Anda di halaman 1dari 17

EFEK KONDISI KRITIS PADA PASIEN DAN KELUARGA

OLEH :

1. LUH PUTU VIDIA DARMAYANTHI DEWI


2. NI MADE AYU CHINTYA DEWI ARJANI
3. AYU INDAH AGUSTINI
4. PUTU PERTIWI RAHAYU
5. NI NENGAH DWI PRATIWI
6. NI PUTU AYU SAVITRI
7. I WAYAN KARDANA PUTRA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2019
KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Efek
Kondisi Kritis pada Pasien dan Keluarga” tepat pada waktunya.
Makalah ini disajikan berdasarkan pengamatan dan penyeleksian dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Untuk itu, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan anugrah-Nya kepada pihak yang telah
membantu penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari sesungguhnya bahwa makalah ini masih ada kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan segala kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kondisi Kritis............................................................................... 3


2.2 Efek Kondisi Kritis pada Pasien dan Keluarga.......................................... 3

2.2.1. Efek Kondisi Kritis terhadap Keluarga .................................................. 4

2.2.2. Efek Kondisi Kritis pada Pasien ............................................................ 11

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ................................................................................................... 13


3.2 Saran ......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien dengan fase kritis merupakan pasien dengan satu atau lebih
gangguan fungsi sistem organ vital manusia yang dapat mengancam kehidupan
serta memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, sehingga membutuhkan suatu
penanganan khusus dan pemantauan secara intensif (Kemenkes RI, 2011). Pasien
kritis mengalami perubahan dan penurunan fungsi secara fisiologis dan fisik
sehingga erat kaitannya dengan tindakan intensif di rumah sakit. Pasien
memerlukan monitoring dalam setiap tindakan agar perubahan fisiologis dan
penurunan fisik dapat dipantau secara maksimal (Rab, 2007).
Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta
membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam ekuilibrium
internal, yang biasanya terpelihara dalam unit keluarga tersebut. Kejadian tersebut
dapat berupa sakit akut atau trauma dan perburukan akut penyakit kronis. Stress
dan penyakit merupakan efek dari kondisi kritis terhadap pasien (Morton et al,
2011). Penyakit kritis yang terjadi secara tiba-tiba akan mempengaruhi salah satu
atau lebih anggota keluarga lainnya menjadi traumatis (Pochard et al, 2005).
Menurut Sodomka et al. (2006), model perawatan dipusatkan pada keluarga
adalah konsep yang memperlakukan pasien dan keluarga sebagai bagian yang tidak
terpisahkan. Suatu pendekatan holistik dalam perawatan kritis mensyaratkan agar
keluarga dimasukkan dalam rencana keperawatan. Berdasarkan hal ini perawat harus
memperhatikan kebutuhan keluarga yang terdiri dari jaminan mendapatkan
pelayananan yang baik, kedekatan keluarga dengan pasien, memperoleh informasi,
kenyamanan saat menunggu, dan dukungan dari lingkungan (Hawari, 2011).
Di area keperawatan kritis keterlibatan keluarga merupakan bagian integral dari
perawatan pasien di ICU dan telah memiliki kontribusi positif terhadap kesembuhan
pasien (Wardah,2013). Keluarga pasien yang anggota keluarganya dalam keadaan
kritis, mengalami kecemasan yang tinggi. Jika keluarga cemas maka keluarga sebagai
sumber daya untuk perawatan pasien tidak berfungsi dengan baik. Selain itu
kecemasan keluarga dapat dikomunikasikan atau ditransfer kepada pasien sehingga
berakibat memperparah penyakit dan menghambat proses penyembuhan (Pochard et
al, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut.
1. Apakah definisi kondisi kritis ?
2. Bagaimanakah efek kondisi kritis pada pasien ?
3. Bagaimanakah efek kondisi kritis pada pasien terhadap keluarga ?
4. Bagaimanakah efek psikologis kondisi kritis pada pasien ?
5. Bagaimanakah efek non psikologis kondisi kritis pada pasien ?
6. Bagaimanakah efek psikologis dari kondisi kritis pada pasien terhadap keluarga ?
7. Bagaimanakah efek non psikologis dari kondisi kritis pada pasien terhadap
keluarga ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi kondisi kritis.
2. Untuk mengetahui efek kondisi kritis pada pasien.
3. Untuk mengetahui efek kondisi kritis pada pasien terhadap keluarga.
4. Untuk mengetahui efek psikologis kondisi kritis pada pasien.
5. Untuk mengetahui efek non psikologis kondisi kritis pada pasien.
6. Untuk mengetahui efek psikologis dari kondisi kritis pada pasien terhadap
keluarga.
7. Untuk mengetahui efek non psikologis dari kondisi kritis pada pasien terhadap
keluarga.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami materi
tentang efek kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga sehingga mahasiswa mampu
menerapkan dalam praktek keperawatan agar dapat mengatasi berbagai masalah efek
kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga.
7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kondisi Kritis

Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta


membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam ekuilibrium
internal, yang biasanya terpelihara dalam unit keluarga tersebut. Kejadian tersebut
dapat berupa sakit akut atau trauma & perburukan akut penyakit kronis (Morton et
al, 2011).
2.2 Efek Kondisi Kritis pada Pasien dan Keluarga

2
Sakit kritis merupakan kejadian yang tiba - tiba dan tidak diharapkan serta
membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil.
Stress dan penyakit merupakan efek dari kondisi kritis terhadap pasien. Stress
didefinisikan sebagai suatu stimulus yang mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi
fisiologis dan psikologis. Pada kenyataannya, bahwa dengan diterimanya pasien di
ICU menjadikan tanpa adanya ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada
semua individu yang dirawat. Di sisi lain, perawat keperawatan kritis merasakan
bahwa unit keperawatan kritis merupakan tempat di mana hidup dengan
kewaspadaan. Di sisi lain juga pasien dan keluarga merasa bahwa diterimanya di ICU
sebagai tanda akan tiba kematian karena pengalaman mereka sendiri atau orang lain.
Karena perbedaan persepsi tentang perawatan kritis antara pasien, keluarga, dan
perawat, maka terputusnya komunikasi kedua pihak harus diantisipasi. Peran sakit
pada pasien yang sering ditemukan adalah peran tidak berdaya. Stres karena
penerimaan peran sakit, ketidakberdayaan dapat menyebabkan terputusnya
komunikasi antara pasien dan perawat. Ketidakberdayaan sering dihubungkan
dengan ansietas yang menjelaskan bahwa mengalami kemunduran pada pasien
dewasa. Berbagai macam perilaku koping pasien seperti mengingkari, marah, pasif,
atau agresif umumnya dapat dijumpai pada pasien. Upaya koping pasien mungkin
efektif atau tidak efektif dalam mengatasi stres dan ini mengakibatkan ansietas. Jika
perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung kepenyembuhan.
Jika upaya koping gagal atau tidak efektif, maka keadaan tegang meningkatan dan
terjadi peningkatan kebutuhan energi. Hubungan antara stres, ansietas, dan
mekanisme koping adalah kompleks dan ditunjukkan secara kontinyu dalam berbagai
situasi keperawatan kritis. Tingkat stres yg ekstrem merusak jaringan tubuh dandapat
mempengaruhi respon adaptif jaringan patologis. Jika koping tidak efektif,
ketidakseimbangan dapat terjadi dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat
berupaya untuk mengembalikan keseimbangan.
2.2.1 Efek Kondisi Kritis terhadap Keluarga
Keluarga dalam lingkup ini diartikan sebagai orang yang berbagi secara
intim dan rutin sepanjang hari kehidupan dalam proses asuhan keperawatan.
Orang- orang tersebut mengalami gangguan homeostasisnya oleh karena
masuknya pasien ke area kritis. Siapa saja yang merupakan bagian penting dari
pola hidup normal pasien dipertimbangkan sebagai anggota keluarga. Di area
keperawatan kritis keterlibatan keluarga merupakan bagian integral dari perawatan

3
pasien di ICU dan telah memiliki kontribusi positif terhadap kesembuhan
pasien(Wardah,2013).
Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur pokok yaitu:
sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Terkait dengan respon
keluarga pada anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif, keluarga seringkali
merasakan stress ataupun cemas.Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban
yang harus diambil dalam pengambilan keputusan dan pengobatan yang terbaik
bagi pasien. Respon keluarga terhadap stres bergantung pada persepsi terhadap
stress, kekuatan, dan perubahan gaya hidup yang dirasakan terkait dengan penyakit
kritis pada anggota keluarga. Pada titik kritis ini, fungsi keluarga inti secara
signifikan berisiko mengalami gangguan (Nurhadi,2014).
1. Efek Psikologis
a. Stres akibat kondisi penyakit pasien (anggota keluarga)
Respon terhadap stress:

1) Teori Stress Keluarga

Respon keluarga terhadap stress yang dirasakan ketika menghadapi


anggota keluarga mendapatkan perawatan kritis, dapat dijelaskan melalui
Stres Keluarga Hill. Teori tersebut dikenal dengan model ABCX. Kerangka
ABCX memiliki dua bagian. Pertama adalah pernyataan yang berhubungan
dengan penentukrisis keluarga: A (Peristiwa dan kesulitan terkait) berinteraksi
dengan B (Sumber berhadapan dengan krisis keluarga) yang berinteraksi
dengan C (definisi yang dibuat keluarga mengenai peristiwa tersebut)
menghasilkan X (krisis).

Stressor Krisis atau


keluarga Sumber bukan
(A) Koping (B) krisis

(X)
4
Persepsi
tentang
Gambar Teori Stres Keluarga menurut
stressor (C) Hill (Friedman, 2010)

Gambar Teori stres keluarga menampilkan gambar visual mengenai


teori dari adaptasi model Hill. Faktor A adalah stressor yang atau adanya
peristiwa aktual yang memaksa keluarga mempertahankan dengan cara
stereotip yang diikuti oleh mekanisme koping keluarga (B). Jika keluarga
tidak menggunakan sumber dan mekanisme koping, maka hasilnya sama
yakni seolah-olah keluarga tidak memiliki sumber koping. Intervensi lebih
mudah pada kasus ini karena tidak terlalu sulit untuk membantu keluarga
memanfaatkan pola koping masa lalu dibandingkan membantu keluarga
belajar cara berespon yangbaru.
Faktor C merupakan persepsi dan interpretasi keluarga terhadap
stressor atau peristiwa stres. Penilaian keluarga terhadap stressor
mempengaruhi apa upaya koping yang digunakan beserta hasilnya nanti.
Keluarga yang fungsional akan mampu melihat peristiwa sebagai sesuatu
yang dapat dipahami dan dapat dikelola.
Faktor X terkait dengan krisis atau bukan krisis. Terjadinya
kecenderungan krisis menunjukkan bagaimana keluarga mengatasi faktor B
dan C. Ketika keluarga terpajan krisis, maka cenderung mengalami peristiwa
stressor dan keparahan yang lebih besar (A) serta mendefinisikannya lebih
sering sebagai krisis (C). Tipe keluarga seperti ini lebih rentan terhadap
peristiwa stressor karena kurangnya sumber dan kemampuan koping (B) yang
mereka miliki. Selain itu, keluarga yang gagal belajar dari krisis masa lalu,
menyebabkan mereka melihat stressor baru sebagai ancaman dan pencetus
krisis. Faktor X ini, tidak dilihat sebagai hasil akhir melainkan berpengaruh
dalam hubungan dan penampilan peran anggota keluarga (Friedman,2010).
2) Koping Keluarga
Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga memanfaatkan
sumber keluarga yang ada dan mengembangkan perilaku serta sumber baru
yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi dampak peristiwa hidup
yang penuh stres. Strategi koping keluarga ketika menghadapi stres dapat

5
dilakukan melalui pencarian dukungan sosial (Nurhadi, 2014).
Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada anggota keluarga
pasien merupakan salah satu bentuk dukungan sosial formal. Dukungan sosial
yang diberikan oleh keluarga, teman dan tetangga disebut ‘informational
support’ dan dukungan sosial yang diberikan oleh penyedia layanan formal
disebut ‘formal support’. Ketika kebutuhan pasien dan keluarga bersinergi
dengan kompetensi perawat, maka hasil perawatan pasien akan optimal
(Wardah,2013).
Dukungan sosial didefinisikan sebagai pertukaran informasi pada tingkat
interpersonal yang memberikan empati dukunganyakni dukungan emosional,
harga diri, jaringan, penilaian dan altruistik. Dukungan emosional merupakan
keyakinan bahwa individu dalam keluarga dicintai dan disayangi. Kebutuhan
emosional ini mencakup kebutuhan akan harapan dan jaminan dukungan
spiritual. Pemahaman mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan keluarga
oleh tenaga kesehatan profesional pada perawatan kritis bermanfaat agar
keluarga dapat mengontrol pada situasi rentan dan hal tersebut juga dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan ketika berada pada keadaan yang sama
(Brysiewicz, 2006).
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian pada pasien (anggota
keluarga)
1) Pengertian

Cemas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang


berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak ada
objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas. Kecemasan adalah
perasaan tidak senang dan tidak nyaman serta sebagian besar orang
berusaha untuk menghindarinya (Stuart, 2009). Gangguan kejiwaan yang
sebagian besar terjadi di Amerika Serikat adalah gangguan kecemasan dan
terjadi antara 15% - 25% populasi (Rapaport, dkk dalam Stuart, 2010).
Cemas yang berhasil diobservasi merupakan kombinasi dengan emosi lain
(Stuart, 2009).
2) Teori penyebab kecemasan (Stuart,2009) :
Teori Perilaku (Behaviour)
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan periodik frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan. Pada teori ini menyatakan bahwa kecemasan akan

6
meningkat melalui konflik yang terjadi ketika seseorang mendapatkan
pengalaman mengenai dua hal yang bersaing dan harus memilih salah satu
di antaranya. Dengan demikian terdapat hubungan yang muncul antara
kecemasan dengan konflik. Konflik akan menyebabkan kecemasan dan
kecemasan akan meciptakan persepsi terhadap konflik dengan memproduksi
rasa tidak berdaya (Stuart, 2009).
Keluarga dengan anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif
berada dalam kondisi penuh kekhawatiran terhadap keadaan dan prognosis
pasien. Keluarga juga mengalami berbagai risiko gangguan kesehatan fisik
dan mental baik selama bahkan setelah keluar dari ruang intensif. Efek
hospitalisasi dapat berupa kurang tidur, gangguan nafsu makan dan
pencernaan, ketakutan, stress, kecemasan, depresi hingga post traumatic
syndrome. Dalam keadaan ini, keluarga membutuhkan berbagai macam
kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi (Wardah, 2013).

Tabel Respon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2009)

Sistem tubuh Respon


3) Kardiovaskuler Palpitasi, tekanan darah meningkat, rasa Tanda
mau pingsan, tekanan darah menurun, dan
denyut nadi menurun, jantung seperti Gejala
terbakar.
Pernafasan Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada
dada, nafas dangkal, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-
engah.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan,
menolakmakan, ketidaknyamanan
abdomen, mual,diare
Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering
kencing
Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip- kedip, insomnia, tremor,
rigiditas, wajah tegang, kelemahan
umum, gerakan yang janggal
Kulit Wajah kemerahan, telapak tangan
berkeringat,
7 gatal, rasa panas dan dingin

pada kulit, wajah pucat


Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan


oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang
dirasakan oleh individu tersebut (Hawari,2004). Keluhan yang sering
dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum
menurut Hawari (2004), antara lain sebagaiberikut:
a) Gejala psikologis: pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut
akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut.
b) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yangmenegangkan.
c) Gangguan konsentrasi daya ingat.
d) Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk
danmenakutkan.
e) Gangguan kecerdasan: sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingatburuk.
f) Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih,terbangun pada saat dini hari dan
perasaan berubah-ubah sepanjanghari.
g) Gejala somatik/ fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan
otot, gigi gemerutuk dan suara tidakstabil.
h) Gejala somatik/ fisik (sensorik): tinitus (telinga berdenging),
penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas dan
perasaanditusuk-tusuk.
i) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi,
berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas
seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhentisekejap.
j) Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di dada, rasa
tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak.
k) Gejala gastroentinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di
perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar BAB dan
kehilangan beratbadan.
l) Gejala urogenital: sering buang air kecil, tidak dapat menahan BAK,
tidak datang bulan (menstruasi), masa haid berkepanjangan, masa
haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, ejakulasi dini,
ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.

8
m) Gejala autoimun: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-
buluberdiri.
n) Tingkah laku/sikap: gelisah tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi
berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah
merah.
4) Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Tingkat KecemasanKeluarga
a) Umur, menurut Azwar (2009), semakin tua umur seseorang semakin
konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah maka akan
sangat mempengaruhi konsep dirinya. Umur dipandang sebagai suatu
keadaan yang menjadi sadar kematangan dan perkembanganseseorang.
b) Pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin mudah menerima informasi. Faktor pendidikan sangat
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal baru
yang belum pernah dirasakan atau sangat berpengaruh terhadap perilaku
seseorang terhadap kesehatannya.
c) Pekerjaan, pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan tetapi merupakan caramencari nafkah
yang memiliki banyak tantangan (Nursalam, 2001).
d) Informasi, informasi adalah pemberitahuan yang dibutuhkan keluarga
dari staf ruang intensif mengenai semua hal yang berhubungan dengan
pasien yang dirawat di ruang intensif. Kebutuhan akan informasi
meliputi informasi tentang perkembangan penyakit pasien, penyebab
atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan pada pasien, kondisi
sesungguhnya mengenai perkembangan penyakit pasien, kondisi pasien
setelah dilakukan tindakan/ pengobatan, perkembangan kondisi pasien
dapat diperoleh keluarga paling sedikit sehari sekali, rencana pindah
atau keluar ruangan, dan informasi mengenai peraturan di ruang intensif
(Nurhadi,2014).

Menurut Peni (2014) terdapat beberapa penyebab lain kecemasan yang


terjadi pada keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif, antara lain:
a) Terpisah secara fisik dengan keluarga yangdirawat di ruangintensif.
b) Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari keluarganya yang lain,
dukungan lain yang tidak adekuat atau keluarga lain yang tidak dapat
berkumpul karena bertempat tinggal jauh.

9
c) Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang
sedangdirawat.
d) Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staf di ruang intensif
sehingga tidak mengetahui perkembangan kondisipasien.
e) Tarif di ruang intensif yangmahal.
f) Masalah keuangan, terutama jika pasien adalah satu- satunya
pencari nafkah dalam keluarga.
g) Lingkungan di ruang intensif yang penuh dengan peralatan canggih,
bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang di tubuh pasien. Jika
pasien diintubasi atau adanya gangguan kesadaran, sulit atau tidak
bisa berkomunikasi diantara pasien dengan keluarganya. Jam kunjung
yang dibatasi, ruang intensif yang sibuk dan suasananya yang serba
cepat membuat keluarga tidak merasa disambut atau dilayani dengan
baik (FK. Unair, RSUD Dr. Soetomo dalam Peni,2014)
c. Pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien (anggota keluarga)
(Hudak & Gallo, 1997)

2. Efek Non Psikologis


a. Perubahan struktur peran dalam keluarga
b. Perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam keluarga
c. Terbatasnya komunikasi dan waktu bersama
d. Masalah financial keluarga*
e. Perubahan pola hidup keluarga *
(Hudak & Gallo, 1997) *(Morton et al, 2011)

2.2.2 Efek Kondisi Kritis pada Pasien


1. Efek Psikologis
a. Stres akibat kondisi penyakit
Sebuah penelitian di Norwegia yang mereview beberapa penelitian
kualitatif pada pasien yang dirawat diruang ICU menemukan bahwa pasien
mengalami stres yang berhubungan dengan 3 tema besar, yaitu:
1) Stres berkaitan dengan tubuh mereka
2) Stres berkaitan dengan ruangan ICU
3) Stres berkaitan dengan relationship dengan orang lain
(Jastremski, 2000 dalam Suryani, 2012)

b.
Rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian)
c.
Perasaan isolasi
d.
Depresi
e.
Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional*
(Morton et al, 2011) *(Hudak & Gallo, 1997)
2. Efek Non Psikologis

10
a. Ketidakberdayaan
b. Pukulan (perubahan) konsep diri
c. Perubahan citra diri
d. Perubahan pola hidup
e. Perubahan pada aspek sosial-ekonomi (pekerjaan, financial pasien,
kesejahteraan pasien dan keluarga)
f. Keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi)* (Morton et al, 2011)
*(Suryani, 2012)

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Sakit kritis merupakan kejadian yang tiba - tiba dan tidak diharapkan serta
membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil.
Keadaan kritis pasien dapat menimbulkan efek psikologis dan non psikologis kepada
pasien dan keluarga. Adapun efek psikologis pada pasien itu sendiri yaitu stres akibat
kondisi penyakit, rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam (kematian), perasaan
rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional, perasaan isolasi, depresi,dan
sedangkan efek non psikologis yang ditimbulkan diantaranya ketidakberdayaan,
pukulan (perubahan) konsep diri, perubahan citra diri, perubahan pola hidup, dan
perubahan pada aspek sosial-ekonomi dan keterbatasan komunikasi. Efek psikologis
yang ditimbulkan pada keluarga pasien dengan kondisi kritis yaitu stres akibat kondisi
penyakit pasien (anggota keluarga), pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien

11
(anggota keluarga), ansietas berhubungan dengan ancaman kematian pada pasien
(anggota keluarga), dan sedangkan efek non psikologis yang ditimbulkan diantaranya
perubahan struktur peran dalam keluarga,perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam
keluarga, terbatasnya komunikasi dan waktu bersama, masalah financial keluarga,
perubahan pola hidup keluarga.
3.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi kritis,
perawat harus dapat menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan
yang baik serta komunikasi yang efektif sehingga dapat mengurangi efek psikologis
dan non psikologis yang dialami pasien dan keluarga.

12
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Brysiewicz, P& Chipps, J. (2006). The Effectiveness of in Hospital Psychosocial
Intervention Programmes for Families of Critically Ill Patients- a Systematic
Review. SAJCC Durban Vol 2 (2), 68-69

Friedman, et al. (2010). Buku ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, & Praktik.
Edisi 5. Jakarta: EGC

Hawari, Dadang. 2004. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta. FKUI
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011).Profil Kesehatan Indonesia
2010.http:www.depkes.go.id

Morton, et al. (2011). Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8.


Volume 1. Jakarta: EGC

Nurrochaya (2018), Definisi Pasien Kritis., Available at :


http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/169/jtptunimus-gdl-nurrochaya-8437-3-
babii.pdf, diakses tanggal 1 Juli 2019

Nurhadi. (2014). Gambaran dukungan perawat pada keluarga pasien kritis di rumah
sakit umum pusat Dr. Kariadi. Program studi S1 Ilmu Keperawatan, Universitas
Diponegoro.

Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep & Praktik. Jakarta.
EGC Salemba

Peni, T,. (2014). Kecemasan Keluarga Pasien Ruang ICU Rumah Sakit Daerah
Sidoarjo. Hospital Majapahit. Vol. 6 No. 1 Februari 2014.

Pochard, F., et al. (2005). Symptoms Of Anxiety And Depression In Family Members
Of Intensive Care Unit Patients Before Discharge Or Death. A prospective
multicenter study. Journal of Critical Care, 20(1), 90-96.

Rab, T.(2007).Agenda Gawat Darurat (Critical Care) Jilid I, Edisi 2. Bandung:PT


Alumni

Sodomka, P. (2006). Enganging Patients and Fam: A High Leverage Tool for Healthcare
Leaders. AHA Quality Update.

Suryani. (2012). Aspek Psikososial dalam Merawat Pasien Kritis [Converence Paper].
Universitas Padjajaran

Stuart, G., W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing 9th edition. Mosby
Elsevier, page 218

Suci Febrianti (2018), Resume Keperawatan Kritis, Available at :


https://www.academia.edu/35303079/Resume_Kep.Kritis, diakses tanggal 1 Juli
2019

Wardah. (2013). Dampak hospitalisasi pada keluarga dan peran perawat dalam
memenuhi kebutuhan informasi diperawatan intensif. Jurnal Husada Mandiri,
Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran Bandung. Volume III No. 6,
November 2013, hal. 263-318.

Anda mungkin juga menyukai