Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi makanan tinggi
serat masih tergolong rendah, sehingga di Indonesia sendiri kejadian penyakit pada saluran
pencernaan masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh badan kesehatan
setempat. Menurut WHO (World Health Organization), angka kejadian hemoroid
diseluruh Negara menduduki angka 54%, National Center For Health Statistic melaporkan
bahwa terdapat 10 juta orang di Amerika mengeluhkan hemoroid, Prevalensi tersebut
sekitar 4,4 % dilakukan pengobatan sedangkan yang dilakukan hemoroidektomi berjumlah
1,5 %. dengan puncak kejadian pada usia antara 45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang
terjadi pada usia di bawah 20 tahun. Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu
dengan status ekonomi tinggi (Kaidar-Person et al., 2013).
Menurut data Kemenkes RI (2015), prevalensi hemoroid berkisar 5,7 namun hanya
1,5 persen saja yang terdiagnosa. Data riskesdas 2015 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa
penduduk Indonesia mengalami hemoroid (Depkes RI, 2015).
Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus Hemoroidalis
(Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis dengan
penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum (Nugroho, 2011).
Hemoroid atau yang dikenal dengan penyakit wasir merupakan penyakit yang sangat
umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak zaman dahulu, kejadian hemoroid
cendrung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang, dimana indidennya lebih tinggi
pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia diatas 50 tahun ditemukan 50%
mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014).
Faktor resiko terhadap kejadian hemoroid adalah aktifitas fisik seiring mengejan bila
BAB merupakan faktor risiko paling tinggi kejadian hemoroid (Sunarto, 2016). Jika
hemoroid tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi yaitu, perdarahan yang
dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, thrombosis yang dapat membuat nyeri yang
intens, dan strangulasi hemoroid merupakan prolapse dari hemoroid yang kemudian

1
terpotong oleh sfingter ani yang kemudian dapat menyebabkan thrombosis (Black & Jane,
2014).
Umumnya pada hemoroid grade III dan IV penatalaksanaan yang dilakukan dengan
terapi bedah yaitu hemoroidektomi, Karena biasanya memberikan hasil yang baik. Prinsip
eksisi dilakukan sehemat mungkin pada jaringan yang berlebihan saja, dan tidak
mengganggu sfingter ani. Saat ini hemoroidektomi masih dianggap sebgai gold standart
untuk penyembuhan hemoroid, karena berkinerja baik.namun akibat dari prosedur bedah
hemoroidektomi tersebut,eksisi setelah operasi akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat
(Shenoy & Anita, 2014). Seperti dalam jurnal yang menjelaskan bahwa nyeri klien post
operasi hemoroidektomi menjadi masalah besar, dan perlu mendapat pengelolaan yang
lebih baik (Medina-Gallardo, et all, 2017).
Pentingnya upaya penurunan nyeri dilakukan karena setelah pembedahan rektal akan
menimbulkan nyeri pada sfingter, tekhnik relaksasi nafas dala dan distraksi merupakan
teknik nonfarmakologi untuk menurunkan nyeri (Wahyudi & Abdul, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka terdapat masalah
yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana tinjauan teori dengan hemoroid?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hemoroid?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang penanganan
hemoroid.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya tinjauan teori dari hemoroid
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien hemoroid dengan pendekatan
proses keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.4 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pelayanan berarti bagi institusi
pelayanan kesehatan, istitusi pendidikan dan penulis.

2
1. Bagi institusi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi institusi dan meningkatkan pelayanan kesehatan untuk
menciptakan kenyamanan dan kepuasan pasien.
2. Bagi Institusi pendidikan
Sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya yang
terkait penerapan pada pasien hemoroid.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Hemoroid atau yang dikenal dengan penyakit wasir merupakan penyakit yang sangat
umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak zaman dahulu, kejadian hemoroid
cendrung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang, dimana indidennya lebih tinggi
pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia diatas 50 tahun ditemukan 50%
mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis
di daerah anorektal. Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus
Hemoroidalis (Muttaqin, 2011).
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis dengan penonjolan
membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum (Nugroho, 2011). Berdasarkan
konsep yang didapat dari kedokteran Barat, hemoroid terjadi karena adanya hambatan
aliran balik darah menuju jantung sehingga terjadilah pelebaran darah di sekitar anus.
Berikut adalah salah satu cara menghilangkan wasir.
2.2 Klasifikasi
1. Berdasarkan asal / tempat penyebabnya:
a. Hemoroid interna
Hemoroid ini berasal dari vena hemoroidales superior dan medial, terletak diatas
garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa anus. hemoroid ini tetap berada di
dalam anus.
Hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya :
1) Stadium I : Hemoroid interna dengan perdarahan segar tanpa nyeri pada
waktu defekasi
2) Stadium II : Hemoroid interna yang menyebabkan perdarahan dan
mengalami prolaps pada saat mengedan ringan,tetapi dapat masuk
kembali secara spontan
3) Stadium III : Hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan disertai
prolaps dan diperlukan intervensi manual memasukkan ke dalam kanalis

4
4) Stadium IV : Hemoroid interna yang tidak kembali ke dalam atau berada
terus-menerus di luar
b. Hemoroid eksterna
Hemoroid ini dikarenakan adanya dilatasi (pelebaran pembuluh darah) vena
hemoroidales inferior, terletak dibawah garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa
usus. hemoroid ini keluar dari anus (wasir luar) (Thornton,scott C 2009)

2.3 Etiologi
Menurut Mutaqqin (2011), kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan
kondisi medis atau penyalit, namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat
meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut:
a. Perubahan hormon (kehamilan)
b. Mengejan secara berlebihan hingga menyebabkan kram
c. Berdiri terlalu lama
d. Banyak duduk
e. Sering mengangkat beban berat
f. Sembelit diare menahun (obstipasi)
g. Makanan yang dapat memicu pelebaran pembuluh vena (cabe, rempah-rempah)
h. Keturuna penderita wasir(genetik)
Pada usia 50 tahun, hamper separuh populasi mengalami hemoroid. Pembesaran dari
hemoroid disebabkan oleh peningkatan tekanan intraabdomen. Kehamilan, konstipasi
dengan mengejan dalam waktu lama, dan serosis dengan hipertensi portal juga
meningkatkan insiden hemoroid. Kondisi apapun yang meningkatkan konstipasi, tekanan
intraabdomen, atau tekanan vena hemoroidalis dapat meningkatkan resiko terjadinya
hemoroid.pencegahan konstipasi dengan menambah serat merupakan tindakan mengurangi
hemoroid yang sangat baik (Black & Jane, 2014).
2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi utama dari hemoroid eksternal adalah masa yang membesar pada anus.
Hemoroid internal dicirikan oleh perdarah dan prolapse (protrusi keluar anus). Manifestasi
lain berupa agatal pada anus dan konstipasi. Nyeri dapat ditemukan jika ada thrombosis
yang berkaitan. Darah yang ditemukan merah cerah dan dapat dilihat pada feses atau pada
tissue toilet. Prolapse dapat terjadi pada kasus-kasus tertentu setelah olaraga atau berdiri

5
lama. Hemoroid dapat mengalami prolapse saat BAB dan kemudian kembali sendiri secara
spontan atau klien harus memasukkannya secara manual dengan tangan. Pada beberapa
klien, hemoroid prolapse sepanjang waktu.
Hemoroid ekstrernal didiagnosa dengan pemeriksaan visual ; hemoroid internal
didiagnosa melalui anamnesis, palpasi jari; anuskopi, menggunakan selang bolong yang
diberi cahaya untuk melihat rectum; dan proktoskopi, yang berguna untuk pemeriksaan
rectum yang lebih lengkap. Minta klien untuk mengejan selama pemeriksaan sehingga
menyebabkan vena-vena membesar, yang dapat membantu proses diagnosis (Black &
Jane, 2014).
2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang
melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah
vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang
dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup
vena dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang
menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena
varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan
vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena
anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari
otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya
pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces,
jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan
anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang
menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)

6
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat. Tenesmus akan
meningkatkan tekanan vena intra abdomen dan hemoroidalis, yang menyebabkan distensi
dari vena-vena hemoroidali, ketika ampula (kantung) rectum terisi faeces, diperkirakan
akan terjadi obstruksi vena. Sebagai akibat dari peningkatan tekanan dan osbtruksi yang
berulang dlam jangka waktu lama ini,vena – vena hemoroidalis berdilatasi secara
permanen. Sebagai akibat dari distensi, dapat pula terjadi thrombosis dan perdarahan
(Black & Jane, 2014).
2.6 Pathway
(terlampir)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup
mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada
fibrosis.
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti
3) Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.
2.8 Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Mencegah konstipasi
Klien dengan hemoroid harus melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah
konstipasi. Area anus dapat terasa sangat nyeri, dan klien dapat menjadi
menghindari BAB, sehingga feses mengeras atau impaksi feses. Doronglah klien
untuk minum laksatif ataupelunak feses, minyak mineral yang diresepkan untuk
membantu melumasi feses, monitor adanya perdarahan pada feses.

7
Sarankan klien untuk memakan makanan kaya serat dan minum banyak cairan
untuk mencegah mengejan yang berlebihan.
2) Mengurangi nyeri
Nyeri post operasi merupakan salah satu masalah yang dialami pasien setelah
pembedahan. Nyeri post operasi disebabkan oleh adanya jaringan yang rusak
kareana prosedur pembedahan yang akan membuat kulit terbuka sehingga
menstimulus impuls nyeri ke saraf sensori teraktivasi ditransmisikan ke cornu
posterior di corda spinalis yang kemudian akan timbul persepsi nyeri dari otak yang
disampaikan syaraf aferen sehingga akan merangsang mediator kimia dari nyeri
antara lain prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin, asetil kolin, substansi p,
leukotrien. (Bahrudin, 2017; Potter & Perry, 2009).
Ada empat proses elektrofisiologik nosiseptik nyeri yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi (Rodriguez, 2015). Transduksi; fungsi dari
nosiseptor yang mengkonversi stimulasi berbahaya untuk sinyal nociceptive.
Transmisi; proses yang mengirimkan sinyal nociceptive sepanjang serabut saraf
dari area cedera pada sistem saraf pusat. Modulasi; mekanisme yang memodulasi
sinyal nociceptive di situs sinaptik dan pada tingkat sistem saraf pusat melalui naik,
turun, atau fasilitasi regional dan penghambatan. Persepsi; komponen kunci dari
rasa sakit klinis. Pengalaman yang mengintegrasikan kognitif dan afektif atau
emosional (Steven & Jianren, 2014).
Teknik relaksasi merupakan tindakan nonfarmakologi yang dapat membantu
memperlancar sirkulasi darah sehingga suplai oksigan meningkat dan dapat
membantu mengurangi tingkat nyeri (Prasetyo, 2010). Distraksi adalah manajemen
nyeri dengan teknik memfokuskan perhatian klien pada sesuatu selain dari rasa
nyeri. Distraksi dapat mengaktivasi sistem reticuler yang dapat menghambat
stimulus yang menyakitkan (Urden et al., 2010). Teknik relaksasi dan distraksi
dapat menurunkan nyeri. Berdasarkan teori gate control menurut Melcazk & Walls
(1965) dalam Potter & Perry (2009) karena keduanya dapat merangsang
peningkatan hormon endorpin sehingga merangsang substansi morfin yang disuplai
oleh tubuh. Saat neuron perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, maka terjadi sinapsis
antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat substansi P

8
menghantarkan impuls. Endorpin memblokir transmisi impuls nyeri di medulla
spinalis sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Porecca, et al, 2010). Kompres
dingin dapat menurunkan prostaglandin dengan menghambat proses inflamasi
(Lukman, 2008). Kompres dingin dapat meningkatkan pelepasan endorpin yang
memblok transmisi nyeri dan menstimulasi serabut saraf A-beta sehingga
menurunkan transmisi impuls nyeri melalui serabut A-delta dan serabut saraf C
(Tamsuri, 2007).
Kompres dingin mengurangi prostaglandin yang memperkuat reseptor nyeri,
menghambat proses inflamasi dan merangsang pelepasan endorpin. Kompres
dingin menurunkan transmisi nyeri melalui serabut A-delta dan serabut C yang
berdiameter kecil serta mengaktivasi transmisi serabut saraf A - beta yang lebih
cepat dan besar (Andarmoyo, 2013). Breslin, et al (2015) mengatakan bahwa
pengaruh pemberian kompres dingin selama 10 - 20 menit dapat menurangi
ambang batas nyeri, mengurangi aliran darah, mengurangi edema, metabolisme
sel, dan transmisi nyeri ke jaringan syaraf akan menurun.
Lakukan mandi berendam selama 15 menit, tiga sampai empat kali sehari.
Kompres witch hazel akan membuat mukosa menjadi lebih nyaman. Obat-obat
bebas lain juga dapat mengurangi nyeri sementara (Black & Jane, 2014)
b. Medis
Terdapat beberapa prosedur bedah yang digunakan untuk menangani hemoroid,
kebanyakan dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. Injeksi botoks pada spinkter
internal dari klien yang baru saja menjalani hemoroidektomi telah digunakan untuk
mengurangi nyeri pascaoperasi.
1) Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan injeksi agen sklerosing diantara vena-vena anus dan
disekitarnya.prosedur ini akan mencipatakan reaksi inflamasi yang menyebabkan
thrombosis dan fibrosis. Prosedur ini dapat dilakukan sebagai klien rawat jalan,
tetapi membutuhkan satu hingga empat injeksi tiap 5 atau 7 hari. Agen sklerosing
juga dapat melukai kanal anus.

9
2) Ligasi
Ligase adalah sebuah prosedur yang umum dilakukan untuk hemoroid internal.
Klien biasanya dapat melanjutkan aktivitas normal sesuai prosedur. Sayangnya,
prosedur ini tidak dapat digunakan untuk hemoroid eksternal dan mungkin haya
efektif untuk sementara waktu.
Dokter bedah memasukkan ligator, suatu tabung kecil dengan dua lumen yang
memiliki pita karet kecil pada lapisan dalam, melalui anoskop. Hemoroid kemudian
ditangkap dengan forsep dan ditarik melalui ligator.pita karet kemudian diletakkan
disekitar leher dari hemoroid tersebut. Walaupun dapat terjadi perdarahan,
permasalahan yang lebh sering terjadi adalah rasa nyeri saat menjalani prosedur ini.
Klien mengkondumsi laksatif setelah prosedur ini untuk menghindari trauma lokal
dari massa feses yang keras. Dalam 8 hingga 10 hari, pita karet akan memotong
jaringan hemoroid, dan jaringan sisa ini akan lepas.

3) Hemoroidektomi
Dengan hemoroidektomi,vena hemoroid akan dieksisi, dan area potongan bisa
dibiarkan terbuka untuk sembuh melalui proses granulasi, atau ditutup dengan
jahitan. Metode terbuka sangat nyeri tetapi memiliki angka keberhasilan yang
tinggi,metode jahitan walaupu jauh tidak sakit, namun lebih mungkin terjadiinfeksi,
pembentukan striktur saat penyembuhan luka, dan perdarahan. Perdarahan dapat
terjadi segera setelah operasi atau sekitar 10 hari kemudian akibat lepasnya jaringan
hemoroid (Black&Jane, 2014)

2.9 Komplikasi
Komplikasi pascaoperasi yang membutuhkan pemeriksaan keperawatan adalah perdarahan
dan retensi urin. Dekatnya kandung kemih dengan area operasi dengan adanya ketegangan
didaerah ini kadang kala membuat BAK menjadi sulit.

2.10 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien

10
b. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada
benjolan pada anus atau nyeri pada saat defikasi.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan
beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang
kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan
kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis
hepatis.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut
d. Riwayat sosial
Perlu ditanya penyakit yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardi, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas)
b. Sirkulasi
Gejala : kelemahan/nadi periver lemah
Tanda : Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
c. Membran kulit
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola defekasi , Perubahan Karakteristik
Tanda : Nyeri tekan abdomen , distensi
Karakteristik feses : darah bewarna merah terang (darah segar)
e. Akonstipasi dapat terjadi
f. Nutrisi :
Gejala : Penurunan berat badan, Anoreksia

11
Tanda : konjungtiva pucat, wajah pucat, terlihat lemah
g. Pola tidur
Gejala : Perubahan pola tidur , Terasa nyeri pada anus saat tidur
Tanda : muka terlihat lelah, kantung mata terlihat gelap
h. Mobilisasi
Gejala : membatasi dalam beraktifitas
Tanda : wajah terlihat gelisah , banyak berganti posisi duduk dan berbaring

2.11 Diagnosis Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Resiko infeksi beruhbungan dengan insisi pembedahan
2.12 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Management nyeri
keperawatan selama lebih Observasi
dari 7 jam nyeri akut - Monitor TTV
teratasi/teratasi sebagian - Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : PQRST
- Melaporkan nyeri - Identifikasi lokasi,
terkontrol 4-5 karakteristik, durasi,
- Kemampuan mengenali frekuensi, kualitas,
onset nyeri 4-5 intensitas nyeri.
- Kemampuan mengenali - Identifikasi respon nyeri
penyebab nyeri 4-5 non verbal.
- Kemampuan - Identifikasi faktor yang
menggunakan teknik memperberat dan
non farmakologis 4-5 memperingan nyeri.
- Dukungan orang Terapeutik
terdekat 4-5 - kontrol lingkungan yang
- Penggunaan analgesik memperberat rasa nyeri
4-5. - Ajarkan tekhnik relaksasi

12
kepada pasien untuk
mengurangi nyeri
- Berikan posisi nyaman
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
analgetik
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Intervensi : pencegahan
keperawatan selama 31-45 infeksi.
menit resiko infeksi dapat Observasi
teratasi dengan kriteria - Monitor tanda dan gejala
hasil: infeksi lokal dan sistemik
- Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat 4-5 - Batasi jumlah pengunjung
- Kebersihan badan - Berikan perawatan kulit
meningkat 4-5 pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
- Peratahankan tekhnik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- ajarkan etika batuk

13
- ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.

14
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Nama : Ny. Y No. RekamMedis :1144663
Tanggal lahir : 01-01-1963 DPJP : dr. A
Tgl. Masuk RS : 14- 03- 2019 Ruangan/Bed : RPB/204
Tgl Asesmen : 14 – 03 - 2019
1. ANAMNESIS
Data diperoleh dari pasien/orang lain, hubungan dengan pasien -
Keluhan utama : Nyeri
Riwayat penyakit sekarang :
Klien mengatakan nyeri bagian anus karena habis dilakukan prosedur operasi wasir,
nyeri terasa sepanjang hari, nyeri cenut-cenut, skala nyeri 6, klien mengatakan
mengatakan badannya demam, berkeringat berlebihan, klien mengatakan takut untuk
BAB,wajah klien tampak tegang, klien selalu bertanya mengenai penyakitnya, klien
mengatakan kakinya belum bisa digerakkan, klien tampak berbaring, segala aktivitas
klien dibantu oleh orangtuanya ditempat tidur.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU RIWAYAT PENGOBATAN


Tidak ada Tidak ada

2. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA :


Tidak ada
3. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Hubungan dengan anggota keluarga baik √ tidak baik
a. Status Psikologis
Tenang Cemas √ Takut Marah Sedih
Kecenderungan bunuh diri dilaporkan Lain-lain sebutkan
b. Budaya yang dianut
Ada, sebutkan……. √ Tidak ada

15
c. Status Ekonomi : Penghasilan
≤ 2 Juta √ 2-5Juta 5-10Juta ≥10jt

4. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL


Kesadaran : compos mentis
Pernapasan : 20 x/menit
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Suhu Tubuh : 36,4 Oc
Keadaan Umum : baik/sedang/kurang
Berat Badan : 72 kg
Tinggi Badan : 160 cm
5. SKALA NYERI

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak
Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

6. RIWAYAT ALERGI

ALERGI REAKSI

√ Tidak ada alergi


Alergi obat, sebutkan Tidak ada

Alergi makanan, sebutkan


Alergi lainnya, sebutkan
Gelang tanda alergi dipasang(warna merah)
Tidak diketahui
Menggunakan gelang alergi : Ya √ Tidak

16
I. PEMERIKSAAN FISIK
 Kepala : tidak ada keluhan
 Rambut : tidak ada keluhan
 Muka : tidak ada keluhan
 Mata : tidak ada keluhan
 Telinga : tidak ada keluhan
 Hidung : tidak ada keluhan
 Mulut : tidak ada keluhan
 Gigi : tidak ada keluhan
 Lidah : tidak ada keluhan
 Tenggorokan : tidak ada keluhan
 Leher : tidak ada keluhan
 Dada : tidak ada keluhan
 Abdomen : tidak ada keluhan, peristaltic usus 12x/mnt

II. PENGKAJIAN KULIT


Jumlah dan lengkapilah penilaian Skor Barden dan tentukan resiko dekubitus pasien
berdasarkan skor
Skor Barden : 20
Resiko dekubitus : Tidak
Terdapat luka : Tidak
No PARAMETER SKOR
1 PERSEPSI SENSORI
Kemampuan untuk merespon ketidaknyamanan
tekanan
Tidak berespon = 1 3
Sangat terbatas = 2
Sedikit terbatas = 3
Tidak ada gangguan = 4
2 KELEMBABAN
Sejauh mana kulit terpapar kelembaban
4
Kelembaban konstan=1
Sering lembab = 2

17
Kadang lembab = 3
Jarang lembab = 4
3 AKTIVITAS
Tingkat aktivitas fisik
Tergeletak ditempat tidur = 1
4
Tidak bisa berjalan=2
Berjalan pada jarak terbatas = 3
Berjalan disekitar ruangan = 4
4 MOBILISASI
Kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh
Tidak bisa bergerak=1 3
Sangat terbatas=2
Sedikit terbatas=3
Tidak ada batasan=4
5 NUTRISI
Pola asuhan makanan
Sangat buruk = 1
3
Kurang adekuat = 2
Adekuat = 3
Sangat baik = 4
6 FRIKSI DAN GESEKAN
Masalah=1
3
Potensi masalah=2
Tidak ada masalah=3

Skor 20-23 (resiko rendah)

Ektremitas : tidak ada keluhan

POLA KEBIASAAN PASIEN


 Nutrisi : diit MC 6x300 cc
 Eliminasi : klien sulit bab, bab keras, jika bab suka mengeluarkan darah, bab tidak
teratur.
 Istirahat/tidur : tidak ada keluhan
 Aktivitas : sedikit terbatas

18
III. SKRINING GIZI
Parameter
1. Apakah pasien mengalami penurunan BB yang yang tidak Skor
diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak ada penurunan BB 0
b. Tidak yakin 2
c. Jika ya, berapa penurunan BB tersebut
1-5kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15kg
2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak nafsu makan
a. Tidak 0
b. Ya 1

Total skor = 0
3. Pasien dengan diagnosis khusus :
Garis bawahi pada diagnosis yang terdapat pada pasien , contoh : PPOK, hemodialisis
(fraktur tulang panggul, sirosis hati, PPOK, hemodialisis, diabetes, kanker, bedah
digestiv, stroke, pneumonia berat, cedera kepala, transportasi, luka bakar, pasien kritis
di ICU/HCU, usia lanjut, psikiatri, mendapat kemoterapi atau radiasi, imunitas rendah/
HIV=AIDS, penyakit kronis lain).
(Bila skor ≥2 dan/ pasien dengan diagnosis/ kondisi khusus diakukan pengkajian lanjut
oleh nutrisionis/ diestisien)

IV. SKRINING RESIKO CEDERA/JATUH : (diisi olehPerawat)


Pilihlah salah satu penilaian resiko jatuh sesuai kebutuhan pasien dibawah ini dengan
memberikan tanda√ dalam kotak yang tersedia (pasien dewasa/usia lanjut dan berikan
skor).
Tidak beresiko √ Beresiko rendah (25-44)

19
Beresiko tinggi (≥45)

Penilaian Resiko Jaruh Pasien Dewasa Fall Morse Scale


No RISIKO SKOR
1 Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan
terakhir
0
Tidak =0
Ya= 25
2 Diagnosa medis sekunder >1
Tidak =0 0
Ya= 25
3 Menggunakan alat bantu jalan
Bed rest/ dibantu perawat= 0
0
Penopang/ tongkat/walker=15
Furnitur = 30
4 Menggunakan infus
Tidak =0 25
Ya= 25
5 Cara berjalan/berpindah
Normal/bed rest/imobilisasi=0
0
Lemah= 15
Terganggu=30
6 Status mental
Orientasi sesuai/kemampuan diri=0 0
Lupa keterbatasan dirri=15
TOTAL SKOR 25

RESIKO RENDAH
1. Pastikan bel mudah dijangkau
2. Roda Tempat tidur pada posisi terkunci
3. Pagar pengaman TT dinaikan
4. Lampu toilet cukup terang
5. Lakukan asesmen ulang setiap ada perubahan kondisi pasien

V. SKIRING STATUS FUNGSIONAL


Isilah dan lengkapilah penilaian Barthel Index dan tentukan tingkat ketergantungan
pasien berdasarkan skor

20
Mandiri (skor 20) Perlu bantuan (ringan = 12-19, sedang= 9-11, berat 5-8)
Baethel Indeks
INDIKATOR SKOR INDIKATOR SKOR
Berubah sikap dari 2
Mengendalikan berdiri keduduk
rangsangan BAB 0= tidak mampu
0= tidak terkendali/tidak duduk seimbang
teratur (perlu pencahar) 0 1= perlu banyak
1= kadang-kadang tidak bantuan untuk bisa
terkendali (1x/mg) duduk
2= mandiri/mampu 2= bantuan sedikit
mengendalikan 3= mandiri
Berpindah/berjalan 2
Mengendalikan 0= tidak mampu
rangsangan BAK 1= bisa pindah
0= tidak terkendali/ pakai dengan kursi roda
kateter &tidak mampu 2 2= berjalan dengan
mengendalikan bantuan 1 orang
1= kadang-kadang tidak 3= mandiri
terkendali (1x dlm 24jam)
2= mandiri
Memakai baju 3
Membersihkan diri (cuci 0= tergantung orang
muka,sisir rambut, sikat lain
gigi) 1 1= sebagian dibantu
0= butuh pertolongan orang 3= mandiri
lain
1= mandiri
Naik turun tangga 2
Penggunaan toilet masuk 0= tidak mampu
dan keluar 1= butuh
(melepaskan,memakai pertolongan
celana, 2= mandiri
membersihkan,menyiram) 2
0= tergantung orang lain
1= perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan sendiri
2= mandiri

21
Makan Mandi
0= tidak mampu 0= tergantung orang
1= perlu ditolong lain 1
2
memotong makanan 1= mandiri
2= mandiri
Total Skor 17

VI. PENGKAJIAN KEBUTUHAN INFORMASI DAN EDUKASI


Persiapan:
Bahasa : √ Indonesia Inggris Daerah Lain-lain…..
Kebutuhan penerjemah : Ya √ Tidak
Pendidikan terakhir : SD SMP √ SLTA S-1
Baca dan tulis : √ Baik Kurang
Pilih cara belajar : √ Verbal Tulisan
Budaya/suku/etis : lampung
Hambatan:
√ Tidak ada Bahasa Kognitif terbatas Penglihatan terganggu
Budaya/agama/spiritual Emosional Pendengaran terganggu
Fisik lemah Gangguan bicara Motivasi kurang Keyakinan/mitos
Lain lain…

Kebutuhan: (pilih topik pembelajaran pada kotak yang tersedia)


√ Proses penyakit Obat-obatan Prosedur(cara perawatan luka)
Pencegahan faktor resiko Manajemen nyeri Diet dan Nutrisi
Lingkungan yang perlu disiapkan pasca rawat Rehabilitasi

Kesediaan pasien dan keluarga untuk menerima informasi dan edukasi:

√ Ya Tidak

3.2 Analisa Data


No Data Masalah Etiologi
1 Ds :
Nyeri akut Agen cidera fisik
- Klien mengatakan nyeri

22
dibagian luka operasi
- Klien mengatakan nyeri
terasa cenut-cenut
- Nyeri terasa dibagian
anus
- Skala nyeri 6
- Klien mengatakan nyeri
terasa terus menerus

Do :

- Klien tampak lemah


- Klien tampak meringis
kesakitan
- Skala nyeri 6
- Klien tampak hanya
berbaring di tempat tidur
- Semua kegiatan klien
tampak di bantu oleh
orang tua
2 Ds :
- Klien mengatakan takut
untuk BAB
- Klien mengatakan jika
BAB lukanya akan
infeksi
Ansietas Hospitalisasi

Do :

- Klien tampak hanya


berbaring di tempat tidur
- Klien tampak tegang

23
- Klien mengeluh susah
untuk tidur

3 Ds :
- Klien mengatakan hanya
berbaring ditempat tidur
- Klien mengatakan segala
aktivitasnya dibantu oleh
orang tuanya ditempat
tidur
- Klien mengatakan
kakinya belum bias
digerakkan.

Do :

- Klien tampak lemah


- Klien tampak berbaring
ditempat tidur
- Segala aktvitas klien
dibantu oleh
orangtuanya
- Klien tampak belum bias
menggerakkan kakinya.

3.3 Intervensi
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Management nyeri
keperawatan selama lebih Observasi
dari 7 jam nyeri akut - Monitor TTV
teratasi/teratasi sebagian - Identifikasi skala nyeri

24
dengan kriteria hasil : PQRST
- Melaporkan nyeri - Identifikasi lokasi,
terkontrol 4-5 karakteristik, durasi,
- Kemampuan mengenali frekuensi, kualitas,
onset nyeri 4-5 intensitas nyeri.
- Kemampuan mengenali - Identifikasi respon nyeri
penyebab nyeri 4-5 non verbal.
- Kemampuan - Identifikasi faktor yang
menggunakan teknik memperberat dan
non farmakologis 4-5 memperingan nyeri.
- Dukungan orang Terapeutik
terdekat 4-5 - kontrol lingkungan yang
- Penggunaan analgesik memperberat rasa nyeri
4-5. - Ajarkan tekhnik relaksasi
kepada pasien untuk
mengurangi nyeri
- Berikan posisi nyaman
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian
analgetik
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Intervensi : reduksi ansietas
keperawatan manajemen Observasi
ansietas selama 7 jam - Identifikasi saat tingkat
ansietas menurun sebagian ansietas berubah
dengan kriteria hasil : - Identifikasi kemampuan
- Verbalisasi mengambil keputusan.
kebingunngan Terapeutik

25
menurun 4-5 - Ciptakan suasana
- Verbalisasi khawatir terapeutik untuk
akibat kondisi yang menumbuhkan
dihadapi 4-5 kepercayaan
- Perilaku gelisah - Anjurkan keluarga untuk
menurun 4-5 menemani pasien.
- Perilaku tegang - Dengarkan dengan penuh
menurun 4-5 perhatian
- Pola berkemih Edukasi
membaik 4-5. - Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
- Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan.
4 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindaka Intervensi : dukungan
fisik keperawatan gerakan sendi ambulansi
selama 7 jam diharapkan Observasi
masalah keperawatan - Identifikasi adanya nyeri
gangguan mobilitas fisik atau keluhan fisik lainnya.
teratasi dengan kriteria - Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan ambulansi
- Pergerakan - Monitor frekuensi jantung
ekskremitas meningkat dan tekanan darah
4-5 sebelum memulai
- Kekuatan otot ambulansi.
meningkat 4-5 Terapeutik
- Rentang gerak (ROM) - Fasilitasi melakukan
4-5 mobilisasi fisik jika perlu

26
- Nyeri menurun 4-5 - Libatkan keluarga untuk
- Kecemasan menurun membantu pasien dalam
4-5 meningkatkan ambulansi
- Kelemahan fisik Edukasi
menurun 4-5. - Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulansi.
- Ajarkan ambulansi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis : berjalan
dari tempat tidur ke kamar
mandi)

3.4 Implementasi
Tanggal / Jam Catatan Perkembangan
14 – Maret – S:
2019 Os mengatakan nyeri dibagian luka operasi, nyeri seperti ditusuk –
14.30 WIB tusuk, nyeri terasa dibagian anus, skala nyeri 6, nyeri terasa terus
menerus
O:
Os tampak bedrest
K/U sedang, kesadaran compos mentis, GCS :15 E4M6V5. Klien
tampak meringis kesakitan, akral hangat, nadi kuat, TD : 100/70,
N: 98, S : 36,8oC, RR : 20x/mnt, SPO2 : 98%, Skala nyeri 6, CRT
< 2 detik, EWS : 0. Terdapat tampón kassa 1 buah dibagian anus
tertutup kasa, , mobilisasi terbatas.
A:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai
dengan os mengeluh nyeri, skala nyeri 6, os tampak
meringis kesakitan.
2. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi ditandai dengan
os tampak tegang

27
3. Gangguan mobilitas fisik ditandai dengan os tampak
4. berbaring ditempat tidur, segala aktivitas tampak dibantu.
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 jam diharapkan
nyeri menurun dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Skala nyeri menurun 3-4
Intervensi : manajemen nyeri
- Monitor ttv dan ku
15.00 - Identiikasi skala nyeri PQRST
- Anjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
- Ajarkan tekhnik distraksi
- Identifikasi respon nyeri verbal
- Kompres dingin dibagian leher
- Berikan posisi yang nyaman
Intervensi : dukungan ambulansi
15.45 - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulansi
Intervensi : reduksi ansietas
17.30 - Identifikasi saat tingkat ansietas tinggi
- Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
I:
- Memonitoring ttv dan ku
20.30 - Menganjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
- Mengajarkan tekhnik distraksi
- Mengidentifikasi skala nyeri PQRST
- Memberikan posisi nyaman
- Memberikan kompres dingin dibagian leher
- Berkolaborasi dengan pemberian terapi analgetik

28
E:
Os mengatakan nyeri dibagian luka insisi, nyeri seperti ditusuk –
21.00 tusuk, nyeri terasa dibagian anus, nyeri terasa sepanjang hari, skala
nyeri 5.
K/U sedang , kesadaran CM, GCS 15 E4M6V5.
TD : 128/85
N : 93
S : 36,1°C
RR : 20x/mnt
SPO2 : 98%. Nadi kuat, akral hangat, crt < 2detik. EWS : 0
Os mobilisasi miring kanan dan miring kiri.
15 – Maret - S:
2019 Os mengatakan nyeri dibagian luka operasi, nyeri seperti ditusuk –
09.00 tusuk, nyeri terasa dibagian anus, skala nyeri 4, nyeri terasa terus
menerus
O:
K/U sedang, kesadaran compos mentis, GCS :15 E4M6V5. Klien
tampak meringis kesakitan, TD : 110/60, N: 80, S : 36.1°C, RR :
20x/mnt, SPO2 : 98%, Skala nyeri 3, CRT < 2 detik, EWS : 0
Tampak luka tertutup verban kassa di anus.
A:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai
dengan os mengeluh nyeri, skala nyeri 3, os tampak
meringis kesakitan.
2. Gangguan mobilitas fisik ditandai dengan os tampak
berbaring ditempat tidur, segala aktivitas tampak dibantu.
3. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi ditandai dengan
os tampak tegang
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 jam diharapkan
nyeri menurun dengan kriteria hasil :

29
1. TTV dalam batas normal
2. Skala nyeri menurun 1-2
Intervensi : manajemen nyeri
1. Monitor ttv dan ku
2. Identiikasi skala nyeri PQRST
3. Anjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
10.15 4. Ajarkan tekhnik distraksi
5. Identifikasi respon nyeri verbal
6. Berikan posisi yang nyaman
Intervensi : reduksi ansietas
1. Identifikasi saat tingkat ansietas tinggi
2. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
3. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
11.25 I:
1. Memonitoring ttv dan ku
2. Menganjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
3. Mengajarkan tekhnik distraksi
13.00 4. Mengidentifikasi skala nyeri PQRST
5. Memberikan posisi nyaman
6. Melakukan kompres dibagian lumbal
7. Berkolaborasi dengan pemberian terapi analgetik
E:
13.30 Os mengatakan nyeri dibagian luka post operasi, nyeri berkurang,
nyeri seperti ditusuk – tusuk, nyeri terasa di anus, nyeri etrasa
hilang timbul, skala nyeri 3.
K/U sedang kesadaran CM, GCS 15 E4M6V5
TD : 118/85 mmhg
N : 85 x/menit
S : 36,2°C
RR : 20 x/mnt
14.10 SPO2 : 98%. Nadi kuat, akral hangat, crt < 2detik. EWS : 0, os

30
tampak mobilisasi duduk jalan secara perlahan.
16 maret 2019 S:
08.00 Os mengatakan nyeri dibagian luka operasi, nyeri seperti ditusuk –
tusuk, nyeri terasa dibagian anus, skala nyeri 4, nyeri terasa terus
menerus
O:
K/U sedang, kesadaran compos mentis, GCS :15 E4M6V5. Klien
tampak meringis kesakitan, TD : 110/60, N: 80, S : 36.1°C, RR :
20x/mnt, SPO2 : 98%, Skala nyeri 3, CRT < 2 detik, EWS : 0
Tampak luka tertutup verban kassa di anus.
A:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai
dengan os mengeluh nyeri, skala nyeri 3, os tampak
meringis kesakitan.
2. Gangguan mobilitas fisik ditandai dengan os tampak
berbaring ditempat tidur, segala aktivitas tampak dibantu.
3. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi ditandai dengan
os tampak tegang
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 jam diharapkan
nyeri menurun dengan kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Skala nyeri menurun 1-2
Intervensi : manajemen nyeri
1. Monitor ttv dan ku
2. Identiikasi skala nyeri PQRST
3. Anjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
4. Ajarkan tekhnik distraksi
5. Identifikasi respon nyeri verbal
6. Berikan posisi yang nyaman

31
Intervensi : reduksi ansietas
1. Identifikasi saat tingkat ansietas tinggi
2. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
3. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
I:
1. Memonitoring ttv dan ku
2. Menganjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
3. Mengajarkan tekhnik distraksi
4. Mengidentifikasi skala nyeri PQRST
5. Memberikan posisi nyaman
6. Melakukan kompres dibagian lumbal
7. Berkolaborasi dengan pemberian terapi analgetik
E:
Os mengatakan nyeri dibagian luka post operasi, nyeri berkurang,
nyeri seperti ditusuk – tusuk, nyeri terasa di anus, nyeri etrasa
hilang timbul, skala nyeri 2.
K/U sedang kesadaran CM, GCS 15 E4M6V5
TD : 128/85 mmhg
N : 85 x/menit
S : 36,2°C
RR : 20 x/mnt
SPO2 : 98%. Nadi kuat, akral hangat, crt < 2detik. EWS : 0
Os sudah bab, tampon sudah aff, os Pulang.

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Nyeri merupakan salah satu masalah yang dialami pasien setelah tindakan pembedahan.
Untuk mengatasi nyeri tersebut dapat dilakukan tindakan non farmakologis, seperti teknik
relaksasi, distraksi, aromaterapi, terapi musik. Kompres dingin merupakan salah satu teknik
distraksi yang sering digunakan pada pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah nyeri post
operasi. Kompres dingin pada vertebra (lumbal) memberikan efek mati rasa pada daerah sekitar
sehingga ini berfungsi sebagai anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin pada pasien post operasi.
Hasil dari intervensi pemberian kompres dingin pada daerah lumbal kepada Ny.Y selama
2hari didapatkan hasil penurunan skala nyeri yang cukup signifikan skala nyeri awal 6 dan skala
nyeri setelah dilakukan kompres selama 2 hari skala nyeri turun menjadi skala 3, pada hari
pertama pasien merasakan nyeri dalam skala sedang, pasien tidak tenang, nyeri terasa terus
menerus, setelah dilakukan kompres dingin pada daerah lumbal selama 15 menit pasien
menyatakan rasa nyeri sudah menurun dibandingkan sebelum dilakukan kompres nyeri, skala
nyeri menurun menjadi 5. Pada hari kedua, skala nyeri berada pada skala 4, setelah dilakukan
kompres dingin skala nyeri menurun sampai 3.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh dewi tahun 2018
menyebutkan bahwa ada perbedaan rerata yang bermakna skala nyeri post episiotomi sebelum
dan sesudah dilakukan terapi ice pack dengan p-value 0, 01. Kompres dingin menyebabkan
penurunan nyeri yang dilakukan di area perineum yang memberikan efek anestesi lokal sehingga
membuat daerah sekitar menjadi mati rasa. Purnamasari (2014) mengatakan ada efektifitas
kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur dengan p-value 0, 00.
Steen, et al (2007) mengatakan bahwa terapi kompres dingin efektif dalam menurunkan > 50%
intensitas nyeri dengan nilai p-value 0, 02. Teori ini berkaitan dengan gate control theory dimana
stimulasi kulit berupa kompres dingin dapat mengaktivasi transmisi serabut saraf sensorik A-beta
yang lebih besar dan lebih cepat. Hal ini menutup “gerbang” sehingga menurunkan transmisi
nyeri melalui serabut C dengan diameter yang kecil (Melzack & Wall, 1965 dalam Potter &
Perry, 2010).

33
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hemoroid atau yang dikenal dengan penyakit wasir merupakan penyakit yang sangat
umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak zaman dahulu, kejadian hemoroid
cendrung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang, dimana indidennya lebih tinggi
pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia diatas 50 tahun ditemukan 50%
mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014).
Nyeri post operasi merupakan salah satu masalah yang dialami pasien setelah
pembedahan. Nyeri post operasi disebabkan oleh adanya jaringan yang rusak kareana
prosedur pembedahan yang akan membuat kulit terbuka sehingga menstimulus impuls
nyeri ke saraf sensori teraktivasi ditransmisikan ke cornu posterior di corda spinalis yang
kemudian akan timbul persepsi nyeri dari otak yang disampaikan syaraf aferen sehingga
akan merangsang mediator kimia dari nyeri antara lain prostaglandin, histamine, serotonin,
bradikinin, asetil kolin, substansi p, leukotrien. (Bahrudin, 2017; Potter & Perry, 2009).
Kompres dingin mengurangi prostaglandin yang memperkuat reseptor nyeri,
menghambat proses inflamasi dan merangsang pelepasan endorpin. Kompres dingin
menurunkan transmisi nyeri melalui serabut A-delta dan serabut C yang berdiameter kecil
serta mengaktivasi transmisi serabut saraf A - beta yang lebih cepat dan besar
(Andarmoyo, 2013). Breslin, et al (2015) mengatakan bahwa pengaruh pemberian kompres
dingin selama 10 - 20 menit dapat menurangi ambang batas nyeri, mengurangi aliran
darah, mengurangi edema, metabolisme sel, dan transmisi nyeri ke jaringan syaraf akan
menurun.
Hasil dari intervensi pemberian kompres dingin pada daerah lumbal kepada Ny.Y
selama 2hari didapatkan hasil penurunan skala nyeri yang cukup signifikan skala nyeri
awal 6 dan skala nyeri setelah dilakukan kompres selama 2 hari skala nyeri turun menjadi
skala 3, pada hari pertama pasien merasakan nyeri dalam skala sedang, pasien tidak tenang,
nyeri terasa terus menerus, setelah dilakukan kompres dingin pada daerah lumbal selama
15 menit pasien menyatakan rasa nyeri sudah menurun dibandingkan sebelum dilakukan

34
kompres nyeri, skala nyeri menurun menjadi 5. Pada hari kedua, skala nyeri berada pada
skala 4, setelah dilakukan kompres dingin skala nyeri menurun sampai 3.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi RS An-Nisa
Dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kompres dingin terhadap
penrunan nyeri pada pasien dengan hemoroid dan dapat di terapkan diruangan rawat
inap bedah dan penyakit dalam serta dapat diterapkan sebagai kebijakan RS An-Nisa.
5.2.2 Bagi Ruang Perawatan Bedah
Dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dengan
memberikan program terapi nonfarmakologi dalam penurunan ambang batasnyeri
menggunakan kompres dingin pada bagian lumbal 1-5.
5.2.3 Bagi STIKes IMC Bintaro
Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan mata kuliah sistem pencernaan dalam
memfokuskan perawatan pasca operasi dalam menurunkan ambang nyeri, terutama
pada pasien post op hemoroid.

35

Anda mungkin juga menyukai