Anda di halaman 1dari 11

Ulkus kornea

A. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea sebagai akibat dari
kematian jaringan kornea pada infeksi maupun alergi yang ditandai dengan adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea serta diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma.

B. Epidemiologi
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya
(idiopatik).
Penelitian di Inggris melaporkan beberapa faktor yang berkaitan dengan
meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea; penggunaan lensa kontak yang
lama, jenis kelamin laki-laki, merokok. Dari penelitian juga didapatkan insidensi
terjadinya ulkus kornea meningkat sampai 8 kali pada mereka yang tidur sambil
memakai lensa kontak dibandingkan dengan yang memakai lensa kontak ketika
sedang beraktivitas. Studi di Singapura melaporkan bahwa selama sekitar 2.5 tahun
dari 112 kasus ulkus kornea 22 disebabkan oleh infeksi jamur.
Menurut studi yang dilakukan di USA, pasien laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71% daripada wanita, hal serupa juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan di India Utara di mana 61% laki-laki menderita ulkus
kornea. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki
sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma
kornea.

C. Ulkus dan Penyebabnya


a. Ulkus kornea bakterialis
Ulkus kornea oleh karena bakteri, bersifat akut dan disertai nyeri yang
hebat, biasanya terdapat infiltrat oleh karena adanya defek pada jaringan epitel
kornea. Pada ulkus bakteri ini dapat menyebabkan edema pada kornea yang
akan mengelilingi infiltrat. Pseudomonas aeraginosa, Streptococcus
pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering dari
ulkus bakteri. Eksudat berwarna kehijauan dan terbentuknya cincin abses
kornea yang terbentuk menunjukkan adanya infeksi Pseudomonas
aeruginosa. Infeksi karena Pseudomonas merupakan infeksi yang paling
sering pada pasien yang memakai lensa kontak. Infeksi Streptococcus dapat
menyebabkan keratitis supuratif yang berat dengan gambaran khas nya
adalahterbentuknya ulkus kornea serpiginosa dan kornea dengan cepat akan
mengalami perforasi dan pasien akan mengalami nyeri yang hebat. Pada
infeksi oleh karena Moraxella akan terbentuk ulkus kornea oval di bagian
inferior kornea yang akan berprogresi secara lambat dan akan mengiritasi
kamera okuli anterior. Pada infeksi Staphylococcus, terbentuk ulkus marginal
simpel atau cincin. Bentuk simpel memiliki gambaran ulkus superfisial yang
berwarna abu-abu dan terdapat toksik, alergi dan lain-lain. Ulkus yang
berbentuk cincin atau multiple biasanya terdapat di lateral.

b. Ulkus kornea fungi


Infeksi Jamur (Fungal corneal ulcer): Merupakan kasus yang dulunya
jarang ditemui dan menurut studi yang dilakukan, banyak ditemukan pada
masyarakat yang bekerja sebagai petani. Tetapi sejalan dengan perkembangan
yang terjadi, kasus ini semakin meningkat. Kelainan ini banyak disebabkan
oleh spesies Candida, Fusarium, Aspergilus. Bentuk ulkus yang terjadi
biasanya berbentuk seperti bulu pada bagian tepinya dan terdapat lesi satelit
serta infiltrat dibawah defek epitel. Tanda dan gejala yang timbul dapat berupa
mata merah pada satu sisi mata dan ulkus akan nampak seperti berkembang ke
arah lapisan bawah dari epitel kornea (serpiginous corneal ulcer).

c. Ulkus kornea virus


Infeksi virus (Viral corneal ulcer) : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex
cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel
berukuran kecil di lapisan epitel yang dapat menimbulkan ulkus bila pecah.
Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, herpes simplex,
adenovirus. Pada infeksi oleh karena virus herpes simplex pasien akan
mengeluhkan nyeri yang hebat, fotophobia, lakrimasi, dan pembengkakan di
kelopak mata, kelainan melihat tergantung pada lokasi di mana infeksi terjadi
pada kornea. Infeksi oleh karena Herpes zoster akan menimbulkan gambaran
mata merah dengan keratitis dendritik,keratitis stromal, penurunan sensitivitas
kornea.

d. Ulkus mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Beberapa sumber mengkaitkannya dengan infeksi
sistemik virus. Biasanya menyerang unilateral. Menimbulkan perasaan nyeri
hebat. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang
meninggalkan bagian yang sehat pada bagian sentral.

e. Ulkus cincin (ring ulcer)


Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, letak ulkus dapat dangkal atau
dalam, kadang-kadang dapat timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu dan menyerupai ring ulcer.

D. Etiologi non Infeksi


 Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang
menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea. Ulkus
kornea biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya
stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya
herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau
benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat
kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai
kelainan inflamasi yang lain
Pengguna lensa kontak, terutama yang memakainya waktu tidur, dapat
menyebabkan ulkus kornea. Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan
Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang
buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air
panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme ini menyebabkan
peradangan yang serius dan seringkali di salah diagnosis dengan virus
herpes simpleks. Pengguna lensa kontak dapat memiliki komplikasi, baik
secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada akan diperburuk
dengan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung
bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui: trauma,
mengganggu kelembaban kornea dan konjungtiva, penurunan oksigenasi
kornea, stimulasi respon alergi dan inflamasi, dan infeksi.
Akibat kondisi kornea yang avaskular, maka metabolisme aerobik
kornea sangat bergantung pada pertukaran gas atau pemberian oksigen
bergantung pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi oksigenasi
yang bervariasi yang berguna untuk menghindari komplikasi hipoksia.
Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya
dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada
permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), merupakan
permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L),
merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan penghantaran
relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak.
Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan
oksigen kornea. Hipoksia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian
dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan
menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea
yang menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan
peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan
keratopati pungtata epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis
mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob
menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan mengganggu pola
teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada posterior
stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya. Hipoksia stroma yang
lama mengakibatkan asidosis stroma, yang dalam waktu singkat akan
menimbulkan edema endotel dan dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia
adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan
stroma. Vaskularisasi stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial,
kekeruhan yang dalam, atau kadang-kadang perdarahan intrastromal. Pada
beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea menjadi
terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah
menjadi lapisan stroma yang tipis.
Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen.
Lensa kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan
dengan jaringan okular. Larutan lensa kontak, terutama pengawet di
dalamnya menginduksi respon alergi pada individu - individu yang
sensitif. Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan
konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus
keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini
dapat mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus
oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi
yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat
mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik
presipitat. Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas larutan
mengakibatkan keratopati pungtat epitel.
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH dapat berpengaruh
pada pembentukan ulkus kornea. Bahan asam yang dapat merusak mata
terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan
sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif.
Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu juga dapat menjadi etiologi pembentukan ulkus
kornea. Hal ini dapat terjadi apabila saat bekerja dengan peralatan yang
berhubungan dengan radiasi atau suhu tinggu seperti las, atau dapat juga
karrena menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.
Defisiensi vitamin A juga menjadi salah satu faktor resiko penyebab
ulkus kornea. Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

E. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang berperan sebagai media
refrakta. Biasan cahaya yang masuk terutama terjadi pada permukaan anterior
kornea. Perubahan bentuk dan kejernihan kornea, akan mengganggu pembentukan
bayangan di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan.
Sifat kornea yang avaskuler, berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh yang
kurang merespon dengan cepat apabila terjadi peradangan, tidak seperti pada
jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Apabila terjadi gangguan,
maka wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah
yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikorneal. Sesudahnya baru
terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear
(PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf sehingga kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, dan dapat membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superfisial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah yang terdapat infiltrasi akan menjadi bersih
kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka
akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.

E. Gejala klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien yakni dapat berupa mata nyeri,
kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat.
Anamnesa dapat diperdalam dengan, menanyakan hal - hal yang berkaitan dengan
riwayat trauma, terkena benda asing, adanya riwayat penyakit kornea sebelumnya
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simpleks yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
edema kornea, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Pemeriksaan fisik mata didapatkan hiperemis oleh karena adanya injeksi
konjungtiva ataupun perisilier, keruhnya kornea karena edema, infiltrate, nyeri
tekan.
 Ketajaman penglihatan atau pemeriksaan visus didapatkan adanya penurunan
visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea
sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
 Pemeriksaan slit-lamp seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena
adanya kekeruhan pada kornea.
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi didapatkan hilangnya sebagian
permukaan kornea. Tes ini digunakan untuk melihat adanya defek pada kornea.
(warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna
biru menunjukkan daerah yang intak)
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH). Pada
jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya. Dapat diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila kondisi masih berat,
pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Perbaikan keadaan umum harus menjadi hal yang penting untuk mencegah
terjadi nya peningkatan progresifitas penyakit dengan makanan yang bergizi,
udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang inflamasi harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-
baiknya. Infeksi pada mata harus diberikan :
 Antikolinergik: Contoh Sulfas atropine, Homatrophine sebagai salep atau
larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Standar untuk pengobatan pada ulkus kornea adalah
dilakukan tiap 15 - 20 menit sekali dengan antibiotic spectrum luas
(contoh: Gentamycin 15mg/ml, vancomycin 12 - 25 mg/ml atau dapat juga
diberikan Ciprofloxacin. Untuk pengobatan lebih lanjut dilakukan sesuai
dengan hasil kultur yang didapatkan.
 Anti jamur
Berdasarkan jenis keratomitosis yang terjadi, dapat dibagi menjadi :
1. Jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin 0,15% 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >
10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas
untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban
memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi
rangsangan.
Keratoplasti
Indikasi keratoplasti adalah apabila:
1. Penurunan visus yang menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
H. Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada
kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi
mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder
J. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi
teratur tidaknya dalam penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada teratur dalam
penggunaan obat, maka terjadi resistensi apabila obat yang digunakan adalah
antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai