Mengapa Memadukan ?
Memadukan beberapa kemahiran, seperti kemahiran berbicara, menyimak, membaca, dan
menulis, menjadi satu kesatuan ketika mempelajari bahasa sebenarnya merupakan satu cara
yang bisa memotivasi pemelajar agar bisa memahami prinsip-prinsip yang efektif mengenai
kemahiran-kemahiran tersebut. Namun, ada anggapan bahwa memadukan keempat kemahiran
tersebut dalam proses pemelajaran bahasa bisa mengaburkan prinsip-prinsip mendasar dari
setiap kemahiran yang sifatnya dianggap unik dan penting. Di samping alasan tersebut, ada
beberapa alasan lain mengapa pada awalnya keempat kemahiran tersebut tidak dipadukan.
1. Sebelum CLT (communicative language teaching), yang dalam bahasa Indonesia disebut
pengajaran bahasa yang bersifat komunikatif, terkenal, pada saat membentuk lembaga
kursus, penyusun kurikulum lebih banyak fokus pada bentuk-bentuk bahasa. Lembaga
1|Page
kursus itu biasanya berlandaskan pada masing-masing kemahiran berbahasa secara
terpisah.
2. Pertimbangan administratif menjadi alasan utama untuk menyusun kursus bahasa
berdasarkan setiap kemahiran secara terpisah. Jadi karena alasan praktis, kelas bisa saja
dibagi menjadi kelas menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Setiap kelas bisa
berlangsung selama 3 jam per minggu dan setiap kelas akan diampu oleh pengajar yang
berbeda.
3. Alasan ketiga menyangkut perlunya pemelajar mendalami kemahiran tertentu karena
tujuan tertentu. Situasi seperti ini biasanya berlaku di lingkup universitas dan berlaku bagi
pemelajar yang sudah berada di tingkat menengah atas sampai tingkat lanjut. Jadi seringkali
dalam kelas menyimak dijumpai modul yang hanya berisi instruksi tentang cara-cara
menyimak secara efektif materi kuliah di kelas, percakapan dengan rekan kuliah, atau
percakapan yang berlatar belakang akademis. Modul semacam ini biasanya tidak disertai
dengan petunjuk visual yang berkaitan dengan konteks akademis.
Terlepas dari alasan-alasan di atas, pemaduan keempat kemahiran di atas merupakan satu-
satunya pendekatan yang paling bisa diterima untuk pengajaran bahasa dengan pendekatan
interaktif dan komunikatif. Sebagian besar teknik interaktif yang sudah dijabarkan dan dirujuk
dalam buku ini semuanya melibatkan pemaduan keempat kemahiran. Teknik-teknik tersebut
didukung oleh pengamatan-pengamatan berikut ini:
1. Kemahiran produktif dan reseptif seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya
tidak bisa dipisahkan.
2. Interaksi berarti mengirim dan menerima pesan.
3. Bahasa tulis dan lisan seringkali saling melengkapi; keduanya menjadi bagian dari
kekayaan bahasa.
4. Bagi yang memelajari susastra, hubungan antara bahasa lisan dan tulisan pada hakikatnya
merupakan refleksi hubungan antara bahasa, budaya, dan masyarakat.
5. Apabila fokus utama adalah pada apa yang pemelajar sudah bisa lakukan dan bukan pada
bentuk-bentuk bahasa, hal itu berarti keempat kemahiran yang sudah disebutkan di atas
menjadi relevan dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah dilakukan di kelas.
6. Seringkali satu kemahiran akan memperkuat kemahiran yang lain. Ketika kita belajar
berbicara, sebenarnya kita sedang meniru apa yang sudah kita simak, dan kita belajar
menulis dengan cara memelajari apa yang kita baca.
2|Page
7. Penasehat bahasa yang memanfaatkan pendekatan menyeluruh (lihat bab 3) telah
menunjukkan kepada kita bahwa di dunia nyata, kemampuan alami kita tidak hanya
melibatkan pemaduan lebih dari satu kemahiran, akan tetapi juga melibatkan hubungan
antara bahasa dengan cara kita berpikir, merasa, dan bertindak.
Ada beberapa model pendekatan yang bisa digunakan untuk mempraktikkan kegiatan belajar
mengajar yang memadukan keempat kemahiran.
3|Page
akan dipelajari di kelas. Misalnya materi subyek yang akan dibahas adalah Geografi, maka
pengajar harus mampu menguasai materi geografi yang akan dijadikan topik dan pengajar juga
harus mampu menyampaikan topik tersebut dengan menggunakan bahasa yang dipelajari di
kelas. Otomatis kegiatan-kegiatan belajar yang dilakukan di kelas sudah pasti akan melibatkan
kemahiran membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
4|Page
1. Menggunakan fakta dan data-data statistik yang berkaitan dengan lingkungan untuk
kegiatan membaca, menulis, diskusi, dan debat. Dengan adanya fakta dan data-data
tersebut, pemelajar bisa melakukan:
(untuk tingkat menengah sampai lanjut)
• Menyeleksi (scan) informasi yang dibutuhkan
• Mengerjakan latihan untuk melatih kemampuan membandingkan
• Mencari tahu bias dalam statistik
• Menggunakan statistik dalam berargumen
• Memelajari fitur-fitur wacana dalam menulis persuasif
• Menulis esai mengenai opini pribadi
• Mendiskusikan isu-isu
• Mengikuti debat formal (untuk pemula)
• Menggunakan kalimat imperative (perintah) (misalnya “jangan membeli rokok”)
• Memahami dan melatih penggunaan verba yang dikaitkan dengan kata
• Menambah kosakata
• Memelajari angka ordinal dan kardinal
• Berlatih percakapan sederhana
2. Melakukan riset dan proyek menulis. Biasanya topik yang paling menarik untuk proyek
riset adalah topik yang berkaitan dengan lingkungan. Pemelajar bisa memperoleh sumber
data melalui perpustakaan, took buku, berita, televisi, radio, atau kampanye politik.
Kegiatan ini bisa dilakukan secara individu ataupun kelompok. Pemelajar bisa
menyampaikan hasil riset dalam bentuk presentasi lisan ataupun tulisan.
3. Mendorong pemelajar menciptakan materi mereka sendiri yang berkaitan dengan
kesadaran terhadap lingkungan. Terlepas siapa pemelajarnya, dewasa ataupun anak-anak,
tingkat dasar ataupun lanjut, seorang pengajar bisa memperoleh topik dan materi bahasa
di luar dari “Pendekatan Pengalaman Bahasa” (lihat bab 17). Dalam hal ini, pemelajar
bisa membuat leaflet, poster, papan bulletin, artikel berita, atau bahkan buklet yang
memberikan petunjuk tentang hal-hal praktis yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan
bumi. Apabila waktu dan peralatan yang tersedia memungkinkan, karya proyek yang
menarik bisa diaplikasikan, misalnya dengan menggunakan video kamera, pemelajar bisa
membuat program informasi, drama, wawancara, atau laporan berita.
4. Menyusun perjalanan lapangan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan modul
praperjalanan (untuk beberapa hari) untuk kegiatan membaca, riset, temuan-temuan fakta,
5|Page
dan modul pasca perjalanan untuk menyusun ringkasan dan simpulan. Perjalanan lapangan
dapat dilakukan di pusat-pusat daur ulang, pabrik-pabrik yang memberlakukan daur ulang,
cagar alam, atau tempat-tempat yang memerlukan pembersihan sampah.
5. Melakukan permainan simulasi. Beberapa permainan bisa dilakukan dengan
memanfaatkan krisis lingkungan yang sedang terjadi sebagai skenario untuk kegiatan
permainan.
HIPOTESIS EPISODE
Lebih dari seratus tahun yang lalu, Francois Gouin merancang suatu metode pengajaran
bahasa yang disebut sebagai metode perangkaian. Salah satu kunci keberhasilan metode ini
7|Page
terletak pada cara penyampaikan bahasa yang dipelajari. Biasanya bentuknya adalah alur cerita
yang mudah dipahami. Salah satu contoh adalah cerita mengenai seorang anak perempuan yang
sedang memotong kayu disampaikan dengan cara menceritakan secara berurutan kegiatan kayu
mulai mulai dari mencari kayu menyiapkan peralatan sampai kayu terpotong. Dalam cerita ini,
Gouin mengajarkan sejumlah verba, bentuk-bentuk verba, dan kosakata lainnya.
Melalui langkah-langkah yang digambarkan secara sederhana, pemelajar diajak masuk
ke dalam proses memotong dan mengumpulkan kayu dan langkah-langkah tersebut dirancang
untuk tingkat kemahiran dasar.
Dalam beberapa hal, Gouin menggunakan perangkat psikologi yang, seratus tahun
kemudian, oleh John Oller disebut sebagai hipotesis episode. Menurut Oller (1983b:12), teks
(contohnya wacana dalam bentuk apapun) akan lebih mudah diproduksi ulang, dipahami, dan
diingat sejauh teks tersebut disusun secara episodik. Artinya, penyampaian bahasa akan
menjadi maksimal apabila pemelajar menerima kalimat-kalimat yang saling berhubungan
dalam satu episode yang bisa membangkitkan minat pemelajar dibandingkan apabila pemelajar
hanya menerima serangkaian kalimat yang tidak saling berhubungan.
Hipotesis episode bisa memberikan pengalaman belajar yang sangat menarik dan
bermakna bagi pemelajar. Mari kita lihat perbedaan dua dialog berikut ini yang dipakai untuk
belajar bahasa.
Dialog pertama memang terlihat sesuai untuk pemelajar yang sedang belajar bahasa.
Isinya mudah dipahami dan penyampaiannya juga jelas, akan tetapi kurang menyentuh situasi
sehari-hari. Dalam hal ini, teks tersebut kurang menarik minat pemelajar untuk menduga-duga
kira-kira peristiwa apa yang berikutnya akan terjadi. Kebanyakan buku teks seringkali
menampilkan tipe percakapan seperti dialog pertama dan tentunya kurang memancing emosi
pemelajar.
Berbeda dengan dialog kedua. Dalam dialog kedua, konteksnya sehari-hari dan tokoh-
tokohnya juga biasa-biasa saja agar bisa memancing rasa ingin tahu pembaca. Karena akhir
cerita dari dialog kedua tidak jelas, pemelajar menjadi lebih termotivasi untuk ikut terlibat ke
dalam isi teks daripada bahasanya. Oleh karena itu, dialog kedua ini bisa membangun rasa
episodik. Oller menekankan bahwa interaksi antara kognisi dan bahasa memungkinkan
pemelajar untuk membangun keinginan-keinginan mereka. Hal ini dimungkinkan karena
pemelajar terpapar oleh kalimat-kalimat dalam teks yang terkait satu sama lain baik secara
logis maupun episodik.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa hipotesis episode benar-
benar bisa memberikan sumbangan bagi proses belajar yang memadukan semua kemahiran:
8|Page
• Cerita ataupun episode mengajak pengajar maupun penulis buku untuk menyampaikan
materi bahasa secara natural dan menarik, baik itu wacana lisan ataupun tulisan.
• Episode bisa berbentuk tilisan ataupun lisan sehingga membutuhkan kemahiran membaca
ataupun menulis dari sisi pemelajar.
• Episode bisa menjadi bahan untuk membuat pertanyaan baik lisan maupun tertulis yang
kemudian bisa dijawab oleh pemelajar secara lisan ataupun tertulis.
• Pemelajar dapat didorong untuk menulis cerita atau episode mereka sendiri atau
menyelesaikan subuah episode yang akhir ceritanya tidak ditampilkan (contohnya seperti
dialog kedua)
• Episode tersebut kemungkinan bisa dipraktikkan di kelas oleh pemelajar.
9|Page
bisa berupa simulasi dari tugas target yang dilakukan pemelajar di dalam kelas. Apabila
merujuk pada tugas target “memberikan informasi pribadi untuk wawancara pekerjaan”, tugas
pedagogis yang diberikan bisa mencakup tahap-tahap berikut ini:
1. Latihan pemahaman tentang pertanyaan dengan menggunakan kata tanya ‘mengapa-‘ dan
intonasi naik di dalam pertanyaan berikut ini ; Mengapa kamu bekerja di Macy’s?
2. Tujuan untuk penggunaan adverbia yang berkaitan dengan frekuensi. Contoh: Saya
biasanya bekerja sampai jam 5 sore.
3. Menyimak cuplikan wawancara pekerjaan.
4. Menganalisis tata Bahasa dan wacana dalam wawancara.
5. Simulasi wawancara: pengajar dan seorang pemelajar
6. Pemelajar bermain peran dalam wawancara pekerjaan.
Dari keenam tahap di atas, sekilas memang terlihat bahwa tahap keenam sepertinya merupakan
tahap yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari dan paling berguna bagi pemelajar, akan
tetapi sebenarnya tahap satu sampai lima merupakan rangkaian tahap yang juga sangat penting
karena tahap-tahap tersebut menjadi latihan awal untuk bisa menyelesaikan tahap keenam.
Jadi, kurikulum berbasis tugas memerinci apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh
pemelajar ketika berlatih berbahasa Inggris untuk menyelesaikan tugas target dan mengatur
serangkaian tugas pedagogis yang bisa membantu pemelajar menyelesaikan tugas target.
Pengajaran berbasis tugas ini sebaiknya dilihat bukan sebagai sekumpulan hal-hal kecil yang
berguna untuk dilakukan oleh pemelajar, akan tetapi harus dilihat sebagai teknik satu urutan
tugas pedagogis yang mempunyai tujuan tertentu, yakni tercapainya tugas target oleh
pemelajar. Pengajar dan perencana kurikulum diminta untuk mempertimbangkan secara
seksama beberapa hal berikut ini:
• Tujuan
• Masukan dari pengajar
• Teknik-teknik
• Peran pengajar
• Peran pemelajar
• Evaluasi
Di dalam instruksi berbasis tugas, prioritas utama bukanlah bentuk-bentuk bahasa yang
dipelajari, melainkan penggunaan bahasa untuk tujuan-tujuan tertentu. Sementara instruksi
berbasis isi terfokus pada materi subjek yang dijadikan topik pengajaran bahasa, instruksi
10 | P a g e
berbasis tugas terfokus pada serangkaian keseluruhan tugas. Masukan untuk tugas dapat
berasal dari berbagai macam sumber:
• Pidato
• Percakapan
• Narasi
• Pengumuman public
• Cuplikan kartun
• Wawancara
• Deskripsi lisan
• Cuplikan media
• Permainan dan teka teki
• Foto
• Surat
• Puisi
• Petunjuk
• Undangan
• Buku teks
• Catatan harian
• Lagu
• Daftar nomor telepon
• Menu
• Label
Dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan sumber. Tugas pedagogis memerinci secara khusus
apa saja yang akan dilakukan pemelajar terhadap masukan yang didapatnya dan juga
memerinci apa saja peran pengajar dan pemelajar. Keberhasilan tugas pedagogis ini bisa dilihat
dari hasil evaluasinya.
Kurikulum berbasis tugas berbeda dengan kurikulum berbasis isi, tema, dan
pengalaman karena tujuannya agak lebih terfokus kepada bahasa yang dipelajari. Namun,
kurikulum berbasis tugas ini tidak seperti kurikulum-kurikulum yang bersifat tradisional dan
benar-benar terfokus pada tata bahasa dan fonologi saja. Aspek bahasa yang menjadi fokus dari
kurikulum ini adalah fungsi-fungsinya, seperti memberikan salam, menyatakan pendapat,
meminta informasi, dan lain-lain. Jadi, tujuan pembelajarannya adalah kompetensi pragmatis.
11 | P a g e
Intinya, pengajaran berbasis tugas menggunakan pendekatan yang bisa memberikan
kesempatan kepada pemelajar untuk benar-benar menggunakan bahasa sesuai kondisi dan
situasi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan ini menyiratkan
pentingnya penggunaan beberapa kemahiran secara bersamaan, tidak secara terpisah-pisah.
Prinsip-prinsip dasar tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis menjadi penting
untuk diikutsertakan di dalam rubrik yang nantinya akan menjadi acuan bagi pemelajar ketika
ingin mengetahui tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh mereka terhadap aspek-aspek
fungsional dari Bahasa yang sedang mereka pelajari.
12 | P a g e
BAB 16
PENGAJARAN MENYIMAK
Banyak terjadi kasus percakapan santai berbasa-basi yang tanggapannya tidak sesuai dengan
pernyataan awal yang diungkapkan.
Dalam sebuah percakapan dalam bus ada tiga orang berbincang-bincang:
A: Ini stadion ya?
B : Bukan, kalau stasiun sebelah sana.
C : tidak, saya turun di sini saja
Pentingnya menyimak dalam pembelajaran bahasa sulitlah diabaikan. Melalui penerimaan, kita
menginternalisasi informasi linguistik yang tanpanya kita tidak dapat menghasilkan bahasa.
Di ruang kelas, siswa selalu lebih banyak menyimak daripada berbicara. Kompetensi
menyimak secara universal lebih besar daripada kompetensi berbicara. Tak mengherankan
akhir tahun ini profesi pengajaran bahasa telah menekankan pada pemahaman menyimak.
13 | P a g e
menampilkan asosiasi pengetahuan untuk menghasilkan inerpretasi pesan yang masuk
akal.
5. Pendengar menetapkan makna literal dari suatu ujaran. Proses ini melibatkan serangkaian
penafsiran semantik yang diterima telinga. Sebagai contoh seorang guru berkata kepada
murud-muridnya, “wah udaranya panas ya?” maka siswa menafsirkanya bahwa mereka
harus membuat ruangannya sedikit lebih sejuk.
6. Pendengar menetapkan makna yang dimaksud terhadap ujaran.
7. Pendengar menentukan apakah informasi harus disimpan dalam memory jangka pendek
atau jangka jauh.
8. Pendengar menghapus bentuk pesan yang pesannyasecara asli diterima, kata-kata, frasa-
frasa dan kalimat-kalimat secara cepat dilupakan.
Dalam monolog, ketika seorang pembicara menggunakan bahasa tuturan selama waktu
tertentu, seperti dalam ceramah, kuliah, membaca, siaran berita dan serupanya pendengar
harus memproses lamanya ceramah tanpa interupsi. Terencana, sebagai kebalikan dari
takterencana, biasanya mencerminkan sedikit rendundansi dan karenanya secara relatif
sulit dipahami. Monolog yang takterencana(ceramah dadakan dan cerita panjang dalam
percakapan sebagai contohnya) menerapkan lebih banyak redundansi yang membuat
mudah pemahaman, namun kehadiran variabel penampilan dan keraguan dapat membantu
atau menghindari pemahaman.
Dialog melibatkan dua atau lebih pembicara dan dapat terbagi kedalam pertukaran yang
memunculkan relasi sosial dan tujuannya adalah untuk menghantarkan informasi faktual
(transaksional). Dalam suatu kasus partisipan mungkin memiliki pengetahuan yang baik
karenanya familiaritas lawan bicara akan menghasilkan percakapan dengan lebih asumsi,
impilkasi dan makna lain yang tersembunyi antar tuturan. Dalam percakapan antara atau
antar partisipan yang tidak familiar satu sama lain, referensi dan makna harus dibuat lebih
14 | P a g e
eksplisit untuk menjamin pemahaman yang efektif. Ketika referensi tidak eksplisit maka
akan menimbulkan kesalahpahaman.
16 | P a g e
PRINSIP-PRINSIP MENDISAIN TEKNIK MENYIMAK
1. Dalam suatu interaktif, Kurikulum empat keterampilan, meyakinkan bahwa anda tidak
meremehkan pentingnya teknik yang secara khusus mengembangkan kompetensi
menyimak pemahaman.
2. Menggunakan teknik yang secara intrinsik memotivasi
3. Memanfaatkan bahasa dan konteks yang autentik
4. Mempertimbangkan secara hati-hati bentuk respon penyimak
5. Mendorong pengembangan strategi menyimak
6. Menggunakan teknik menyimak batas atas dan batas bawah
17 | P a g e