Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu hendaknya mengikuti perkembangan
pelayanan kesehatan. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada dasarnya adalah untuk
menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai
kebutuhan, efektif, aman, nyaman, bagi pasien.
Perkembangan industry farmasi serta inovasi produk farmasi yang semakin maju
memunculkan banyak sediaan atau item obat yang baru. Banyaknya penyakit dan
komplikasinya sehingga membuat dokter memberikan terapi dengan menggunakan obat yang
beragam. Penggunaan obat yang beragam memungkinkan untuk terjadinya suatu interaksi
obat.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat
obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat dan
efek samping obat perlu mendapat perhatian.
Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus
masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan
hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang
dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena
sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat
terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/ataupengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama – sama.
Interaksi obat dan makanan terjadi bila makanan mempengaruhi bahan dalam obat yang
diminum sehingga obat tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Interaksi ini dapat
menyebabkan efek yang berbeda-beda, dari mulai peningkatan atau penurunan efektivitas
obat sampai efek samping. Makanan juga dapat menunda, mengurangi atau meningkatkan
penyerapan obat
1.2 Tujuan Pedoman
Tersediannya pedoman bagi tenaga kesehatan mengenai potensi terjadinya interaksi obat,
sehingga interaksi obat dapat dihindari sehingga dapat tercapai keberhasilan terapi
1.3 Sasaran Pedoman
Pedoman ini dimaksudkan untuk dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan seperti dokter,
farmasis, dan perawat.
1.4 Pengertian
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan undang-undang yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian
Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi di
bidang ilmu pengetahuan
Evaluasi adalah memberikan penilaian terhadap sesuatu
Farmakokinetik adalah aspek farmakologi yang mencakup nasip obat dalam tubuh yaitu
absorbs, distribusi, metabolism, dan ekskresi
Interaksi Obat adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kerja obat.
Obat adalah bahan/panduan bahan-bahan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan
badaniah atau rohaniah pada manusia/hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia
Over dosis adalah dosis yang diberikan melebihi dosis maksimum/memberikan dosis yang
berlebihan.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Stabilitas obat adalah keseimbangan atau kestabilan obat secara farmakodinamik dan
farmakokinetik
Terapi Obat adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan
penyakit dan perawatan penyakit

BAB II
INTERAKSI OBAT

2.1 Pengertian Interaksi Obat


Interaksi obat adalah efek farmakoterapi yang timbul akibat reaksi obat dengan substansi
lainya misalnya obat, makanan dan lain lain. Interaksi obat bisa berefek merugikan yang
bisa membuat kegagalan terapi, namun interaksi obat juga bisa berefek menguntungkan.
Perubahan potensi obat pada kasus intraksi obat dapat berupa efek aditif (penambahan
respon), sinergis (penambahan respon melebihi), potensiasi (penambahan respon dari
kurang menjadi lebih), dan antagonis (respons saling bertentangan).
2.2 Jenis Interaksi Obat
Interaksi obat dapat terjadi pada proses Farmasetika, farmakodinamik maupun proses
farmakokinetik.
2.2.1 Interaksi Farmasetika
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisika kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan atau disiapkan sebelum obat digunakan di pasien. Misalnya :
 Penurunan titik kelarutan, penurunan titik beku pada interaksi fisik
 Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyipan pada interaksi kimia
dapat menyebabkan inkompatibilitas sediaan obat
2.2.2 Interaksi Proses farmakokinetika
a. Interaksi pada proses Absorbi
Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran cerna.
Absorpsi. Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan
lebih mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila
dibutuhkan kadar puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek.

Mekanisme interaksi akibat gangguan absorpsi antara lain :

 Kompleksasi dan Interaksi langsung


Interaksi langsung yaitu reaksi/pembentukan senyawa complex antar senyawa
obat yang mengakibatkan salah satu atau semua dari macam obat mengalami
penurunan kecepatan absorbi.
 Perubahan pH saluran cerna
pH cairan saluran cerna mempengaruhi laju absorbs obat yang bersifat asam
atau basa lemah
 Perubahan Moltilitas atau laju pengosongan lambung
Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan
absorbs tanpa mempengaruhi jumlah obat yang di absorbs. Semakin cepat
obat sampai di usus halus, semakin cepat absorbsinya.
 Penghambatan enzim pencernaan
Obat – obat atau makanan tertentu dapat mempengaruhi system transport
enzim sehingga mempengaruhi absorbs obat – obat spesifik pada usus.
 Perubahan flora saluran pencernaan.
Beberapa obat dapat mempengaruhi flora saluran cerna, sehingga akan
mengubah efektivitasnya.
b. Interaksi pada proses distribusi
Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat
kerja di mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau
reseptor. Selama berada di aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai
komponen darah terutama protein albumin. Obat-obat larut lemak mempunyai
afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa, sehingga obat-obat dapat tersimpan
di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke jaringan lemak
mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal ini
memperpanjang efek obat.

Obat obat yang berinteraksi pada proses distribusi adalah obat yang :
 Presentase ikatan protein tinggi
 Volume distribusi kecil
 Mempunyai rasio ekskresi hepatic yang rendah
 Mempunyai rentang terapetik yang rendah
 Mempunyai onset aksi yang cepat
c. Interaksi pada proses metabolism
Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor,
berarti obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut
lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi
senyawa larut air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama
melalui ginjal. Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme
fase I dan II.
d. Interaksi pada proses eliminasi
Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal, perubahan
pH dan perubahan aliran darah ginjal.
 Perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal
 perubahan pH urin
 Perubahan aliran darah ginjal

2.2.2. Interaksi obat Farmakodinamika


Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetika. Pada
interaksi farmakodinamika tidak terjadi perubahan kadar obat objek dalam darah,
tetapi yang terjadi adalah perubahan efek obat objek yang disebabkan oleh
presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat.
Pada interaksi farmakodinamik terjadi interaksi pada tingkat reseptor. Jika
interaksi bersifat sinergisme maka efek obat akan meningkat, jika interaksi
bersifat antagonism maka obat akan saling menurun. Misalnya penurunan aksi
obat hipnotik oleh coffein.

2.3 Interaksi Obat dan Makanan


Interaksi obat dan makanan terjadi bila makanan mempengaruhi bahan dalam obat yang
diminum sehingga obat tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Interaksi ini dapat
menyebabkan efek yang berbeda-beda, dari mulai peningkatan atau penurunan efektivitas
obat sampai efek samping. Makanan juga dapat menunda, mengurangi atau
meningkatkan penyerapan obat. Itulah sebabnya mengapa beberapa obat harus diminum
pada waktu perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan) dan beberapa
obat lain sebaiknya diminum bersamaan dengan makanan.
Interaksi obat dan makanan dapat terjadi ketika makanan yang dimakan mempengaruhi
obat yang sedang digunakan sehingga mempengaruhi efek obat tersebut, contoh reaksi
yang dapat timbul :
 Makanan dapat mempercepat/memperlambat efek obat
 Beberapa obat tertentu dapat menyebabkan vitamin dan mineral tidak bekerja secara
tepat.
 Menyebabkan hilang/bertambah nafsu makan
 Obat dapat mempengaruhi nutrisi tubuh
Jenis obat dan makanan yang dapat berinteraksi : salah satu contoh keasaman dari jus
buah dapat menurunkan efektivitas antibiotik, susu dapat membentuk kelat apabila
diminum bersama tetrasiklin
Dasar yang menentukan apakah obat diminum sebelum, selama atau setelah makan
tentunya adalah karena absorpsi, ketersediaan hayati serta efek terapeutik obat
bersangkutan, yang amat tergantung dari waktu penggunaan obat tersebut serta adanya
kemungkinan interaksi obat dengan makanan itu sendiri.
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi obat dengan
makan adalah :
 Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan lambung
dari saat masuknya makanan.
 Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu,
 Perubahan suplai darah di daerah di mukosa saluran cerna,
 Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses absorpsi dan
pembentukan kompleks,

 Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan,


 Perubahan biotransformasi dan eliminasi.

BAB III
PENATALAKSANAAN

A. Pasien Yang Rentan Terhadap Interaksi Obat


Ada beberapa pasien yang rentan terhadap timbulnya mekanisme interaksi obat :
 Pasien Usia Lanjut
 Pasien dengan terapi lebih dari 3 macam
 Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal
 Pasien dengan penyakit akut
 Pasien dengan penyakit yang tidak stabil
 Pasien yang memiliki karakteristik genetic tertentu
 Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter
 Pasien dengan tingkat kepatuhan yan g kurang
B. Cara Pencegahan interaksi farmasetik
Pencegahan yang dapat dilakukan pada interaksi farmasetik adalah :
 Hindari pemberian obat lewat cairan infuse, kecuali cairan glukosa dan salin
 Jika mencampur obat dalam cairan infuse harus sesuai dengan aturan yang ada, dan
amati perubahan yang terjadi.
 Waktu/ jam pencampuran obat dan cairan infuse harus dicatat dalam labe ldan dicatat
kapan infuse harus habis.
C. Cara Pencegahan Interaksi Obat Farmakokinetik dan Farmakodinamik
 Hindari kombinasi obat yang berinteraksi dan jika dibutuhkan pertimbangkan obat
pengganti.
 Sesuaikan dosis obat saat memulai atau menghentikan penggunaan obat yang
menyebabkan interaksi.
 Lakukan pemantauan kondisi klinis pasien.
 Lakukan interval waktu antara obat dan makanan
 Lakukan pengobatan seperti sebelumnya bila kombinasi obat yang berinteraksi,tidak
menimbulkan makna secara klinis.

BAB IV
PENUTUP

Pedoman interaksi obat ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi tenaga
kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian, terutama dalam melaksanakan
pelayanan resep. Dengan mencegah terjadinya interaksi obat, tenaga kefarmasian dapat
membantu proses keberhasilan terapi.
Pedoman interaksi obat membimbing para tenaga kefarmasian dalam praktek pelayanan
resep, hendaknya didukung pula dengan pencarian informasi dan referensi lainya. Sehingga
dalam pelaksanaanya terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan pengetahuan yang terbaru.
Dalam pelaksanaanya juga perlu didukung dengan adanya komunikasi dan edukasi terhadap
pasien mengenai interaksi obat.
Dengan adanya pedoman interaksi obat ini diharapkan masyarakat pada umumnya dan
pasien pada khususnya serta pihak – pihak terkait akan lebih merasakan peran dan fungsi
pelayanan kefarmasian yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai