Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem pemerintahan islam adalah sebuah sistem yang berbeda dengan sisitem
pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang menjadi landasan
berdirinya, pemikiran konsep, standar serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk
kepentingan umat, maupun dari aspek undang-undang dasar yang berlaku.

Sistem pemerintahan islam tidak mengenal sistem waris. Namun pemerintahan akan
di pegang oleh orang yang bai’at oleh umat denagn kebebasan memilih. Didalam
sistem pemerintahan islam ada namanya Khalifah atau sebagai pemimpin, khalifah
tersebutlah yang menagtur pemerintahan.

Kewajiban Khilafah adalah perkara yang jelas dalilnya berdasarkan Al Qur’an , as


Sunnah, dan ijmak Sahabat. Meskipun demikian masih ada yang menyatakan bahwa
Khilafah tidak memiliki pijakan nash. Berikut ini tulisan tentang hal itu yang diambil
dari kitab ajhizatu ad Daulah al Khilafah (Struktur Negara Khilafah ).

Pertama, bahwa sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan semesta
alam adalah sistem Khilafah. Di dalam sistem khilafah ini, Khalifah diangkat melalui
baiat berdasarkan kitabullah dan sunah rasul-Nya untuk memerintah (memutuskan
perkara) sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah.

1|Page
1.2. RumusanMasalah

a. Apa yang dimaksud dengan khilafah ?


b. Bagaimana hukum membentuk khilafah dan dasar-dasar khilafah?
c. Bagaimana khilafah dalam perkembangan sejarah islam?
d. Bagaimana bentuk pemerintahan menurut Islam ?
e. Seberapa pentingnya pemerintahan dalam pandangan hadits?
f. Bagaimana perbedaan khilafah dengan sistem pemerintahan Indonesia ?

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahui apa itu khilafah


b. Untuk mengetahui hukum membentuk khilafah dan dasar-dasar khilafah
c. Untuk mengetahui khilafah dalam perkembangan sejarah islam
d. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pemerintahan menurut Islam
e. Untuk mengetahui seberapa pentingnya pemerintahan dalam pandangan hadits
f. Untuk mengetahui perbedaan khilafah dengan system pemerintahan Indonesia

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Khilafah

Yang dimaksud dengan khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur
menurut syari’at islam, dimana semua hal yang ada hubungannya dengan tata
pemerintahan senantiasa berdasarkan ajaran agama islam, yaitu Al-Quran dan As-
Sunnah. Dengan demikian, maka akan tercipta kehidupan bersama secara teratur,
penuh kemakmuran dan umat islam seluruhnya akan merasa terlindungi.

Kata lain dari khilafah adalah Imamah. Imamah dan khilafah mempunyai makna yang
sama. Bentuk inilah yang dinyatakan oleh hukum syara’, agar dengan bentuk tersebut
negara islam ditegakkan di atasnya. Bahkan banyak hadis shahih yang menunjukkan
bahwa dua kata ini memiliki konotasi yang sama. Tidak satu nash syara pun yang
menujukkan adanya konotasi yang berbeda baik di dalam Al-Kitab maupun As-
Sunnah, sebab nash syara hanya ada dua ini. Begitu pula tidak harus terikat dengan
lafadz, baik khilafah maupun imamah. Namun yang wajib, hanyalah terikat dari
maknanya saja.

Dalam sistem Khilafah ada namanya Khalifah yaitu kepala negara dalam sistem
pemerintahan ini. Dia bukanlah raja atau diktator, melainkan seorang pemimpin
terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum muslimin, yang secara
ikhlas memebrikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai’at. Tanpa
bai’at, seseorangtidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan konsep
raja atau diktator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan kekerasan.

Kontrak bai’at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah


rakyatnya berdasarkan syariat islam. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan
haruslah berasal dari hukum islam, yang digali dengan metodologi yang terperinci,
yaitu ijtihad. Apabila khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber

3|Page
hukum islam, atau melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan
tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem negara Khalifah, yaitu Mahkamah
Mazhalim dapat memberikan impeachment kepada Khalifah dan menggantikannya.

2.2. Hukum membentuk khilafah dan dasar-dasar khilafah

Mendirikan khilafah hukumnya fardhu kifayah bagi seluruh umat muslim, karena
dilihat dari beberapa alasan yaitu:

a. Ijma’ para sahabat yaitu ketika Nabi Muhammad SAW wafat, para sahabat
lebih mementingkan musyawarah tentang pembentukan khilafah daripada
pengurusan jenazah beliau. Dengan kesepakatan bersama, akhirnya Abu
Bakar Ash Shiddiq menjadi pemimpin pemerintahan (khalifah)
b. Dengan tidak adanya khilafah, maka sulit menyampaikan kewajiban, misalnya
menjalankan hukum-hukum islam, menjaga keamanan, membela dan
mempertahankan agama islam
c. Nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang memerintahkan kepada setiap muslim
untuk membentuk pemerintahan (khilafah), serta janji-janji Allah yang berupa
kebaikan di muka bumi bagi setiap orang yang mentaati dan patuh terhadap
hukum-hukum yang ada.

Pada zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, khilafah senantiasa dijalankan
atas dasar-dasar berikut ini, dimana dasar-dasar tersebut patut dicontoh oleh
pemerintah selanjutnya dan seterusnya. Dasar-dasar tersebut yaitu:

a. Menjujung tinggi kejujuran dan keikhlasan serta tanggung jawab dalam


menyampaikan amanah kepada seluruh rakyatnya tanpa membeda-bedakan
ras dan warna kulit
b. Menjujung tinggi keadilan yang mutlak dalam segala sesuatunya terhadap
seluruh lapisan masyarakat

4|Page
c. Menjujung tinggi nilai ketauhidan (mengesakan Allah), sebagaimana
diperintahkan dalam ayat-ayat Al-Quran supaya menaati Allah dan Rasulnya
d. Menjujung tinggi ukhuwah islamiyah
e. Kedaulatan rakyat, yang dapat dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan
kita untuk taat kepada wakil-wakil rakyat.

2.3. Khilafah dalam perkembangan sejarah islam

Menurut kenyataan, khalifah dalam perkembangan sejarah terdiri dari beberapa fase.
Maka khalifah yang benar, yang diakui oleh Ahlush Sunnah yang merupakan
mayoritas umat islam ddengan sepakat bulat ialah khalifah-khalifah rasyidin.
Pendapat ini dikuatkan oleh segolongan Murjiyah, selain dari Asham dan Alfuatyi
terhadap khilafah Ali dan oleh golongan Khawarij, apabila kita mengecualikan masa
yang terakhir dari pemerintahan Utsman dan masa Ali sesudah menerima keputusan
hakim. Golongan Zaidiyah yang tidak mengakui, karena mereka berpendapat bahwa
jabatan kepala negara diwasiatkan atau dinashkan. Maka khilafah yang benar
hanyalah khalifah-khalifah sesudah khalifah rasyidin, maka semua ulama sependapat
menyatakan, bahwa telah ada perubahan, walaupun mereka tidak sependapat di dalam
membatasi perubahan-perubahan itu. Mereka mengatakan bahwasannya khilafah
telah menjadi kerajaan.

Dalam hal ini ada diriwayatkan hadis: “khilafah sesudahku, hanyalah 30


tahun:kemudian menjadi kerajaan yang zalim. Walaupun hadis itu merupakan berita
dari seorang saja, namun kebenyakan ulama mengatakan kesahihannya. Hadis ini
merupakan gambaran yang nyata dari pendapat umum umat islam pada masa itu.
Karenanyalah An nasafi, seorang ulama kalam dan tafsir menetapkan dalam kitab
“Aqaid-nya: “khilafah itu hanyalah selama 30 tahun; kemudian menjadi kerajaan dan
keamiran.”

5|Page
Mereka hanya berselisih sampai dimana perubahan itu dan sampai dimana
perbedaannya. Apakah hilang sama sekali sifat khilafah, ataukah hanya berubah
dalam beberapa segi saja.

Golongan Khawarij tidak mengakui khilafah Umawiyah. Mereka terus-menerus


menentang penguasa-penguasa Umawiyin. Orang Mu’tazilah demikian pula.

Golongan Syi’ah sejak semula tidak mengakui terkecuali imamah yang dinashkan
oleh agama menurut iktikad (keyakinan) mereka. Karenanya mereka sangat menolak
khilafah Umawiyah. Ahlus Sunnah menempu jalan tengah. Mereka mempertemukan
di antara beberapa macam iktibar dan melihatnya secara keseluruhannya.

Oleh karena mazhab Ahlus Sunnah, mazhab yang dianut oleh orang banyak, maka
menurut Ahlus Sunnah tentang perubahan-perubahan itu hanya terjadi dalam
beberapa segi saja, tidak dalam keseluruhannya.

Khilafah Khulafa’Rasyidin, dipandang sebagai khilafah sempurna. Maka tidaklah


boleh dikatakan bahwa khilafah telah lenyap dalam segala segi.

Karena itu, At Taftazany mengomentari pendapat An Nasafy yang mengatakan


bahwasannya sesudah 30 tahun adalah kerajaan dan keamiran, dengan mengatakan
bahwasannya penetapan itu dipandang muskil; karena ahlul halli wal ‘aqdi telah
menyetujui khilafah Abbasiyah dan sebagian pemerintahan Marwaniyah, seperti
pemerintahan Umar Ibnu Abdul Aziz. At Taftazany berkata: “boleh jadi yang
dimaksud ungkapan itu, ialah khilafah yang sedikitpun tidak menyimpang.”

2.4. Bentuk Pemerintahan menurut Islam

Pemerintahan islam tidak sama dengan pemerintahan lain yang ada di antara kita saat
ini. Sebagai contoh, pemerintahan islam bukan pemerintahan yang bersifat tirani,
dimana para pemimpin negara dengan pemerintahan semacam itu (pemerintahan
tiran) dapat bertindak sewenang-wenang atas harta dan kehidupan mereka,
memperlakukan orang sekehendak mereka, membunuh orang yang mereka inginkan

6|Page
dan memperkaya seseorang yang mereka kehendaki dengan memberikan tanah dan
harta milik orang lain.

Nabi termulia SAW., Amirul Mukminin, dan para khalifah tidak diizinkan untuk
menjalankan kekuasaan seperti yang telah disebutkn diatas (kekuasaan tiran).
pemerintahan islam tidak bersifat tirani dan juga tidak absolut kekuasaannya,
melainkan bersifat konstitusional. Pengertian konstitusional yang sesungguhnya
adalah bahwa pemimpin adalah suatu subjek dalm kondisi -kondisi tertentu yang
berlaku dalam kegiatan memerintah dan mengatur negara yang dijalankan oleh
pemimpin tersebut, yaitu kondisi-kondisi yang telah dinyatakan oleh Alquran Al
karim dan As-Sunnah Nabi saw. Kondisi-kondisi tersebut merupakan hukum-hukum
dan aturan –aturan islam yang terdiri dari kondisi-kondisi yang harus diperhatika dan
dipraktikan. Pemerintahan Islam karenanya dapat didefinisikan sebagai pemerintahan
yang berdasarkan hukum-hukum ilahi (Tuhan) atas manusia (makhluk).

Karakteristik pemerintahan islam, kekuasaan legislatif dan wewenang untuk


menegakkan hukum secara eksklusif adalah milik Allah SWT. Pembuat undang-
undang suci ini adalah Allah SWT yang didalam islam adalah satu-satunya kekuasaan
legislatif. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk membuat undang-undang lain
dan tidak ada hukum yang harus dilaksanakan kecuali hukum dari pembuat undang –
undang yaitu Allah SWT. Atas dasar inilah dalam sebuah pemerintahan islam, badan
majelis perencanaan mengambil peran sebagai majelis legislatif, yang merupakan
salah satu dari tiga cabang dalm pemerintahan yang ada saat ini (legislatif, eksekutif,
dan yudikatif). Majelis ini menyusun program-program bagi departemen
(kementerian) didalam kerangka aturan-aturan islam dan dengan cara demikian
majelis ini akan menentukan bagaimana kuantitas dan kualitas pelayanan publik yang
akan diberikan oleh negara kepada masyarakatnya. Hukum-hukum islam yang ada
didalam Alquran dan As-Sunnah telah diterima oleh kaum muslim dan ditaati.
Penerimaan mereka ini akan memudahkan tugas pemerintah dalam menerapkan
hukum-hukum tersebut dan membuatnya agar benar-benar menjadi milik rakyat.

7|Page
Pemerintahan islam adalah pemerintahan yang berbasis hukum. Dalam pemerintahan
islam ini, kedaulatan hanyalah milik Alllah serta hukum adalah berupa keputusan dan
perintahnya. Hukum-hukum islam, yang berasal dari perintah-perintah Allah,
memiliki kewenangan mutlak atas semua individu dalam sebuah pemerintahan islam.
Semua manusia, termasuk Nabi saw. dan para Imam adalah subjek hukum islam dan
akan tetap demikian untuk selamanya, subjek dari hukum sebagaimana yang telah
diwahyukan oleh Allah SWT melalui lisan Alquran dan Nabi saw.

Dalam islam, hakikat pemerintahan adalah ketaatan kepada hukum-hukumnya, yang


mana hukum-hukum itu berfungsi untuk mengatur masyarakat. Bahkan kekuasaan
terbatas (dalam arti sesuai kehendak Allah dalam mendelegasikannya kepada
manusia) yang dimiliki oleh Nabi saw. dan para pelaksana hukum islam sepeninggal
beliau anugerah Allah kepada mereka. Kapanpun Nabi menjelaskan permasalahan
tertentu atau mengajarkan hukum tertentu, maka beliau melakukannya karena
ketaatan beliau kepada hukum Allah, hukum yang mana setiap manusia tanpa kecuali
harus menaati dan mengikutinya. Hukum Allah berlaku bagi pemimpin dan yang
dipimpin. Satu-satunya hukum yang sah dan berisi perintah yang wajib untuk ditaati
adalah hukum Allah. Ketaatan kepada Nabi saw. dan ulil Amri juga merupakan
ketetapan Allah, sebagaimana firmannya dan taatilah Rasul (QS An-Nisa’:59).

َٰٓ‫َٰٓمن ُك أم ََٰٰۖٓٓفإِن تنز أعت ُ أمَٰٓفِى‬ ‫سولَٰٓوأ ُ ۟و ِلى أ‬


ِ ‫َٰٓٱْل أم ِر‬ ُ ‫َٰٓٱلر‬
َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰٓٱَّللَٰٓوأ ِطيع‬
َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫يَٰٓأيُّهآَٰٱلَّذِينَٰٓءامنُو ۟آَٰأ ِطيع‬

َ ‫اخ ِر ۚ َٰ َذ ِل‬
َٰٓ‫ك خي ٌأر‬ ْ ‫ٱَّللَِٰٓو أٱلي أو َِٰٓم‬
ِ ‫ٱل َء‬ َّ ‫سو ِلَٰٓ ِإنَٰٓ ُكنت ُ أمَٰٓتُؤأ ِمنُونَٰٓ ِب‬
ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫ش أىءٍ َٰٓف ُردُّوهَُٰٓ ِإلى‬
َّ ‫َٰٓٱَّللَِٰٓو‬
َٰٓ ً ‫وأ أحس ُنَٰٓتأ أ ِو‬
‫يل‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

8|Page
2.5. Pentingnya Pemerintahan Dalam Pandangan Hadits

Akal dan hukum-hukum Islam, tindakan nabi saw. Dan Amirul Mukminin
serta beberapa ayat Alquran dan riwayat, semuanya ini mengindikasikan pentingnya
membentuk pemerintahan, sebagai amana yang dicontohkan oleh Imama
Ridha47dalam riwayat berikut:

Abdul Wahid ibn Muhammad ibn Abdus an-naisaburi al-Attarberkata, “Telah


diberitakan kepadaku dari Abdul HasanAli ibn Muhammad ibn Qutaibah an-
Naisaburi dari Abu Muhammad Fadhl ibn Syadzan an-Naisaburi yang meriwayatkan
bahwa seseorang bertanya, “mengapa Allah SWT menunjuk para Ulil Amr
(pengambil keputusan atas suatu masalah) dan memerintahkan kita untuk menjadi
mereka?”

Lalu Imam Ridha menjawab, “banyak alasannya, salah satunya adalah


manusia diperintahkan untuk memperhatikan batas-batas dan tidak melampauinya
agar terhindar dari kerusakan.Alasan lainnya adalah bahwa kita tidak pernah
mendapatkan adanya sebuah kelompok atau bangsa atau berdiri tanpa seorang
pemimpin sejak diperlukannya pemimpin dalam permasalahan agama dan dunia.
Tidak akan sesuai dengan Kebijaksanaan Allah., ketika Allah membiarkan umat
manusia menyelesaikan sendiri masalah mereka, sementara Dia mengetahui bahwa
manusia memerliakn pemimpin demi keselamatan mereka. Melaului
kepemimpinannya(pemimpin yang ditunjuk oleh Allah SWT), manusia akan
memerangi musuh-musuh mereka, memelihara solidaritas bersama, dan mencegah
penindasan para penindas atas kaum terdintas. Alas an lainnya, jika Allah tidak
menunjuk seorang yang pemimpin amin, melindungi, terpercaya,dan tertib maka
masyarakat akan menjadi terbelakang, agama akan tersingkir, norma-norma dab
aturan-aturan yang telah diwahyukan-Nya akan berubah. Para penyimpang akan
menambah-nambahnya (wahyu-peny.) dan kaum ateis akan mengikisnya.

9|Page
Mereka akan muncul kergauan bagi kaum muslim. Kita tahu bahwa manusia
ini adalah makhluk yang lemah dan tidak sempurna, dengan segala perbedaan
pendapat dan kecenderungan mereka serta dengan perbedaan kondisi mereka.jika
seseorang amin tidak ditunjuk untuk memelihara apa-apa yang telah diwahyukan oleh
Allah kepada Nabi saw., maka berbagai kerusakan akan terjadidalam bentuk yang
telah kita gambarkan di atas. Hokum-hukum, norma-norma, aturan-aturan, dan
keimanan akan berubah dan di situlah akan terbentang kerusakan atas umat
manusia48.

Jika seseorang bertanya kepada kalian, “Mengapa Allah menunjuk Ulil Amr
untuk kita taati?” kalian seharusnya menjawab Allah melakukan hal itu karena
beberapa alasan. Pertama, manusia telah diwajibkan untuk tetap berada pada jalan
yang benar dan diperintahkan tidak menyimpang darinya, tidak juga melampaui batas
dan norma-norma yang ditetapkan. Karena jika mereka melakukannya, mereka akan
menjadi “mangsa” kerusakan. Manusia tidak akan dapat menjaga dirinya untuk tetap
berada pada jalan yang ditentukan dan melaksanakan hokum-hukum Allah jika
seorang pemimpin yang dapat melindungi dan dipercaya tidak ditunjuk untuk
mereka, pemimpin yang akan bertanggungjawab untuk membimbing
mereka,mencegah mereka dari penyimpangan dan pelanggaran atas hak-hak orang
lain. Jika tidak ada seseorang yang ditunjuk untuk kuasa, maka tidak akan seorang
punyang dengan sukarela akan meninggalkan kesenangan mereka, yang mana hal ini
dapat menimbulkan dan membahayakan orang lain demi kesenangan dan kepentingan
mereka sendiri.

2.6. Perbedaan Khilafah dengan Sistem Pemerintahan Indonesia

a. Konsep Kedaulatan

Dalam sistem pemerintahan sekular-demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat.


Konsekuensinya, rakyatlah yang memiliki hak menentukan perjalanan hidup
masyarakat. Rakyat pula yang menentukan sistem, hukum, dan kosntitusi yang cocok

10 | P a g e
bagi mereka. Sebagaimana rakyat berhak membuat dan menetapan sebuah undang-
undang, rakyat juga berhak membatalkan, mengganti atau mengubah undang-undang
tersebut. Pendek kata, apa pun harus terjadi jika rakyat memang menghendaki.Karena
rakyat merupakan sekumpulan orang, sementara keinginan dan kehendak mereka bisa
berseberangan satu sama lainnya, maka yang dijadikan sebagai kata pemutus
kehendak mayoritas. Tidak peduli apakah keputusan tersebut benar atau salah; sejalan
atau bertabrakan dengan hukum Allah SWT.

Konsepsi tentang kedaulatan ini jelas kontradiktif dengan sistem khilafah. Sistem
khilafah menjadikan kedaulatan ada di tangan syara'. Hal ini didasarkan pada syariat
Islam yang hanya mengakui Allah SWT satu-satunya pemilik otoritas untuk membuat
hukum (al-hakim) dan syariat (al-musyarr’i), baik dalam perkara ibadah, makanan,
pakaian, akhlak, muamalah, maupun uqubat (sanksi-sanksi). Islam tidak memberikan
peluang kepada manusia untuk menetapkan hukum, meski satu hukum sekalipun.
Justru manusia, apa pun kedudukannya, baik rakyat atau khalifah, semuanya berstatus
sebagai mukallaf (pihak yang mendapat beban hukum) yang wajib tunduk dan patuh
dengan seluruh hukum yang dibuat oleh Allah SWT.

Bahwa kedaulatan di tangan syara’ disimpulkan dari banyak dalil. Di antaranya: dalil-
dalil yang mewajibkan kaum muslimin untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara
mutlak (QS al-Nisa’: 59, 65, 105, 115; al-Baqarah: 20); mengembalikan semua
persoalan hukum kepada syara’ (QS al-Syura: 10, al-Nisa’: 59), mengecam semua
hukum selain hukum Allah dengan sebutan hukum thagut dan hukum jahiliyyah (QS
al-Nisa’: 60, al-Maidah: 50), dan menyebut orang-orang yang berhukum kepada
selain hukum Allah sebagai kafir, dzalim dan fasiq (QS al-Maidah: 44,45,47).

Berdasarkan prinsip tersebut maka semua perundang-undangan di negara khilafah


harus bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah, serta ijma’ sahabat dan qiyas.

b. Konsep Kekuasan

11 | P a g e
Kekuasaan dalam sistem pemerintahan sekular-demokrasi terbagi menjadi tiga
institusi yang memiliki kekuasaan berbeda-beda, yakni: kekuasaan legislatif
(kekuasaan untuk membuat undang-undang); kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang); dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili
atas pelanggaran undang-undang). Konsep pembagian kekuasaan yang dikenal
dengan trias politica.Ketiga kekuasaan tersebut bersumber dari rakyat.

Dalam sistem khilafah kekuasaan ada di tangan umat. Seorang khalifah hanya bisa
memiliki kekuasaan melalui bai'at.[5] Kesimpulan ini didasarkan pada hadits-hadits
tentang bai'at yang semuanya menunjukkan bahwa bai'at itu diberikan oleh kaum
muslimin kepada khalifah, bukan oleh khalifah kepada kaum muslimin.

Dari Ubadah bin Shamit ra, berkata:


“Kami membai'at Rasulullah saw untuk setia mendengarkan dan mentaati
perintahnya, baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang
kami senangi atau pun kami benci” (HR Muslim).Berdasarkan hadits tersebut seorang
khalifah mendapatkan kekuasaan semata-mata dari umat melalui bai'at. Bahkan
Rasulullah saw, meskipun beliau berkedudukan sebagai rasul, tetap saja mengambil
baiat dari umat, baik laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukkan bahwa Islam
telah menjadikan kekuasaan di tangan umat. Sehingga umat berhak mengangkat siapa
saja yang mereka pilih dan mereka baiat untuk menjadi khalifah.

c. Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam negara sekular-demokrasi bersifat kolektif. Sistem
pemerintahan sekular-demokrasi --baik parlementer maupun presidensial--
mengharuskan adanya kabinet yang di dalamnya terdapat menteri-menteri dengan
spesialisasi departemen-departemen masing-masing dan wewenang tertentu.
Kolektivitas kepemimpinan tampak lebih menonjol dalam sistem parlementer, di

12 | P a g e
mana roda pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang dikepalai seorang perdana
menteri. Kabinet secara kolektif itu bertanggung jawab terhadap parlemen.
Sehingga jika parlemen menjatuhkan mosi tidak percaya, kabinet tersebut harus
bubar.
Kepemimpinan dalam sistem khilafah bersifat tunggal (individual), yakni di
tangan khalifah. Karena dialah yang mendapat baiat dari umat dan menjadi wakil
umat untuk menerapkan syariat. Di dalam sistem khilafah tidak ada menteri
maupun kabinet yang menyertai khalifah sebagaimana dalam konsep demokrasi.
Yang ada di dalam sistem khilafah hanyalah para muawin (pembantu khalifah)
yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas mereka adalah membantu
khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah pembantu sekaligus
pelaksana. Ketika memimpin mereka, maka khalifah mereka bukan dalam
kapasistasnya sebagai perdana menteri atau kepala lembaga eksekutif, melainkan
sebagai kepala negara. Dalam sistem khilafah tidak ada kabinet menteri yang
bertugas membantu khalifah dengan wewenang tertentu. Tugas dan kedudukan
muawin dalam sistem khilafah adalah membantu khalifah dan melaksanakan
wewenang-wewenangnya.

13 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut syari’at islam,
dimana semua hal yang ada hubungannya dengan tata pemerintahan senantiasa
berdasarkan ajaran agama islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Tujuannya yaitu
tercipta kehidupan bersama secara teratur, penuh kemakmuran dan umat islam
seluruhnya akan merasa terlindungi.

Khalifah yaitu kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja atau diktator,
melainkan seorang pemimpin. Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh
kaum muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad bai’at.

3.2. Saran

Kita harus mempelajari tentang masalah Khilafah, agar ilmu kita akan bertambah.
Jika ada salah dalam penulisan kami mohon maaf, saran dan kritik sangat kami
perlukan.

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

maulanainspirasi.blogspot.com/2011/07/apa-perbedaan-antara-demokrasi-
dengan.html?m=1

http://syafiimuhammad20.blogspot.com/2015/06/khilafah-dalam-islam.html

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai