Anda di halaman 1dari 5

BLUD-RSUD SUNGAI DAREH

DHARMASRAYA – SUMATERA BARAT


2018-2020

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PNEUMONIA (ICD10: J18.9)
BRONKOPNEUMONIA (ICD10: J18)
PNEUMONIA ASPIRASI (ICD10: J69.0)
1. Definisi Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial.(1) Pada anak sebagian besar melibatkan jaringan
bronkus, kemudian disebut bronkopneumonia.(2)
2. Anamnesis 1. Batuk.(1-3)
2. Sesak napas.(1-3)
3. Demam.(1-3)
4. Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan
dengan kondisi imunokompromais, kelainan anatomi
bronkus, atau asma.(1)
5. Dapat disertai dengan; kesulitan makan/minum dan
tampak lemah.(1-3)
6. Riwayat tersedak menjadi faktor resiko utama pada
pneumonia aspirasi.(4)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus
dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum
pemeriksaan lain.(1)
2. Distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal,
batuk, krepitasi, penurunan suara paru, dan sianosis.(1)
3. Demam (T ≥ 37,50C).(1-3)
4. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan
gejala pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam
dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan
ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan
tak teratur dan hipopnea.(1)
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai anamnesa.
2. Sesuai pemeriksaan fisik.
3. Ditambah pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Kerja PNEUMONIA
BRONKOPNEUMONIA
PNEUMONIA ASPIRASI
6. Diagnosis Banding 1. Bronkiolitis
2. Asma
3. TB Paru
7. Pemeriksaan 1. Lab. Darah Perifer.(1)
Penunjang 2. Pemeriksaan x-ray thoraks. (lihat lampiran 1)
3. Pulse oxymetry.(1)
4. Uji tuberkulin.(1, 3)
8. Terapi Lihat lampiran 2.
9. Edukasi 1. Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga
(Hospital Health Promotion) mengenai pencegahan infeksi berulang, pola hidup sehat
termasuk menghindari asap rokok dan sanitasi
lingkungan.(4)
2. Dianjurkan vaksinasi influenza dan pneumokokal,
terutama bagi golongan risiko tinggi (orang usia lanjut
atau penderita penyakit kronis).(4)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens III
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis 1. ......................................................................................
2. ......................................................................................
14. Indikator Medis Pasien Pneumonia teratasi dengan atau tanpa komplikasi dalam
waktu 5 hari perawatan.
Target : 90 % pasien Pneumonia teratasi dengan atau tanpa
komplikasi dalam waktu 5 hari perawatan.
15. Kepustakaan 1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra
EP, Harmoniati ED. Pneumonia. Pedoman Pelayanan Medis
- Ikatan Dokter Anak Indonesia. I ed. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009. p. 250-5.
2. Amin, Indonesia TP-PBID. Pneumonia, Bronkopneumonia.
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2 ed. Jakarta: PB IDI; 2014. p. 381-8.
3. Indonesia TA. Pneumonia. Pelayanan Kesehatan Anak Di
Rumah Sakit - Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama Di Kebupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia - World Health Organization Indonesia;
2009. p. 86-93.
4. Amin, Indonesia TP-PBID. Pneumonia Aspirasi. Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. 2 ed. Jakarta: PB IDI; 2014. p. 379-80.
Lampiran 1.

Pemeriksaan Radiologi.(1)
1. Pemeriksaan x-ray thoraks tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi
saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
2. Pemeriksaan x-ray thoraks direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat
inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
3. Pemeriksaan x-ray thoraks follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik.
4. Pemeriksaan x-ray thoraks tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan World Health Organization (WHO)):(1, 3)


A. Bayi kurang dari 2 bulan
1. Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat.
2. Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau
hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.
B. Anak umur 2 bulan-5 tahun
1. Pneumonia ringan: napas cepat.
2. Pneumonia berat: retraksi.
3. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi.

Kriteria Rawat Inap.(1)


A. Bayi:
1. Saturasi oksigen <92%, sianosis.
2. Frekuensi napas >60 x/menit.
3. Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting.
4. Tidak mau minum/menetek.
5. Keluarga tidak bisa merawat di rumah.
B. Anak:
1. Saturasi oksigen <92%, sianosis.
2. Frekuensi napas >50 x/menit.
3. Distres pernapasan.
4. Grunting.
5. Terdapat tanda dehidrasi.
6. Keluarga tidak bisa merawat di rumah.

Kriteria Pulang.(1)
1. Gejala dan tanda pneumonia menghilang.
2. Asupan per oral adekuat.
3. Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral).
4. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol.
5. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.
Lampiran 2. Tatalaksana Pneumonia, Bronkopneumonia.

1. Tatalaksana Umum.(1)
Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%.
 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat.
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia.
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk.
 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance.
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

2. Terapi Antibiotik.(1)
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun
karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada
anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor,
eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan
makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun.
 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai penyebab.
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat mungkin
sebagai penyebab.
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat
per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena.
Rekomendasi UKK Respirologi(1)
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin.
 2 bulan:
 Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
kloramfenikol.
 Lini kedua Seftriakson.
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik
golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

3. Nutrisi.(1)
 Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya
menggunakan ukuran yang terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi
karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

Anda mungkin juga menyukai