Anda di halaman 1dari 12

Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)

di Jenjang SMP Tahun 2017

Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)


Pendidikan yang baik dan bermutu merupakan aspek kunci dalam pengembangan mutu sumber
daya manusia. Salah satu hal penting dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah mengetahui kesulitan
siswa dalam pembelajaran dan menggunakan informasi tersebut sebagai dasar mencari solusi
pembelajaran yang tepat. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan penilaian yang tepat karena penilaian
memegang peranan penting.
Indonesia secara rutin mengikuti Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS)
dan Programme for International Student Assessment (PISA). Hasil TIMSS dan PISA menunjukkan
rendahnya kemampuan siswa Indonesia. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa beberapa butir
pada TIMSS dan PISA menggunakan konteks yang kurang relevan untuk siswa Indonesia. Oleh karena
itu, diperlukan sistem penilaian nasional yang mengukur kompetensi siswa dalam konteks nasional.
Terkait hal tersebut Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud mengembangkan sistem penilaian
nasional yang disebut Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI).
AKSI merupakan survei yang menaungi kegiatan pemantauan mutu pendidikan secara nasional
yang bersifat “longitudinal” pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/ MTs, SMA/MA, dan SMK. AKSI
bertujuan untuk memperoleh data serta bukti valid tentang pencapaian kemampuan siswa serta faktor
yang mempengaruhinya. Data dan bukti tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan kebijakan dan
program untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Survei AKSI mengambil sampel siswa kelas IV, VIII,
dan XI dari jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK di seluruh provinsi di Indonesia.
Penetapan kelas IV SD untuk mengukur kemampuan dasar: membaca, menulis, dan berhitung (calistung)
yang harus dikuasai untuk mempelajari pelajaran di kelas berikutnya, sedangkan penetapan kelas VIII dan
XI untuk mengukur kesiapan siswa dalam mencapai standar kompetensi lulusan dan memiliki kecakapan
hidup (life skill). Pada tahun 2017 uji coba AKSI dilaksanakan di tingkat SMP di dua provinsi dengan
melibatkan siswa kelas VIII dari 105 sekolah.
Terdapat tiga bidang yang disurvei dalam AKSI, yaitu kemampuan siswa dalam: (a) literasi
membaca, (b) literasi matematika, dan (c) literasi sains. Pertama, Literasi membaca adalah kemampuan
siswa memahami teks, menerapkan teks, merefleksikan teks, dan mengaitkan isi teks dengan konteks
kehidupan sosial yang nyata. Terdapat empat domain kognitif membaca yang diukur dalam AKSI, yaitu:
pengambilan informasi eksplisit dalam teks; penarikan kesimpulan sederhana; interpretasi dan integrasi
ide-ide dan informasi; serta evaluasi dan refleksi konten, bahasa, dan unsur-unsur teks. Kedua, literasi

1
literasi sains. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami pengetahuan yang
berkaitan dengan masalah sains, dan dengan pemikiran sains dapat menjadi warga negara pembelajar
yang bertanggung jawab. Literasi sains mencakup kemampuan menjelaskan fenomena secara ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penemuan ilmiah, serta menginterpretasi data dan kejadian secara ilmiah
serta membuat kesimpulan secara ilmiah. Kemampuan tersebut termuat dalam tiga domain kognitif yang
diukur dalam AKSI, yaitu mengetahui (knowing), menerapkan (applying), dan menalar (reasoning).
Domain mengetahui berkaitan dengan pengetahuan tentang fakta, proses, konsep, dan prosedur. Domain
menerapkan terkait kemampuan dalam menerapkan pengetahuan. Domain menalar mencakup
kemampuan menganalisis informasi, menarik kesimpulan, serta mengembangkan pemahaman. Ketiga,
literasi matematika. Literasi matematika yang diartikan sebagai kemampuan untuk merumuskan,
menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Sama halnya dengan literasi sains,
domain kognitif yang diukur pada literasi matematika juga mencakup mengetahui, menerapkan, dan
menalar.
Survei AKSI dilaksanakan dengan berbasis komputer (computer-based) di mana siswa membaca
dan mengerjakan soal secara langsung pada aplikasi di komputer. Aplikasi tersebut dilengkapi fitur yang
tidak bisa disediakan ketika tes dalam bentuk kertas dan pensil. Sebagai contoh, pada bidang sains
terdapat beberapa butir soal yang dilengkapi video fenomena alam dan simulasi eksperimen. Untuk
bidang matematika, aplikasi di komputer menyediakan alat bantu berupa penggaris yang bisa digunakan
untuk mengetahui ukuran bangun serta kalkulator sebagai alat bantu hitung sederhana. Pada teks bahasa
Indonesia terdapat fitur highlight untuk menandai teks penting.
Jenis soal yang digunakan dalam AKSI terdiri dari pilihan ganda, Benar-Salah, isian, uraian, dan
custom. Untuk jenis soal custom, respon siswa diberikan tidak dengan cara memilih jawaban atau
menuliskan jawaban, melainkan dengan menggunakan fitur khusus pada aplikasi seperti drag and drop
(menarik obyek lalu meletakkannya), membuat diagram batang dengan sistem drag, menggunakan
highlight untuk menandai teks dengan warna tertentu, dan menuliskan rumus matematis dengan
menggunakan equation editor.
AKSI sebagai sistem penilaian nasional didesain untuk mengukur kompetensi siswa dalam
konteks nasional. Konteks nasional dan kearifan lokal ini menjadi poin kritis dalam AKSI, karena
keikutsertaan Indonesia dalam studi internasional mengharuskan siswa menempuh sejumlah butir soal
yang konteksnya kurang relevan dengan Indonesia. Konteks nasional ini berangkat dari semangat Negara
Kesatuan Republik Indonesia, kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, ideologi Pancasila,
keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia, namun dalam koridor kesadaran sebagai bagian masyarakat
dunia dan aktualisasi diri di kancah persaingan global. Konteks yang dimunculkan dalam AKSI bersifat
khas seperti: kemaritiman, perberdayaan perempuan, ketahanan bencana, perubahan iklim, bahaya

2
narkoba, bela negara, anti kekerasan, pelestarian lingkungan, perkembangan teknologi, serta pemanfaatan
keberagaman budaya Indonesia.

Hasil AKSI SMP 2017


Secara umum, hasil AKSI pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di dua provinsi
menunjukkan kemampuan literasi membaca, literasi sains, dan literasi matematika siswa kelas VIII masih
rendah. Dalam skala skor 100, literasi siswa pada ketiga bidang tersebut tidak mencapai 50 (lihat Gambar
1). Dari ketiga bidang yang diukur, literasi matematika menempati posisi paling rendah sedangkan literasi
membaca menempati posisi paling tinggi. Terlepas dari kemampuan ketiga literasi tersebut yang masih
rendah, AKSI bisa menyediakan informasi rinci terkait aspek yang perlu mendapat perhatian lebih. Hal
ini dijabarkan pada pembahasan per literasi.

44,3

37,11

27,51

Membaca Sains Matematika

Gambar 1. Hasil AKSI SMP 2017 untuk Tiga Literasi

Literasi Membaca
Struktrur penilaian pada literasi membaca dikategorikan ke dalam dua konstruk, yaitu (a)
membaca untuk tujuan personal, dan (b) membaca untuk tujuan informasional. Pada membaca untuk
tujuan personal, siswa dihadapkan pada teks sastra baik fiksi maupun non-fiksi, dan puisi. Sementara itu,
pada kontruksi membaca untuk tujuan informasional, siswa dihadapkan pada teks berupa tabel, grafik,
buku petunjuk, berita dari koran, dan artikel pada majalah atau website. Dua kategori tersebut menjadi
dasar penetapan domain konten litrerasi membaca pada AKSI, yaitu, (a) teks sastra, dan (b) teks
informasional.
Selanjutnya, merujuk pada Reading Framework PISA, domain koginitif membaca
dikelompokkan menjadi empat. Pertama, berfokus pada informasi dan mengambil informasi eksplisit
dalam teks (Locate and Retrive - LR), yang ditandai dengan kata kunci: menemukan, mengindentifikasi,

3
mendeskripsikan, dan memberikan contoh. Kedua, membuat kesimpulan sederhana (integrated and
interpret - II), yang ditandai dengan kata kunci: membandingkan, mengontraskan, mengumpulkan,
menyimpulkan, mengombinasikan, dan menjelaskan. Ketiga, menginterpretasikan dan mengintegrasikan
ide-ide dan informasi (integrated and interpret - II), yang ditandai dengan kata kunci: membandingkan,
mengontraskan, mengumpulkan, menyimpulkan, mengombinasikan, dan menjelaskan. Keempat,
mengevaluasi dan merefleksi konten, bahasa, dan unsur-unsur teks (reflect and evaluate - RE), yang
ditandai dengan kata kunci: menganalisis, mensintesis, memprediksi, menilai, membuat kesimpulan, dan
membuat generalisasi.
Hasil AKSI SMP tahun 2017 menunjukkan bahwa skor tertinggi untuk literasi membaca adalah
66,99, sedangkan skor terendah adalah 10,26 (mean = 44,30; SD = 6,63). Hasil skor tertinggi dan
terendah siswa dalam literasi membaca disajikan dalam Gambar 2.

Skor Tertinggi dan Terendah


Literasi Membaca

66,99

10,26

TERTINGGI
TERENDAH

Gambar 2. Skor Rerata Siswa dalam Literasi Membaca

Capaian tersebut tentu saja belum sesuai harapan yang ideal. Apalagi jika didasarkan pada capain
rerata literasi membaca sebesar 44,30 yang masih di bawah 50 dalam skala 100 (lihat Gambar 1). Untuk
itu, perlu dilakukan upaya nyata dalam meningkatkan kemampuan literasi membaca pada siswa. Merujuk
pada Framework PISA, kualitas literasi membaca merupakan salah satu jaminan kesuksesan siswa di
masa mendatang. Kemampuan memahami, merefleksi, dan menggunakan bacaan tertulis merupakan
bekal mengembangkan pengetahuan dan kecakapan hidup.
Berdasarkan analisis hasil AKSI SMP ditemukan bahwa soal yang masuk kategori sulit antara
lain dikarenakan pertanyaan/pernyaatan pada pokok soal dapat memunculkan penafsiran ganda. Sebagai
ilustrasi adalah soal tentang susunan paragraf yang padu dari teks biografi. Kemungkinan yang muncul

4
adalah siswa hanya memilih salah satu paragraf yang dianggap padu, bukan menyusun paragraf-paragraf
tersebut menjadi paragraf yang padu dalam sebuah bacaan (teks) tentang biografi. Hal itu menunjukkan
kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep kalimat yang padu (dalam sebuah paragraf) dan
paragraf yang padu (dalam sebuah bacaan/teks).
Jenis soal lain yang masuk kategori sulit adalah tentang penemuan/penetapan kata kunci untuk
mencari informasi dari berbagai sumber (internet). Disajikan bacaan multiteks (bacaan terdiri dari dua
atau lebih teks dari berbagai sumber), siswa diminta untuk menentukan atau menemukan kata kunci yang
bisa digunakan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang topik/isi bacaan yang disajikan.
Kemungkinan yang terjadi adalah siswa mencari atau menenukan kata-kata penting (kata kunci) yang ada
di dalam teks, sebagai bagian dari kegiatan membaca pemahaman (membaca untuk memahami isi teks).
Hal yang seharusnya dilakukan oleh siswa adalah menemukan kata kunci/kata penting untuk mencari
informasi tambahan dari berbagai sumber lain yang tersedia (salah satunya internet). Hal itu dapat
menjadi indikasi bahwa siswa belum terbiasa membaca teks dari berbagai sumber (multiteks) dan
memanfaatkan pengetahuan di luar teks untuk memahami informasi yang ada dalam teks.
Sementara itu, soal yang masuk kategori mudah adalah soal tentang pernyataan setuju atau tidak
setuju. Disajikan sebuah kutipan bagian dari teks, siswa diminta menyatakan Setuju atau Tidak setuju atau
Ya/Tidak sesuai dengan teks/bacaan yamg telah dipahami. Pada umumnya siswa tidak mengalami
kesulitan untuk menyelesaikan soal yang meminta mereka menemukan informasi yang disajikan secara
ekplisit. Jenis soal lain yang masuk kategori mudah adalah soal melengkapi atau mengisi bagian kosong
(rumpang) dari sebuah kalimat. Bagian-bagian yang rumpang diisi dengan kata atau kalimat berdasarkan
teks bacaan yang disediakan.
Selanjutnya, pada domain kognitif literasi membaca, secara umum soal yang dianggap sulit
adalah pada domain ketiga: menginterpretasikan dan mengintegrasikan ide-ide dan informasi (integrated
and interpret - II); dan domain keempat mengevaluasi dan merefleksi konten, bahasa, dan unsur-unsur
teks (reflect and evaluate – RE). Pada domain menginterpretasikan dan mengintegrasikan ide dan
informasi, kemampuan dan keterampilan yang harus dimilki oleh siswa antara lain: mengombinasikan,
membandingkan, dan menyimpulkan. Kemampuan dan keterampilan pada domain ini membutuhkan
kecepatan dan ketepatan dalam menangkap isi atau informasi bacaan. Pada domain mengevaluasi dan
merefleksi konten, bahasa, dan unsur-unsur teks, kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh
siswa antara lain: menganalisis dan membuat generalisasi. Kemampuan dan keterampilan pada domain
ini membutuhkan kemampuan menghubungkan informasi (isi) di luar teks dengan informasi yang
disediakan pada teks/bacaan.
Pada kedua domain kognitif tersebut (domain kognitif tiga dan empat) hasil AKSI belum optimal,
antara lain dikarenakan kebiasaan membaca siswa yang masih rendah. Siswa belum terbiasa membaca

5
teks-teks panjang yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Konsentrasi yang tidak baik menggambarkan
juga bahwa siswa tidak terbiasa membaca. Seseorang yang tidak biasa membaca tidak akan dapat
menjaga konsentrasinya sehingga membaca harus dilakukan berulang-ulang dan membutuhkan waktu
yang relatif lama.
Berkenaan domain konten berupa teks sastra pada AKSI, siswa tidak hanya diminta menjawab
hal-hal yang bersifat intriksik berupa unsur-unsur karya sastra. Akan tetapi, siswa diminta mengaitkan
aspek-aspek intrinsik tersebut dengan realitas atau nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu,
pembelajaran “tentang” sastra harus diimbangi dengan pembelajaran “bersastra”. Pembelajaran tentang
sastra menekankan aspek kognitif dan teoretik tentang sastra, sedangkan pembelajaran bersastra
mementingkan pengalaman berapresiasi dan berekspresi. Sebagai ilustrasi, disajikan soal berupa
tesk/cerita, yang dipertanyakan tidak terkait dengan unsur-unusr intrinsik cerita, tetapi interpretasi
konteks naskah tersebut. Contoh soal teks sastra sebagai berikut.

Gambar 3. Contoh soal domain sastra

Ketidakbiasaan siswa dihadapkan kepada soal-soal seperti pada butir nomor seperti pada Gambar
3, menjadi satu gambaran mengenai ketidakmampuan sebagian besar siswa untuk memecahkan soal
tersebut. Siswa belum terbiasa dihadapkan pada butir soal dengan tujuan mengukur kemampuan siswa
untuk menilai manfaat dari sesuatu dalam cerita secara menyeluruh. Bagian pertanyaan seperti itu
menuntut kemampuan siswa untuk melakukan imajinasi tingkat tinggi.
Hal penting yang lainya yang perlu menjadi perhatian dalam AKSI adalah stimulus berupa bahan
bacaan yang bersifat multikteks. Siswa tidak hanya membaca satu teks, tetapi dihadapkan pada dua atau
lebih teks dengan sumber dan pola penyajian yang bervariasi. Perkembangan teknologi informasi (IT)
memungkinkan kita memperoleh informasi dari berbagai sumber. Siswa harus dibiasakan untuk

6
menemukan, mengolah, dan menyajikan informasi yang melimpah dari berbagai sumber untuk
kepentingan yang bernilai positif bagi kehidupan di masa mendatang.

Literasi Sains Commented [AW1]: Pak Sabar

Penilaian AKSI pada kemampuan sains meliputi domain kemampuan konten, keterampilan dan
kemampun kognitif dan konteks. Domain konten sains terdiri dari bidang fisika, kimia, biologi, ilmu
bumi dan antariksa baik sebagai pengetahuan sains maupun sebagai pengetahuan prosedural. Sedangkan
kemampuan kognitif diukur pada kemampuan mengetahui (knowing), menerapkan (applying), dan
menalar (reasoning).
Sebagaimana ditunjukkan Gambar 4, nilai rata-rata pada aspek kemampuan konten sains sebesar
37,11 dengan nilai tertinggi 62,73 dan nilai terendah 12,10 untuk standar nilai 0–100. Rentang kesulitan
soal bergerak dari angka 27,35 sampai 68,88 dengan rentang 0 – 100. Tentu saja hasil ini masih jauh dari
yang diharapkan. Hal ini bisa terjadi mengingat sumber kesulitan dalam survei AKSI SMP yang cukup
beragam. Selain dari faktor konten sains, sumber kesulitan juga berasal dari faktor teknis. Berkaitan
dengan faktor konten sains, soal dirancang untuk mampu mendiagnosis kemampuan siswa sampai pada
taraf menalar (reasoning), sedangkan pada aspek teknis disajikan berbagai variasi jenis soal yang
membutuhkan kemampuan literasi digital yang cukup terlatih.

70
60
50
40
30
20
10
0
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Nilai Rata-rata

Gambar 4. Hasil AKSI dalam Literasi Sains

Pada aspek konten sains, kesulitan terbesar siswa adalah ketika berhadapan dengan soal-soal yang
membutuhkan kemampuan menalar (reasoning), sebagaimana tersaji pada Gambar 5. Adapun jenis soal
yang digunakan untuk menggali kemampuan menalar (reasoning) adalah soal uraian. Soal uraian adalah
soal yang memberi ruang bagi siswa untuk menjawab dengan menggunakan masukan (input) teks
dan/atau soal yang jawabannya melibatkan penggunaan rumus-rumus matematika.

7
Sebagai contoh soal uraian yang sulit dikerjakan oleh siswa adalah ketika disajikan fakta tentang suatu
fenomena alam, kemudian siswa diminta untuk memberi argumentasi tentang mengapa fakta tersebut
terjadi. Mayoritas siswa tidak mampu menjawab dengan benar. Sedangkan contoh soal yang melibatkan
formula yang mayoritas siswa tidak mampu menjawab adalah soal yang berkaitan dengan analisis benda
dan bayangan pada suatu cermin.
Kedua soal tersebut memiliki sumber kesulitan yang berbeda. Contoh soal yang disebut pertama
secara konten memang memiliki level kesulitan yang cukup tinggi, siswa kita belum terbiasa berhadapan
dengan soal semacam itu, sehingga banyak siswa yang gagal menjawab dengan benar. Sedangkan contoh
soal yang kedua, sebenarnya secara konten tidak terlalu sulit, namun secara teknis siswa mengalami
kesulitan untuk memberikan jawaban ketika melibatkan penggunaan formula (persamaan matematika).
Sebaliknya, soal-soal dengan tingkat kesulitan yang rendah (soal mudah) secara umum adalah
soal yang hanya menanyakan suatu fakta yang bisa diingat atau bahkan bisa diamati langsung dari gambar
atau simulasi di dalam soal. Bentuk soal yang digunakan adalah soal “benar-salah”, memilih opsi, dan
atau “drag and drop”. Soal semacam ini menjadi mudah untuk dikerjakan oleh siswa karena dua alasan,
yaitu kemudahan dari aspek konten yang diuji dan kemudahan teknis menjawabnya.

51

50

49

48

47

46

45
Mengetahui Menerapkan Menalar

Gambar 5. Tingkat Kesulitan Soal Berdasarkan Level Kognitif

Berdasarkan analisa tersebut, maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Pertama,
kemampuan rata-rata siswa dalam menalar (reasoning) pada konten sains masih belum mencapai harapan.
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains yang dikembangkan oleh guru sehari-hari belum banyak
melatih kemampuan menalar. Siswa belum terbiasa untuk menemukan alasan mengapa suatu fenomena
alam bisa terjadi. Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran yang bisa memberi ruang terbuka bagi
siswa untuk berlatih mengembangkan penalaran logis dari berbagai gejala alam perlu terus ditingkatkan.

8
Model-model tersebut antara lain Problem Based Learning, Project Based Learning, Inquiry dan lain-
lain. Kedua, siswa masih kesulitan untuk menjawab soal berbasis komputer terutama pada jenis soal yang
menggunakan formula matematika. Hal ini wajar karena kemungkinan besar siswa belum terbiasa
berhadapan dengan soal jenis ini. Biasanya pada soal berbasis komputer siswa hanya akan memilih opsi
jawaban benar dengan satu langkah klik. Namun pada tipe soal yang melibatkan formula, siswa harus
bekerja dengan equation editor yang belum banyak dilatihkan sebelumnya. Oleh karena itu perlu ada
upaya peningkatan literasi digital kepada para siswa terutama yang berkaitan dengan cara mengerjakan
soal berbasis komputer yang cukup variatif tipenya.

Literasi Matematika
Skor tertinggi untuk literasi matematika pada AKSI SMP 2017 adalah 67,39 sedangkan skor
terendah adalah 0,93 (mean = 27,51; SD = 8,29). Berdasarkan analisis hasil AKSI SMP ditemukan bahwa
secara umum soal yang masuk kategori sulit tidak memuat petunjuk atau indikasi eksplisit terkait rumus,
prosedur, ataupun konsep yang dibutuhkan. Soal dengan tingkat kesulitan paling tinggi adalah soal yang
tidak menampilkan informasi (khususnya informasi numerik) secara spesifik. Sebagai ilustrasi adalah soal
tentang membandingkan keliling beberapa bangun sederhana, namun ukuran sisi bangun tersebut tidak
disediakan secara eksplisit. Hal ini menunjukkan kurangnya kemampuan siswa dalam mencari dan
mengolah informasi. Jenis soal lain yang termasuk sulit bagi siswa adalah soal tentang penemuan rumus
atau pola dari sekumpulan informasi atau kejadian. Hal ini berkaitan dengan rendahnya kemampuan siswa
dalam menganalisis dan menemukan hubungan antardata. Terkait soal yang masuk kategori mudah, siswa
cenderung tidak mengalami kesulitan ketika menyelesaikan soal yang meminta mereka untuk membaca
informasi yang disajikan secara eksplisit. Sebagai ilustrasi adalah soal tentang diagram batang di mana
siswa menentukan banyak pengunjung pada suatu tahun tertentu. Temuan cukup menarik karena baik soal
sulit maupun soal mudah berkaitan dengan pemrosesan informasi.
Ditinjau dari domain kognitif, analisis hasil AKSI SMP menunjukkan secara umum tingkat
kesulitan butir yang relatif setara untuk ketiga domain ’mengetahui’, ’menerapkan’, dan ’menalar’.
Namun demikian, dari ketiga domain tersebut ’mengetahui’ memiliki tingkat kesulitan paling rendah
sedangkan domain ’menerapkan’ paling sulit (lihat Gambar 6). Temuan bahwa soal domain ’mengetahui’
mudah bagi siswa cukup bisa dipahami karena soal pada domain tersebut fokus pada pengetahuan faktual
dan prosedural. Soal pada domain ’mengetahui’ tersebut fokus pada pengetahuan faktual atau
keterampilan prosedural. Sebagai contoh adalah soal pada Gambar 3 yang hanya fokus pada operasi Commented [AW2]: Nomor gambar perlu disesuaikan setelah
semua laporan dikompilasi
penjumlahan aljabar. Temuan menarik dari hasil AKSI adalah soal pada domain ’menerapkan’ sedikit
lebih sulit dari soal pada dimensi ’menalar’. Secara teoritis, soal menalar memiliki kompleksitas berpikir

9
yang lebih tinggi dari soal menerapkan. Hal ini bisa terlihat dari soal pada Gambar 9 yang membutuhkan
kemampuan menganalisis hubungan antarbilangan dengan nilai tempat berbeda, sedangkan soal pada
Gambar 8 fokus pada interpolasi data yang juga bisa diselesaikan dengan menggambar grafik. Hal ini
mungkin berkaitan dengan konten materi yang diukur.

52,59

51,52

49,52

Mengetahui Menerapkan Menalar

Gambar 6 Tingkat Kesulitan Domain Mengetahui, Menerapkan, dan Menalar

Commented [AW3]: Perlu gambar yang lebih jelas

Gambar 7 Contoh Soal Domain ’Mengetahui’ pada AKSI

Commented [AW4]: Perlu gambar yang lebih jelas

Gambar 8. Contoh Soal Domain ’Menerapkan’ pada AKSI

10
Commented [AW5]: Perlu gambar yang lebih jelas

Gambar 9. Contoh Soal Domain ’Menalar’ pada AKSI

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kesulitan siswa adalah jenis soal
yang digunakan. Analisis hasil AKSI SMP menunjukkan bahwa tingkat kesulitan soal jika ditinjau dari
jenis soal memiliki tingkat yang relatif setara. Hal ini menunjukkan bahwa jenis soal tidak mempengaruhi
kesulitan siswa dalam menjawab soal. Namun demikian, untuk soal jenis custom yang berkaitan dengan
penemuan dan penulisan rumus mayoritas masuk kategori sulit. Ada kemungkinan faktor teknis
menjawab soal di mana siswa harus menggunakan equation editor menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa
dalam menjawab soal. Untuk soal custom berupa drag-and-drop tidak menjadi kendala bagi siswa seperti
terlihat dari tingkat kesulitan soal yang masuk kategori rendah.

Rekomendasi
Rekomendasi terkait perbaikan pembelajaran mencakup pembelajaran membaca, sains, dan
matematika. Hasil AKSI dapat dimanfaatkan sebagai rujukan untuk perbaikan dan pengembangan
kegiatan proses belajar mengajar.
Pertama, rekomendasi untuk pembelajaran membaca. Analisis hasil AKSI menunjukkan
perlunya upaya peningkatan kebiasaan membaca dan pengembangan daya konsentrasi siswa dalam
membaca. Hal itu penting dilakukan untuk membiasakan siswa berhadapan dengan stimulus berupa
bacaan/teks yang relatif panjang yang berasal dari berbagai sumber serta disajikan dengan model yang
bervariasi. Kegiatan membaca idealnya dijadikan sebagai payung pembelajaran bahasa dan sastra.
Kegiatan membaca diarahkan untuk memperoleh pengalaman bersastra, membaca untuk beroleh
informasi, dan membaca untuk kesenangan. Perlunya penyediaan ruang-ruang publik untuk membaca
dengan beragam bahan bacaan agar siswa berkesempatan untuk memperkaya skema dan membangun
kebiasaan membaca.
Kedua, rekomendasi untuk pembelajaran sains. Perlu ditingkatkan penerapan berbagai model
pembelajaran yang memberi kesempatan bagi siswa untuk berlatih menalar, memberikan argumentasi
tentang mengapa suatu fakta bisa terjadi. Model-model tersebut antara lain problem based learning,

11
project based learning, dan inquiry. Selain itu siswa juga perlu dilatih untuk terbiasa menjawab soal
berbasis komputer dalam berbagai variasinya.
Ketiga, untuk pembelajaran matematika. Analisis hasil AKSI menunjukkan perlunya peningkatan
kemampuan siswa dalam mencari dan mengolah informasi. Selain itu, pembelajaran juga perlu lebih
menekankan pada kemampuan analisis masalah sehingga bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi prosedur, konsep, atau rumus yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Mengenai
aspek teknis terkait penggunaan aplikasi, perlu dibuat petunjuk yang lebih jelas bagi siswa dalam
memberikan jawaban terutama untuk soal custom

12

Anda mungkin juga menyukai