Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DASAR

1. Definisi
Mobilitas merupakan pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari, 2011). Sedangkan mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh
dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kosier, 1989). Menurut Barbara Kozier,1995
mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur,
mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian.
Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan
fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini
salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti
saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004). Imobilisasi merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan
sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di
komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit,
menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi
disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ
tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi
paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004).
Jadi pasien dengan gangguan mobilisasi harus istirahat di tempat tidur, tidak bergerak
secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat atau organ tubuh yang
bersifat fisik atau mental. Pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dengan gangguan
mobilisasi diperlukan agar pasien dapat segera beraktivitas selayaknya orang normal.

2. Penyebab
Penyebab utama imobilisasi adalah nyeri, kekakuan otot, lemah, ketidakseimbangan,
dan masalah psikologis (Roosheroe, 2007). Sedangkan penyebab secara umum adalah
kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, trauma
langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuscular, dan kekakuan otot.
3. Tanda dan gejala
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
b. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas.
c. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia.
d. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemik.
e. Ketidaknyamanan setekah beraktivitas.
f. Dispnea setelah beraktivitas.
g. Menyatakan merasa letih dan lemah.

4. Faktor yang dapat mempengaruhi


a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya;
seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara
bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan,
typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya.
Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura
dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit
akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang
pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula
tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

5. Faktor Resiko
Pada pasien dengan gangguan mobilisasi disertai diagnosa medis penyakit jantung
dan dengan gejala oedem mempunyai faktor resiko seperti gagal jantung kongestif kronis,
jantung koroner, dan vaskular perifer.

6. Jenis Imobilisasi
a. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
b. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
c. Imobilitas emosional
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
d. Imobilitas sosial
Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.

7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan
tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

8. Pathways
Umur, jenis kelamin, gaya hidup, obesitas -> Hipertensi -> Pembuluh darah dan
sistemik mengalami vasokonstriksi -> Beban akhir (afterload) meningkat-> COP turun->
Intoleransi aktivitas.

9. Pengkajian
a. Aspek biologis
1). Usia

Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait


dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur
tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.

2). Riwayat kesehatan

Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan
aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.

3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak

imobilisasi terhadap sistem tubuh.


b. Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji diantaranya adalah bagaimana respons


psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

c. Aspek sosial kultural

Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi


dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan
sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

d. Aspek spiritual

Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).

e. Kemunduran musculoskeletal

Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah


penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.

f. Kemunduran kardiovaskuler

Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau


meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop

g. Kemunduran Respirasi

Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

h. Perubahan-perubahan integument

Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menit setelah tekanan dihilangkan

i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria

Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa


berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah

j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal

Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

k. Faktor-faktor lingkungan

Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam


rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak
adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas
termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidur dengan posisi yang tinggi, dan
cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial
dapat meningkatakan mobilitas.

l. Pola fungsional kesehatan


Pola fungsional kesehatan menurut Gordon adalah :
1). Persepsi dan penanganan kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan penanganan kesehatan dari gangguan
mobilisasi. Kemampuan pasien untuk menangani sakitnya baik secara alami maupun
dengan mengonsumsi obat resep.
2). Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, intake cairan, fluktuasi berat badan pasien
dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, perubahan kulit, proses penyembuhan
luka, dan jenis makanan yang dikonsumsi pasien.
3). Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (ginjal dan kulit), pola BAB, dikaji bau
badan dan keringatnya.
4). Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernapasan dan sirkulasi.
Penggambaran melalui Activity Daily Live (ADL) dan kekuatan otot pada pasien
dengan gangguan mobilisasi.
5). Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat maupun disaat tidak beristirahat.
6). Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, penciuman,
persepsi nyeri, bahasa, memori, dan pengambilan keputusan.
7). Persepsi diri-Konsep diri
Menggambarkan kemampuan pasien untuk mempersepsikan dirinya sendiri,
sering merasa marah, cemas, atau tidak bila dikaitkan dengan penyakit yang
dideritanya.
8). Peran-Hubungan
Menggambarkan kedekatan hubungan pasien dengan keluarganya, mengkaji
apakah pasien senang dalam berorganisasi.
9). Seksualitas-Reproduksi
Menggambarkan masalah dalam kegiatan seksualitas-reproduksi.
10). Koping-Toleransi stres
Menggambarkan kemampuan pasien dalam menangani stres.
11). Nilai-Kepercayaan
Menggambarkan kemampuan pasien dalam mencapai spiritualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Hinchliff, Sue. 1996. Kamus Keperawatan. Edisi : 17 EGC : Jakarta.

Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi

4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan

kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai