Anda di halaman 1dari 9

1.

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara antara dokter dengan pasien/penderita atau
keluarganya/orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua
data info yang berhubungan dengan penyakitnya. Anamnesis terbagi menjadi dua jenis,
yaitu:
 Autoanamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter dan pasiennya secara
langsung, dimana pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
 Alloanamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter dan orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien, seperti keluarga, pembantu, atau
babysitter, dikarenakan pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, sehingga perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnnya.

Identitas pasien: nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku.1


Keluhan utama: Mengetahui apa yang dikeluhkan oleh pasien.
Riwayat penyakit sekarang:1
Kejang:
 Lamanya
 Frekuensi
 Kejang pertama/ pnh sblmnya
 Kapan/ saat kejang terjadi
 Sudah berapa kali
 Tonik, klonik, umum, fokal
 Lamanya, interval
 Kesadaran wkt kejang/ sesudah kejang
 Panas, muntah, lumpuh, kepandaian mundur
Nyeri kepala:
 Timbulnya bertahap atau mendadak
 Adakah gejala penyerta (gangguan penglihatan, mual, muntah, demam, fotofobia,
kaku leher)?
 Seberapa sering mengalami nyeri kepala?
 Riwayat trauma?
Riwayat penyakit dahulu:1
 Apa sebelumnya pernah mengalami seperti ini?
Obat-obatan:
 Sudah berobat?
 Adakah penggunaan obat-obatan sebelumya?
Riwayat penyakit keluarga:1
 Adakah diantara keluarga yang pernah mengalami seperti keluhan tersebut
 Adakah riwayat penyakit hipertensi, meningitis, perdarahan otak

1
Hal-hal yang perlu ditanyakan juga ialah:
 Riwayat kehamilan ibu: hal yang perlu ditanya adalah keadaan ibu selama hamil,
ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilukan untuk mengatasi penyakit.
Berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa antenatal
dilakukan. Obat-obatan yang diminum saat kehamilan muda.2
 Riwayat kelahiran: tanggal dan tempal kelahiran, siapa yang menolong, cara
kelahiran, adanya kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir, dan morbiditas
pada hari-hari pertama setelah lahir. Apakah cukup bulan atau tidak. Tempat
bersalin dimana, lahir secara normal atau operasi. Berat dan panjang bayi perlu
ditanyakan.2
 Riwayat makanan: apa makanan yang dikomsumsi oleh anak, baik dalam jangka
pendek, maupun jangka panjang. Kemudian dinilai apakah kualitas dan
kuantitasnya adekuat, yaitu memenuhi angka kecukupan gizi.2
 Riwayat imunisasi: status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun
imunisasi ulangan, khususnya BCG, DPT, polio, campak, Hepatitis-B.
 Riwayat tumbuh kembang: pada saat balita dapat dilihat dari kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Pemisahan dengan ibu dalam
waktu yang lama, penempatan anak dalam suatu panti, atau rawat inap di rumah
sakit tanpa kehadiran ibu, perawatan anak dengan penyakit kronik, dan lain-lain
harus diketahui juga. Pada anak usia sekolah perkembangan secara kasar dapat
diketahui dengan menelaah prestasi belajar anak.2

2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:2
 Kesan keadaan sakit: apakah pasien tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang
atau sakit berat.
 Kesadaran: apakah pasien komposmentis, apatik, somnolen, sopor, koma,
delirium. Lihat juga status mental pasien pakah tampak teneng, koperatif,
ketakutan, agresif, atau cengeng.
 Perhatikan pula apakah ada kelainan seperti dispne, napas cuping hidung,
retraksi, sianosis, ikterus, edema anasarka, dan lainnya.
Tanda-tanda vital: nadi, suhu, pernapasan, tekanan darah.2
Data antopometri:2
 Berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala.
Inspeksi: melihat apakah ada perubahan secara umum, sehingga dapat diperoleh data.
Palpasi: meraba organ. Apakah teraba adanya benjolan pada kulit atau organ.
Perkusi: mendengar batas-batas organ apakah ada abnormalitas.
Auskultasi: mendengar suara pernapasan, bunyi jantung, peristaltik usus.2

Pemeriksaan Neurologis

2
Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan
neurologis.. Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat kesadaran.
Secara umum data dikatakan bahwa semakin kuat rangsang yang dibutuhkan untuk
membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan tingkat kesadaran.3
 GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap
rangsang dan member nilai pada respons tersebut. Respons penderita yang perlu
diperhatikan adalah :3
Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Dengan rangang nyeri (tekan pada supraorbita atau ujung jari) 2
Tidak ada reaksi 1
Respons Verbal (Berbicara) Nilai
Baik dan tak ada disorientasi 5
(dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada,
tahu waktu, hari, bulan)
Kacau (“confused”) 4
(dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)
Tidak tepat 3
(dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
Mengerang (tidak mengucapkan kata-kata, hanya mengerang) 2
Tidak ada jawaban 1
Respons Motorik (Gerakan) Nilai
Menuruti perintah (misalnya, suruh : “angkat tangan”) 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
(berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan jari pada supraorbita.
bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu
untuk menapis rangsangan berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortifikasi) 3
(berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras,
seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi,
terdapat reaksi fleksi pada nyeri ; fleksi pada pergelangan tangan
mungkin ada mungkin tidak ada)
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
(dengan rangsang nyeri tsb diatas terjadi ekstensi pada siku.
Ini selalu disertai fleksi spatik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi 1
(Sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus diyakinkan
bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan)

3
REFLEKS PATOLOGIS
Refleks Babinski
Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang
pergelangan kaki upaya kaki tetap ditempat. Untuk merangsang dapat digunakan
kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan,
jangan sampai menyebabkan rasa nyeri, sebab hal ini menimbulkan reflex menarik
kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari
tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positive, kita dapatkan gerakan dorsoflexi ibu
jari, yang dapat disertai gerakan mekarnya jari-jari lainnya.3
Klonus
Salah satu gerakan kerusakan pyramidal ialah adanya hyperflexi. Bila hyperflexi ini
hebat dapat terjadi klonus. Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot, yang timbul bila
otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex-regang-otot (muscle stretch
reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper motor
neuron, pyramidal). Ada orang normal yang mempunyai hyperflesi fisiologis, pada
mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut
klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus berlangsung selama
rangsang diberikan), hal ini dianggap patologis. 3
Pada lesi pyramidal (Upper Motor Neyron Supranuklir) kita sering mendapatkan
klonus dieprgelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan.
Klonus Kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot triceps surae
betis. Pemeriksaan menempatkan tangannya ditelapak kaki penderita, kemudian
telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso flexi
sambil seterusnya diberikan tahanan ringan. Hal ini menyebabkan teregangnya otot
betis. Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu
berupa plantar flexi dan dorso flexi secara bergantian.3
Klonus Patela. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot kuadriceps
femoris. Kita pegang patella penderia, kemudian didorong dengan kejutan (dengan
cepat) kearah distal sambil diberikan tahan enteng. Bila terdapat klonus, akan telihat
kontraksi ritmik otot kuadriceps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari
patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
KAKU KUDUK
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelianan rangsang selaput
otak. Terdapat 3 cara untuk melakukan pemeriksaan kaku kuduk :
Flexi Kepala. Untuk pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan dengan tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudia
kepala ditekuk (flexi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan
ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk, kta dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada
kaku kuduk berat kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke
belakang.3
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Untuk memeriksa tanda ini dilakukan dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai

4
dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positive, amka tindakan
ini mengakibatkan flexi kedua tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah
tungkai nya tidak lumpuh, tentulah tungkai tidak akan diflexikan. 3
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai diflexikan pada persendian
panggul, sedangkan tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Bila tungkai yang satu ini ikut pula terflexikan, maka disebut tanda brudzinski II
positive.
Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring diflexikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90O. Setelah itu tungkai bawah di
ekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini
sampai sudut 135O, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positive.
Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral. 3
Tanda Lasegue
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien yang sedang berbaring diluruskan
(ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, di bengkokan
(flexi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satunya lagi harus dalam keadaan
lurus (ekstensi). Pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 70O sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita
mencapai 70O, maka tanda lasegue positive.3

3. Diagnosis banding
Meningitis tuberkulosa
Gejala tidak khas dan timbul perlahan-lahan dan berlangsung sekitar 2 minggu sebelum
timbul tanda-tanda rangsang meningeal. Gejala berupa rasa lemah, kenaikan suhu yang
ringan, anoreksia, tidak mau bermain-main, tidur terganggu, mual, muntah, sakit kepala
dan apatik. Pada bayi, iritabel dan ubun-ubun besar membonjol merupakan manifestasi
yang sering ditemukan, sedang pada anak yang lebih besar, mungkin tanpa demam dan
timbul kejang yang intermiten.3-4

Meningitis bakterialis
Gejala yang biasa timbul pada anak biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah
dan nyeri kepala. Kadang-kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan
tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, dan koma dapat juga erjadi.
Tanda klinisayang bisasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig.
Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai dengan
fotofobi dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi
meningen serta radiks spinalis.3-4
Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena
terganggunya suplai vaskuler ke saraf. Saraf-saraf kranial, VI, VII, dan IV adalah yang
paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal

5
atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral
dapat menyebabkan serebritis dan abses. Trombosis vaskuler dapat menyebabkan kejang
dan hemiptasis.3-4

Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal
lebih dari 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga
kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab trtentu. Kejang dapat berupa kejang tonik atau tonik-klonik.3-4

Epilepsi
Serangan epilepsi ada beberapa macam dan pada sebagian penderita terjadi penurunan
kesadaran ketika mengalami serangan dan tanpa ada peningkatan suhu atau terjadinya
demam tinggi. Ini dapat disertai dengan gerakan-gerakan motorik yang hebat (misalnya
pada jenis grandmal) atau gerakan motorik yang singkat (misalnya pada jenis mioklonik
atau jenis spasmus infantile). Penurunan kesadaran dapat pula disertai dengan gerakan-
gerakan yang cukup terkoordinasi, misalnya berjalan hilir-mudik,memindah-mindahkan
barang atau menepuk-nepuk meja.3-4
Epilepsi fokal ringan pada anak mempunyai kekhususan tersendiri, beberapa ciri dan
jenis epilepsi ini adalah :
 Serangan pertama biasanya terjadi di usia 5-10 tahun
 Serangan terutama terjadi sewaktu tidur
 Tanpa ada peningkatan suhu tubuh yang drastis
 Respon terhadap obat antikonvulsan adalah baik

4. Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium. Likuor
serebrospinalis berwarna jernih, opalesen atau kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan
dan jumlah sel meninggi dan terdiri terutama dari limfosit. Kadar protein meninggi
sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Bila cairan otak didiamkan maka
akan timbul fibrinous wab (pelikel), tempat yang sering ditemukannya basil
tuberkulosis.4
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat.jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB, maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.6
Foto polos toraks mungkin dapat menunjukkan sumber infeksi.
Pemeriksaan CT-scan dengan kontras dapat mennetukan adanya dan luasnya kelainan di
daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.6

5. Working diagnosis
Meningitis tuberkulosa

6
Diagnosis berdasarkan pada karakteristik klinis, kelainan radiologi, perubahan pada
pemeriksaan cairan serebrospinal, dan respons pada obat anti tuberkulosa.

6. Etiologi
Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Selalu memberikan gambaran granuloma
dengan nekrosis sentral mikroskopik suatu tuberkel terdiri dari kumpulan histiosis mirip
dengan sel epitel adalah makrofag yang telah mengalami aktivasi oleh karena melakukan
fagositosis kkuman tuberkulosis yang mengandung lipid dan sukar dicernakan.
Sel epiteloid dengan pengecetan rutin menunjukkan sitoplasma yang merah muda,
granuler dan banyak. Kadang terdapat kuman tuberkel yang utuh maupun telah
terpotong. Tapi kelompok sel-sel epiteloid maupun bagian tengahnya dapat mengandung
sel datia langhans yang terjadi dari fusi sel-sel epiteloid atau pembagian intraseluler
tanpa disertai pembagian sitoplasmanya.

7. Epidemiologi
Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas
tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama
bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.4

8. Patofisiologi dan manifestasi klinis


Patofisiologi
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak atau madula spinalis, akibat
penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan
tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya
dari tuberkel yang pecvah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor
imunologis. Basil kemudian langsung masuk ruang subaraknoid atau ventrikel.hal ini
mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa
bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yaang sudah tersensitisasi,
maka masuknya basil kedalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan yang
menyebabkan perubahan dalam cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula
tibul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada
dasar otak dan ependium. Meningitis bakterialis yang terjadi akan menimbulkan
komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan
arteria dan vena serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan serebrospinal.
Perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medula spinalis akan menyebabkan
spinal block dan paraplegia.4-6

Manifestasi klinis
Gejala tidak khas dan timbul perlahan-lahan dan berlangsung sekitar 2 minggu sebelum
timbul tanda-tanda rangsang meningeal. Gejala berupa rasa lemah, kenaikan suhu yang
ringan, anoreksia, tidak mau bermain-main, tidur terganggu, mual, muntah, sakit kepala
dan apatik. Pada bayi, iritabel dan ubun-ubun besar membonjol merupakan manifestasi

7
yang sering ditemukan, sedang pada anak yang lebih besar, mungkin tanpa demam dan
timbul kejang yang intermiten.3-4
Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas
menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku,seluruh
tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-
ubun menonjol dan umumnya juga terdeapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga
sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid.
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.3-4
Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur,
kadang-kadang terjadi pernapasan Cheyne-Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak
meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali.3-4
Tiga stadium di atas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang
lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak
meninggal.

9. Penatalaksanaan
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat
pada fase internsif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular.
OAT pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat
yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan setiap hari. 6
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstraplmonal diberikan empat macam
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau steptomisin). Pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Untuk TB tertentu yaitu meningitis
TB, TB milier, efusi pleura TB, dan peritonitis TB, diberikkan kortikosteroid dengan
dosis 1-2 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3 dosis, maksimal 60 mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama
1-2 mingu.6
Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15
mg/kgbb/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian.6
Rifampisin digunakan saat 1 jam sebelum makan. Rifamfampisin diberikan dalam
bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgbb/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis
satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin
tidak melebihi 15 mg/kgbb/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgbb/hari.6
Pirazinamid diberi secara oral dengan dosis 15-30 mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal
2 gr/hari.
Etambutol jarang diberikan karena toksisitasnya pada mata. Obat ini dapat mencegah
timbulnya resistensi obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgbb/hari,
maksimal 1,25 gr/hari, dengan dosis tunggal.6

8
Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15/40 mg/kgbb/hari, maksimal
1 gr/hari.6

10. Komplikasi
Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.
Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus
akibat sumbatan, resopsi berkurang atau produksi berlebihan dari likuor serbrospinalis.
Anak juga dapat menjadi buta atau tuli dan kadang-kadang timbul retardasi mental.4

11. Prognosis
Penderita yang tidak diobati biasanya meninggal. Prognosis berdasrkan kepada stadium
penyakit saat pengobatan dimulai dan umur pasien. Pasien yang dibawah 3 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk daripada yang lebih tua.3
Hanya 18% dari yang hidup mempunyai neurologis dan intelek normal. Gejala sisa
neurologis yang terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan
sensori ekstremitas.3

Kesimpulan
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh bakteri M. tuberkulosa yang dapat menyebabkan
gejala seperti demam, kaku kuduk, kejang dan lain-lain. Penyakit ini memiliki 3 stadium.
Diagnosis yang cepat, tepat, dan pemberian obat dapat menjadi tindakan yang akan
menentukan prognosis dari penyakit ini.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. History and examination at a glance. Jakarta: Erlangga; 2007.h


2. Matondang C.S, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT
Sagung Seto; 2000.h. 1-35
3. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 2010. H 21 – 84, 107 – 8, 135 – 49.
4. Soetamenggolo T.S, Ismael S, Lazuardi S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI;
1999.h. 214-246; 339-371
5. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta; 2007.h. 562-4
6. Rahajoe N.N, Basir D. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Jakarta: IDAI; 2007.h. 30-
53

Anda mungkin juga menyukai