Maria Nona Onci

KELAS: B Keperawatn

NIM: P.1608142

SEKOLAH TINGGI ILMU KESHATAN

PASAPUA AMBON

2018/2019

Anda mungkin juga menyukai