Asuhan Keperawatan Pertusis
Asuhan Keperawatan Pertusis
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Pertusis atau whooping cough adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pernapasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang
terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksimal disertai nada
yang meninggi karena penderita menarik napas hingga akhir batuk.
(Rampengan dan Laurent,).
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut. Istilah yang lebih
disukai yaitu batuk rejan atau whoopingcough. (Behrman dkk,)
Pertusis lebih dikenal dengan batuk rejan (whooping cough). Pertusis
adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bordetella pertussis,
dan atau Bordetella parapertussis.
B. ETIOLOGI
Penyebab satu-satunya epidemik pertusis adalah Bordetella
pertussis. Bordetella parapertussis memperberat kasus Bordetella pertusis.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan terutama melalui saluran pernapasan dengan bordetella
pertussis yang terikat pda silia epitel saluran pernapasan, kemudian kuman
ini akan mengalami multiplikasi disertai pengeluaran toksin sehingga
menyebabkan inflamasi dan nekrosis trakea dan bronkus. Mukosa akan
mengalami kongesti dan infiltrasi limfosit dan lekosit polimorfonuklear.
Di samping itu, terjadi hiperplasia dari jaringan limfoid peribronkial
diikuti oleh proses nekrosis yang terjadi pada lapisan basal dan
pertengahan epitel bronkus. Lesi ini merupakan tanda khas pada pertussis.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tahap kataral
Dimulai dengan gejala gejala gejala infeksi saluran pernapasan bagian
atas seperti : koriza, bersin, lakrimasi, batuk dan demam derajat
rendah gejala gejala berlanjut selama 1 – 2minggu, ketika kering,
batuk pendek menjadi lebih berat.
2. Tahap paroksimal
Paling sering terjadi batuk pada malam hari dan pendek, cepat batuk
diikuti oleh inspirasi tiba tiba berhubungan dengan tingginya suara
kokok ayam teratur atau “whoop”, selama paroksimal: pipi menjadi
merah dan sianosis, kedua mata menonjol dan lidah menjulur:
paroksimal mungkin berlanjut hingga penebalan penyumbatan mukosa
yang muncul ; tahap ini umumnya 4 -6 minggu terakhir, diikuti
dengan tahap konvalensi.
3. Tahap konvalensi
Ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah muntah dimana
puncak serangan paroksimal berangsur angsur menurun. Batuk masih
menetap beberapa waktu dan hilang sekitar 2 – 3 minggu.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hapusan sekret di nasofaring posterior atau lendir yang di
muntahkan.
2. Hapusan darah tepi di jumpai lekositosis dengan nilai 20.000 –
30.000/mm2 dengan limfositosis predominan terjadi sekitar 60%
terutama stadium kataralis.
BAB II
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan ; status imunisasi DPT diberikan sebanyak 5 kali
sejak anak berusia 2 bulan hingga 6 tahun, 3 pemberian pertama pada
usia 2bulan, 3bulan, dan 4 bulan. Pemberian yang ke 4 adalah usia
pada 18 bulan dan pemberian yang terakhir pada usia 5 tahun,
2. riwayat penyakit infeksi di saluran pernapasan atas
3. Kaji tanda tanda yang muncul
a) Tahap kataral
Pada tahap ini muncul gejala seperti koriza, bersin, lakrimasi, dan
demam derajat rendah.
b) Tahap paroksimal
Pada tahap ini , pipi menjadi kemerahan atau sianosis, mata
menonjol, dan lidah menjulur.
c) Tahap konvelensi
Pada tahap ini berentinya whoop dan muntah muntah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme
virulen.
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas.
3. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang
menurun , peningkatan petabolisme.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan metabolisme.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
Tujuan : penyebarluasan infeksi tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
a) Tanda tanda infeksi tidak ada.
b) Temperatur tubuh dalam batas normal.
c) Anjurkan anak dan orang tua untuk melakukan latihan napas dalam,
batuk, dan posisi tubuh tegak lurus.
Rasional : meningkatkan pernapasan diafragma, ekspansiparu, dan
memperbaiki pergerakan dinding dada untuk kebutuhan oksugenasi.
Mekanisme batuk membersihkan jalan napas . posisi tubuh tegak lurus
memudahkan anak batuk.
b) Monitor intake dan output cairan secara tepat, dan pertahankan intake
cairan dan elektrolit yang tepat.
Rasional: informasi intake dan output cairan diperlukan untuk
mengontrol batasan atau penggantian cairan tubuh sesuai kebutuhan.
KASUS
Seorang anak perempuan umur 2 tahun, datang berobat dengan keluhan batuk-
batuk kuat yang berulang diikuti bunyi melengking pada saat tarik nafas selama 1
minggu. Satu minggu sebelumnya di dahului dengan gejala pilek, batuk ringan,
dan panas yang tidak terlalu tinggi. Ibu mengeluh anaknya batuk, wajahnya
tampak merah kebiruan hingga terlihat urat pembuluh darah dileher menonjol.
Keadaan ini berlangsung berulang-ulang dan anak menjadi malas makan dan
minum, pada saat diperiksa anak tampak sangat sesak disertai panas tinggi,
riwayat imunisasi DPT tidak lengkap hanya diberikan satu kali selama usia 1
tahun. Tetangga anak ini banyak yang mengalami batuk dan pilek.
DAFTAR PUSTAKA