PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas
bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur
sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.2
pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted
1
thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien
yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di
rumah sakit.3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMOTHORAX
A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura akibat robeknya pleua atau suatu keadaan dimana udara terkumpul di
dalam kavum pleura sehingga memisahkan rongga viceralis dengan parietalis
yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.5
3
B. Epidemiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan
tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumotoraks jenis ini
dibagi lagi menjadi pneumotoraks primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang
lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko
pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok.
Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada
langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi
4
iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe
Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada
laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000
orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada
perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per
Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang per tahun dan 6
Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan primer jarang
Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospitalbaik untuk pneumotoraks
spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per tahun dan 5,8 per
Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder pneumotoraks.
Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam waktu 3 tahun.3
5
C. Klasifikasi
a. Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu:
Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang
terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah
dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi
paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks
jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
6
tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi
pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
b. Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,
namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).
7
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.
Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas.
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).
8
D. Patofisiologi Pneumothorax
dan sekunder. Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan
terapeutik.4
yang mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural
9
tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa 89% kasus dengan bula subpleural adalah
teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh
rokok yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini
inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi
oleh udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai
tercapainya keseimbangan tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup.
Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas
spontan primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan,
tekanan alveolar yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan
10
berpindah ke interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum.
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau
staphylokokus)
o Sarkoidosis
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
11
o Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis
karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada
saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru
tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya negatif akan
pneumotoraks.
bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic
parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini
aliran balik dari udara tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan
mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik.
12
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga
pleura sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah
kontralateral. Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia.
Curah jantung turun karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia
terjadi akibat gangguan pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang
tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah jantung akan menggangu
kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat.4
E. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang sering muncul adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
a. Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
13
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative
b. Gambaran Radiologi
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
14
Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang
mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan
gambaran radioopak. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami
pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak
tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural
white line.
15
Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panah merupakan bagian paru yang kolaps.
Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa
16
maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut
kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah
hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura,
maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu,
seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang
lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi
semakin dalam dan lancip pada foto dada serial. Jika hal ini terjadi maka pasien
sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat
tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini
biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior
tubuh utamanya daerah medial.
Gambar : Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).
Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung
yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani
17
akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu,
sela iga menjadi lebih lebar.
Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura
parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka
kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien
dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan
kolaps paru komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated
pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak
dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated
pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk
seperti cangkang telur.
Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak
sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu, foto
dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.
18
Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kanan)
dan dalam keadaan ekspirasi (kiri).
Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumotoraks.
Gambar 9. Hidropneumothoraks.
19
F. Diangnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli
paru, dan pneumonia. Pada pasien muda, laki-laki, dan perokok jika setelah
difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke
pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder kadang-
kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu
bleb atau bulla.
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang
hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa
kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan
gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk
membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada
daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada
pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa
disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-
garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau bulla. Selain itu,
pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan mengalami
pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut kepada jaringan
paru.
20
Gambar 12. Gambaran foto thoraks bulla paru.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut 4 :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi
dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama
selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan
terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara :
21
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang
keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
22
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura
sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba
terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam.
Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa
belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal.
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
23
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
6. Penatalaksanaan tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator.
Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.
7. Rehabilitasi
24
Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras.
Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
H. Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,
umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder
tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan
PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.
I. Komplikasi Pneumotoraks
melalui tiga tahap yang umum disebut dengan efek Macklin. Urutan kejadiannya
25
Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara
pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas
dan jantung.1
Emfisema subkutan
26
Mediastinum berhubungan dengan daerah submandibula, retrofaringeal, dan
selubung pembuluh darah leher, dan toraks lateral (Carolan, 2010). Emfisema
sebagai pembengkakan tidak nyeri. Pada palpasi akan terasa seperti kertas.
dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit dengan pisau pada daerah kulit
27
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line).
Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area
dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan
mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi
lagi.
28
DAFTAR PUSTAKA
03.00
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May
http://emedicine.medscape.com/article/827551
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
29