Anda di halaman 1dari 21

Referat

ABSES OTAK OTOGENIK

Oleh:

Azzahra Shinta Intansari, S.Ked 04054821820002


Linda Amelia, S.Ked 04084821921017
Muhammad Fawwai Multazam, S.Ked 04084821921100
Theresa Ramadhani, S.Ked 04084821921125

Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.K.L (K), FICS

ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHERRSUP DR.


MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Judul
ABSES OTAK OTOGENIK

Oleh:

Azzahra Shinta Intansari, S.Ked 04054821820002


Linda Amelia, S.Ked 04084821921017
Muhammad Fawwai Multazam, S.Ked 04084821921100
Theresa Ramadhani, S.Ked 04084821921125
Telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Moh. Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 24 Juni
s.d 23 Juli 2019.

Palembang, Juni 2019

dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.T.H.T.K.L (K), FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan berkat-Nya
Telaah Ilmiah yang berjudul “Abses Otak Otogenik” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Telaah
Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Bagian THT
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada yang terhormat dr.
Hj. Abla Ghanie, Sp. T.H.T.K.L. (K)., FICS atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan
dalam pembuatan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan. Akhir kata,
semoga referat ini membawa manfaat bagi banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Palembang, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi.................................................................................................................................. 2
2.2 Abses Otak Otogenik ............................................................................................................. 9
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Abses otak adalah pengumpulan pus di dalam serebrum atau serebelum, yang
dikelilingi kapsul yang dapat berkembang dengan cepat.1,2Abses otak otogenik adalah
abses otak yang terjadi akibat komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronik
terutama pada OMSK yang disertai kolesteatoma dengan prevalensi kejadian abses
sekitar 0.5%-1% dan memiliki angka mortalitas sekitar 30-40%.3
Kejadian abses otak otogenik merupakan 25% dari seluruh komplikasi
intrakranial, terutama pada negara berkembang. Pada zaman pre antibiotik sekitar 3%
dari kasus otitis media akut dan kronik menyebabkan komplikasi intrakranial sedangkan
sekarang komplikasi yang terjadi hanya sekitar 0,3% dari kasus.4 Stuart melaporkan
0,5% Otitis Media Akut (OMA) dan 3% dari Otitis Media Kronis (OMK) menyebabkan
abses otak. Komplikasi ke intrakranial (abses otak) dan Otitis Media (OM) dan
mastoiditis dapat terjadi melalui: 1. destruksi tulang tegmen timpani yang disebabkan
adanya cholesteatoma, 2. hemaotgen yang didhuluii trombofleblitis atau melalui
“perivascular sheath”, 3. melalui struktur anatomi yang sudah ada: foramen ovake,
foramen rotundum, canalis n. cranialis dan meatus acusticus internus . 13Pada zaman pre
antibiotik sekitar 3% dari kasus otitis media akut dan kronik menyebabkan komplikasi
intrakranial sedangkan sekarang komplikasi yang terjadi hanya sekitar 0,3% dari kasus.4
Komplikasi dari OMSK yang terbanyak adalah meningitis sebanyak 34%, abses otak
25% (15% di lobus temporal dan serebellum 10%), labirinitis 12%, hidrosefalus otitis
12%, thrombosis sinus dura 10%, abses ekstra dura 3% dan abses sub dura 1%.5
Abses otak otogenik banyak mengenai anak-anak dibandingkan dengan orang
6,8,9
dewasa. Abses otak otogenik juga lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.6,7,10 Kurien et al dan Kremft et al menyatakan bahwa abses otogenik
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan
perbandingan 5:19,11 Abses otak tedapat pada sisi yang sama dengan telinga yang sakit
dan lobus temporal serta serebellum merupakan lokasi umum dari abses otak otogenik.6,9
Abses otak merupakan komplikasi intrakranial kedua terbanyak setelah meningitis
dimana abses otak menyebabkan kematian 7%-61%. 2,4
Walaupun pilihan terapi antibiotik abses otogenik telah berkembang dan di
dukung oleh metode operasi yang canggih dan maju, kasus abses otak otogenik ini

1
merupakan suatu kegawatdaruratan THT dan dapat mengancam jiwa.1, 2 Diagnosis sering
terlambat karena pada stadium dini gejalanya tidak khas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Otak
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus,
dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri
menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus.2,3

Gambar . Bagian-bagian Otak.

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer
kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer

2
terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-
masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal.2,3
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh
garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis.
Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus
yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-
otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area
asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi
dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa
area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

3
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa
area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. Area Otak


2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak
di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus
oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan
sebagainya.
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila
terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah,
kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan
sakit kepala ketika bangun.

4
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan
IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa
kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN
VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.

2.1.2 Anatomi Telinga


Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti diperlihatkan pada gambar :

Gambar . Struktur anatomi telinga

5
Telinga Bagian Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari luar.
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga (canalis
auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar sebasea
sampai di membran timpani.4
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian daun telinga
lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti huruf S.
Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka
tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin.
Rambut-rambut alus berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan
serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah
hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.5

Telinga Bagian Tengah


Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi menghantarkan
bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan ruang telinga dibatasi
oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh foramen ovale dan
foramen rotundum. Pada ruang tengah telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut:5
a. Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi. Setiap ada
gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan mengenai membran timpani,
selanjutnya membran timpani akan menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga
tengah dan akan menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes.
Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang bunyi tersebut ke telinga
bagian dalam.3, 4
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang martil), incus (tulang
landasan) dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiga tulang tersebut membentuk rangkaian
tulang yang melintang pada telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani.9
Susunan tulang telinga ditampilkan pada gambar 2.

6
Gambar. Susunan tulang-tulang pendengaran

c. Tuba auditiva eustachius


Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran penghubung antara
ruang telinga tengah dengan rongga faring. Adanya saluran eustachius, memungkinkan
keseimbangan tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan udara luar.

Telinga bagian dalam


Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh telinga
tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin
selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Di
dalam koklea inilah terdapat organ Corti yang berfungsi untuk mengubah getaran
mekanik gelombang bunyi menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat
pendengaran.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan skala timpani dengan skala vestibuli.Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang
tidak lengkap. Koklea atau rumah siput merupakan saluran spiral dua setengah lingkaran
yang menyerupai rumah siput.

7
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral

Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media berisi
endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan endolimfe. Hal ini
penting untuk proses pendengaran.Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan
oleh suatu membran. Ada tiga membran yaitu:
a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.
b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli.

Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada membran basal
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti,
yang membentuk organ Corti.9 Struktur organ Corti ditampilkan pada gambar berikut.

Gambar. Penampang koklea (gambar a) dan susunan organ Corti (gambar b)

8
2.2 Abses Otak Otogenik
2.2.1Definisi
Abses otak adalah pengumpulan pus di dalam serebrum atau serebelum, yang
dikelilingi kapsul yang dapat berkembang dengan cepat.1,2Abses otak otogenik adalah
pengumpulan pus didalam serebrum atau serebelum, sebagai akibat komplikasi otitis
media supuratif yang lebih sering menjadi penyebab dibandingkan otitis media akut.
Abses otak otogenik ini dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian.

2.2.2Eidemiologi
Kejadian abses otak otogenik merupakan 25% dari seluruh komplikasi
intrakranial, terutama pada negara berkembang. Pada zaman pre antibiotik sekitar 3%
dari kasus otitis media akut dan kronik menyebabkan komplikasi intrakranial
sedangkan sekarang komplikasi yang terjadi hanya sekitar 0,3% dari kasus.4Pada era
sebelum antibiotika, angka kejadian abses otak otogenik sekitar 2.3% dari seluruh
komplikasi otits media kronik, namun pada era antibiotik dan perkembangan tehnik
operasi yang baik, kejadian komplikasi ini berkurang manjadi 0.15 – 0.04%. Angka
kejadian abses otak serebri diperkirakan 1 per 10000 komplikasi intrakranial akibat
otitis media, dan rata-rata ditemukan 4-5 kasus pertahun dari laporan bagian bedah
saraf di negara-negara maju. Kejadian ini didominasi oleh pria dengan perbandingan
2:1, dan terbanyak dijumpai pada usia 30-45 tahun.

2.2.3Etiologi
Streptococcus faecalis, Proteus spp, and Bacteroides fragilis adalah kuman-
kuman yang sering ditemukan pada abses serebri. Penelitian yang dilakukan di rumah
sakit Greek pada 21 pasien dengan abses serebri menunjukkan kuman pathogen yang
sering ditemukan adalah kuman gram negative anaerob seperti Bacteroides and
Fusobacterlum and aerobic Streptococcus yang diduga kuman ini bergantung dari dari
mana asal abses tersebut.
Pada kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman jenis
Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.

2.2.4Patogenesis
Komplikasi otitis media didefenisikan sebagai penyebaran infeksi melewati
batasruang pneumatisasi tulang temporal dan mukosa yang berhubungan. Penting

9
untukmemahami bagian yang terinfeksi, jalan penyebaran penyakit dan karakteristik
dari penyakit. Bagaimanapun patogenesis dari komplikasi melibatkan interaksi
yangkompleks antara organisme yang spesifik dan keadaan host. Respon dari host
yangpenting dianggap menjadi penyebab terjadinya komplikasi adalah terbentukya
jaringangranulasi yang menyebabkan obstruksi untuk drainase dan aerasi dan
destruksi daristruktur tulang dan selanjutya terbentuk lingkungan yang
anaerob.l2lnfeksi yang berasal dari rongga mastoid dapat menyebar ke intrakranial
melaluibeberapa jalan yaitu : 1,3
1. Melalui erosi pada tulang akibat proses infeksi akut maupun resorbsi
olehkolesteatom atau osteitis pada infeksi kronik telinga tengah.
2. Penyebaran secara retrograd trombofleblitis, melalui vena emisaria
yangberjalan menembus tulang dan dura ke sinus venosus, selanjutnya
mengenaistruktur intrakranial.
3. Melalui jalan anatomis dari tingkap lonjong dan bulat, meatus
akustikusinternus, koklea, akuaduktus vestibularis dan diantara struktur
temporal.
4. Melalui defek tulang akibat trauma maupun erosi tumor.
5. Melalui defek akibat pembedahan kavum timpani.
Proses pembentukan abses terjadi melalui 4 tahap, yaitu : 1,3
1. Tahap invasi (initial encephalithr$ yaitu abses di sub korteks akan
menembussubstansia alba sehingga akan terjadi trombophlebitis, edema dan
akhirnyaensefalitis.
2. Tahap lokalisasi abses (tahap laten) yaitu terjadi fokal nekrosis dan pencairan
yangsecara cepat akan menimbulkan abses, kemudian mikroglial dan elemen-
elemenmesoblatik vaskuler dimobilisasi untuk membentuk kapsul yang dapat
terdeteksidalam 2 minggu dari onset absesnya dan dalam 5 - 6 minggu kapsul
terbentuksempurna dengan tebal 2 mm, ketika kapsul terbentuk edema
disekitar otak akanberkurang.
3. Tahap pembesaran abses yaitu terjadi aktifitas lagi dalam asbes
sehinggamenyebabkan ukuran abses meningkat dan menekan struktur
sekitarnya.
4. Tahap terminasi (ruptur abses) yaitu abses mendesak dinding kapsul
sehinggaterbentuk abses multilokuler atau pecah ke dalam sistem ventrikuler
dan ronggasubarakhnoid.

10
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala infeksi lokal di telinga sering ditemukan berupa otore dan adanya
kolesteatoma atau jaringan granulasi. 1, 2 Gejala lain yang paling sering muncul adalah
sakit kepala, perubahan status mental, papiledema, dan iritasi meningeal. Pasien
dengan abses otogenik sebelum adanya CT-Scan untuk diagnosis sangat
3
mengeluhkan sakit kepala (97,5%). Mayoritas telah perubahan status mental (78%)
dan demam (54%), dan 37% menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial seperti muntah. Setelah CT-Scan menjadi alat diagnostik lini pertama,
lebih sedikit pasien yang mengalami sakit kepala (35%), perubahan status mental
(5%), dan muntah (4%) .4, 5, 6, 7
Ini mungkin karena diagnosis sebelumnya dan abses
yang lebih kecil. Dengan demikian, gejala yang paling umum muncul pada era pasca-
CT adalah demam (dengan proporsi yang mirip dengan era pra-CT) 44%, sakit kepala
33%, dan mual 18% 4, 5, 6, 7

CT scan tulang dan otak temporal atau MRI harus dipertimbangkan pada
pasien dengan riwayat penyakit telinga kronis yang datang dengan demam, sakit
kepala, dan mual yang baru timbul, walaupun harus ditekankan bahwa hanya sebagian
kecil pasien dengan abses otak otogenik yang akan mengalami salah satu dari gejala
ini. Suatu kondisi dengan presentasi yang berpotensi halus dan tingkat kematian
hampir 10% memerlukan indeks kecurigaan yang sangat tinggi, dan dokter yang
mengobati infeksi otologis harus waspada terhadap gejala dan pentingnya pencitraan
dalam membuat diagnosis dini.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan
penunjang.Diagnosis seringkali sulit ditegakkan terutama pada stadium dini.3,13
Adanya keluhannyeri kepala hebat disertai mual atau muntah, suhu tinggi, gangguan
keseimbangan atau kaku kuduk pada pasien OMSK merupakan tanda - tanda telah
terjadinya komplikasi intrakranial. Penderita tersebut harus dirawat dan diberikan
antibiotika dosis tinggi secara intravena.7
Gejala yang sering ditemukan pada keadaan sebelum terjadinya komplikasi
intrakranial antara lain ialah 1) otore persisten, biasanya sekret bau dan konsistensinya
menjadi lebih kental. 2) Nyeri terus menerus pada telinga disertai perubahan kualitas
pus yang biasanya diiringi sakit kepala hebat. 3) Demam tinggi yang diikuti
hipersensitivitas, toksemia, fotofobia dan iritabilitas. 4) Kaku leher dan malaise yang

11
menandakan mikroorganisme telah mencapai cairan serebrospinal.3 Kangsaranak
dkk11 dalam penelitiannya menjelaskan gejala dan tanda yang terjadi pada 87 pasien
dengan komplikasi intrakranial, antara lain 1) meningkatnya otore, 2) terlihatnya
jaringan granulasi dan kolesteatom, 3) demam, 4) sakit kepala 5) penurunan
kesadaran dan 8) gangguan penglihatan.
Dengan adanya Tomografi komputer, diagnosis dapat ditegakkan dengan
cepat dan tepat, maka dapat ditunjukkan letak dan perluasan abses serta apakah abses
sudah terbentuk atau belum. Gambaran abses otak pada tomografi komputer berupa
pusat hipodens yang berisi lekosit dan debris nekrotik, dikelilingi cincin penyangatan
zat kontras, disekitarnya tampak daerah hipodens akibat edema otak.1,3Pemeriksaan
MRI dapat dilakukan apabila diagnosis cenderung kearah abses otak atau serebritis
tetapi pada pemeriksaan tomografi komputer tidak dijumpai adanya abses atau
serebritis. Kelebihan pemeriksaan dengan MRI adalah gambaran lebih jelas antara
daerah yang edema dengan dengan jaringan otak disekelilingnya dan hal ini dapat
mendiagnosis adanya abses otak pada stadium lebih dini, gambaran MRI memberikan
penilaian yang lebih akurat adanya penyebaran ke daerah ekstraparenkim yang
digambarkan dengan hiperdensitas intraventrikuler dan penyangatan di daerah
periventrikuler.1

2.2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari abses otak otogenis meliputi :
1. Meningitis
2. Enchephalitis
3. Epidural abss
4. Aneurisma mikotik
5. Septik dural sinus thrombosis
6. Septic cerebral emboli yang menyebabkan infark

2.2.8 Tatalaksana
Pengobatan abses otak dibagi menjadi dua yaitu konservatif dan operatif.
Pengobatan konservatif dilakukan bila keadaan umum buruk dan beresiko tinggi bila
dilakukan operasi, abses multiple dan letak abses berjauhan satu sama lainyya, letak
abses di bagian dalam atau abses bersama dnegan meningitis. Pengobatan koservtaif
berhasil jika ukuran diameter abses <3 cm. Pengobatan konservatif abses otak

12
penderita dirawat dan diberikan Pneisilin G atau ampisilin (4x200 – 400
mg/kgBB/hari) dengan kloramfenikol (4x1/2 – 1 g/hari) dan metronidazole.
pemberian antibiotic perlu diubah seusia dnegan hasil biakana kuman dan uji
sensitifitas.
Penanganan terhadap fokal infeksi dilakukan dnegan mastoidektomi. Operasi
mastoidektomi dapat dilakukan bersama-sama dengan bedah saraf. Bila bedah saraf
tidak melakukan operasi segera, maka mastoidektomi dilakukan setelah pengobatan
konservatif selama 2 minggu. Bila pada saat itu keadaan umum buruk, suhu tinggi,
maka mastoidektomi dilakukan dnegan anestesi local.

Tabel 3. Letak lokasi dan flora mikroba dari abses serebral berdasarkan sumber
infeksi
Kemungkinan letak lokasi dan flora mikroba dari abses serebral
berdasarkan sumber infeksi
Sumber infeksi Lokasi abses Patogen Utama Terapi empiris yang
di rekomendasi
Sinus paranasal Lobus frontal Streptococci (S. Cephalosporin III +
Milleri), metronidazol
Staphylococcus aureus,
Haemophilus sp.,
Bacteriodes sp.
Infeksi otogenik Lobus temporal, Streptococci, Ceftazidim +
serebelum Bacteriodes sp., metronidazol
enterobacteria (Proteus
sp.), Pseudomonas sp.,
Haemophilus sp.

Infeksi Lobus frontal Streptococci, Cephalosporin III +


odontogenik staphylococci, metronidazol
Bacteriodes sp.,
Fusobacterium sp.,
Actinomyces sp.,
Actinobacillus sp.

13
Kemungkinan letak lokasi dan flora mikroba dari abses serebral
berdasarkan sumber infeksi
Sumber infeksi Lokasi abses Patogen Utama Terapi empiris yang
di rekomendasi
Endokarditis Biasanya abses Staphylococcus aureus, Cephalosporin III +
bacterial multipel, lobus viridans streptococci metronidazol
mana saja dapat
terkena
Infeksi pulmonal Biasanya abses Streptococci, Cephalosporin III +
(abses, empiema, multipel, lobus staphylococci, metronidazol
bronkiektasis) mana saja dapat Bacteriodes sp.,
terkena Fusobacterium sp.,
enterobacteria

Shunt dari kanan Biasanya abses Streptococci, Cephalosporin III +


ke kiri (Penyakit multipel, lobus staphylococci, metronidazol
jantung sianotik mana saja dapat Peptostreptococcus sp.
kongenital, AVM terkena
paru)

Trauma penetrasi Tergantung Staphylococcus aureus, Meropenem +


atau paska lokasi Staphylococcus vancomycin
operasi epidermidis,
streptococci,
enterobacteria,
Clostridium sp

Tidak diketahui Lobus mana saja Streptococci, Cephalosporin III +


Peptostreptococcus sp., metronidazol +
Bacteriodes sp., vancomycin
Haemophillus sp.,
straphylococci

14
Kemungkinan letak lokasi dan flora mikroba dari abses serebral
berdasarkan sumber infeksi
Sumber infeksi Lokasi abses Patogen Utama Terapi empiris yang
di rekomendasi
Pasien dengan Sering abses Aspergillus sp., Amphotericin B +
imunosupresi: multipel, Candida sp., Nocardia trimethroprim +
resipien sumsum berbagai lobus sp., Toxoplasma gondii Sulfamethoxazole
tulang atau organ dapat terkena
solid
Pasien AIDS Sering multipel Toxoplasma gondii, Pyrimethamine +
abses, berbagai Cryptococcus Sulfadiazine atau
lobus dapat neoformans, Listenia pyrimethamine +
terkena monocytogenes, clindamycin
Mycobacterium sp.,
Candida, Aspergillus

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi utama abses otak otogenik termasuk meningitis, herniasi otak, dan
kematian. Komplikasi jangka panjang termasuk epilepsi, aphasia, gangguan
penglihatan, ataksia, hemiparesis, dan kerusakan saraf wajah. 9

2.2.10 Prognosis
Prognosis ditentukan banyak faktor antara lain: keterlambatan atau kesalahan
diagnosis, lokasi abses, lesi multipel atau multilokuler, adanya (kematian ruptur
ventrikel mencapai 80 - 100%), koma, etiologi oleh jamur, pemberian antibiotika yang
tidak tepat, juga dipengaruhi besar abses, umur dan ada tidaknya perluasan abses. sejak
digunakan tomografi komputer untuk diagnosis, angka kematian menurun 40% menjadi
4,3%.10
Neely12 dan wispeley13 menyebutkan sekuele neurologik masing-masing terjadi
35% dan 30% - 55% , epilepsi atau fokus epilepsi terjadi 29% kasus dan tampak lebih
sering setelah evakuasi pus.Penyembuhan abses akan diikuti terjadinya kejang epilepsi
pada 50% penderita dewasa dan biasanya serangan pertama akan timbul 6 - 12 bulan

15
setelah tindakan operasi' Penyembuhan pada anak di bawah 10 tahun tidak tampak
adanya gejala sisa.11

BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Abses otak adalah pengumpulan pus di dalam serebrum atau serebelum, yang
dikelilingi kapsul yang dapat berkembang dengan cepat.1,2Abses otak otogenik adalah
abses otak yang terjadi akibat komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronik
terutama pada OMSK yang disertai kolesteatoma dengan prevalensi kejadian abses
sekitar 0.5%-1% dan memiliki angka mortalitas sekitar 30-40%.3
Abses otak otogenik banyak mengenai anak-anak dibandingkan dengan orang
dewasa. 6,8, Kurien et al dan Kremft et al menyatakan bahwa abses otogenik lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 5:19,11
Abses otak tedapat pada sisi yang sama dengan telinga yang sakit dan lobus temporal
serta serebellum merupakan lokasi umum dari abses otak otogenik.6,9 Abses otak
merupakan komplikasi intrakranial kedua terbanyak setelah meningitis dimana abses
otak menyebabkan kematian 7%-61%. 2,4
Prinsip dari tatalaksana abses otak otogenik adalah melokalisasi infeksi dengan
antibiotika, menghilangkan sumber infeksi di telinga dengan mastoidektomi dan
evakuasi abses otak .
Prognosis dari abses otak otogenik bergantung pada kecepatan diagnosis serta
pengobatan yang diberikan. Prognosis makin buruk, jika abses berukuran besar, abses
ruptur ke dalam sistem ventrikel, abses disertai meningitis, empiema, dan hidrosefalus
serta abses multi- pel.3,9,12 Sekitar 72% penderita dapat mengalami epilepsi setelah 5
tahun.
Walaupun pilihan terapi antibiotik abses otogenik telah berkembang dan di
dukung oleh metode operasi yang canggih dan maju, kasus abses otak otogenik ini
merupakan suatu kegawatdaruratan THT dan dapat mengancam jiwa sehingga
diperlukan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dan cepat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sharma S, Malhotra S, Bhatia N.J.K, Wilson A, Hans C. 2014. Right Temporal


otogenic brain abscess by enterococcus faecalis- a rare case report. Int. J. Curr.
Microbiol. App. Sci 3(3): 101-4.
2. Yorgancilar E, Yildirim M, Gun R, Bakir S, Tekin R, Gocmez C, et al. 2013.
Complication of chronic suppuratif otitis media : A retrospective review. Eur Arch
Otorhinolaryngol 270:69–76
3. Kempf HG, Weil J, Issing PR, Lenarz T. 1998. Otogenic brain abscess
Laryngorhinotologie. 77:462-6.
4. Wysocki, J. 1997. Intracranial suppurative complications in ENT practice. A survey
of clinical and experimental data. Med Sci monit. 3(2), hal. 279-284
5. Austin, DF. 1991. Complication of ear disease in Ballenger JJ. Disease of the nose,
throat, ear , hand and neck. Edisi 14. Lea dan Febinger, hal.1139-1146.
6. Sennaroglu L, Sozeri B. 2000. Otogenic Brain Abscess; Review of 41 cases.
Otolaryngol Head Neck Surg.123:751-5.
7. Kurein M, Job A, Mathew J, Chandy M. 1998. Otogenic intracranial abscess;
concurrent craniotomy and mastoidectomy—changing trends in developing country.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg.124:1353-6.
8. Deric D, Arrovic N, Dordevic V. 1998. Pathogenesis and Methods of treatment of
Otogenic brain Abscess Med Pregl.51:51-5.
9. Ashoor AA, Fachartzt FHNO. 2005. Otogenic Brain Abscess Management. Bahrain
Med Bull.27(1)
10. Samuel J, Fernandes CM, Steinberg JL. 1986. Intracranial Otogenic complications: a
persisting problem. Laryngoscope. 96:272-8.
11. Kangsaranak J, et al. lntreacranial Complication of Suppurative Otitis Media : 13
12. Neely JG, Arts HA. lntratemporal and intracranial complication of otitis mediain
Bailey BJ & Johnson JT Head and Neck Surgery otolaryngology. FourthEdition.
Lippincot William & Wilkins. 2006. p.2A47-48
13. Wispeley B, Dacey RG, scheld WM. Brain abscess. ln: lnfection of the centralnervous
system. Scheld WM et al. Eds. Raven Press, New York 1991. p. 457-86

17

Anda mungkin juga menyukai