Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Impetigo Vesikobulosa

Oleh :
Anne Marsha

Pembimbing :
dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT HUSADA
PERIODE PERIODE 24 APRIL – 27 MEI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
2017
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. GF
Alamat : Sawah Besar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 Tahun
Pekerjaan : Karyawan
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal lahir : 26/02/1992
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

II. Anamnesis
Berdasarkan autoanamnesis pada tanggal 2 Mei 2017 pukul 11.00
- Keluhan Utama
Muncul beberapa lenting berisi nanah di daerah tungkai bawah kanan sebelah dalam
sejak 1 minggu yang lalu.

- Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli kulit RS. Husada dengan keluhan lenting/gelembung berisi cairan
bening bercampur nanah sejak 1 minggu yang lalu. Sejak 1 minggu yang lalu kelainan
kulit bertambah hebat sehingga menjadi gelembung-gelembung bernanah. Awalnya
hanya muncul berupa bintik merah yang terasa gatal disertai rasa nyeri. Beberapa kali
pasien merasa tidak tahan dengan keadaan gatalnya kemudian menggaruk gelembung-
gelembung yang ada di bagian kakinya tersebut. Beberapa gelembung ada yang pecah
dan mengeluarkan nanah. Karena sudah terasa sangat mengganggu akhirnya pasien
datang ke poli klinik untuk memeriksakan keadaannya. Gelembung-gelembung itu hanya
muncul di daerah kaki kiri saja dan tidak ditemukan di tempat lain. Pasien mengaku tidak
pernah mengalami keadaan seperti ini sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak memiliki
riwayat alergi baik obat maupun makanan. Pasien juga mengaku tidak demam dari mulai
keluhan ini muncul.

- Riwayat Pengobatan
(-)
- Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan Serupa : Disangkal
Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : Disangkal
ISPA : Disangkal
Alergi : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Diabetes : Disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan seperti yang diderita pasien.

- Riwayat Kontak
Pasien tidak kontak dengan siapapun yang menderita penyakit yang sama.

III. PemeriksaanFisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Baik
Tanda Vital : TD : 120/80 N: 80 x/menit
RR : 18 x/menit Suhu: afebris
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Mulut : Mukosa hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Bentuk normal, pembesaran KGB (-)
Thoraks : Jantung : Bunyi jantung I-II regular,murmur -, gallop –
Paru : Suara nafas vesikuler, Rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-
Status Dermatologis :
Regio : Tungkai bawah kanan sebelah dalam
Distribusi : Lokalisata
Efloresensi Primer : Vesikel-Pustul-Bula pustulosa
Warna : Dasar eritem
Ukuran : Lentikular
Jumlah : Multiple
Efloresensi Sekunder : Erosi
Konfigurasi : (-)
IV. Anjuran Pemeriksaan Penunjang
Sediaan langsung dengan pemeriksaan GRAM yang diambil dari dasar krusta atau dasar
ulkus. Hasil yang diharapkan :
 Epitel
 Leukosit PMN
 Kokus GRAM positif
Kultur dan Tes Resistensi

V. Resume
Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang ke poli kulit RS. Husada dengan keluhan
lenting/gelembung berisi cairan bening bercampur nanah sejak 1 minggu yang lalu.
Sejak 1 minggu yang lalu kelainan kulit bertambah hebat sehingga menjadi gelembung-
gelembung bernanah. Awalnya hanya muncul berupa bintik merah yang terasa gatal
disertai rasa nyeri. Beberapa kali pasien merasa tidak tahan dengan keadaan gatalnya
kemudian menggaruk gelembung-gelembung yang ada di bagian kakinya tersebut.
Beberapa gelembung ada yang pecah dan mengeluarkan nanah. Karena sudah terasa
sangat mengganggu akhirnya pasien datang ke poli klinik untuk memeriksakan
keadaannya. Gelembung-gelembung itu hanya muncul di daerah kaki kiri saja dan tidak
ditemukan di tempat lain. Pasien mengaku tidak pernah mengalami keadaan seperti ini
sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun
makanan. Pasien juga mengaku tidak demam dari mulai keluhan ini muncul. Pada
pemeriksaan didapatkan lesi di tungkai bawah kanan sebelah dalam multiple berbentuk
vesikel, pustul dan bula pustulosa dengan ukuran lentikuler serta warna dasarnya eritem.
VI. Diagnosa Banding
Impetigo Vesico-bulosa
Impetigo Bulosa

VII.Diagnosa Kerja
Impetigo Vesico-bulosa

VIII. Penatalaksanaan
- Non Medikamentosa:
o Jangan memegang kelainan kulit dengan menggunakan tangan
o Keluhan kulit diobat sesuai anjuran dokter
o Hindari terjadinya trauma yang menyebabkan luka
o Bila terjadi luka, luka harus segera dibersihkan
o Mandi sehari dua kali (pagi dan sore hari), dan mengganti pakaian setelah
mandi dengan pakaian yang bersih
o Memakan makanan yang bergizi

- Medikamentosa:
o Topikal:
As. Salisilat 1 %o (kompres terbuka) 5-10 menit selama 1jam 3x sehari.
Krim Gentamisin sulfat 1% dioleskan 2x sehari (bila lesi sudah kering)
o Sistemik:
Amoksilin tab 3 x 500 mg

IX. Prognosis
- Ad Vitam : Ad bonam
- Ad Functionam : Ad bonam
- Ad Sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan yang terus menerus

terpengaruh oleh lingkungan luar dan selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Insidens penyakit infeksi kulit dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya keadaan kulit, iklim

dan kondisi geografis.

Pioderma didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada kulit yang disebabkan oleh

Staphylococcus, Streptococcus atau oleh keduanya. Penyebab utamanya adalah

Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus

epidermidis merupakan flora normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi. Faktor

predisposisi yang menyebabkan infeksi antara lain, hygiene yang kurang, menurunnya daya

tahan tubuh, ada penyakit kulit lain menyertai.1,2

Pioderma diklasifikasikan atas pioderma primer dan pioderma sekunder. Pioderma

primer adalah infeksi yang terjadi pada kulit normal dimana penyebabnya biasanya satu

macam mikroorganisme. Pioderma sekunder adalah infeksi yang terjadi pada kulit yang

telahadap penyakit kulit yang lain. Gambaran klinis nyata khas dan mengikuti penyakit yang

telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata. Tanda

impetigenisata adalah terdapat pus, pustule, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan,

pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis dan dapat pula disertai dengan

demam.1,2

Salah satu jenis pioderma yang akan dibahas lebih lanjut adalah impetigo. Impetigo

secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superficial yaitu

hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil

berisi nanah (pustula). Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo vesikobulosa yang
disebabakan oleh Staphyilococcus aureus dan impetigo krustosa yang disebabkan oleh

Streptococcus β hemolitikus.2

II. EPIDEMIOLOGI

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia 2-5

tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan

untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama.5 Di Inggris kejadian

impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-

15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua

kasus impetigo.2,3 DiBelanda, insidensi impetigo meningkat dari 16,5 (1987) menjadi 20,6

(2001) per 1000 penduduk.Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas

serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih

tergolong lemah atau miskin.4


III. ETIOLOGI

Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh toksin epidermolitik yang dihasilkan pada

titik infeksi, dimana paling sering oleh Staphylococcus fagagrup II (Staphylococcus aureus).

Toksin menyebabkan pembelahan intra epidermal dibawah atau didaerah stratum

granulosum.5

Impetigo vesikobulosa menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit

yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah

menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada tempat dengan higiene yang

buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain kontak

langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau

pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab,

kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit, pasien dengan dermatitis.1,2

IV. PATOFISIOLOGI

Impetigo vesikobulosa (impetigo staphylococcal) disebabkan oleh Staphylococcus

aureusyang menghasilkan racun eksfoliatif serta mengandung protease serin yang berkerja

pada desmoglein 1, yaitu suatu ikatan peptide penting yang terikat pada molekul yang

menahan sel epidermal secara bersamaan. Proses ini memungkinkan bakteri Staphylococcus

aureus untuk menyebar dibawah stratum korneum dan kemudian mengeluarkan toksin yang

akan menyebabkan epidermis terpisah dari stratum granulosum. Lesi yang besar kemudian

terbentuk pada bagian epidermis dengan sebukan neutrofil dan sering terjadi migrasi bakteri

pada rongga bulosa. Sekitar 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior.

Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi

impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian. Mekanisme terbentuknya lesi dapat menjelaskan

bagaimana tubuh mampu menahan masuknya benda asing melalui permukaan epidermis.
Pada impetigo vesikobulosa pecahnya bula dapat terjadi secara cepat menyababkan erosi

dangkal dan krusta kuning.5,6

V. GAMBARAN KLINIS

Impetigo vesiobulosa paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak tetapi terdapat

kemungkinan untuk terjadi pada orang dewasa. Bakteri umumnya menginfeksi bagian wajah

tetapi juga memungkinkan menginfeksi permukaan tubuh lainnya. Terdapat beberapa lesi

yang terlokalisasi pada suatu area. Tempat predileksi tersering pada impetigobulosa adalah di

ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan

dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm)

kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada

awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari

bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike”

terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan

basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.2,5,7

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari penyakit,

pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan gambaran terapi terhadap obat-

obatan yang sensitive dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding. Pemeriksaan yang

dapat dilakukan antara lain:

1. Kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik, dapat digunakan dalam menentukan terapi

antibiotik yang sensitive untuk mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.


2. Pengecatan gram, digunakan untuk melihat bakteri penyebab infeksi, apabila ditemukan

bakteri gram positif dengan bentuk coccus (bulat) dan berkelompok dapat menunjukkan

adanya Staphylococcus aureus.

3. Pengecatan KOH, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi jamur.

4. Pengecatan tzank atau biakan virus, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi herpes simpleks.8


VII. DIAGNOSIS

Diagnosis impetigo vesikobulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan

gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi

standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa

adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan,

pemeriksaan mikroskopis dapat membantu dalam penegakan diagnosis.8

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari impetigo vesikobulosa, antara lain:

1. Erythema multifome  vesikel atau bula berasal dari sebagian plak merah dengan

diameter 1-5 cm pada permukaan dari tungkai bagian ekstensor.

2. Lupus erythematous  penyebaran dari vesikobula yang telah pecah dan kadang disertai

dengan gatal cenderung terjadi pada tubuh dan ekstremitas atas bagian proksimal.

3. Herpes simpleks virus  vesikel bergerombol dengan dasar eritema yang apabila rupture

menyebabkan erosi dengan bagian yang tertutup krusta, biasanya terjadi pada daerah

mulut dan genital.

4. Varisela  vesikel berdinding tipis dengan dasar eritema, dimana penyebaran dimulai

dari badan kemudian meyebar ke wajah dan ekstremitas.

5. Sindrom Steven-Johnson  penyakit vesikobulosa yang menyerang kulit, mulut, mata,

dan genitalia. Ulserasi stomatitis dengan krusta hemoragis merupakan gambaran yang

khas.

6. Luka bakar termal  diikuti dengan riwayat paparan trauma panas.2,7


IX. PENATALAKSANAAN

1. Terapi medikamentosa:2

Antibiotik DosisdanDurasiTerapi

Topikal

Mupirocin 2% ointment Oleskan pada lesi 3 kali sehari selama 3 -5 hari

Oral

Amoxicilin/clavulanate Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis

Cefuroxime Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis

Cephalexin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

Dicloxacillin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

Erythromicin Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

2. Terapi non-medikamentosa:2,7

 Mencegah untuk menggaruk daerah lesi. Dapat dengan menutup daerah yang lecet

dengan perban dan memotong kuku penderita.

 Lanjutkan pengobatan sampai semua lesi sembuh

 Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk

mencegah penyebaran lokal.

 Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada lesi yang

basah.

 Menjaga yegenitas dengan mandi.


X. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad fungtionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta :FKUI.

2007

2. Cole, C. dan John G. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy of

Family Physician 2007. 75:859-64,868

3. George, A. dan Rubin, G. A Systematic Review and Meta-Analysis of Treatment of

Impetigo. British Journal of General Practice 2003. 53;480-487

4. Koning, R.S.A. Mohammedamin, J.C. van der Wouden, L.W.A. van Suijlekom-Smit,

F.G. Schellevis, S. Thomas Impetigo: incidence and treatment in Dutch general

practice in 1987 and 2001: results from two national surveys. British Journal of

Dermatology: jrg. 154, 2006, p. 239-243

5. Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.

Mosby2004:p. 267-269

6. http://bestpractice.bmj.com/best-

practice/monograph/476/basics/pathophysiology.html (diakses pada tanggal 30

Oktober 2012)

7. Ferri, F.F. Ferri’s Fast Facts in Dermatology. Saunders Elsevier 2011. p. 195-197.

8. http://emedicine.medscape.com/article/965254-clinical (diakses pada tanggal 30

Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai