Anda di halaman 1dari 85

Puslitbang tekMIRA Telp : 022-6030483

Jl. Jend. Sudirman No. 623 Fax : 022-6003373


Bandung 40211 E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id

LAPORAN AKHIR

Kelompok Pelaksana Litbang


TeknologiPengolahan dan Pemanfaatan Batubara

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN BATUBARA

Oleh:

Dedy Yaskuri, Miftahul Huda, Nining S, Datin F.U, Ikin S, M. Ade Andriansyah,
Piciato, Fahmi S, Nurhadi, Dahlia D, Gandhi K, Rudi S, Ropik, Ujat , Widodo,
Aat, Lely A
PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA - tekMIRA
2014

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batubara memainkan peran sentral dalam mendukung pembangunan ekonomi global
terutama dalam hal memenuhi kebutuhan energi. Saat ini 27% dari kebutuhan energi
primer dan 41% energi listrik dunia berasal dari batubara. Pada beberapa negara
prosentase pembangkit listrik berbahan bakar batubara jauh lebih tinggi misalnya di Afrika
Selatan 93%, Polandia 92%, China 79%, dan Australia 77% (IEA, 2010).

Pemakaian batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia juga semakin
meningkat dan mengarah pada pemakaian batubara peringkat rendah atau lignit yang
mempunyai nilai kalor sekitar 4200 kkal/kg (GAR). Walaupun demikian PLTU batubara yang
ada saat ini masih belum bisa menggunakan semua lignit yang tersedia karena beberapa
lignit di Indonesia mempunyai nilai kalor kurang dari 4200 kkal/kg. Sebagai contoh
batubara Pendopo seam Benuang di Sumatera Selatan mempunyai nilai kalor rata-rata
2600 kkal/kg (GAR) dan batubara Muara Wahau di Kutai Timur mempunyai nilai kalor rata-
rata 3300 kkal/kg (GAR). Ketimpangan antara kualitas batubara lokal dengan spesifikasi
batubara PLTU nampak nyata di Aceh. PLTU Nagan Raya Aceh didesain untuk batubara
dengan nilai kalor 4200 kkal/kg (GAR) padahal sebagian besar batubara Aceh mempunyai
nilai kalor kurang dari 4200 kkal/kg (GAR) (Berita Harian Serambi Indonesia tanggal 10 Juni
2010).

Teknologi pengeringan telah dikembangkan sejak tahun 1920-an (Pronyk, 2005). Pada
tahun tersebut di Austria dikembangkan proses Fleissner untuk menurunkan kandungan
air batubara peringkat rendah menggunakan media dan energi panas dari superheated
steam. Saat ini telah banyak teknologi pengeringan batubara dikembangkan dan
berdasarkan fasa air yang keluar dari batubara saat proses, teknologi pengeringan
batubara dapat dikelompokkan menjadi teknologievaporative dan non-evaporative. Pada
teknologievaporative, air dikeluarkan dalam batubara dalam fasa gas sedangkan pada
proses non-evaporative karena penggunaan tekanan tinggi pada saat proses maka air
keluar dari batubara dalam bentuk fasa cair. Sebagian besar teknologi pengeringan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 1
batubara adalah masuk ke dalam jenis teknologi evaporative seperti contoh teknologi UBC
(upgraded brown coal), BCB (binderless coal briquetting), CUB (Coal Upgraded Briquettes)
dan lain-lain.Teknologi yang termasuk kedalam jenis non-evaporativedrying adalah
technology hydrothermalseperti CHTD (Kraemer, 2007).Alat yang digunakan untuk
pengeringan batubara juga bermacam-macam seperti pengering putar (rotary dryer ), flash
dryer, fluidized bed dryer, slurry evaporator, autoclave dan hydraulic press dan lain-lain.

Dalam rangka mendukung program peningkatan nilai tambah batubara, Puslitbang


tekMIRA mengembangkan teknologi upgrading yang diberi nama coal Drying And
Briquetting (CDB) . Proses pengeringan batubara menggunakan reaktor pengering putar
(rotary dryer ) dengan energi pemanasan berasal dari gas hasil pembakaran batubara atau
uap air. Pengering Putar dapat digunakan untuk mengeringkan batubara

Teknologi CDBditargetkan menghasilkan batubara dengan kadar air 15-20% dan nilai kalor
antara 4000-5500 kkal/kg (GAR). Proses pengeringan batubara diharapkan mempunyai
biaya investasi lebih kecil karena prosesnya sederhana dan menggunakan suhu dan
tekanan rendah. Walaupun demikian proses pengeringan batubara diharapkan
menghasilkan briket batubara yang lebih kuat karena kadar airnya masih tinggi dan tahan
terhadap spontaneous combustion. Suhu gas untuk pengeringan dan lama proses
pengeringan dijaga sehingga suhu batubara yang dikeringkan berada dibawah
150oC.Dengan demikian permasalahan mengenai limbah cair yang mengandung phenol
atau gas buang yang mengandung CO tidak dihadapi oleh teknologi ini.

Pengembangan teknologi pengeringan batubara dimulai pada tahun 2010. Pada tahun
tersebut telah dilakukan proses pengeringan batubara menggunakan pengering putar
dengan sistem pemanasan tidak langsung (rotary dryer indirect heating). Terbukti
pengeringan dengan rotary dryer dapat menghasilkan batubara kering dengan kadar air
yang stabil air antara 15-20 %. Berdasarkan hasil pada tahun 2010 tersebut dirancang pilot
plant teknologi pengeringan batubara dengan diagram alir seperti pada Gambar 1.1
Berikut adalah fungsi peralatan utama dalam teknologi pengeringan batubara.

a. Tungku pembakaran batubara: Tungku pembakaran batubara yang dipakai adalah


jenis cyclo burner. Tungki ini diperlukan untuk menghasilkan gas panas untuk proses

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 2
pengeringan. Umpan tungku pembakaran adalah batubara halus hasil pemisahan
pada siklon.
b. Ruang penyesuaian suhu gas: adalah ruangan tempat mengatur suhu gas yang masuk
ke pengering putar. Penyesuaian suhu dilakukan dengan mengalirkan gas dingin dari
bag filter dengan jumlah tertentu
c. Pengering putar: pada alat ini batubara basah ukuran lebih kecil dari 2 cm dimasukkan
ke hopper pengering putar menggunakan belt conveyor. Selanjutnya batubara
dimasukkan ke pengering putar melalui rotary valve. Gas panas dari ruang
penyesuaian suhu gas selanjutnya kontak langsung dengan batubara basah sehingga
terjadi proses pengeringan. Batubara kering keluar dari outletpengering putar
selanjutnya di briket.
d. Penangkap partikulat (siklon, wet scrubber dan bag filter). Batubara kering dan
berukuran halus dipisahkan dari gas buang di siklon. Batubara ukuran sangat halus dan
abu terbang batubara (fly ash) diharapkan tertangkap di wet scrubberdan bag filter.

Gambar 1.1 Diagram alir pilot plant proses pengeringan batubara

Mulai tahun 2011 dilakukan pembangunan pilot plant proses pengeringan batubara
teknologi pengeringan batubara dan pada tahun tersebut peralatan utama teknologi
pengeringan batubara yaitu cyclo burner dan pengering putar dikonstruksi. Pada tahun
2012 peralatan utama teknologi CDB dilengkapi denganperalatan penangkap partikulat
seperti cyclone, wet scrubberdan bag filter, peralatan pengontrol kecepatan motor yaitu
OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN
BATUBARA 3
inverter dan belt conveyor untuk memindahkan batubara basah dari stockpile ke pengering
putar juga telah dipasang. Selain itu integrasi peralatan, pemipaan, pemasangan kabel
listrik dan kabel kontrol juga telah selesai dilakukan. Berdasarkan hasil percobaan awal
pada tahun 2012, di identifikasi bahwa diperlukan penambahan siklon dan wet scrubber
lagi agar penangkapan partikulat dapat berjalan lebih baik tidak terjadi penyumbatan.
Pada kegiatan tahun 2013 ukuran kapasitas wet scrubber kurang besar dan juga desain
siklon kurang tepat maka, dilakukan modifikasi lagi peralatan-peralatan tersebut.
Modifikasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pembuatan siklon penangkap debu,
wet scruber, de-fog dan pembuatan kolam water treatment, dan dilakukan beberapa kali uji
coba. Dari hasil uji coba, didapatkan produk kadar air masih berfluktuasi, sehingga masih
dibutuhkan uji coba lanjutan untuk mendapatkan hasil penurunan kadar air yang stabil.

Beroperasinya pilot GOAL


Beroperasinya plant dan
sikloburner dan terkarakterisa-
rotary dryer sinya produk 1. Menghasilkan pilot
plant pengering
batubara untuk
2011 2012 2013 2014 fasilitas pengujian
2. Menghasilkan design
teknis pabrik
Beroperasinya Terujinya pilot pengeringan batubara
penangkap partikulat plant dan dibuat
(siklon, wet scrubber & skala demo plant
design skala
bag filter)
demo plant
Gambar 1.2 Road Mappengembangan teknologi pengeringan batubara

Tabel 1.1 Rincian Kegiatan

Tahun 2011 2012 2013 2014

Beroperasinya Beroperasinya Beroperasinya pilot Terujinya pilot


Target
peralatan peralatan siklon plant yang stabil plant
pulverized burner, dan wet scrubber tanpa masalah

dan rotary dryer yang terintegrasi dalam waktu yang

kapasitas 2 deng-anpilot plant lama (> 24 jam)


ton/hari. CDB kapasitas 2
ton/hari.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 4
Kegiatan Pengembangan Pembangunan dan Modifikasi dan Optimasi peralatan
proses CDB ujicoba pilot plant ujicoba pilot plant dan proses serta

peningkatan peningkatan kualitas perencanan


kualitas batubara peringkat pembuatan desain

batubara peringkat rendah teknologi skala demo

rendah teknologi CDB (tahap 2).

cdb (tahap 1).

Rincian • Desain • Uji Operasi Rotary • Fabrikasi siklon dan • Optimasi kinerja
kegiatan pulverized burner, dryer wet scrubber peralatan

dan rotary dryer • Uji Operasi Burner tambahan • Uji performanasi


• Fabrikasi • Uji Operasi cyclone • Instalasi pengolahan /ketahanan
pulverized burner, • Pembuatan Feeder limbah cair teknologi CDB
dan rotary dryer Rotary dryer • Modifikasi feeder • Pengukuran

• Konstruksi • Pembuatan bag • Ujicoba peralatan tingkat emisi

pulverized burner, filter dan wet dan ketahanan pilot partikulat

dan rotary dryer scrubber plant CDB • Pembuatan desain

• Uji coba operasi • Karakterisasi produk skala demo

pulverized burner, upgrading kapaistas 100

dan rotary dryer ton/hari

Indikator Beroperasinya • Beroperasinya - Beroperasinya - Adanya desain

keberhasilan peralatan peralatan siklon seluruh peralatan pabrik


pulverized burner, dan wet pilot plant kapasitas pengeringan
dan rotary dryer scrubberyang 2 ton/hari secara batubara teknologi

kapasitas 2 terintegrasi dalam kontinyu selama CDB skala demo

ton/hari secara pilot plant CDB lebih dari 2 x 24 jam

kontinyu selama kapasitas 2 ton/hari tanpa trouble

minimal 2 x 24 secara kontinyu

jam selama minimal 2 x

24 jam

Pada tahun 2014 diharapkan semua peralatan dapat berfungsi dengan baik sehingga
percobaan pengeringan batubara yang dilakukan dapat menghasilkan data untuk
kepentingan scale up peralatan ke skala demo plant (150 ton/hari). Pada tahun 2015 akan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 5
dilanjutkan dengan melakukan uji coba lanjutan dengan melakukan percobaan
pengeringan, percobaan pembriketan hasil produk pengeringan. Dari percobaan ini untuk
mendapatkan karakterikasi batubara yang telah di proses dan mendapatkan data sebagai
review design perencanaan perancangan dengan kapasitas demo plant. Road map
pengembangan pengeringan batubara dapat dilihat pada Gambar 1.2 dan Tabel 1.1.

Laporan ini berisi tentang hasil kegiatan TA 2014. Meliputi kegiatan modifikasi percobaan
dan desain pabrik upgrading batubara

1.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan selengkapnya meliputi:


a. Persiapan
b. Uji coba peralatan
c. Modifikasi peralatan
d. Uji coba pengeringan batubara kadar air tinggi pada pilot plant

1.3. Tujuan

Menghasilkan teknologi pengeringan batubara buatan dalam negeri yang prosesnya


sederhana, keekonomiannya menarik dan dan produknya dapat digunakan di dalam negeri
(coal drying technology that work).

1.4. Sasaran
Memperoleh data hasil percobaan upgrading batubara kalori rendah dengan cara
pengeringan yang dapat dijadikan acuan sebagai perencanaan disain pabarik pengering
batubara skala demo plant.

1.5. Lokasi Kegiatan


Kegiatan akan dilakukan di:
a. Puslitbang tekMIRA Bandung
b. Pilot Plant Pengeringan Batubara di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di
Palimanan, Cirebon

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pengeringan Batubara


Cadangan batubara Indonesiasebagian besar memiliki peringkat sub-bituminus dan lignit yang termasuk
kedalam batubara peringkat rendah (BPR). Cadangan (BPR) saat ini belum diminati karena sulit dipasarkan.
Salah satu sifat yang tidak menguntungkan dari batubara tersebut adalah tingginya kandungan air total (30-
50%) sehingga nilai kalor menjadi rendah (<5.000 kal/g adb atau <4.200 kal/g ar). Selain itu, batubara
peringkat rendah mempunyai kecenderungan untuk terjadinya pembakaran spontan (spontaneous
combustion). Dengan kondisi demikian BPR memiliki kendala dalam pemanfaatannya karena memberikan
pengaruh yang negatif terhadap biaya transportasi dan proses pembakarannya.

Air yang terkandung dalam batubara terdiri dari air bebas (free moisture) dan air lembab (inherent moisture).
Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan dalam rekahan atau kapiler
yang mempunyai tekanan uap normal. Sedangkan air lembab adalah air yang terikat secara fisik pada struktur
pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah daripada tekanan uap normal.
Pemikiran untuk menanggulangi tingginya kadar air dalam batubara timbul berdasarkan kondisi di atas.
Apakah air dalam batubara dapat dikurangi dengan hanya memanaskan batubara tersebut sehingga airnya
keluar berupa uap. Selanjutnya apakah pengurangan kadar air dengan cara ini bersifat permanen, artinya akan
tetap stabil setelah disimpan sekian lama.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 7
Status air dalam batubara dapat diketahui dengan mengamati panas desorpsinya. Sekitar
80% air dalam batubara adalah dalam bentuk bebas dan panas yang dibutuhkan untuk
desorpsi adalah sama dengan panas latent penguapan. Dua puluh persen (20%) sisanya
adalah air yang terikat lebih kuat dalam lignit. Air ini biasanya terdapat dalam pori-pori
batubara ukuran kecil (micropores). Dalam proses pengeringan batubara, variasi kekuatan
ikatan air dalam batubara akan menghasilkan perilaku penguapan yang berbeda.
Kecepatan pelepasan air dari batubara dan suhu pengeringan berpengaruh pada struktur
pori, sifat fisik dan sifat kimia batubara hasil pengeringan.

Sebagian besar sistem peralatan pengeringan batubara yang ada saat ini adalah pengering
dengan sistem pertukaran panas langsung. Pada sistem ini sebagian besar panas di
transfer ke batubara melalui mekanisme konveksi. Dalam pengering, batubara basah
dicampur dengan gas panas yang dihasilkan dalam ruang bakar terpisah. Gas-gas
pengeringan terutama terdiri dari udara, tetapi juga akan berisi beberapa produk dari
proses pembakaran. Panas akan ditransfer dari gas pengeringan ke batubara basah, dan air
yang terkandung dalam batubara kemudian menguap setelah dipanaskan.

Setiap batubara mempunyai karakteristik perilaku sendiri dalam proses pengeringannya.


Perilaku ini biasanya digambarkan dalam sebuah kurva yang menghubungkan antara
suhu/kecepatan gas/kondisi tekanan dengan waktu pengeringan. Kurva ini disebut sebagai
kurva pengeringan. Gambar 4 menampilkan contoh kurva pengeringan batubara.

Gambar 2.1. Kurva Pengeringan Batubara (Allardice)

Berdasarkan kurva pengeringan pada Gambar 2.1, proses pengeringan batubara dapat
dibagi menjadi tiga tahap.Tahap pertama (initial period) adalah tahap penghilangan air
OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN
BATUBARA 8
bebas (free moisture).Pada tahap ini laju pengeringan bertambah dengan berjalannya
waktu. Pada tahap kedua (constant rate period), pengeringan batubara berlangsung pada
laju yang konstan dan suhu batubara hanya sedikit meningkat. Pada tahap ini, energi
panas yang ditransfer dari gas pengeringan adalah sama dengan panas yang dipakai untuk
penguapan air pada permukaan batubara. Lebih kurang dibutuhkan 610 kkal panas untuk
menguapkan 1 kg air dari dalam batubara
Laju pengeringan batubara ditentukan oleh sejumlah faktor, yaitu:
• Luas permukaan partikel
• Selisih suhu batubara dan suhu media pengeringan
•Selisih tekanan uap pada permukaan batubara dan tekanan parsial uap air di atmosfer
• Volume dan kecepatan aliran gas pengeringan
• Tebal dan bulk density lapisan batubara
Pengeringan tahap ketiga dimulai setelah permukaan batubara paling luar sudah hampir
kering. Pada tahap ini pengeringan berlangsung dengan laju yang semakin lambat karena
jumlah permukaan batubara basah yang dapat kontak langsung dengan gas panas
semakin lama semakin sedikit. Uap air pada tahap ini berasal dari bagian dalam batubara
dan bergerak keluar batubara dengan menembus pori-pori yang ada.Oleh sebab itu
pengeringan batubara pada tahap ini sangat dipengaruhi oleh karakterisktik masing-
masing batubara.

Air dapat masuk kembali ke dalam batubara setelah proses pengeringan. Seberapa besar
air dapat masuk kembali ke batubara dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat masuknya air ke dalam batubara harus diketahui untuk mendapatkan produk
batubara kering sesuai yang diinginkan.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 9
Gambar 2.2 Kurva pelepasan air dan penyerapan kembali air pada proses pengeringan
batubara Kaltim (Karthikeyan, 2007)

Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara waktu dan kadar air batubara dalam proses
pengeringan batubara pada suhu yang berbeda (75°C, 100°C dan 150°C) yang dilanjutkan
dengan kurva penyerapan kembali air (moisture) dalam suhu kamar (27oC) dan
kelembaban 80%. Semakin tinggi suhu semakin cepat waktu pengeringan. Kadar air
batubara kering meningkat dari 0% menjadi sekitar 10 - 13% setelah penyerapan kembali
moisture dalam jangka waktu sekitar 2 sampai 4 hari. Kadar air batubara kering dapat
diatur menjadi diatas 13% dengan mengatur waktu dan suhu pengeringan. Pengurangan
kadar air batubara kering dibawah 10% agak sulit dilakukan tanpa memutus ikatan air
dengan gugus fungsi yang ada dalam batubara.

Pengaruh peringkat batubara pada tingkat penyerapan air dilihat pada Gambar 2.3. Sumbu
Y pada (Gambar 2.3) adalah rasio antara air yang masuk ke dalam batubara setelah
pengeringan dengan air yang dilepas saat pengeringan. Pada batubara bituminous semua
air yang dilepas saat pengeringan 100% kembali lagi ke dalam batubara sementara itu
pada batubara lignit hanya 30% dari air yang kembali ke batubara. Diperkirakan pori-pori
dalam batubara bituminous berada dalam struktur yang sangat kuat oleh sebab proses
pembatubaraan (coalification) alami sehingga pori-pori batubara bituminous tidak rusak
selama proses pengeringan dan air dapat kembali lagi ke dalam pori setelah proses
pengeringan.

Gambar 2.3. Pengaruh peringkat batubara pada penyerapan air kembali setelah proses
pengeringan (Gorbarty, 1994).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 10
Tabel 2.1 Pengaruh suhu pengeringan pada gugus fungsi batubara (Mukherjee, 2004)

Suhu oC Moisture (%) Abu (%) O COOH (%) O OH (%) Moisture (%)(60% RH)

200 7,1 3,6 3,9 5,1 12,3

250 6,3 3,7 3,6 4,9 11,2

275 5,6 3,8 2,3 5,0 10,4

300 4,5 3,7 1,9 5,8 9,4

325 4,5 3,9 1,4 6,4 7,5

350 3,4 3,8 1,3 6,9 7,6

Pengeringan batubara dapat menghasilkan produk dengan kadar air dibawah 10% bila
dilakukan pada suhu lebih tinggi sehingga gugus fungsi karboksil yang ada dalam
batubara terlepas. (Tabel 2.1) menampilkan hubungan antara suhu pengeringan dengan
kandungan air dan kandungan gugus karboksil. Dengan meningkatkan suhu pengeringan
batubara dari 200oC ke 350oC jumlah gugus karboksil dapat diturunkan dari 3,9% menjadi
1,3% sementara itu kadar air batubara setelah penyerapan kembali air pada kelembapan
relative 60% (moisture at 60% RH) berkurang dari 12,3% menjadi 7,6%.

Walaupun suhu pengeringan menentukan jumlah moisture pada batubara kering tetapi
dalam prakteknya suhu pengeringan batubara diusahakan setinggi mungkin tetapi dalam
batas-batas aman (Allardice, 2001).Dengan menggunakan suhu tinggi, volume gas
pengeringan yang dibutuhkan menjadi semakin sedikit, yang pada gilirannya mengurangi
kebutuhan bahan bakar, listrik dan jumlah debu yang dihasilkan oleh pengering. Efisiensi
thermal juga semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu pengeringan. Faktor lain yang
paling berpengaruh pada proses pengeringan batubara adalah waktu pengeringan. Tetapi
perlu diketahui bahwa data mengenai waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan ini akan
sesuai kalau data tersebut diperoleh dari hasil percobaan skala pilot atau sumber empiris
lainnya.

Dari faktor-faktor yang dipertimbangkan di atas dapat disimpulkan bahwa fitur yang
diinginkan pengering termal adalah:

• Harus ada pasokan gas panas pada suhu sedikit di atas suhu kritis bahan yang akan
dikeringkan.
OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN
BATUBARA 11
• Harus ada metode sehingga terjadi kontak yang baik antara gas panas dengan
material yang sedang dikeringkan.

• Waktu tinggal bahan dalam pengering secepat mungkin tetapi dengan penguapan air
yang memadai. Peralatan pengering batubara harus memiliki kemampuan untuk
mengeringkan berbagai macam ukuran bahan tetapi tanpa menimbulkan kondisi
pengeringan yang berlebihan atau sebailknya.

• Peralatan pengering batubara harus mempunyai kapasitas yang besar.

• Peralatan pengering batubara harus mampu mempertahankan temperature gas buang


pada tingkat yang cukup tinggi untuk mencegah kondensasi dalam sistem.

• Peralatan pengering batubara harus mempunyai desain yang sederhana, mudah


dioperasikan dan mudah diperbaiki bila terjadi kerusakan.

Kandungan air adalah faktor yang paling menentukan hasil proses pembriketan tanpa
bahan pengikat. Ikatan dalam briket tanpa bahan pengikat biasanya berupa ikatan
hidrogen antara partikel batubara melalui gugus fungsi oksigen yang terkandung dalam
permukaan partikel batubara.

Pengontrolan kandungan air di dalam produk akan sangat menentukan untuk optimasi
kekuatan briket dengan cara meminimalisasi sifat shringkage dan sifat mudah pecah ketika
tejadi pelepasan atau penyerapan moisture (proses equalibration) saat proses
penyimpanan dan transportasi.

Kandungan air juga merupakan salah satu faktor penyebab swabakar dari briket (produk
hasil pengeringan) dalam proses penyimpanan. Bila kandungan air dalam produk
pengeringan telah rendah (<10%) maka akan terjadi penyerapan kembali air yang cukup
besar untuk mencapai kondisi kestimbang. Panas (akibat proses adsorpsi) akan timbul
ketika air teradsorpsi kembali kedalam briket. Hal ini dapat saja terjadi ketika
bertambahnya kelembaban udara atau hujan kecil sekalipun. Kenaikan temperatur briket
yang dihasilkan oleh proses penyerapan air lembab akan mengakibatkan terjadinya proses
oksidasi oleh udara ketitik dimana terjadinya proses swabakar briket tersebut. Dari hasil
penelitian, setiap kenaikan temperatur briket sebesar 10oC akan mengakibatkan kecepatan
oksidasi bertambah dua kali lipat.Karena produk CDB mempunyai kandungan air cukup

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 12
(15-20%) maka diharapkan produk tersebut menghasilkan briket dengan kekuatan tinggi
dan tahan terhadap spontaneous combustion.

2.2. Desain Pengering putar (Rotary dryer )


Pengering putar adalah alat pengering bahan padat yang paling umum digunakan dalam
industri.Pengering ini terbuat dari cangkang/kapsul/shell berbentuk silinder. Komponen
peralatan pengering putar terdiri atas peratan seperti coal burner untuk menghasilkan gas
panas, pengumpan batubara (coal feeder) dan siklon/wet scrubber/bag filter untuk
membersihkan partikulat dari gas buang. Posisi pengering sedikit miring terhadap bidang
horizontal agar padatan dapat mengalir dari ujung satu ke ujung lainnya. Dalam sistem
pemanasan langsung, gas panas dialirkan pada bagian dalam pengering putar sehingga
bersentuhan dengan zat padat yang akan dikeringkan (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Pengering Putar (Rotary dryer )

Untuk meningkatkan intensitas interaksi antara fasa gas dan fasa padat, pada permukaan
silinder pengering putar bagian dalam dipasang plat-plat besi sejajar (flight) yang
berfungsi mengangkat zat padat kebagian atas dan menjatuhkannya kebagian bawah pada
saat pengering sedang berputar.

Pengering putar biasanya dapat digunakan untuk mengeringkan semua jenis partikel
padat tetapi tidak dapat digunakan mengeringkan slurry dan pasta. Partikel padat tersebut
bisa dalam bentuk bubuk (powder), butiran (granules) dan agglomerate. Ukuran partikel
minimum yang digunakan pada pengering putar adalah sekitar 100 mikrometer. Waktu
tinggal partikel dalam pengering putar adalah antara beberapa menit sampai dengan
beberapa jam, tergantung pada jenis material yang akan dikeringkan dan jumlah kadar air

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 13
dalam umpan dan dalam produk. Waktu tinggal dapat diatur dengan memvariasikan
kecepatan putaran dan kemiringan dari pengering putar. Volume zat padat dalam
pengering putar adalah antara 7% sampai 25% dari volume pengering. Pengering putar
cukup kuat (robust), mempunyai kapasitas tinggi dan harganya murah.Kelemahan
pengering putar adalah bila menggunakan umpan dengan ukuran besar mengeluarkan
suara berisik, umpan mudah pecah, dan memerlukan biaya perawatan yang tinggi.

Berdasarkan aliran bahan dan udara pengering, pengering putar dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu rotary dryer co-current (aliran bahan searah dengan udara pengering) dan
rotary dryer counter-current (aliran bahan berlawanan arah dengan udara pengering).
Pengering rotari tipe co-current banyak digunakan secara luas tetapi khusus untuk
mengeringkan bahan yang mengandung kadar air yang tinggi serta sensitif terhadap
panas dan memiliki kecendrungan lengket.Laju perpindahan panas awal yang tinggi
(cepat) menyebabkan penurunan suhu udara pengering dengansegera. Penurunan suhu
udara pengering dapat mencegah pemanasan yang berlebihan pada bahan dan silinder
pengering.

2.2.1. Kebutuhan Energi Panas Batubara pada Burner


Kebutuhan energi bahan bakar batubara yang digunakan untuk menguapakan kadar air
yang terdapat pada batubara dengan memperhitungkan jumlah kadar air yang akan
diuapkan dan memperihitungkan efisensi panas yang dapat diserap pada material yang
akan diturunkan kadar airnya.
Suhu gas pemanas keluar dan masuk pengering putar serta suhu zat padat yang
dikeringkan keluar dari pengering putar yang diinginkan harus disimulasikan terlebih dulu
dengan menghitung nilai NTU (number of transfer unit). Aturan umum nilai NTU untuk
pengering putar adalah 1,5-2,5. Rumus NTU adalah sebagai berikut:

Kebutuhan energi untuk penguapan (Q t = Q 1 + Q 2 ) dihitung dengan rumus sebagai


berikut:
Panas sensible:

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 14
Panas penguapan:
Bila kebutuhan panas telah diketahui maka volume gas pemanas (Vg) dalam pengering
dapat dihitung:

Selanjutnya setelah diketahui volumenya diamater pengering putar dapat dihitung dengan
asumsi kecepatan gas yang diinginkan dalam pengering putar sudah ditentukan.

2.2.2. Volume Rotary dryer


Pada perencanaan desain pengeringan Batubara dengan teknologi CDB kapasitas
demoplant yang akan sebesar 150 ton perhari atau 6,25 ton perjam. Perbandingan volume
rotary dryer dengan jumlah umpan yang akan dikeringkan dalam rotary dryer adalah
sebesar 10%-15% dan ditambah safty faktor sebesar 10%

2.2.3 Kebutuhan Udara Pembakaran


Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara
pembakar untuk pembakaran yang sempurna. Karbon yang terbakar sempurna akan
menghasilkan CO 2 menurut persamaan (Djokosetyardjo, M. J. 1993)
C + O 2 = CO 2
H + O 2 = H2O
S + O2 = S O2
Dengan mengetahui kebutuhan energy untuk proses pengeringan dan dihitung kebutuhan
batubara untuk pembakaran, maka dapat diperhitungkan kebutuhan udara untuk dapat
membakar bahan bakar batubara.
Uog = (2.07 :0.231) kg udara/kg bahan bakar
= 8.98 kg udara/kg bahan bakar
Uov = 8.98 : 1.29 nm3
= 6.96 nm3
Kandungan O2 pada udara = 0.231 kg O2
Berat udara 1 nm3 pada O0 = 1.29 nm3

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 15
2.2.4. Volume gas asap yang terbentuk
Asal hasil pembakaran sama dengan jumlah berat udara yang dibutuhkan ditambah
dengan berat bahan bakar yang berubah menjadi gas asap kecuali abunya.
Jumlah berat gas asap teoritis (Gog) yang terbentuk adalah
Gog = Uog + (1 –A) kg gas asap/kg bahan bakar (Djokosetyardjo, M. J. 1993)
Gg = m. Uog + (1 – A) kg gas asap/kg bahan bakar
m = angka kelebihan udara
A = kandungan abu
Uog = (2.07 : 0.231) kg udara/kg bahan bakar
= 8.98 kg udara/kg bahan bakar

2.2.5. Ukuran Siklon Burner Yang Digunakan


Sumber energi/panas pada plant pengeringan batubara di desain menggunakan tungku
pembakar batubara yang disebut pembakar siklon. Batubara halus dengan ukuran – 30
mesh dihembuskan kedalam tungku bersama udara pembakar secara tangensial. Batubara
selanjutnya berputar dalam pembakar siklon dan terbakar. Pada tungku terlebih dahulu
dilakukan pemanasan awal, sehingga batubara yang masuk kedalam tungku akan
mengalami proses pembakaran, hingga menghasilkan sumber panas yang dapat
digunakan untuk proses pengeringan.

2.2.6. Perhitungan Daya Motor


F = Gaya putar
=mxa
T = Torsi putar
=Fxr
P = Daya putar

= 2.π.n.T

60

Daya motor rotary dryer =

P
P motor =
ηk.ηB

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 16
2.2.7. Jumlah dan Ukuran Flight

Pada rotary dryer terdapat sirip-sirip yang berfungsi untuk membawa dan mengangkat
batubara yang masuk pada rotary dryer . Batubara akan terangkat oleh sirip dan perlahan
jatuh dan menyebar, pada saat jatuh dan terurai batubara akan terkontak panas lebih baik
oleh udara panas, sehingga proses pengeringan dapat dipengaruhi oleh desaint pada
siriprumus yang digunakan untuk menghitung jumlah dan tinggi sirip adalah
Jumlah flight = 2,4D-3D
Tinggi radial flight = D/12-D/8
L = D sin0,5B
L = Panjangrotary dryer

B = sudut apik pada titik pusat


B = 360/jumlah sudu = 60o

2.2.8. Kebutuhan Udara Pengeringan


Untuk dapat menurunkan kadar air batubara pada rotary drayer perlu adanya
pencampuran antara udara hasil pembakaran dan udara dari flue gas sehingga temperatur
udara yang masuk kedalam pengering dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan
pengeringan. Temperature masuk pengeringan yang dibutuhkan + 200 0C. Pengaturan
volume udara pengencer dengan memperhatikan penurunan temperatur pada chamber
dan rotary dryer .

2.2.9. Waktu Tinggal Batubara Dalam Rotary dryer


Waktu tinggal batubara dalam rotary dryer dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut (Perry,1984):

θ = waktu tinggal (menit)


Dp = ukuran partikel batubara
F = massa/luas permukaan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 17
S =kemiringan
N = kecepatan putar
L = panjang dryer
G = air-mass velocity
D = diameter dryer

2.2.10. Ukuran Cyclone Separator

Siklon menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force pemisahan partikel padat dari
gas. Alat ini memiliki biaya instalasi dan operasi yang rendah, serta memiliki dimensi yang
relatif kecil untuk mendukung efisiensinya.Keuntungan tersebut membuat siklon banyak
digunakan di industri untuk mengumpulkan partikel debu sehingga tidak menimbulkan
pencemaran udara. Siklon yang berdiameter kecil akan memberikan gaya sentrifugal
sampai 2500 kali dibandingkan dengan gaya gravitasi pada settling chamber. Efisiensi
siklon dapat ditingkatkan dengan pengurangan diameter, penambahan panjang siklon,
dan penambahan rasio siklon terhadap diameter keluaran gas.(Gambar 2.5).

a = P = panjang input udara


b = L = lebar input udara
D = diameter tabung
De = diameter output udara
S = tinggi tabung output udara
h = tinggi tabung
H = total tinggi siklon
B = diameter bawah krucut

Gambar 2.5. Siklon

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 18
Korelasi antara V in dengan N s dapat diketahui dari Gambar 2.6

Gambar 2.6. Korelasi antara V in dengan N s

2.3. Desain Tungku Fluidized Bed


Gasifikasi unggun terfluidakan (fluidized bed) adalah sebuah proses gasifikasi yang
menggunakan media pengaduk berupa pasir seperti pasir kuarsa dan pasir silika sehingga
akan terjadi pencampuran yang homogen antara udara dengan butiran-butiran media
pasir tersebut. Sistem fluidisasi benda padat ini mempermudah terjadinya perpindahan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 19
panas dan perpindahan massa yang tinggi dalam mekanisme pembakaran maupun
gasifikasi. Butiran-butiran media pasir ini berfungsi sebagai penyimpan dan pendistribusi
panas sehingga reaksi gasifikasi dapat terjadi merata diseluruh permukaan reaktor. Oleh
karena distribusi panas yang lebih merata dibandingkan dengan reaktor fixed bed maka
reaktor tipe fluidized bed sangat cocok untuk jenis batubara Indonesia yang relatif
berkalori rendah. Selain itu jenis dan ukuran umpan untuk reaktor tipe fluidized bed juga
lebih fleksibel.
Model yang digunakan dalam desain reaktor ini adalah model bubbling bed Kunii-
Levenspiel. Pada model ini gas reaktan masuk dari bawah bed dan mengalir diantara media
pasir dengan membentuk gelembung (lihat gambar 2.8). Ketika gelembung menuju keatas
maka terjadi transfer massa dari gas reaktan. Aliran udara yang berlawanan akan
menimbulkan gaya dorong keatas dan pada kecepatan gas yang cukup rendah maka gaya
dorong ini mengikuti persamaan Ergun. Ketika kecepatan gas meningkat hingga pada nilai
tertentu maka partikel akan mulai terangkat dan terfluidisasi. Seperti yang terlihat pada
persamaan dibawah ini, massa padatan di dalam bed adalah setara dengan luas
permukaan penampang dan fraksi porositas dari bed.

Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat berat pasir adalah setara dengan pressure drop
yang dibutuhkan untuk melawan gaya gravitasi seperti yang digambarkan pada persamaan
berikut ini.

Pada kondisi ini, pressure drop tidak akan bertambah melainkan gelembung akan mulai
muncul dan kecepatan gas akan meningkat dan kemudian stabil tanpa perubahan pressure
drop yang signifikan. Semakin besar kecepatan udara maka frekuensi gelembung akan
semakin besar, semakin teragitasi tapi pressure drop tetap stabil dan partikel akan tetap
berada di dalam bed. Titik minimum terjadinya fluidisasi µ mf pada (Gambar 2.7) adalah
parameter penting dalam desain karena µ mf menggambarkan kecepatan gas minimum
untuk terjadinya gelembung. Gaya angkat pressure drop pada zona ini digambarkan oleh
persamaan Ergun sementara zona fluidisasi operasional µ op dimana µ op > µ mf
menggambarkan pressure drop yang relatif konstan terhadap kenaikan kecepatan gas.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 20
Gambar 2.7 Variasi kecepatan gas partikel terhadap pressure drop

Gambar 2.8 Jenis-jenis batch fluidisasi berdasarkan kecepatan gas

2.3.1. Flow Chart Desain Dan Perancangan Reaktor Fluidized Bed

Algoritma perhitungan dalam desain atmospheric bubbling fluidized bed dapat


digambarkan seperti pada (Gambar 2.9) dibawah ini. Langkah awal desain adalah dengan
menentukan karakteristik batubara yang akan kita gunakan, menghitung volume udara
untuk pembakaran stoikiometri pada kondisi kaya dan miskin oksigen, penentuan
karakteristik pasir, pressure drop minimal, kecepatan gas minimal fluidisasi dan kuantitas
pasir.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 21
Gambar 2.9 Flow chart desain dan perancangan reaktor fluidized bed

III. TAHAP KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

3.1. Tahapan Persiapan


a. Kegiatan yang dilaksanakan:
• Penulisan rencana operasional
• Koordinasi dengan pemilik tambang batubaraperingkat rendah dan industri
pengguna batubara

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 22
b. Ouput kegiatan:
Satu buah dokumen rencana operasional

3.2. Uji Coba Masing-Masing Peralatan


a. Kegiatan yang dilaksanakan:
• Uji coba kemampuan wet coal feeder untuk batubara basah dan halus yang
cenderung lengket sehingga batubara sulit untuk didistribusikan ke rotary dryer .
• Uji coba kemampuan wet scrubber, siklon dalam menangkap partikel halus
b. Ouput kegiatan:
• Mengetahui kharakteristik operasional masing-masing peralatan

3.3. Modifikasi Dan Fabrikasi Peralatan


a. Kegiatan yang dilaksanakan
• Modifikasi input dan outputrotary dryer
• Modifikasi pengumpan batubara pembakar
• Pembuatan jalur (pondasi) belt conveyor
• Pemasanganan belt conveyor sebagai alat pemindahan produk batubara hasil
pengeringan
• Pemasangan refraktori pada tungku pembakar tipe fludizedbed sebagai sumber
panas pengeringan
b. Output Kegiatan
Peralatan hasil modifikasi

3.4. Uji Coba Pengeringan Batubara Kadar Air Tinggi Pada Pilot Plant
a. Kegiatan yang dilaksanakan:
• melakukan uji coba pengeringan batubara kadar air tinggi
• Analisa produk hasil proses pengeringan
b. Ouput kegiatan:
• Evaluasi hasil uji percobaan dengan parameter kadara air batubara yang dapat
diturunkan dan analisa hasil proses

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 23
3.5. Tahapan Penulisan Laporan
Penulisan laporan meliputi juga penulisan laporan ilmiah dengan output berupa satu
buah laporan kegiatan.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 24
IV. METODOLOGI

Ada dua kegiatan yang dilakukan yaitu kegiaatan rancang bangun dan kegiatan penelitian
pengeringan batubara. Kegiatan rancang bangun meliputi kegiatan perancangan alat,
desain, modifikasi alat dan pengujian alat setelah modifikasi. Kegitan penelitian meliputi
kegiatan preparasi batubara, percobaan dan uji kualitas batubara.

Peralatan-peralatan yang digunakan pada percobaan upgrading batubara kadar air tinggi
pada pilot plant CDB diantaranya
1. Belt konveyor
2. Siklon pembakar batubara
3. Chamber
4. Rotary dryer
5. Siklon pemisah partikel
6. Wet scrubber
7. De-fog
8. Blower
9. Kolam water treatment
10. Pompa air
11. Ruang control peralatan

Batubara hasil pembakaran pada siklon menghasilkan energi panas yang digunakan untuk
menguapkan air pada batubara. Untuk menjaga temperatur pengeringan, panas dari siklon
diturunkan temperaturnya pada chamber dengan menambahkan udara pengecer yang
dihasilkan dari flue gas proses. Udara panas dari chamber mengalir menuju rotary dryer
yang berfungsi untuk menguapkan air pada batubara. Pada rotary dryer terjadi proses
penguapan air batubara, untuk mengetahui temperatur pengeringan terdapat tiga buah
indikator tempertur yang menujungkan suhu ruangan rotary dryer .

Pada percobaan ini digunakan batubara dengan kadar air tinggi. Batubara jenis ini
berkalori rendah sehingga harganya murah dan mudah lengket sehingga menyulitkan
proses handling. Agar mencapai kadar air yang diinginkan (30%-45%) batubara
ditambahkan dengan penambahan air pada raw batubara. Penambahan air dilakukan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 25
karena raw batubara tidak dalam keadaan fresh dan sudah mengalami penguapan air pada
stockpile menyebabkan kadar air batubara telah berkurang. Dalam kegiatan peningkatan
kualitas batubara ini diharapkan dapat menurunkan kadar air tinggi pada batubara lignit
yang rata-rata mempuyai kadar air dari 30%-45%, menjadi 20%-25%. Tujuan yang
dilakukan adalah untuk dapat mengetahui kemampuan teknologi pengeringan dengan
menggunakan alat rotary dryer dalam menurunkan kadar air pada batubara.

Tahapan selengkapnya percobaan pengeringan adalah sebagai berikut:


1. perancanngan pabrik pengering batubara dengan skala demoplan dengan
mengolah data yang didapat dari hasil percobaan dengan melakukan perancangan
awal untuk skala 150 ton/hari.
2. Perancangan dan fabrikasi tungku fluidized bed
3. Preparasi batubara umpan dengan ukuran batubara umpan lolos 3 cm
4. Penambahan kadar air batubara hingga mencapai total moisture 40% - 50% (gar).
5. Penyesuaian temperatur rotary dryer , dibutuhkan beberapa waktu pemanasan
rotary dryer untuk mendapat suhu yang ideal sebelum dilakukan pengumpanan
batubara ke rotary dryer .
6. Melakukan sampling batubara setiap 2 jam pada umpan batubara masuk dan
batubara setelah proses. Untuk dianalisa kadar airnya.
7. Melakukan perhitungan kebutuhan batubara pembakar,untuk mendapatkan data
kebutuhan energi pengeringan yang dibutuhkan.
8. Pencatatan parameter pengujian diantaranya,
• temperatur proses pada beberapa titik pengamatan,
• jumlah umpan batubara yang akan masuk proses
• jumlah batubara hasil proses.
9. Analisa batubara berupa:
• kadar air batubara umpan,
• batubara hasil proses pada
• kadar air batubara beberapa ukuran partikel,
• kestabilan kadar air batubara ,
• kalori batubara
10. Pengolahan data hasil uji coba

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 26
V. HASIL PEKERJAN

Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan modifikasi peralatan untuk meningkatkan


kinerja dan percobaan pengeringan batubara. Modifikasi yang dilakukan diantaranya
adalah melakukan perubahan pada input dan output rotary dryer , hopper sebagai
pengumpan batubara, handling batubara hasil proses, pengumpanan batubara sebagai
bahan bakar siklon dengan system venturi dan fabrikasi tungku fluidized bed . Optimasi
pilot plant dan modifikasi dilakukan karena masih kurang sempurnanya peralatan yang ada
dan untuk meningkatkan kinerja peralatan sehingga pengambilan data dalam ujicoba
dapat lebih akurat. Kegiatan modifikasi meliputi desain peralatan yang akan dimodifikasi
dan pengujian peralatan sebelum dan sesudah modifikasi

5.1. Desain Input Dan Output Rotary Dryer .

Desain sistem sambungan pada input dan output rotary dryer diawali dengan pengukuran
peralatan (Gambar 5.1) pembuatan sketsa dan pembuatan gambar teknik (Gambar 5.2 dan
5.3 ). Modifikasi pada input dilakukan untuk menjaga agar tidak ada udara luar yang
masuk ke dalam rotary dryer dan juga udara panas yang keluar melalui celah pada
sambungan, modifikasi pada output dilakukan untuk merubah cara pengeluaran produk,
yang sebelumnya hanya menggunakan satu pintu pada bagian rotary dryer , yang
kemudian dimodifikasi tidak kontinyu menjadi kontinyu cara pengeluran produk dapat
secara kontinyu.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 27
Gambar 5.1 Perencanaa modifikasi input dan output pada rotari dryer

Gambar 5.2 Perancangan output rotary dyer


Berdasarkan gambar teknik yang yang telah dibua maka dapat dihitung kebutuhan bahan
untuk proses modifikasi . berikut adalah komponen peralatan output rotary dryer dan
kebutuhan barang
Keterangan :
A. Tutup Ouput RD :
- Flange 8 “ dan pipa 8” (outputflue gas)
- Tabung dengan Ø ID 115 cm dan Ø ID 116 cm lebar 60 cm
- Flange 10” dan pipa 10 “ panjang 15 cm (Main hole)
- Flange Ø ID 115 cm dan Ø OD 124 cm (baut 17)
- Plat 5mm (untuk tutup dan saluran output produk)
B. Flange stopper tanpa lubang baut, Ø ID 93.5 cm dan Ø OD 115 cm
C. Ring Penekan/ penyetel gland packing :
- Flange Ø ID 105 cm dan Ø OD 103.5 cm tebal 5mm
- Tabung Ø ID 105 cm tebal 5 mm
D. Gland packing

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 28
E. Ring pelurus Rotary :
- Flange Ø ID 91.5 cm dan Ø ID 99.5 cm
- Tabung Ø ID 98.5 cm dan Ø ID 99.5 cm

Gambar 5.3 Perancangan input rotary dyer


Pada input rotary dryer selain ditambahkan gland packing juga dibuat housing (rumah)
agar putaran rotary dryer berjalan sempurna dan udara luar tidak masuk ke rotary dryer.
Berikut adalah komponen peralatan rotary dryer dan kebutuhan bahannya.
A. Rotary dryer (RD)
- Gland packing
- Mur
- baut
B. Ring Penutup RD :
- Tabung Ø OD 114.5 cm dan Ø OD 115.5 cm
- Flange Ø ID 91.5 cm dan Ø OD 115.5 cm tebal 5mm
C. Gland packing
D. Ring Penekan/ penyetel gland packing :
- Flange Ø ID 105 cm dan Ø OD 103.5 cm tebal 5mm
- Tabung Ø ID 105 cm tebal 5 mm
E. Rumah RD ke 1
- Flange Ø ID 115 cm dan Ø OD 124 cm (baut 17) 2 Flange
- Tabung Ø ID 98.5 cm dan Ø ID 99.5 cm
F. Rumah RD ke 1
- Flange Ø ID 115 cm dan Ø OD 124 cm (baut 17)

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 29
- Tabung Ø ID 98.5 cm dan Ø ID 99.5 cm

Hasil modifikasi pada input rotary dryer akan berfungsi sempurna bila putaran putaran
pengering putar simetris/seimbang. Untuk memastikan putaran pengering putar berjalan
sempurna dan tidak terjadi gesekan antar dinding plat dalam kondisi panas maka
dilakukan pengukuran sppeling pada roda gigi. Hasil pengukuran menunjukkan adanya
spelling pada roda gigi rotary dryer antara 5mm- 7mm, menyebabkan tertekannya roda
gigi (Gambar 5.4). Dengan melakukan setting pada posisi motor listrik dapat mengurangi
spelling pada perputaran rotary dryer .

Gambar 5.4 Setting roda gigi rotary dyer

5.2. Uji Degradasi Ukuran Batubara Setelah Proses

Untuk mengetahui desai penangkap partikulat perlu diketahui data produk keluaran rotary
dryer dan produk yang terbawa oleh aliran udara yang akan tertangkap pada siklon dan
wet scrubber. Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan uji coba pengering putar dan
melakukan perhitungan presentasi ukuran batubara sebelum dan sesudah melalui rotary
dryer. Fraksi ukuran batubara untuk pengumpanan dapat dilihat pada (Tabel 5.1).
Dilakukan beberapa variasi jumlah pengumpanan yaitu 100 kg, 200 kg, dan 300 kg, dari
masing-masing pengumpanan akan dianalisa persentasi degradasi ukuran batubara yang

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 30
keluar dari rotary dan yang terbawa oleh aliran udara, dapat dilihat penurunan ukuran
batubara pada (Tabel 5.2).

Tabel 5.1. Analisa ayak raw batubara

fraksi berat (kg) %

+2 cm 0,45 10

-2+1 cm 0,45 10,00

-1+0,5 cm 1,45 32,22

0,5 cm+8 # 0,55 12,22

-8+20 # 0,5 11,11

-20+30 # 0,4 8,89

-30 # 0,7 15,56

jumlah 4,5 100

Tabel 5.2. Ukuran batubara setelah rotary dyer

% ukuran 100 kg 200 kg 300 kg


Ukuran fraksi
awal (%)

+2 cm 10,00 5,56 7,50 6,67

-2+1 cm 10,00 7,78 7,50 6,67

-1+0,5 cm 32,22 33,33 33,75 28,89

0,5 cm+8 # 12,22 11,11 11,25 7,78

-8+20 # 11,11 22,22 18,75 23,33

-20+30 # 8,89 8,89 8,75 15,56

-30 # 15,56 11,11 12,50 11,11

jumlah 100 100 100 100

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 31
Dari Tabel 5.3 dapat dilihat presentasi degradasi ukuran batubara yang dihasilkan dari
produk, siklon dan wet scrubber. Partikel halus yang terbawa oleh flue gas yang
tertangkap pada siklon dan wet scrubber dapat mencapai 2%-4%.

Tabel. 5.3 Presentasi kemampuan pemisahan partikel

kapasitas Umpan

Material balance 100 200 300

Kg % Kg % Kg %

produk 92.5 92.5 187.5 93.75 288 96

siklon 2 2 8.5 4.25 3 1

wet scruber 0.5 0.5 1.2 0.6 1.9 0.6

losses 5 5 2.8 1.4 7.1 2.4

total 100 100 200 100 300 100

5.3. Modifikasi Pengumpanan Pada Rotary Valve

Kapasitas pengumpan batubara masih terlalu besar pada alat ini sehingga perlu dilakuan
penyesuaian melitputi modifikasi pada sistem penggerak as rotary valve, dengan
mengganti motor listrik menjadi lebih besar dan modikasisi puli dengan tipe rantai untuk
menjaga terjadinya slip pada puli yang sebelumnya mengunakan belt (Gambar 5.5). Untuk
menurunkan kecepatan putaran poros rotary valve digunakan gearbox dan rasio gear
penggerak poros dari rotary valve diperbesar, dikarenakan dibutuhkan putaran yang lebih
pelan untuk menurunkan kapasitas pengumpanan batubara (Gambar 5.6).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 32
Gambar 5.5 Motor penggerak sebelum dan sesudah penggantian

Gambar 5.6 Mengubah kecepatan motor pada rotary valve


Setelah dilakukan modifikasi pada rotary valve dilakukan kalibrasi untuk mengetahui
kapasitas umpan yang dapat dihasilkan. Dari hasil kalibrasi kapasitas umpan hasil
modifikasi awal ini masih terlalu besar, maka dilakukan kembali modifikasi dengan
memperkecil volume ruangan pada blade, yaitu dengan menutup ruangan pada blade
dengan plat besi (Gambar 5.7). Dilakukan kembali kalibrasi umpan didapatkan kapasitas
umpan pada 3 hz dengan kapasitas 577.5 kg/h dan pada 5 hz dengan kapasitas 705.8 kg/h
dapat dilihat pada (Tabel 5.4), kapasitas input batubara dapat diperkecil dengan
menurunkan putaran rotary valve dan memperkecil volume blade pada rotary valve,
kapasitas umpan dapat diturunkan hingga lebih dari 50%.

Penambahan plat pada


blade

Gambar 5.7 Modifikasi untuk memperkecil jumlah umpan batubara

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 33
Tabel 5.4 Kalibrasi rotari valve

Inveter kapasitas (kg/h)

(Hz) sbl modif stl modif

3 1255 577.5

4 702.4

5 2057.1 705.8

Hasil kalibrasi seperti pada tabel 5.4 menggunakan batubara yang tidak basah, sehingga
batubara dapat mengalir dengan sendirinya. Kendala yang dialami apabila menggunakan
batubara yang basah, pengumpanan batubara tidak dapat mengalir dengan sendirinya
dikarenakan tumpukan batubara pada hopper akan membentuk rongga yang
menyebabkan batubara tidak dapat dipindahkan oleh rotary valve menuju proses. Upaya
yang dilakukan agar batubara mengalir dengan baik pada hopper sebagai berikut :
a. Melakukan hammering pada hopper.
b. Melakukan desain ulang (re-desain) hopper sehingga cocok untuk batubara
dengan kadar air tinggi.

5.4. Modifikasi Pengumpanan Bahan Bakar Batubara Dengan Sistem Venturi

Modifikasi dilakukan karena dengan cara menghisap batubara pengumpan ke blower


sering terkendala pada kerusakan motor listrik, karena adanya partikel batubara halus yang
masuk kedalam bearing motor listrik. Agar hal tersebut tidak terjadi maka sistem
pengumpanan dirubah dari sistem hisap menjadi sistem tekan. Agar udara tekan tidak
mengalir ke hopper dibuat venturi. Kinerja sistem venturi ini agar berjalan optimal maka
diperlukan kekuatan dorongan udara blower yang cukup untuk membawa batubara,
penempatan posisi nozzel yang tepat pada chamber agar barubara yang masuk pada
chamber dapat terhisap oleh dorongan udara dari blower, dan pemilihan diameter pipa
yang sesuai (Gambar 5.8).
Ujicoba dengan melakukan pengamatan tekanan pada output screw feeder pengumpan
dengan memasang alat manometer sebagai indikator tekanan udara yang dihasilkan pada
titik tersebut.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 34
Gambar 5.8 Pembuatan sistem venturi pengumpan batubara sebagai bahan bakar

Venturi menggunakan pipa 4 inch dan pipa 2 inch. Dengan sistem venturi batubara akan
terhisap oleh dorongan udara dari ring blower dan akan tercampur dengan udara, yang
selanjutnya dialirkan menuju tungku pembakar dialirkan menuju tungku pembakaran.
Untuk kondisi tekanan udara sebagai indikator sistem venturi dilakukan pengukuran
tekanan udara. Pada output screw feeder atau input venturi (Gambar 5.9) menampilkan
manometer pengukur tekanan venturi dan (Tabel 5.5) menampilkan nilai tekanan venturi.

Gambar 5.9 Manometer sebagai indikator tekanan balik pada hopper

Tabel 5.5 Tekanan pada venturi umpan batubara

Rpm/Hz Manometer/mmH2O Manometer/mmH2O

5 -1

10 -1 -3

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 35
15 -2 -3

20 -5 -4

25 -7 -5

30 -10 -6

35 -14 -8

40 -18 -10

45 -22 -13

50 -26 -15

Dari hasil percobaan sistem venturi dapat bekerja dengan baik dengan menghasilkan
tekanan yang negatif pada manometer. Dengan tekanan negatif maka tidak ada udara
yang menekan pada hopper dan terjadi hisapan pada sistem venturi sehingga batubara
dapat mengalir terbawa dorongan udara blower menuju tungku pembakar siklon.

5.5. Pembuatan Tungku Fluidized Bed


Tungku tipe fludized bed mempunyai dua bagian utama yaitu free board dan pleneum chamber. Free board
dibuat 3 buah tabung yang akan digabung menjadi satu tungku. Dimensi masing-masing tabung adalah
diameter 760 mm dan tinggi 1200 mm, pekerjaan yang dilakukan dalam pembuatan tungku diantaranya :
- Pembuatan Flange dengan ukuran outside diameter (OD) 860 mm dan inside (ID) 760 mm dapat
dilihat pada (Gambar 5.10).

Gambar 5.10 Pekerjaan pemotongan plat untuk membuat Flange

- Pembuatan lubang dengan beberapa tahap pengeboran, mata bor yang digunakan ukuran 4 mm, 10mm
dan 14 mm. Jumlah lubang pada Flange sebanyak 16 buah dapat dilihat pada (Gambar 5.11).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 36
Gambar 5.11 Pekerjaan pembuatan lubang baut pada Flange

- Pembuatan Flange sebanyak sebanyak 7 buah dan Flange buta sebanyak 2 buah. Dapat
dilihat pada gambar hasil pembuatan Flange dapat dilihat pada (Gambar 5.12).

Gambar 5.12 Hasil pembuatan Flange

- Pemasangan flange pada tabung dengan melakukan pengelasan dan penyambungan anatar tbung
(Gambar 5.13).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 37
Gambar 5.13 Setting Flange pada tabung

- Pembuatan distributor plate dengan melakukan perhitungan dimensi ukuran nozzel,


lubang, jumlah lubang, dan jumlah nozzel pada distribution plate. Dari hasil
perhitungan 27 buah dengan diameter 0.36. nozzle dibuat dengan bahan kuningan,
dengan ukuran 4mm, dengan masing-masing nozzel memiliki 4 lubang. Diameter pipa
kuningan 16 mm dapat dilihat pada (Gambar 5.14).

Gambar 5.14 Penentuan titik nozzle dan pembuatan lubang nozzle

- Pembuatan Main hole ukuran 30 x 30 cm, main hole ditempatkan di bagian 1 pada
tungku fludized bed. Main hole berfungsi untuk pengecekan dan penyalaan awal

untuk pembakaran (Gambar 5.15)

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 38
Gambar 5.15 Pembuatan main hole pada reactor

- Pembuatan Supporting tungku dengan menggunakan besi UNP 10 dengan dimensi


120 x 120 cm. Supporting dibuat untuk penyanggga reaktor fludized bed. Dari kegiatan
telah dilakukan pembuatan supporting dan setting awal sebagai kedudukan tungku
(Gambar 5.16) dimana pemasangan tungku berada di luar hangar pilot plant. Dengan
memasang tiga buah tabung sebagai tungku dan satu buah tabung sebagai pleneum
chamber. Pekerjaan pembuatan tunku fluidized bed pada tahun anggaran 2014 ini
diperkirankan hanya dapat diselesaikan 30%. Pekerjaan yang akan dilakukan
selanjutnya adalah : melanjut pembuatan supporting, pembuatan platform,
pemasangan dan pengecoran refraktori, pembuatan titik sampling temperatur, tekanan
dan tekanan akan dilakukan pada tahun anggaran 2015. Status terakhir tungku

fluidized bed dilihat pada (Gambar 5.17)

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 39
Gambar 5.16.Pembuatan supporting tungku

Gambar 5.17 Setting supporting pada tungku

- Uji kemampuan blower dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari blower yang akan
digunakan sebagai udara pembakar pada tungku. Data yang dibutuhkan adalah untuk
mengetahui tekanan statik dari blower, volume udara maksimal, tekanan blower (Gambar
5.18) pada bukaan valve tertentu hasil uji coba dapat dilihat pada (Tabel 5.6).

Gambar 5.18. Uji coba kemampuan blower


OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN
BATUBARA 40
Tabel 5.6. Uji coba blower

besar kecil (exhaust) kanan kiri


Blower Valve 1 Valve 2 RO Pressure 1 Pressure 2
No
Hz % mm Kpa
1 50 0 0 65 25 0
2 1 24 1
3 2 22 1
4 2.5 15 1.8
5 3 11 2.2
6 3.5 8.5 2.8
7 4 6.5 3.4
8 4.5 5.5 3.8
9 5 5 4
10 5.5 4.5 4.2
11 6 4.5 4.4
12 6.5 4.5 4.4
13 7 4.5 4.25
14 7.5 4.5 4.25
15 8 4.5 4.26
16 8.5 4.6 4.25
17 9 4.6 4
18 9.5 4.6 4
19 10 4.6 4

5.6. Modifikasi Input Rotary dryer

Modifikasi input rotary dryer , dilakukan melalui perubahan pada sambungan dan output dari
produk. Tujuan dan modifikasi sambungan adalah untuk menjaga agar udara tidak masuk kedalam
proses pengeringan batubara dan juga menjaga panas tidak hilang dikarenakan keluar dari celah
sambungan.
Modifikasi sambungan input rotary dryer berupa penamban kimponen alat sebagai berikut :
1. Tabung plat pelapis
2. Tabung plat penyambung rotary dryer
3. Tabung penutup
4. Flange stopper
5. Flange penekan gland packing
6. Flange sambungan tabung main hole

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 41
Gambar 5.19. Modifikasi Input Rotary dryer

5.7. Modifikasi Output Rotary dryer

Modifikasi output rotary dryer dilakukan untuk mengubah cara pengeluaran produk agar bisa
secara kontinyu dan menambahkan sistem handling produk hasil pengeringan sehingga bisa dibawa
oleh konveyor menju stockpile.
Modifikasi output rotary dryer berupa penambahan komponen alat sebagai berikut :
1. Tabung plat pelapis
2. Tabung plat penyambung rotary dryer
3. Tabung penutup
4. Flange stopper
5. 2 buah Flange penekan gland packing
6. 2 buah Flange sambungan tabung main hole
7. Tabung main hole
8. Penutup main hole
9. Pintu main hole

Sebelum dilakukan pembongkaran output rotay dryer dilakukan pengukuran simpangan kebulatan
dari rotary yang menyebabkan putaran tidak seimbang. Pelapisan dinding rotary dryer sebagai
pengganti tabung yang sebelumnya tidak bulat sempurna. Pengukuran dan pemotongan pada rotary
dryer dapat dilihat pada Gambar 5.20

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 42
Gambar 5.20 Pengukuran simpangan pada rotary dryer

Gambar 5.21 Pemotongan output rotary dryer


Pemotong dan setting plat pelapis rotary dryer dapat dilihat (Gambar 5.21), diberi jarak sebesar ± 25 mm.
Jarak antara tabung berputar dan penutup adalah ± 25 mm tersebut akan diisi dengan gland packing sehingga
udara luar tidak terhisap masuk kedalam rotary dryer (Gambar 5.23). Dari (Gambar 5.24) dapat dilihat
setting tabung sebagai kedudukan gland packing dengan menggunakan dua buah Flange yang disambungkan
pada dinding rotary dryer . Yang kemudian dipasangkan tabung penutup dan main hole yang pada posisinya
tidak ikut berputar dengan rotary drayer (Gambar 5.26)

Dari (Gambar 5.22) dapat dilihat pembuatan Flange sebagai sambungan antara chasing sebagai rumah gland
packing dan tabung tambahan menuju output produk.

Gambar 5.22. Pembuatan dan penyambungan Flange

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 43
Gambar 5.23. Pengukuran jarak antara tabung berputar dan tabung penutup

Gambar 5.24. Pemasangan tabung pada rotary dryer

Gambar 5.25. Penambahan blade

Pemasangan tabung sebagai penutup dan sebagai tempat kedudukan gland packing perlu presisi untuk jarak
yang hampir sama dari kedua tabung, sehingga gland packing dapat terpasang dengan merata. Pada tabung
penutup juga dibuat main hole keluaran produk batubara menuju konveyor (Gambar 5.27)

Gambar 5.26 Setting jarak kedudukan gland packing

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 44
Gambar 5.27 Pemasangan main hole dan output flue gas

Setelah dilakukan modifikasi dari output rotary dryer ini maka yaitu batubara hasil proses dapat keluar
secara kontinyu dan udara kuar tidak masuk ke rotary dryer, selain itu produk dari pengeringan akan secara
kontinyu pula dibawa oleh konveyor menuju stokpile. Penggunaan konveyor memudahkan pemindahan
produk dan mengurangi debu yang keluar dari rotary drayer. Rotary drayer hasil modifikasi sebelum dan
sesudah lihat Gambar 5.28.

Gambar 5.28 Output Rotary dryer sebelum dan sesudah modifikasi

5.8. Konveyor sebagai tranportasi produk pengeringan menuju stokpile


Untuk dapat menempatkan belt konveyor dilakukan penggalian pondasi pada pilot plant untuk
membuat parit sebagai jalur konveyor (Gambar 5.29). Ada dua buah belt konveyor untuk
memindahkan produk sampai menuju stockpile. Belt konveyor pertama digunakan untuk membawa
produk yang keluar dari rotary dryer , yang kemudian disambung oleh belt konveyor kedua untuk
menuju stockpile.

Pada Gambar 5.30 dapat dilihat pengerjaan pengukuran penempatan konveyor dua dan pengecoran
pondasi sebagai dudukan dari konveyor. Pada Gambar 5.31 menampilkan kegiatan pembuatan
landasan dari plat dan pembuatan sambungan tiang penyangga konveyor.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 45
Gambar 5.29 Bak kontrol pada jalur konveyor

Gambar. 5.30 Pengukuran Dan Pembuatan Pondasi

Gambar 5.31 Pembuatan Dudukan Penyangga Konveyor


Pada Gambar 5.32 dapat dilihat pemasangan konveyor. Dikarenakan pemindahan
konveyor sangat sulit dilakukan pelepasan karet belt dan roda dan kemudian dilakukan
pemasangan dan setting kembali. Pemasangan konveyor dengan derajat kemiringan
konveyor dibuat + 25o (Gambar 5.33)

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 46
Gambar 5.32 Setting dan pemasangan Konveyor

Gambar 5.33 Konveyor terpasang pada stokpile

5.9. Hasil Ujicoba Pengeringan Batubara

5.9.1. Persiapan Percobaan

- Kegiatan persiapan percobaan meliputi: uji pengumpanan pada rotary valve, preparasi Batubara,
pembuatan spray air sebagai penambah air pada batubara dan kalibrasi peralatan. Penyiraman batubara
dengan air dilakukan untuk mendapatkan kadar air batubara antara 40%-50% dilakukan penyiraman air
yang (Gambar 5.34). dengan menambahkan air pada konveyor 1 diharapkan batubara dapat menyerap air
lebih sempurna karena akan teraduk pada konveyor selanjutnya 2 dan 3.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 47
Gambar 5.34 Pembuatan spary air pada belt conveyor
a. Preparasi batubara: Preparasi dilakukan melalui pemisahan ukuran batubara yaitu – 5 +2.5 cm dan -2.5
cm. Variasi ukuran batubara pada percobaan untuk mengetahui hubungan antara kadar air batubara
dengan ukuran batubara. Gambar 5.35.

Gambar 5.35 Preparasi batubara


b. Kalibrasi peralatan: diperlukan sebagai data proses pembakaran batubara dan juga sebagai data acuan
perancanaan desain. Kalibrasi dilakukan pada peralatan diantaranya blower udara pembakar (Tabel 5.7
dan Gambar 5.36), dan pada exhaust blower dapat dilihat pada Gambar 5.37.

Tabel 5.7. Blower 2 Pembakar primer

kec masa

Hz (v) ø pipa luas (A) Vol ud Vol ud ud m ud

(m/s) (m) (m2) (m3/s) (m3/h) (kg/s) (kg/h)

10 1,1 0,011 41,132 0,014 53,184

15 2,2 0,023 82,264 0,027 106,368

20 3,3 0,034 123,396 0,041 159,551

25 4,4 0,046 164,528 0,055 212,735

30 5,5 0,115 0,010387 0,057 205,660 0,069 265,919

35 6,8 0,071 254,271 0,085 328,773

40 9,5 0,099 355,232 0,118 459,315

45 11,6 0,120 433,757 0,145 560,847

50 13,5 0,140 504,803 0,168 652,710

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 48
Gambar 5.36 Volume blower sekunder
Tabel 5.8 Volume exhause blower
kec (v) ø pipa luas (A) Vol ud Vol ud masa ud m ud
Hz
(m/s) (m) (m2) (m3/s) (m3/h) (kg/s) (kg/h)

10 10,3 0,107 385,146 0,128 497,994

15 15,8 0,164 590,806 0,197 763,913

20 23,7 0,246 886,210 0,295 1145,869

25 31,6 0,328 1181,613 0,394 1527,825

30 39,5 0,115 0,0103869 0,410 1477,016 0,492 1909,782

35 48,84 0,507 1826,265 0,609 2361,360

40 68,23 0,709 2551,311 0,850 3298,845

45 83,31 0,865 3115,195 1,038 4027,947

50 96,95 1,007 3625,233 1,208 4687,426

Gambar 5.37 Volume blower exhaust

c. Kalibrasi putaran rotary dryer : Untuk mengetahui kecepatan putaran dan lama tinggal batubara yang
akan dikeringkan didalam rotary dryer dilakukan proses kalibrasi. Tabel 5.9 menampilkan hasil
kalibrasi yaitu hubungan antara putaran (Rpm) Rotary Dryer dengan waktu tinggal.
Tabel 5.9 Putaran Rotary dryer

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 49
waktu RPM
Hz
detik put

10 55 1,09

15 37 1,62

20 28 2,14

25 22 2,73

30 18 3,33

35 16 3,75

40 14 4,29

45 12 5,00

50 11 5,45

Gambar 5.38 Putaran Rotary dryer


d. kalibrasi pada pengumpan batubara yang digunakan untuk pembakaran: Jumlah umpan batubara dapat
digunakan sebagai acuan kebutuhan energi panas yang digunakan sebagai penguapan kadar air pada
batubara. Hasil kalibrasi berupa hubungan antara frekuensi inverter dengan jumlah umpan batubara
dalam kg/menit.

Tabel 5.10 Input batubara pembakaran

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 50
Hz kg/menit kg/jam

5 0,1 6

10 0,3 18

15 0,5 30

20 0,7 42

25 0,9 54

30 1,1 66

35 1,3 78

40 1,6 96

45 1,8 108

50 2 120

Gambar 5.39 Umpan batubara pembakaran

5.9.2 Percobaan Pengeringan Batubara

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan penurunan kadar air batubara dengan
pemanasan menggunakan alat rotary dryer, energi panas yang dibutuhkan dan kinerja dari peralatan yang
digunakan.
Ujicoba dilakukan untuk menurunkan 40%-50% kadar air batubara hingga menjadi + 20% kadar air batubara.
Dikarenakan batubara yang digunakan kadar airnya tidak mencapai target yang diinginkan, maka
ditambahkan air untuk meningkatkan kadar air batubara pada percobaan. Tujuan dari penambahan air adalah
untuk mengetahui kemampuan rotary dryer untuk dapat menurunkan kadar air batubara (Gambar 5.40) .

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 51
Gambar 5.40 Penambahan air pada batubara
Tahapan percobaan adalah sebagai berikut :
1. Penyalaan siklon burner dan mengoperasikan seluruh peralatan pada pilot plant CDB
2. Penambahan kadar air batubara dengan melakukan penyiraman air pada batubara umpan
3. Penyalaan awal dengan mengkondisikan temperature rotary dryer agar stabil.
4. Melakukan sampling batubara setiap 2 jam pada umpan batubara masuk dan batubara setelah proses.
5. Pencatatan parameter pengujian
6. Analisa kadar air batubara umpan dan batubara hasil proses.
7. Kalkulasi material balance proses pengeringan batubara

Batubara yang digunakan pada percobaan diantaranya batubara sebagai pembakar dan batubara raw sebagai
bahan yang akan diproses, hasil analisa laboratorium dapat dilihat hasil analisa pada (Tabel 5.11).
Tabel 5.11 Analisa Batubara yang digunakan pada percobaan

Nama Contoh Inherent Vm Ash FC NK

% Kkal

Bahan bakar 8.36 21.96 5324

Siklon 2.2 28.17 4508

Produk (19/5/14
23:00) 17.05 44.47 14.25 24.23 4117

Produk (19/5/14
15:00) 24.7 30.98 9.68 34.64 4323

Batubara hasil pembakaran pada siklon menghasilkan temperatur 1100 oC -1200oC, pada chamber
temperatur diturunkan dengan menambahkan udara pengencer yang dihasilkan dari flue gas hasil
pembakaran, target temperatur chamber dengan kisaran 700oC-800 oC. Dari chamber panas masuk
ke rotary dryer temperatur masuk diantara 180 oC -200 oC dan temperatur akhir rotary dyer antara
110 oC-130 oC lihat (Gambar 5.41).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 52
Gambar 5.41 Temperatur proses pengeringan

Pada proses pembakaran batubara pada siklon terdapat slaging pada tunggku, ini diakibatkan oleh
abu Batubara yang mencair, sebagian abu menempel pada dinding sehingga membentuk kerak yang
menempel pada dinding tungku. Pembentukan slaging abu pada tungku dapat mengganggu proses
pembakaran dikarenakan ukuran dalam tungku dapat mengecil akibat tumpukan abu yang
menempel pada dinding tungku yang menyebabkan pembakaran tidak dapat sempurna dan dapat
menurunkan temperatur pembakaran, dengan itu dilakukan pembersihan slaging abu pada tungku
dapat diliahat pada (Gambar 5.42).

Gambar. 5.42 pembersihan slaging abu pada tungku pembakar siklon

Pencobaan yang dilakukan dengan kapasitas umpan 200 – 400 kg/jam, pengaturan jumlah umpan
dengan menggunakan inverter untuk mengubah kecepatan konveyor dan mengatur tinggi bukaan
gate pada hopper. Untuk mengetahui kapasitas umpan batubara dilakukan kalibrasi kapasitas pada
input dan output proses setiap dua jam. Perhitungan kapasitas pengumpanan dengan cara
menghitung selisih penurunan jumlah batubara masuk dan keluar berdasarkan berdasarkan kadar air
batubara (Gambar 5.43). Dilakukan analisa kadar air batubara hasil produk dan pada beberapa
ukuran partikel, analisa ini dilakuka untuk mengtahui penurunanan kadar air batubara pada ukuran
partikel yang berbeda, sehingga akan diketahui ukuran pengeringan batubara yang optimal (Gambar
5.44).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 53
Gambar 5.43 Penimbangan dan pengumpulan produk batubara

Gambar 5.44 Sampling dan analisa ukuran partikel

Dari percobaan yang dilakukan dengan menggunakan batubara dengan kadar air 30%-45%, dengan tingkat
penguapan air pada batubara dapat mencapai antara 7%-24% dapat dilihat pada (Gambar 5.45). dari Tabel
5.12 dapat dilihat penurunan kadar air awal dan kadar air batubara setelah proses, dengan kadar air terendah
dapat mencapai 11% dan tertinggi mencapai 30%. Dari hasil percobaan tingkat penurunan kadar air masih
berfluktuasi cukup tinggi, ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya : jumlah umpan yang tidak stabil
sehingga panas yang dibutuhkan tidak sesuai dengan jumlah air yang akan diuapkan, kadar air batubara yang
tidak seragam, temperature proses masih kurang stabil dan juga dapat disebabkan heat loss pada rotary dryer.
Dari hasil ini disimpulkan bahwa pengeringan batubara dengan menggunakan rotary dryer dapat digunakan,
akan tetapi dibutuhkan kestabilan jumlah umpan dan kadar air yang akan masuk kedalam proses untuk
mendapatkan hasil pengeringa yang stabil.

Gambar 5.45 Penurunan kadar air hasil proses pengeringan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 54
Tabel 5.12 Penurunan kadar air hasil proses pengeringan
Sampel TM in TM out ΔTM
A1 46,67% 28,67% 18,00%
A2 38,95% 24,98% 13,97%
A3 40,62% 23,08% 17,54%
A4 32,76% 23,54% 9,22%
A5 39,56% 18,24% 21,32%
A6 26,68% 11,91% 14,77%
A7 35,00% 22,77% 12,23%
A8 35,94% 19,50% 16,44%
A9 44,00% 29,06% 14,94%
A10 36,32% 24,67% 11,65%
A11 37,99% 27,72% 10,27%
A12 45,08% 29,18% 15,90%
A13 35,95% 25,60% 10,35%
A14 43,29% 31,84% 11,45%
A15 42,07% 31,78% 10,29%
A16 42,62% 32,98% 9,64%
A17 40,79% 29,26% 11,53%
A18 40,62% 23,75% 16,87%
A19 43,55% 20,69% 22,86%
A20 37,48% 27,89% 9,59%
A21 43,91% 30,82% 13,09%
A22 44,55% 28,72% 15,83%
A23 36,59% 28,74% 7,85%
A24 38,06% 13,35% 24,71%
A25 40,85% 23,27% 17,58%
A26 38,11% 17,83% 20,28%
A27 37,03% 12,59% 24,44%
A28 39,18% 19,24% 19,94%
A29 33,64% 17,34% 16,30%
A30 30,29% 12,24% 18,05%

Gambar 5.46 Output batubara pada proses CDB

Gambar 5.46 dapat dilihat perbandingan kadar air yang teruapkan dan yang masih tersisa pada batubara. Dari
hasil keseluruhan proses uji coba pengeringan dapat dilihat (Lampiran 1) diantaran didapatkan data
temperatur pengeringan, material balance, heat balance, dan efisiensi pembakaran batubara yang digunkan
sebagai energi pemanas yang digunakan sebagai proses penguapan kadar air pada batubara.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 55
5.10. Desain Pengeringan Batubara Kadar Air Tinggi Skala Demoplant

5.10.1. Perhitungan volume Rotary dryer

Kapasitas input rotary dryer yang direncanakan adalah 150 ton perhari atau 6,25 ton
perjam. Kapasitas material yang akan dikeringkan dalam rotary dryer adalah sebesar
10%-15% dari volume rotary dryer (Perry, 1984). Dengan memperhitungkan massa jenis
batubara yang dipakai 800 kg/m3 dan safety factor 10%, maka didapatkan volume rotary
dryer 78,13 m3.
L/D Rotary dryer komersial = 4-10 (Perry,1984)
Maka diameter rotary dryer = 2,2 m; panjang rotary dryer = 20,55
L/D = 9,34

5.10.2. PerhitunganKebutuhan kalor untuk penguapan free moisture batubara


dalam rotary dryer

Kapasitas batubara perjam adalah 6.250 kg.Dengan asumsi total moisture 50%, maka
didapatkan berat air dalam batubara adalah 3.125 kg.
Air yang akan diuapkan = 35% x 6.250 = 2187,5 kg perjam
Cp air = 1 kkal/kg; Cp batubara = 0,36 kkal/kg, latent vapour (l) = 539 kkal/kg
Kalor untuk menaikkan suhu air dari 30 – 100 oC
Q = m x Cp x ΔT
= 3.125 x 1 x 70
= 218.750kkal
Kalor untuk mengubah air menjadi uap pada suhu 100 oC
Q =mxl
= 2187,5 x 539
= 1.179.063kkal
Kalor yang diserap oleh material yang dikeringkan,(menaikkan suhu material dari 30-80 oC)
Q = m x Cp x ΔT
= 3.125 x 0,36 x 50

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 56
= 56.250 kkal
Kebutuhan kalor total Qt = 1.454.063kkal/jam

5.10.3. PerhitunganKebutuhan Batubara pada Burner

Hv Batubara = 5.500 kkal


Kadar air = 25%

Komposisi Batubara
Atom BA wt% Produk BM
C 12 56,70% CO2 44
H 1 5,30% H2O 18
S 32 0,22% SO2 64
N 14 0,61% NO 30
O 16 31,55%
Abu 5,62%

Efisiensi Burner = 20%


Kebutuhan batubara = 1.454.063 / 5.500 / 20% = 1.322kg/jam
Dry Coal = 25% x 1.322 = 991kg/jam

Tabel 5.13. Kebutuhan Udara Pembakaran

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 57
Jumlah komponen dalam Coal Produk Pembakaran Kebutuhan O2
Atom kg/jam kmol/jam Komponen kmol/jam kg/jam kmol/jam kg/jam
C 562.13 46.84 CO2 46.84 2061.13 93.69 1499.01
H 52.54 52.54 H2O 26.27 472.90 26.27 420.36
S 2.18 0.07 SO2 0.07 4.36 0.136 2.18
N 6.05 0.43 NO 0.43 12.96 0.432 6.91
O 312.79 19.55 total 120.53 1,928.46
O2 pada Batubara 19.55 312.79
Kekurangan 100.98 1,615.67
Excess 20.00%
O2 dari udara pembakaran 121.17 1,938.80
Dalam bentuk O2 60.59
N2 dalam udara 227.92 6,381.88
Udara yang dibutuhkan 8,320.68

5.10.4. Perhitungan Volume flue gas hasil pembakaran

Tabel 5.14 Kebutuhan Udara Pembakaran


Komponen kg/jam %, massa kmol/jam
CO2 2.061,13 22,22 46,84
H2O 472,9 5,1 26,27
SO2 4,36 0,05 0,07
NO 12,96 0,14 0,43
O2 10,34 0,11 0,32
N2 6.381,88 68,81 227,92
H2O batubara 330,47 3,56 18,36
Total 9274,05 320,22

V= 7.836,66 nm3/jam

Volume flue gas yang dihasilkan burner = 7.836,66 nm3/jam

5.10.5. Perhitungan Ukuran Siklon pembakar batubara yang digunakan

Batubara yang akan dibakar = 1.322 kg


Volume siklo-burner yang dibutuhkan = 5,82 m3
L/D siklo-burner = 2
Diameter siklo burner = 1,55 m; Panjang siklo burner = 3,1 m

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 58
5.10.6. PerhitunganJumlah dan ukuran flight

Jumlah flight = 2,4D-3D


Tinggi radial flight = D/12-D/8
Maka diasumsikan jumlah flight =2,725D = 6
tinggiflight = 0,125 D = 27,5cm
jarak antar sudu
L = D sin0,5B
B = sudut apik pada titik pusat
B= 360/jumlah sudu = 60o
dari gambar 5.47 dapat dilihat desaint bentuk sirip pada rotary dryer

Gambar 5.47 Sirip pada rotary dryer

5.10.7. PerhitunganThe Number Of Transfer Units

NTU = (tG1 − tG2)/Δtm


NTU = number of transfer units;
t G1 = inlet gas temperature, K;
t G2 = exit gas temperature;
Δtm = rata-rata beda temperatur antara gas masuk dan keluar dengan suhu material yang
dikeringkan
Δtm = [(tG1-tB)-(tG2-tB)]/ln [(tG1-tB)/(tG2-tB)]
= [(250-80)-(110-80)]/ln [(250-80)/(110-80)]
= 80,92
NTU = (250-110)/80,92

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 59
= 1,73

5.10.8. Perhitungan kebutuhan udara pengeringan

Pada rotary dryer skala komersial, rata-rata superficial air-mass velocities (G G ) dalam rotary
dryer adalah 1.800- 18.000 kg/h.m2 (Perry,1984). Dengan luas dari penampang rotary
dryer adalah 3,8 m2, maka massa udara yang masuk diantara 6.842,4 – 68.424 kg/h atau
5.291 – 52.918 m3.

5.10.9. Perhitungan waktu tinggal batubara dalam rotary dryer

Waktu tinggal batubara dalam rotary dryer dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut (Perry,1984):

θ = waktu tinggal (menit)


Dp = ukuran partikel batubara = 4000 micron
F = massa/luas permukaan = 1.644,74 kg/h.m2
S =kemiringan = 0,024
N = kecepatan putar = 1,5 RPM
L = panjang dryer= 20,5 mm
G = air-mass velocity = 3.006,56 kg/h.m2
D = diameter dryer = 2,2 m
Tanda negatif digunakan pada rotary dryer tipe cocurrent sedang tanda positif untuk tipe
counter-current.

Nilai B didapat sebagai berikut:


B = 5 (4.000)-0,5 = 0,0791

Waktu tinggal batubara pada pengering putar adalah

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 60
θ= [0,23 (20,55)/(0,024 x (1,5)0,9x 2,2)] – (0,6 x 0,0791 x 3006,56 / 1.644,74)
=56 menit

5.10.10. Perhitungan ukuran siklon separator

Uap air yang diambil dari batubara keluar bersama flue gas. Jumlah air yang diuapkan
adalah 2.187,5 kg atau setara dengan 3.645,8 m3 steam. Total flue gas yang keluar dari
rotary dryer adalah 12.485 m3/h atau 3,47 m3/s. Kecepatan udara input siklon diinginkan
adalah 8-15 m/s. Agar mendapatkan kecepatan yang sesuai, maka debit flue gas akan
dipecah dan akan dilewatkan 4 siklon berukuran sama desain siklon dapat dilihat pada
(Gambar 5.48).

a = P = panjang = 43 cm
b = L = lebar = 17,2 cm
D = 86cm
De = 34,4 cm
S = 43 cm
h = 120,4 cm
H = 335,4 cm
B = 34,4 cm

Diameter partikel minimum teoritis yang dapat


terendapkan dalam siklon adalah:
Gambar 5.48. Siklon

Korelasi antara V in dengan N s dapat diketahui dari grafik berikut:


Dp = SQRT[(9*2,286*10-3*0,17)/(π*11,88*3*(800-1,3))]
= 19,78μm

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 61
5.10.11. Perhitungan daya motor

m batubara = 6.250 kg
m RD = 4.660 kg

F = Gaya putar
=mxa
= 10910 x 9,81
= 107.207,1 N

T = Torsi putar
=Fxr
= 107.207,1x 1,1
= 117.729,8Nm

P = Daya putar
= 2.π.n.T
60
= 2 x 3,14 x 1,5 x 117.729,8
60
= 18.492,9watt
= 18,5 kW

Daya motor rotary dryer =


P
Pmotor =
ηk.ηB

= 18,5 kW
0,9 x 0,975

= 21 kW

5.11. Desain Tungku Fluidized Bed


5.11.1. Penentuan karakteristik umpan

5.11.1.1. Karakteristik Batubara Hasil Pengukuran


Tabel 5.15 dibawah ini adalah hasil analisis yang akan kita gunakan sebagai dasar
perhitungan kapasitas umpan.
Tabel 5.15 Karakteristik umpan batubara

NO Parameter Nilai

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 62
Analisis Proximate

1 Kadar air (%,arb) 40

2 Kadar air (%,adb) 10.46

3 Abu (%,adb) 2.71

4 Zat Terbang (%,adb) 45.8

5 Karbon tetap (%,adb) 41.03

Analisis Ultimate

1 C (%,adb) 63.73

2 H (%,adb) 6.5

3 N(%,adb) 0.85

4 S (%,adb) 0.08

5 O (%,adb) 26.13

Analisis lain

1 Nilai Kalor (Kal/gr,adb) 5714

2 Nilai Kalor (Kal/gr,arb) 3900

3 Nilai muai bebas -

4 Reflektan 0.27

5.11.1.2. Perhitungan Kebutuhan Udara [volumetric flow rate]

Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung kebutuhan oksigen berdasarkan reaksi


stoikiometri pada kondisi kaya oksigen sehingga terjadi pembakaran sempurna dan pada
kondisi miskin oksigen sehingga terjadi reaksi gasifikasi. Dari hasil perhitungan stoikiometri
dengan asumsi komposisi udara adalah 21% O 2 dan 79% N 2 maka didapatkan bahwa
kebutuhan udara untuk 100 kg batubara adalah 628 kg udara dimana komposisi N 2
terbawa adalah 434 kg. Dengan mengetahui densitas udara pada suhu asumsi pembakaran
900o C, maka didapatkan volume udara total untuk pembakaran sempurna yaitu 522 m3
yang terdiri atas 109 m2 O 2 dan 412 m3 N 2 . Tujuan akhir dari perhitungan kebutuhan udara
adalah mengetahui debit udara yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna dan debit
udara gasifikasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa debit udara pembakaran
sempurna adalah 0.145 m3/detik. Reaksi gasifikasi biasanya terjadi jika rasio udara

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 63
terhadap batubara adalah 2,5 – 3.0, artinya untuk setiap 1 kg batubara maka diperlukan
kira-kira 2,5 hingga 3 Nm3 udara.

5.11.2. Parameter fluidisasi

Parameter fluidisasi bergantung pada karakteristik pasir dan model porositas yang akan
kita gunakan. Dalam kasus ini, ukuran dan karakteristik pasir yang digunakan adalah
disesuaikan dengan jenis pasir silika yang tersedia dipasar. Secara harafiah faktor porositas
berpengaruh terhadap kemudahan udara untuk melewati partikel, memberi dorongan
keatas dan memfluidisasi bed.Selain itu diameter dan bentuk partikel juga berpengaruh
terhadap kemudahan bed untuk terfluidisasi. Partikel yang ideal untuk fluidized bed adalah
partikel yang cukup bulat sehingga mengurangi efek interlock antar partikel pasir yang
berimbas pada semakin besarnya pressure drop yang dibutuhkan. Selain itu partikel harus
berukuran cukup kecil sehingga kebutuhan pressure drop dapat diminimalisir namun cukup
besar untuk mencegah partikel pasir menyusup ke dalam lubang nozzle. Detail dari

karakteristik bed dan parameter dijabarkan pada (Tabel 5.16) berikut ini :

Tabel 5.16 Parameter fludisasi

Simbol Parameter Nilai Unit Keterangan

dp Diameter rata-rata partikel 5.00E-04 m Ukuran diameter


pasir/katalis

ρp Densitas partikel 2560 kg/m3 Densitas pasir silika

ρf Densitas udara pada T 4o P 1.2658 kg/m3 Densitas udara


1 atm tertentu [oksigen pada T = 900 dan
21%] P= 4 atm

g Gravitasi 9.8 m/s2

e Porositas partikel/fraksi void 0.449836387

f Sphericity 0.78 (bulat = 1) Faktor morfologi


pasir

m Viskositas udara pada T 1.93E-05 N-s/m2 Viskositas udara


tertentu yang dihitung pd T
40 P 1 atm

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 64
h Faktor gravitasi 2.51E+04 Faktor gravitasi

U mf Minimum fluidisasi 0.22 m/s kecepatan gas


minimum untuk
fluidisasi

21.75 cm/s

Uo Fluidisasi operational 0.652412004 m/s kecepatan gas


operasional u =
3umf untuk
fluidisasi

65.24120044 cm/s

Ut Fluidisasi terminal 4.03 m/s kecepatan gas


maksimal agar
partikel tidak
terlempar ke siklon

5.11.2.1. Menentukan kecepatan fluidisasi minimal dan terminal

Kecepatan fluidisasi minimal adalah kecepatan minimal udara dimana gaya dorong udara
ke atas sama dengan berat padatan. Persamaan ini diekspresikan oleh persamaan Ergun
yang biasanya dikombinasikan dengan notasi mekanika fluida untuk mendapatkan nilai
fluidisasi minimal µ mf Kecepatan fluidisasi terminal adalah kecepatan gas yang melebihi
kecepatan jatuh bebas sebuah partikel. Secara harafiah jika sebuah partikel terangkat dan
terbang terbawa gas, maka dapat dikatakan bahwa partikel tersebut mendekati kecepatan
terminal fluidisasi. Dengan mengggunakan model Kunii Levenspiel maka didapatkan Ut =
4.03 m/s. U op adalah kecepatan udara operasional, dalam desain ini digunakan µ op = 3 µ mf
.

5.11.2.2. Menentukan fraksi void

Model yang digunakan untuk menghitung fraksi solid pada saat terjadi fluidisasi minimal
adalah model Wen Yu. Dengan nilai kebulatan partikel ε yang diasumsikan 0.78 maka
didapatkan ε mf = 0.449. Fraksi solid merepresentasikan distribusi daerah yang terisi oleh
partikel pasir didalam bed. Nilai ε mf = 0.449 menggambarkan distribusi volume bed

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 65
dimana 45% dari total volume terisi oleh partikel dan sisanya 55% terisi oleh udara.
Semakin besar ukuran partikel maka nilai dari ε mf diprediksi semakin kecil. Nilai ε mf
biasanya diantara 0.40 hingga 0.50.Jika distribusi ukuran partikel terlalu besar maka nilai
ε mf menjadi terlalu kecil karena partikel kecil dapat mengisi ruang kosong diantara partikel

besar.

5.11.2.3. Menentukan debit udara

Debit udara input kedalam reaktor didapatkan dengan mengalikan kecepatan udara
operasional µ op terhadap luas penampang reaktor. Untuk luas penampang reaktor 0.101

m2 maka debit udara adalah 0.066 m3/detik.

5.11.2.4. Menentukan kapasitas umpan batubara

Diketahui bahwa kebutuhan udara untuk pembakaran sempurna 100 kg batubara adalah
adalah 0.145 m3/detik sementara hasil perhitungan debit udara dengan µ op = 0.65 m/detik
maka debit udara yang tersedia hanya 0.066 m3/detik. Sebagai konsekuensi dari
kurangnya debit udara maka kapasitas batubara berkurang dari 100 kg/jam menjadi hanya
45.78 kg/jam. Perhitungan kapasitas batubara didapatkan dengan perbandingan langsung

dari debit udara.

5.11.2.5. Menentukan pressure drop

Pressure drop yang diperhitungkan dalam desain reaktor adalah pressure drop dari desain
distributor plate dan pressure drop dari bed. Pressure drop pada bed berbanding lurus
dengan gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat pasir pada ketinggian fluidisasi minimal
H mf (lihat persamaan 5). Tinggi H mf yang digunakan adalah setengah kali diameter reaktor,
yaitu 0.18 m. Dengan menggunakan nilai prediksi ε mf = 0.449 maka didapatkan pressure
drop pada bed δP B = 2.48 kPa. Untuk desain distributor plate tipe nipple plate, pressure
drop pada distributor plate (δP dp ) biasanya 0.3 dari pressure pada bed δP B ,yaitu 0.745 kPa.
Pressure drop total δP T = δP B + δP DP = 3.23 kPa. Nilai ini masih memenuhi kriteria teknis

karena masih dalam batas kapasitas blower yang ada dipasaran, yaitu 14 kPa.

5.11.2.6. Menentukan dimensi, jumlah orifice dan kecepatan udara pada orifice

Kecepatan gas pada orifice dipengaruhi oleh besarnya tahanan aliran yang berbanding
lurus dengan besarnya pressure drop. Pada distributor plate tipe nozzle, maka kecepatan

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 66
orifice Uor juga dipengaruhi oleh perbandingan antara diameter inlet dan diameter outlet.
Dengan menggunakan persamaan 6 dibawah ini dan asumsi koefisien drag Zenz = 0.8
maka didapatkan kecepatan gas orifice adalah 124 m/detik.

Penentuan diameter orifice bergantung dari ukuran diameter partikel bed yang kita
gunakan. Ukuran diameter exit port biasanya 3 – 8 kali ukuran diameter partikel. Ukuran
partikel yang lebih kecil akan memberikan efek transfer panas dan massa yang lebih baik
karena luas permukaan yang lebih besar. Namun biasanya diameter bed yang terlalu kecil
tidak disarankan karena alasan kepraktisan pada proses pemesinan diameter orifice.
Diameter orifice adalah 17 mm seperti yang terlihat pada (Gambar 5.49). Data detail
dimensi dan perhitungan jumlah nozzle dipaparkan

pada (Tabel 5.17).

Gambar 5.49 Dimensi nozzle

Tabel 5.17 Detail perhitungan dimensi dan jumlah nozzle

Diameter exit port dari nozzle [d- 0.0040 m


ep] = 3-8 diameter partikel

Jumlah orifice = n = jumlah inlet 4 Unit

Diameter gas inlet [d-i] aktual 0.0170 m

Diameter gas inlet [d-i] teoritik 0.0080 m

Kecepatan gas pada nozzle Uor 123.96986840 m/s

Jumlah nozzle per meter persegi 104.7505 unit


Nn

Jumlah nozzle per meter persegi 105 unit

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 67
dibulatkan Nn

Kecepatan gas inlet pada orifice 27.4535 m/s


Uj

Jarak antar nozzle/orifice spacing


:

For triangular pitch P 0.104993634 m

For square pitch P 0.097706153 m

Tinggi nozzle h 0.070823569 m

Kemiringan nozzle cap = 45


[standar]

5.11.2.7. Menghitung dimensi plenum chamber

Dengan menggunakan asumsi µ op = 3 µ mf , diameter reaktor = 0.36 m dan dimensi nozzle


yang telah dihitung maka didapatkan dimensi plenum chamber seperti yang tertera pada

tabel 5.18 berikut ini.

Tabel 5.18 Dimensi nozzle dan plenum chamber

Simbol Keterangan Nilai

D noz diameter nozzle yang tersedia [4 0.1016 m


inch]

L Luas reaktor (diameter 0.36 m) 0.101736 m2

D diameter plenum 0.76 m

V noz kecepatan nozzle [asumsi] 2 m/s

r densitas udara 0 kg/m3

gc gravitasi 9.8 m/s

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 68
Gambar 5.50 Desain plenum chamber dengan inlet udara vertical

5.11.2.8. Menentukan debit udara pada plenum chamber

Debit udara Q 2 yang digunakan pada perhitungan diatas adalah debit udara pada kondisi
tekanan dan suhu kamar. Pada saat reaktor beroperasi maka akan terjadi kenaikan suhu
yang signifikan pada plenum chamber karena perpindahan panas secara konduksi dari bed
ke distributor plate. Q 3 adalah debit udara yang memperhitungkan ekspansi termal udara
karena adanya kenaikan suhu pada plenum chamber. Dengan menggunakan perbandingan
langsung persamaan gas ideal PV = nRT, maka didapatkan Q 3 = 0.07 m3/detik (T = 50o C)

jika Q 2 = 0.06 m3/detik (T = 30o C).

5.11.2.9. Menentukan debit udara pada reaktor

Ketika suhu dalam reaktor mencapai 600o C - 900o C maka terjadi reaksi gasifikasi antara
batubara dan udara yang menghasilkan producer gas. Reaksi gasifikasi menyebabkan
terjadinya peningkatan volume udara dalam reaktor yang berdampak pada peningkatan
debit udara. Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman praktis yang telah dilakukan
Tekmira sebelumnya dapat disimpulkan bahwa debit udara hasil gasifikasi hampir 2 kali
debit udara masuk pada suhu dan tekanan normal, yaitu debit plenum chamber Q 2 . Debit
reaktor Qr adalah debit udara yang memperhitungkan ekspansi termal pada saat suhu
udara sama dengan suhu reaktor gasifikasi, yaitu pada suhu 600oC. Jika debit udara inlet
dari plenum chamber adalah Q 3 = 0.07, debit reaktor adalah Q r = 2 x Q 2 dan debit udara

hasil gasifikasi adalah Q g maka Q 4 = Q r + Q g = 0.182 m3/detik.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 69
5.11.2.10 Evaluasi kecepatan udara operasional Uop, pressure drop dan kecepatan
superficial

Langkah selanjutnya adalah evaluasi gradien pressure drop P terhadap kecepatan udara
operasional Uop = 3 Umf. Kemiringan yang curam mengindikasikan bahwa pada kecepatan
gas yang dipilih terjadi perubahan pressure drop yang signifikan sehingga terjadi fluidisasi
dengan stabil. Tujuan dari evaluasi gradien ini adalah untuk mencari kecepatan gas
superficial agar menghasilkan fluidisasi yang stabil. Semakin tinggi gradien maka semakin
stabil efek fluidisasi yang dihasilkan namun semakin besar kapasitas blower yang

dibutuhkan.

Langkah pertama adalah dengan mengambil secara acak kecepatan gas U yang berada
pada rentang kecepatan gas minimal fluidisasi Umf dan Uop. Buatlah grafik U terhadap
pressure drop P dimana Umf < U < Uop lalu tarik garis lurus pada titik balik dimana terjadi
perubahan gradien. Jika Umf = 0.21 m/detik dan Uop = 3 x Umf = 0.65 m/detik maka kita

akan mendapatkan profil pressure drop seperti yang tertera pada (Gambar 5.51)

Dari gambar 5.51 dapat ditarik kesimpulan secara visual bahwa perubahan gradien terjadi
pada 2 zona. Pada saat Uop = 3 – 4 m/detik terjadi perubahan gradien yang cukup
signifikan. Karena kecepatan gas operasional Uop yang kita gunakan sebelumnya adalah
Uop pada suhu dan tekanan normal, maka langkah selanjutnya adalah mengkalibrasi
perhitungan kecepatan gas menjadi Uop pada saat suhu mencapai 900o C. Jika Uop pada
suhu 30oC adalah 0.6 m/detik maka pada suhu 900o C Uop dapat mencapai 2.52 m/detik,
dimana nilainya mendekati Uop pada kurva gambar 5.51. Hal ini mengindikasikan bahwa
kecepatan gas superficial lebih cepat 3.87 kali pada saat terjadi reaksi gasifikasi
dibandingkan dengan pada saat penyalaan awal. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
kecepatan gas Uop = 3 x Umf adalah memenuhi kriteria teknis untuk mendapatkan

fluidisasi yang stabil.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 70
zona 2

Gambar 5.51 Evaluasi kecepatan gas operasional Uop terhadap pressure drop P

5.11.3. Kuantitas Solid dan Gelembung

Jumlah solid Ws ditentukan oleh persamaan 8 dibawah ini, dimana P adalah massa jenis

katalis, A adalah luas permukaan katalis, h adalah tinggi pasir dan εmf adalah fraksi

padatan.
Luas dari penampang reaktor berdiameter 0.36 m adalah 0.101 m2 dengan asumsi tinggi
fluidisasi minimal adalah setengah dari diameter, yaitu 0.18m.

5.11.3.1. Menghitung diameter gelembung minimum, maksimum dan rata-rata

Diameter gelembung maksimum mempengaruhi kestabilan fluidisasi. Ketika debit gas


ditingkatkan melebihi batas minimum fluidisasi maka kecepatan gelembung gas akan
meningkat dengan cepat dan pecah di permukaan. Gelembung terbentuk tepat diatas
permukaan nozzle atau pori-pori pada distributor plate sehingga desain dari distributor
plate sangat menentukan karakteristik fluidized bed. Untuk mencegah terjadinya slugging

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 71
atau fenomena pecahnya gelembung karena ukurannya terlalu besar, maka harus
dipastikan bahwa ukuran dbm lebih kecil daripada diameter reaktor. Dengan memasukan
parameter µo dan µmf pada tabel 2 maka didapatkan dbm = 5.59 cm. Karena nilai dbm masih
lebih kecil daripada diameter reaktor d = 36 cm, maka perancangan dimensi reaktor dan
nilai µ masih dapat diterima.

Diameter gelembung minimum untuk tipe porous plate (nozzle) dbo adalah 0.07 cm yang

didapatkan dengan menggunakan

Jika h = 0.18 m adalah ketinggian puncak bed saat belum berekspansi maka diameter rata-
rata gelembung pada saat mencapai puncak adalah 3.59 cm. Sementara pada h = 0.09 m
atau pada ketinggian setengah dari bed maka diameter rata-rata gelembung adalah 2.28
cm.

Penentuan ukuran gelembung rata-rata pada saat posisinya berada ditengah bed adalah
untuk menentukan kecepatan gelembung menuju permukaan. Dengan asumsi bahwa
tinggi bed akan mengalami ekspansi 40-50% dari ketinggian bed, atau sekitar 0.27m saat
beroperasi. Oleh karena itu menurut model Kunii Levenspiel, ukuran rata-rata gelembung
diambil pada saat h = 0.135m yaitu pada saat ketinggian setengah dari diameter bed yang

berekspansi.

5.11.3.2. Menghitung kecepatan gelembung

Didapatkan kecepatan gelembung µb = 4 m/detik.

5.11.3.3. Menghitung fraksi volume gelembung

Langkah selanjutnya adalah menghitung fraksi volume gelembung karena pada saat
gelembung terbentuk maka volume bed akan mengalami ekspansi. bahwa fraksi volume
gelembung dipengaruhi oleh karakteristik bentuk dari pasir dan kecepatan gas. Koefisien α
didapat dengan cara menarik garis ekstrapolasi (Gambar 5.52) ukuran partikel mengikuti
garis linier dari karakteristik pasir irreguler. Dari skema diatas didapatkan bahwa untuk
partikel pasir berukuran 500 µm, didapatkan nilai α = 0.27. Dengan menggunakan
persamaan 13 maka didapatkan δ = 0.118. Dari hasil perhitungan ini maka didapatkan
kesimpulan bahwa akan terbentuk kira-kira 12% gelembung dan 88% bed berupa emulsi

udara-pasir sehingga desain ini dapat diterima.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 72
Gambar 5.52 Menentukan koefisien α

5.11.3.4. Menghitung kuantitas solid yang dapat terangkat

Tidak ada korelasi langsung antara penentuan kuantitas pasir yang dimasukkan ke dalam
bed dengan penentuan kestabilan gelembung seperti yang dipaparkan diatas. Dengan
menggunakan persamaan 8 seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa untuk h = 0.18

m dan fraksi solid εmf = 0.45, maka kuantitas solid adalah 26 kg.

5.11.4. Rule of thumb

Untuk memudahkan dalam perhitungan praktis dilapangan maka diperlukan grafik-grafik


ringkasan. Berikut ini adalah rule of thumb untuk memudahkan scale up diameter reaktor.

5.11.4.1. Relasi antara kebutuhan udara, kecepatan gas superficial dan kapasitas
umpan batubara
Tabel 5.19 dibawah ini bermanfaat untuk mengtahui relasi antara kecepatan udara
superficial terhadap variasi diameter reaktor. Tujuan dari pembuatan tabel 5.19 dan grafik
pada gambar 5.33 adalah untuk mengetahui berapa peningkatan kapasitas batubara jika
diameter reaktor ditingkatkan atau jika kecepatan gas operasional berubah. Sebagai
contoh, menurut grafik 5.53 untuk diameter reaktor 1 m dengan kecepatan gas
operasional Uop = 0.65 maka diperkirakan kapasitas batubara sekitar 240 kg/jam (lihat
panah merah). Contoh lainnya adalah Kapasitas batubara 1 ton/jam dapat dicapai pada

reaktor berdiameter minimal 1,25 m dengan Uop = 4 Umf = 0.87 m/s.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 73
Tabel 5.19 Kecepatan udara operasional Uop terhadap luas penampang reaktor A

Kecepatan gas superficial operasional/ Diameter Luas penampang


Uop [m/s] reaktor [m] reaktor [m2]

Uop [m/s] Umf [m/s]

Uop = Umf 0.22 0.22 0.36 0.101736

Uop = 2 x Umf 0.43 0.22 0.5 0.19625

Uop = 3 x Umf 0.65 0.22 0.75 0.4415625

Uop = 4 x Umf 0.87 0.22 1 0.785

Uop = 5 x Umf 1.09 0.22 1.25 1.2265625

Uop = 6 x Umf 1.30 0.22

Uop = 7 x Umf 1.52 0.22

Uop = 8 x Umf 1.74 0.22

Uop = 9 x Umf 1.96 0.22

Uop = 10 x Umf 2.17 0.22

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 74
Gambar 5.53 Grafik relasi antara kapasitas dan kecepatan gas operasional Uop

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 75
5.11.4.2. Pengaruh variasi Hmf terhadap pressure drop dan kuantitas nozzel

Gambar 5.54 Grafik pressure drop vs Tinggi fluidisasi Hmf

Tujuan dari pembuatan gambar grafik 5.54 adalah untuk memudahkan mencari perkiraan
jumlah nozzle jika diketahui jumlah orifice, tinggi Hmf dan kapasitas blower yang tersedia
secara komersial. Kesimpulan dari Gambar 5.54 adalah peningkatan tinggi Hmf akan
meningkatkan pressure drop total dan kebutuhan kapasitas blower secara linear. Selain itu,
rasio peningkatan jumlah nozzle setara dengan rasio peningkatan jumlah orifice seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 5.55. Seperti pada contoh sebelumnya, jika diketahui bahwa
diameter reaktor adalah 1 m maka Hmf adalah = 0.5 D, yaitu sebesar 50cm, sehingga
pressure drop minimal yang harus mampu dikompensasi oleh blower adalah sekitar 9 kPa
lihat garis merah pada (Gambar 5.54).

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 76
Gambar 5.55 Grafik jumlah orifice terhadap kuantitas nozzle

Seperti pada contoh sebelumnya, jika Hmf adalah 50 cm maka untuk orifice 4 lubang
dibutuhkan 30 nozzle (lihat garis merah) sementara untuk orifice 8 lubang dibutuhkan

orifice sekitar 15 lubang (lihat garis hijau).

5.11.4.3. Variasi diameter orifice terhadap jumlah nozzle

Berdasarkan perkiraan pada gambar 10, ukuran diameter yang ideal adalah 3-8 kali ukuran
diameter partikel. Jika diameter partikel adalah 500 mikron maka diameter orifice ideal
adalah 1,5 mm s/d 4mm. Dari Gambar 5.56 dibawah terlihat bahwa penambahan jumlah
orifice 2 kali lipat dari 4 menjadi 8 orifice akan mengurangi jumlah nozzle sebanyak 1.6 s/d
2 kali lipat juga. Jumlah nozzle sangat penting diperhitungkan karena akan mempengaruhi
biaya pembuatan. Rasio jumlah nozzle yang paling kecil adalah pada diameter orifice = 8
x diameter partikel [D orifice = 4mm utk D partikel = 500 mikron] yaitu hanya sebesar 1,6
kali.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 77
Gambar 5.56 Grafik diameter orifice (d-ep) terhadap jumlah nozzle untuk diameter 36 cm

(n-36cm)

5.11.4.4. Pengaruh variasi diameter reaktor D dan ketinggian pasir h terhadap


kuantitas solid Ws

Jika kita mengambil contoh yang sebelumnya dengan mengasumsikan diameter reaktor 1
m dan Hmf = 50 cm, maka jumlah pasir yang dibutuhkan 550 kg. Jika densitas dari pasir

kuarsa adalah 2560 kg/m3 dan fraksi solid 45%, maka volume pasir adalah sekitar 0.31 m3.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 78
Gambar 5.57 Variasi diameter reaktor terhadap berat pasir

5.11.5. Desain Siklon

Untuk desain siklon diasumsikan bahwa kecepatan gas inlet siklon sama dengan kecepatan
gas hasil reaksi gasifikasi.

Tabel 5.20 Desain siklon

Keterangan Parameter Nilai Satua


n

Jika kapasitas dari reaktor adalah 100kg/jam 0.14495505 m3/s


maka volumetric flow rate [debit inlet pada 5
reaktor] =

Volume inlet reaktor adalah volume udara V inlet reaktor 521.838198 m3


yang masuk dari kompresor/blower untuk [udara]= 2
reaksi stoikiometri 100 kg batubara

Berdasarkan estimasi praktis dari pak Nurhadi, V outlet 1043.67639 m3


biasanya reaksi gasifikasi menghasilkan 2 kali reaktor 6

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 79
volume gas inlet reaktor [gasifikasi] =

Volume gas hasil gasifikasi menjadi volume V outlet 1043.67639 m3


inlet siklon reaktor 6
[gasifikasi] = V
inlet cyclone

Dari perhitungan volume hasil gasifikasi maka Jika misalkan D 0.2 m


didapatkan debit per detik [volumetric flow inlet siklon =
rate gasifikasi] Luas 0.0314 m2
permukaan A
inlet siklon =

Debit gas Q 0.28991011 m3/s


inlet siklon =

Kecepatan gas didapatkan dari membagi debit Kecepatan gas 9.23280605 m/s
gas dengan luas permukaan inlet siklon V inlet siklon = 5

Model yang digunakan dalam perhitungan adalah model Stairmand (High Efficiency)
dengan dimensi seperti yang terlihat pada (Gambar 5.58). Hasil perhitungan dengan model
ini dipaparkan pada tabel 5.21 dan 5.22.

Gambar 5.58 Siklon model Stairmand

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 80
Tabel 5.21. Mencari dimensi a dan b

Diameter pipa misalkan [outlet Do = 0.15 m


reaktor] =

Luas area pipa Ao = 0.0176625 m2

Kecepatan gas inlet = V gas inlet = 9.232806055 m/s

Luas area input siklon = Ais= 0.0176625 m2

Dimensi input siklon L=b 0.084 m

P=a 0.21 m

Tabel 5.22 Perhitungan dimensi menurut model Stairmand

a/D = 0.5 a = P = 0.21 m


panjang

b/D = 0.2 b = L = lebar 0.084 m

maka Dc = diameter siklon D= 0.42 m

De/D = 0.5 De = 0.21 m

S/D = 0.5 S= 0.21 m

h/D = 1.5 h= 0.63 m

H/D = 4 H= 1.68 m

B/D = 0.375 B= 0.1575 m

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan oleh tim Pengembangan Upgrading batubara
dengan teknologi coal drying and briquetting (CDB) setelah melakukan percobaan dan
modifikasi. kesimpulan adalah :
1. kadar air batubara hasil pengeringan masih berfluktuasi. Dikarenakan kapasitas
pengumpananan batubara yang tidak stabil dan kadar air batubara yang kadar airnya
tidak merata, sehingga kebutuhan panas untuk proses tidak sesuai yang dibutuhkan.
2. Rata-rata penurunanan total kadar air dapat mencapai +20% AR
3. Kapasitas energi sebagai pengeringan masih belum mencukupi dengan jumlah yang
akan dikeringkan.
4. Efiesin energi pada siklon pembakar yang digunakan untuk pengeringan pada rotary
dryer mencapai 30%.
5. Dari hasil percobaan, didapatkan perhitungan perencanaan pabrik pengering batubara
kadar air tinggi.

6.2. Saran

1. Masih dibutuhkan modifikasi pada cara pengumpanan batubara raw agar lebih
stabil.Ketidak stabilan umpan dikarenakan sifat batubara dengan kadar tinggi sulit
untuk ditrasportasi.
2. Dibutuhkan cara pengumpanan yang stabil dengan didapat jumlah umpan yang pasti
untuk dapat mengetahui kapasitas pengumpanan sehingga didapatkan kapasitas
proses. Pada batubara kadar air tinggi yang cenderung sulit untuk mengalir secara

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 82
normal dibutuhkan desain hopper yang cocok untuk Batubara dengan kadar air tingg,
dengan membuat alat pengumpanan berupa screw feeder.
3. Masih dibutuhkan pengumpulan data dan perencanaan untuk mereview
perancangan pengeringan skala demoplant pada kegiatan selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
1. Allardice, D.J. dan Young, B.C., Utilisation of Low Rank Coals, Allardice Consulting 10
Arcady Grove, Vermont, Vic 3133, Australia.
2. Berita Harian Serambi Indonesia tanggal 10 Juni 2010
3. Djokosetyardjo. M.J 1993 “Ketel Uap” cetakan ketiga. PT Pradnya Paramita
4. Gorbarty, Martin L., (1994) Prominent Frontiers of Coal Science: Past, Present and
Future. Fuel 1994 Volume 73 Number 12, 1819 – 1828.
5. IEA, 2010, World Energy Outlook, OECD/IEA
6. Karthikeyan, M., dan Mujumdar, A.S., 2007, Factors Affecting Quality Of Dried Low
Rank Coals, Technical Report, Department of Mechanical Engineering & Minerals,
Metals and Materials Technology Centre (M3TC), National University of
Singapore.Gorbarty, Martin L.,Prominent Frontiers of Coal Science: Past, Present and
Future. Fuel 1994 Volume 73 Number 12, 1819 – 1828, 1994.
7. Kraemer, I., 2007, Exergen Continous Hydrothermal Dewatering (CHTD) of Brown
Coal,Hiess Resource Development Group.
8. Mukherjee, J., Singh, P., dan Sarkar, A., (2004), Studies on the chemistry of thermal
drying of lignite in inert atmosphere, Indian Journal of Chemical technology.
9. Tung. S.E, Williams, G.C. 1987 “Atmosferic Fuidized Bed Combustion A Technical
Source Book Final Report”. U.S Department Of Energy Office Of Fossil Energy
10. Perry, R.H. and Green, D.W. 1984, “perry Chemical Engineers Hand Book”, 6th ed. Mc.
OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN
BATUBARA 83
Graw Hill Co.
11. Pronyk, C., Cenkowski, S., Muir, W.E., 2005, Superheated Steam: Its Not Just About
Drying, Paper No. 05-009, CSAE/SCGR Meeting Winnipeg, Manitoba, Canada, June 26
- 29.

OPTIMASI PILOT PLANT PENGERINGAN


BATUBARA 84

Anda mungkin juga menyukai