Anda di halaman 1dari 18

MODUL PERKULIAHAN

ETIK UMB

Pengertian Korupsi dan Faktor-


Faktor nya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

14
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd

Abstract Kompetensi
Korupsi berdampak pada perekonomian, Mahasiswa mengetahui dampak
kehidupan masyarakat dan demokrasi korupsi, memiliki empati pada korban
korupsi, dan bersedia tidak melakukan
korupsi

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


1
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
PENGERTIAN

Pengertian Korupsi, Faktor Penyebab,Sejarah & Dampak Menurut Para Ahli – Korupsi adalah tindakan
seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan
keuntungan. Tindakan korupsi ini terjadi karena beberapa faktor faktor yang terjadi di dalam kalangan
masyarakat.

Sejarah Korupsi
Era Sebelum Indonesia Merdeka

Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh “budaya-tradisi korupsi” yang tiada henti karena
didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat menyirnak bagaimana tradisi korupsi
berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling
membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan
seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan
Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan
rakyat terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadfnya beberapa kali peralihan kekuasaan di
Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Umumnya para Sejarawan Indonesia belum mengkaji sebab ekonomi mengapa mereka saling berebut
kekuasaan. Secara politik memang telah lebih luas dibahas, namun motif ekonomi – memperkaya pribadi
dan keluarga diantara kaum bangsawan – belum nampak di permukaan “Wajah Sejarah Indonesia”.

Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram) adalah karena
perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Sriwijaya diketahui berakhir karena tidak adanya
pengganti atau penerus kerajaan sepeninggal Bala-putra Dewa. Majapahit diketahui hancur karena adanya
perang saudara (perang paregreg) sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan Mataram lemah dan
semakin tidak punya gigi karena dipecah belah dan dipreteli gigi taringnya oleh Belanda.

Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC rnemecah Mataram menjadi dua kekuasaan yaitu
Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian tahun 1757/1758 VOC memecah
Kasunanan Surakarta menjadi dua daerah kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran.
Baru pada beberapa tahun kemudian Kasultanan Yogyakarta juga dibagi dua menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Pakualaman.

Benar bahwa penyebab pecah dan lemahnya Mataram lebih dikenal karena faktor intervensi dari luar, yaitu
campur tangan VOC di lingkungan Kerajaan Mataram. Namun apakah sudah adayang meneliti bahwa
penyebab utama mudahnya bangsa asing (Belanda) mampu menjajah Indonesia sekitar 350 tahun (versi
Sejarah Nasional?), lebih karena perilaku elit bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan
keluarga, kurang mengutamakan aspek pendidikan moral, kurang memperhatikan “character building”,
mengabaikan hukum apalagi demokrasi Terlebih lagi sebagian besar penduduk di Nusantara tergolong
miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan yang lebih parah mudah diadu domba.

Belanda memahami betul akar “budaya korup” yang tumbuh subur pada bangsa Indonesia, maka melalui
politik “Devide et Impera” mereka dengan mudah menaklukkan Nusantara! Namun, bagaimanapun juga
Sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan
penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada berakhir, serta “berintegrasi’ seperti sekarang.
Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan,
sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris “belum mengenal” atau belum memahaminya.

Perilaku “korup” bukan hanya didominasi oleh masyarakat Nusantara saja, rupanya orang-orang Portugis,
Spanyol dan Belanda pun gemar “mengkorup” harta-harta Korpsnya, institusi atau pemerintahannya. Kita
pun tahu kalau penyebab hancur dan runtuhnya VOC juga karena korupsi. Lebih dari 200 orang pengumpul
Liverantie dan Contingenten di Batavia kedapatan korup dan dipulangkan ke negeri Belanda. Lebih dari
ratusan bahkan kalau diperkirakan termasuk yang belum diketahui oleh pimpinan Belanda hampir
mencapai ribuan orang Belanda juga gemar korup.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Dalam buku History of Java karya Thomas Stanford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris yang memerintah
Pulau Jawa tahun 1811-1816), terbit pertama tahun 1816 mendapat sambutan yang “luar biasa” baik di
kalangan bangsawan lokal atau pribumi Jawa maupun bangsa Barat. Buku tersebut sangat luas
memaparkan aspek budaya meliputi situasi geografi, nama-nama daerah, pelabuhan, gunung, sungai,
danau, iklim, kandungan mineral, flora dan fauna, karakter dan komposisi penduduk, pengaruh budaya
asing dan lain-lain.

Hal menarik dalam buku itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk Jawa
digambarkan sangat “nrimo” atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak lain, mempunyai keinginan
untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang, suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk
mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di kala orang lain tidak mengetahui.

Hal rnenarik lainnya adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak (abdi
dalem) yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian majikannya.
Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku oportunis. Dalam kalangan elit kerajaan,
raja lebih suka disanjung, dihorrnati, dihargai dan tidak suka menerima kritik dan saran. Kritik dan saran
yang disarnpaikan di muka umum lebih dipandang sebagai tantangan atau perlawanan terhadap
kekuasaannya. Oleh karena itu budaya kekuasaan di Nusantara (khususnya Jawa) cenderung otoriter.
Daiam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di
masyarakat. Rakyat umumnya “dibiarkan” miskin, tertindas, tunduk dan harus menuruti apa kata, kemauan
atau kehendak “penguasa”.

Budaya yang sangat tertutup dan penuh “keculasan” itu turut menyuburkan “budaya korupsi” di Nusantara.
Tidak jarang abdi dalem juga melakukan “korup” dalam mengambil “upeti” (pajak) dari rakyat yang akan
diserahkan kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh Demang akan diserahkan kepada Turnenggung.
Abdidalem di Katemenggungan setingkat kabupaten atau propinsi juga mengkorup (walaupun sedikit) harta
yang akan diserahkan kepada Raja atau Sultan.

Alasan mereka dapat mengkorup, karena satuan hitung belum ada yang standar, di samping rincian
barang-barang yang pantas dikenai pajak juga masih kabur. Sebagai contoh, upeti dikenakan untuk hasil-
hasil pertanian seperti Kelapa, Padi, dn Kopi. Namun ukuran dan standar upeti di beberapa daerah juga
berbeda-beda baik satuan barang, volume dan beratnya, apalagi harganya. Beberapa alasan itulah yang
mendorong atau menye-babkan para pengumpul pajak cenderung berperilaku “memaksa” rakyat kecil, di
pihak lain menambah “beban” kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi yang harus
diserahkan.

Kebiasaan mengambil “upeti” dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh Belanda ketika
menguasai Nusantara (1800 – 1942) minus Zaman Inggris (1811 – 1816), Akibat kebijakan itulah banyak

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro
(1825 -1830), Imam Bonjol (1821 – 1837), Aceh (1873 – 1904) dan lain-lain. Namun, yang lebih
menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan
oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem
“Cuituur Stelsel (CS)” yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem
itu adalah membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat
memprihatinkan.

Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat “manusiawi” dan sangat “beradab”,
namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang sangat tidak manusiawi, mirip Dwang Stelsel (DS), yang
artinya “Sistem Pemaksaan”. Itu sebabnya mengapa sebagian besar pengajar, guru atau dosen sejarah di
Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS. mengganti ungkapan “Sistem Pembudayaan” menjadi
“Tanam Paksa”.

Seperti apakah bentuk-bentuk pelang-garan CS tersebut? Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Penduduk diwajibkan menanam 1/5 dari tanah miliknya dengan tanaman yang laku dijual di pasar
internasional (Kopi, Tembakau, Cengkeh, Kina, Tebu dan boleh juga Padi, bukan seperti sebelumnya yang
lebih suka ditanam penduduk yaitu pete, jengkol, sayur-sayuran, padi dan lain-lain). Namun praktiknya ada
yang dipaksa oleh “Belanda Item” (orang Indonesia yang bekerja untuk Belanda) menjdi 2/5, 4/5 dan ada
yang seluruh lahan ditanami dengan tanaman kesukaan Belanda.
2. Tanah yang ditanami tersebut (1/5) tidak dipungut pajak, namun dalam praktiknya penduduk tetap
diwajibkan membayar (meskipun yang sering meng-korup belum tentu Belanda)
3. Penduduk yang tidak rnempunyai tanah diwajibkan bekerja di perkebunan atau perusahaan Belanda
selama umur padi (3,5 bulan). Namun, praktiknya ada yang sampai 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan bahkan
ada yang sampai mati. Jika ada yang tertangkap karena berani melarikan diri maka akan mendapat
hukuman cambuk (poenali sanksi).

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
4. Jika panen gagal akibat bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa bumi) maka segala kerugian akan
ditanggung pemerintah. Namun praktik di lapangan, penduduk tetap menanggung beban itu yang
diperhitungkan pada tahun berikutnya.
5. Jika terjadi kelebihan hasil produksi (over product) dan melebihi kuota, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada penduduk. Namun praktiknya dimakan oleh “Belanda Item” atau para pengumpul.
6. Pelaksanaan CS akan diawasi langsung oleh Belanda. Namun pelaksanaannya justru lebih banyak
dilakukan oleh “Belanda Item” yang karakternya kadang-kadang jauh lebih kejam, bengis dan
tidak mengenal kornpromi.
Era Pasca Kemerdekaan

Bagaimana sejarah “budaya korupsi” khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya “Budaya korupsi” yang
sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia dimulai seperti telah diuraikan di muka, rupanya
kambuh lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde Lama maupun di Era Orde Baru.

Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat kesungguhan
pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan
penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan.

Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan
Korupsi – Paran dan Operasi Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati
menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-
undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni
Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.

Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir yang
disediakan – istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam perkembangannya kemudian
ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih
agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.

Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di balik Presiden. Di
sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan
kembali kepada pemerintah (Kabinet Juanda).

Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali
digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua
dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi
ke meja pengadilan.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah perusahaan-
perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan
kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut
Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara
direksi yang lain menolak diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan.

Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat diselamatkan sebesar
kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap
mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam suatu
pertemuan di Bogor, “prestise Presiden harus ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain”.

Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang
kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana
Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah
kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi.

Era Orde Baru

Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj Presiden Soeharto
menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi sehingga segala kebijakan
ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk
membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah
Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto,
mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan
negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap
sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya
ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap
bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka
yang utama adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust,
Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya “macan ompong” karena hasil temuannya tentang dugaan
korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.

Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib (Operasi Tertib) derigan
tugas antara lain juga memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak
lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo
dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara pemberantasan korupsi, Nasution
berpendapat apabila ingin berhasil dalam memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
menyarankan kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.

Era Reformasi

Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya “korupsi” lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit
pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit
“Virus Korupsi” yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali,
kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total
terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang
terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum
pernah diamalkan secara murni, kecuali secara “konkesuen” alias “kelamaan”.

Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau
badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman, Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid
membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).

Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung
Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia
mengalami kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.

Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak bisa menunjukkan
kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan
pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di tempat-tempat yang tidak pantas dalam
kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan
proses tawar-menawar tingkat tinggi.

Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan
dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus
Dur didera kasus Buloggate. Gus Dur lengser, Mega pun menggantikannya melalui apa yang disebut
sebagai kompromi politik. Laksamana Sukardi sebagai Menneg BUMN tak luput dari pembicaraan di
masyarakat karena kebijaksanaannya menjual aset-aset negara.

Di masa pemerintahan Megawati pula kita rnelihat dengan kasat mata wibawa hukum semakin merosot, di
mana yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Lihat saja betapa mudahnya konglomerat bermasalah
bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo
Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti
kuat bahwa elit pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi, Masyarakat menilai bahwa
pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang nota bene memberi andil
bagi kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa.
Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi.

Pelajaran apa yang bisa ditarik dari uraian ini? Ternyata upaya untuk memberantas korupsi tidak semudah
memba-likkan tangan. Korupsi bukan hanya menghambat proses pembangunan negara ke arah yang lebih
baik, yaitu peningkatan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan rakyat. Ketidakberdayaan hukum di
hadapan orang kuat, ditambah minimnya komitmen dari elit pemerintahan rnenjadi faktor penyebab
mengapa KKN masih tumbuh subur di Indonesia. Semua itu karena hukum tidak sama dengan keadilan,
hukum datang dari otak manusia penguasa, sedangkan keadilan datang dari hati sanubari rakyat.

33 Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli


 Nurdjana (1990)

Pengertian Korupsi Menurut Nurdjana, korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang berarti
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian,
melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum.

 UU No. 20 Tahun 2001

Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum dengan maksud
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian
negara

 UU No 24 Tahun 1960

Pengertian Korupsi Menurut UU No.24 Tahun 1960 adalah perbuatan seseorang, yang dengan atau karena
melakukan suatu kejahatan atau dilakukan dengan menyalah gunakan jabatan atau kedudukan.

 Kartono (1983)

Pengertian Korupsi Menurut Kartono adalah tingkat laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, dan atau merugikan kepentingan umum dan negara.

 Haryatmoko

Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko adalah upaya menggunakan kemampuan campur tangan karena
posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh,uang atau kekayaan demi kepentingan
keuntungan dirinya.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
 Black’s Law Dictionary

Pengertian Korupsi Menurut Black’s Law Dictionary adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan menggunakan hak-hak dari pihak lain,
yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari
pihak lain.

 UU No.31 Tahun 1999

Pengertian Korupsi Menurut UU No.31 Tahun 1999 adalah setiap orang yang dengan sengaja dengan
melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

 Syeh Hussein Alatas

Pengertian Korupsi Menurut Syeh Hussein Alatas adalah subordinasi kepentingan umu dibawah
kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang diakukan
dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh
rakyat.

 Mubyarto

Pengertian Korupsi Menurut Mubyarto adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang
menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan para
pegawa pada umumnya. Akibat yang akan ditimbulkan dari korupsi ini yakni berkurangnya dukungan pada
pemerintah dari kelompok elite di tingkat provinsi dan kabupaten.

 Gunnar Myrdal

Pengertian Korupsi Menurut Gunnar Myrdal dalah suatu masalah dalam pemerintahan karena kebiasaan
melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan tindakan-tindakan
penghukuman terhadap pelanggar. Tindakan dalam pemberantasan korupsi umumnya dijadikan pembenar
utama terhadap KUP Militer.

 The Lexicon Webster Dictionary

Pengertian Korupsi Menurut The Lexicon Webster Dictionary adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, bisa disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah.

 Robert Klitgaard

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Korupsi Menurut Robert Klitgaard adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas
resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang
menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan
pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.

 Hornby

Pengertian Korupsi Menurut S.Hornby adalah suatu pemberian atau penawaran dan penerimaah hadian
berupa suap, serta kebusukan atau keburukan.

 Henry Campbell Black

Pengertian Korupsi Menurut Henry Campbell Black adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari
pihak lain.

 Brooks

Pengertian Korupsi Menurut Brooks adalah sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.

 Nathaniel H. Left

Pengertian Korupsi Menurut Nathaniel H. Left adalah suatu cara diluar hukum yang digunakan oleh
perseorangan atau golongan-golongan untuk mempengaruhi tindakan-tindakan birokrasi.

 Jose Veloso Abueva

Pengertian Korupsi Menurut Jose Veloso Abueva adalah mempergunakan kekayaan negara (biasanya
uang, barang-barang milik negara atau kesempatan) untuk memperkaya diri.

 Juniadi Suwartojo (1997)

Pengertian Korupsi Menurut Juniadi Suwartojo adalah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih
yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan
atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas
atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan,
penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan
pribadi atau golongannya sehing langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan
negara/masyarakat.

 Philip

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Korupsi Menurut Philip adalah tingkah laku dan tindakan seseorang pejabat publik yang
menyimpang dari tugas-tugas publik formal untuk mendapatkan keuntungan pribadi, atau keuntungan bagi
orang yang tertentu yang berkaitan erat dengan pelaku korupsi seperti keluarga koruptor, karib kerabat
koruptor, dan teman koruptor.

 Jeremy Pope (2002)

Pengertian Korupsi Menurut Jeremy Pope adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuuk
kepentingan pribadi atau perilaku tidak mematuhi prinsip mempertahankan jarak (keeping disatance).

 Johston

Pengertian Korupsi Menurut Johnston adalah sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas tugas
resmi dalam perang sebagai pegawai pemerintah (yang dipilih ataupun diangkat) karena kekayaan yang
dianggap mliki sendiri (pribadi, keluarga dekat ataupun kelompok sendiri) atau perolehan status atau
melanggar peraturan terhadap pelaksanaan jenis jenis tertentu dari pengaruh yang dianggap milik sendiri.

 Anwar (2006:10)

Pengertian Korupsi Menurut Anwar adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.

 Mohtar Mas’oed (1994)

Pengertian Korupsi Menurut Mohtar Mas’oed adalah perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal
suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi diri
sendiri, keluarga dekat atau klik.

 Alfiler (1986)

Pengertian Korupsi Menurut Alfiler yang disebut sebagai korupsi birokrasi adalah sebagai suatu perilaku
yang dirancang yang sesungguhnya merupakan suatu perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
diharapkan yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan imbalan material atau penghargaan lainnya.

 Prof R.Subekti, SH. dan Tjitrosudibio

Pengertian Korupsi Menurut Prof R.Subekti, SH. dan Tjitrosudibio adalah perbuatan curang tindakan
pidana yang dapat membuat rugi keuangan negara dan perusahaan.

 Subekti

Pengertian Korupsi Menurut Prof. Subekti adalah suatu tindakan perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekenomian negara.

 Jacob Van Klaveren

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Korupsi Menurut adalah suatu hal apabila seorang abdi negara (pegawai negeri) yang berjiwa
korup menganggap kantor/instansinya sebagai perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaanya
diusahakan pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.

 Huntington (1968)

Pengertian Korupsi Menurut Huntington adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-
norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi.

 Kartini Kartono

Pengertian Korupsi Menurut Dr. Kartini Kartono adalah tingkah laku yang menggunakan jabawan dan
wewenang guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum.

 Nye, J.S (1967)

Pengertian Korupsi Menurut Nye, J.S dalam Corruption and political development adalah sebagai perilaku
yang menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik
yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status.

 Oxford

Tindakan tidak jujur atau curang oleh mereka yang berkuasa, biasanya melibatkan penyuapan.

 Organisasi Transparansi

Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Hal ini dapat
diklasifikasikan sebagai besar, kecil dan politis, tergantung pada jumlah uang yang hilang dan sektor di
mana hal itu terjadi.

 Merriam

Perilaku tidak jujur atau ilegal terutama oleh orang-orang yang berkuasa (seperti pejabat pemerintah atau
petugas kepolisian)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Tindakan korupsi merupakan tindak kejahatan yang terjadi akibat penyelewengan wewenang atau
tanggung jawab. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor –faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku – pelaku korupsi dan juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang
kondusif untuk melakukan korupsi (faktor eksternal). Dengan demikian secara garis besar penyebab
korupsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
Faktor Internal, merupakan faktor pendorong korupsi yang berasal dari dalam diri setiap individu.
Faktor internal dapat diperinci menjadi:

a) Sifat tamak/rakus manusia

Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap individu. Hal itu terjadi ketika seseorang
mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah
dimiliki

b) Gaya hidup konsumtif

Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar merupakan hal yang sering mendorong
terjadinya gaya hidup konsumtif. Oleh karena itu, apabila Perilaku konsumtif tidak di imbangi dengan
pendapatan yang memadai,maka hal tersebut akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
berbagai tindakan demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

c) Moral yang kurang kuat

Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah tergoda untuk melakukan tindakan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan
untuk melakukan korupsi.

Faktor Eksternal,merupakan faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi yang berasal dari luar diri
pelaku. Faktor eksternal dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Faktor Politik

Politik merupakan salah satu sarana untuk melakukan korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi intrabilitas
politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk mempertahankan kekuasaannya.

2. Faktor Hukum

Hukum bisa menjadi faktor terjadinya korupsi dilihat dari dua sisi, disatu sisi dari aspek perundang –
undangan, dan disisi lain dari lemahnya penegak hukum. Hal lain yang menjadikan hukum sebagai sarana
korupsi adalah tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan aturan – aturan yang diskrimatif dan tidak
adil, rumusan yang tidak jelas dan tegas sehingga menumbulkan multi tafsir, serta terjadinya kontradiksi
dan overlapping dengan aturan lain.

3.Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dilihat ketika tingkat
pendapat atau gaji yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan mudah untuk
melakukan tindakan korupsi demi terpenuhinya semua kebutuhan.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
4. Faktor Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya organisasi yang ada dalam
suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang ada didalam lingkungan masyarakat. Faktor –
faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi:

 Kurang adanya teladan dari pemimpin


 Tidak adanya kultur organisasi yang benar
 Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
 Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
 Lemahnya pengawasan.
DAMPAK KORUPSI
1. Bidang Demokrasi

Dampak akibat korupsi bagi negara yang utama adalah di bidang demokrasi. Bagi Anda yang pernah
menjadi Dewan Pemilih Tetap (DPT) saat pesta demokrasi (pemilu) berlangsung pasti pernah mengetahui
yang disebut “serangan fajar”. Sejumlah calon tetentu memberikan imbalan uang bagi siapa saja yang
memilihnya saat pemilu, sehingga ia terpilih menduduki jabatan tertentu. Pemberian imbalan uang tersebut
sifatnya adalah sogokan. Beberapa memang tidak memberikan uang untuk melancarkan jalannya
menduduki suatu jabatan, namun ia memberikan barang tertentu kepada masyarakat. Apapun bentuk
sogokan yang diberikan tersebut adalah salah satu bentuk korupsi. Sayangnya, masyarakat Indonesia
kebanyakan tidak cukup cerdas untuk memikirkan dampak jangka panjang jika mereka menerima sogokan
tersebut.

Saya contohkan sebuah kasus ringan yang sangat sering terjadi saat pemilu. Ada 2 orang dari daerah yang
sama yang mencalonkan diri mejadi anggota DPR. Sebut saja A dan B. Si A memiliki kepribadian pemimpin
yang baik, mampu mengayomi, memberikan bantuan untuk kasus-kasus sosial yang terjadi di
lingkungannya. Saat detik-detik menjelang berlangsungnya pemilu, si A menggunakan cara yang jujur,
sedangkan si B memberikan uang kepada para calon pemilih agar ia terpilih menduduki kursi DPR. Karena
para pemilih yang memilih sogokan dan juga tidak memikirkan dampak panjang, akibatnya si B yang justru
terpilih menduduki kursi DPR, padahal dari segi kemampuan, si A lebih kompeten dibanding si B. Itulah
salah satu contoh dampak korupsi bagi berjalannya demokrasi di Indonesia. Maka jangan salah jika ada
semboyan “Jadilah masyarakat yang baik jika menginginkan pemimpin yang baik”.

2. Bidang Ekonomi

Maju tidaknya suatu negara biasa diukur dengan tingkat ekonomi negara tersebut. Dan penelitian juga
telah membuktikan, makin maju suatu negara biasanya diikuti dengan makin rendahnya tingkat korupsu
negara tersebut. Korupsi memang biasa terjadi di negara-negara berkembang. Maka tidak heran pula, jika

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


15
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
negara-negara berkembang memiliki perekonomian yang tidak baik dan relatif tidak stabil. Bahkan pada
beberapa kasus, sering ditemukan perusahaan-perusahaan yang memiliki koneksi dengan pejabat mampu
bertahan dan dilindungi dari segala macam persaingan. Akibatnya, perusahaan-perusahaan yang tidak
efisien bertahan dan justru merugikan perekonomian negara.

Para ahli ekonomi juga menyebutkan bahwa buruknya perekonomian di negara-negara Afrika ternyata
disebabkan oleh tingginya tingkat korupsi negara tersebut. Para pejabat yang korup, menyimpan uang
mereka di berbagai bank di luar negeri. Bahkan ada data yang menyebutkan bahwa besarnya uang
simpanan hasil korupsi pejabat-pejabat Afrika yang ada di luar negeri justru lebih besar dibandingkan
hutang negaranya sendiri. Maka tidak heran jika ada beberapa negara di benua Afrika yang sangat
terbelakang tingkat ekonomi dan juga pembangunan insfrastrukturnya, padahal jika dilihat dari kekayaan
alam, mereka memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa.

3. Bidang Keselamatan dan Kesehatan Manusia

Anda mungkin masih mengingat robohnya jembatan Kutai Kertanegara. Masih ada kasus-kasus lain
mengenai kerusakan fasilitas publik yang juga menimbulkan korban jiwa. Selain itu, ada pula pekerja-
pekerja fasilitas publik yang mengalami kecelakaan kerja. Ironisnya, kejadian tersebut diakibatkan oleh
korupsi. Bukan rahasia jika dana untuk membangun insfrastruktur publik merupakan dana yang sangat
besar jika dilihat dalam catatan. Nyatanya, saat dana tersebut melewati para pejabat-pejabat
pemerintahan, dana tersebut mengalami pangkas sana-sini sehingga dalam pengerjaan insfrastruktur
tersebut menjadi minim keselamatan. Hal tersebut terjadi karena tingginya resiko yang timbul ketika korupsi
tersebut memangkas dana menjadi sangat minim pada akhirnya. Keselamatan para pekerja dipertaruhkan
ketika berbagai bahan insfrstruktur tidak memenuhi standar keselamatan karena minimnya dana.

4. Bidang Kesejahteraan Umum

Dampak korupsi dalam bidang ekonomi lainnya adalah tidak adanya kesejahteraan umum. Anda pasti
sering memperhatikan tayangan televisi tentang pembuatan peraturan-peraturan baru oleh pemerintah.
Dan tidak jarang pula, ketika dicermati, peraturan-peraturan tersebut ternyata justru lebih memihak pada
perusahaan-perusahaan besar yang mampu memberikan keuntungan untuk para pejabat. Akibatnya,
perusahaan-perusahaan kecil dan juga industri menengah tidak mampu bertahan dan membuat
kesejahteraan masyarakat umum terganggu. Tingkat pengangguran makin tinggi, diikuti dengan tingkat
kemiskinan yang juga semakin tinggi.

5. Pengikisan Budaya

Dampak ini bisa terjadi pada pelaku korupsi juga pada masyarakat umum. Bagi pelaku korupsi, ia akan
dikuasai oleh rasa tak pernah cukup. Ia akan terus-menerus melakukan upaya untuk menguntungkan diri

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


16
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
sendiri sehingga lambat laun ia akan menuhankan materi. Bagi masyarakat umum, tingginya tingkat
korupsi, lemahnya penegakan hukum, akan membuat masyarakat meninggalkan budaya kejujuran dengan
sendirinya. Pengaruh dari luar akan membentuk kepribadian yang tamak, hanya peduli pada materi, dan
tidak takut pada hukum.

6. Terjadinya Krisis Kepercayaan

Dampak korupsi bagi negara yang paling penting adalah tidak adanya kepercayaan terhadap lembaga
pemerintah. Sebagai pengamat, masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin cerdas untuk menilai
sebuah kasus. Berdasarkan pengamatan, saat ini masyarakat Indonesia tidak pernah merasa puas dengan
tindakan hukum kepada para koruptor. Banyak koruptor yang menyelewengkan materi dalam jumlah yang
tidak sedikit, namun hanya memperoleh hukuman tidak seberapa. Akibatnya, rakyat tidak lagi percaya
pada proses hukum yang berlaku. Tidak jarang pula masyarakat lebih senang main hakim sendiri untuk
menyelesaikan sebuah kasus. Hal tersebut sebenarnya merupakan salah satu tanda bahwa masyarakat
Indonesia sudah tidak percaya dengan jalannya hukum, terutama dengan berbagai tindakan yang diambil
oleh pemerintah dalam menangani kasus korupsi.

7. Dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan


 Peraturan dan perundang-undangan yang tidak efektif
 Etika sosial politik yang kurang hidup
 Tidak efisiennya birokrasi
 Memperlambat peran negara dalam pengaturan alokasi
Contoh Kasus Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-hari

Nyogok agar lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Hal yang demikian ini merupakan contoh koupsi yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Mereka lebiah
baik menjual sawah, lading, kebun, atau rumah hanya untuk menyogok agar dirinya biasa lulus menjadi
PNS. Hanya orang-orang yang masih berpaham primitiflah yang mau melakukan hal smacam itu. Sangat
merugikjan sekali bagi oramg lain dan dirinya sendiri, mereka tidak sadar bahwa gajinya itu adalah dari
uangnya sendri

Contoh Korupsi Di Lingkungan sekolah

1) Seorang kepala sekolah yang mempergunakan sebagian uang dana bos yang di berikan oleh
pemerintah untuk keperluannya semata .

2) Seorang bendahara kelas yang mengambil sebagian uang kasnya .

Contoh Korupsi Di Di Lingkungan Masyarakat :

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


17
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id
1) misalnya di suatu desa ada pembagian sembako untuk warga2nya berupa beras yang di bungkus plastik
yang masing masing seberat 2 kg . lalu , ada warga yang mengambil sembako itu lebih dari 1 bungkus
,padahal itu bukan hak miliknya .

Berbicara mengenai Ciri ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai
berikut :

(1) Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan
pencurian atau penggelapan.

(2) Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuan
korupsi tersebut.

(3) Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan
tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.

(4) Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.

(5) Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang
serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

(6) Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada
masyarakat umum.

(7) Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang
melakukan tindakan tersebut.

(8) Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di
bawah kepentingan pribadi.

2019 Etik UMB Pusat Bahan Ajar dan eLearning


18
Priyo Dwi Anggoro,M.Pd http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai