BAB I
PENDAHULUAN
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina
terbagi atas 7 lokasi yaitu :
1. RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006.
2. RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari.
3. RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan), kapasitas 135.000 barrel/hari.
4. RU IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 barrel/hari.
5. RU V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 270.000 barrel/hari.
6. RU VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000 barrel/hari.
7. RU VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari.
Tabel I.1. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC I dan LOC I
FOC I LOC I
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU I 13.650 High Vacuum Unit I 3.184
NHT I 2.275 Propane Deasphalting Unit I 784
Gas Oil HDS 2.300 Furfural Extraction Unit I 991-1.580
Platformer I 1.650 MEK Dewaxing Unit I 226-337
Propane Manufacturing 43.5
Merox Treater 1.940
Tabel I.2. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC II dan LOC II/III
Fuel Oil Complex II (FOC II) Lube Oil Complex II (LOC II)
Kapasitas Kapasitas
Unit Proses Unit Proses
(ton/hari) (ton/hari)
Crude Distiller II 26.680 High Vacuum Unit 2.238
Naphtha Hydrotreater II 2.441 Propane Deasphalting Unit 538
CCR Platformer II 2.441 Furfural Extraction Unit 478-573
LPG Recovery 730 MEK Dewaxing Unit 226-337
AH Unibon 2.680
Visbreaker 8.387
Thermal Distillate HDT 1.800
Naphtha Merox Treater 1.620
Dengan demikian kapasitas desain FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami
perubahan seperti terlihat pada Tabel 1.8. dan 1.9. seperti di bawah ini.
Kapasitas (ton/hari)
Unit
LOC I LOC II LOC III
HVU 2.574 3.883 -
PDU 538 784 784
FEU 478-573 1.786-2270 -
MDU 226-337 501-841 501-841
Hydrotreating Unit - - 1.700
sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan
kandungan H2S sangat rendah dari LPG Recovery Unit akan dikirimkan keluar sebagai
fuel sistem.
Unit-unit di kilang SRU adalah sebagai berikut:
1. Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di
dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim
ke LPG Recovery Unit dan PSA Unit yang telah ada. Dalam metode operasi
normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati
suhu kamar.
2. LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery
Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai
LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream).
Refrigeration process digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendingin).
3. Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine
regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas
menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4. Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery
Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di
unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar
manjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
5. Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG
Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas
Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulfur secara umum. System
Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.
I.44.1
I. .1.. Kilang Lama
I.44.1.1
I. .1.1.. Fuel Oil Complex (FOC) I
Bahan baku : ● Arabian Light Crude (ALC)
● Basrah Light Crude (BLC)
● Iranian Light Crude (IRC)
Produk : ● Refinery fuel Gas
● Kerosene/Avtur
● Gasoline/Premium
● Solar/Automatic Diesel Oil
● Industrial Diesel Oil
● Industrial Fuel Oil
I.44.1.2
I. .1.2.. Lube Oil Complex (LOC) I
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 60
● Slack wax
● Minarex A dan B
● HVI 95
● Propane Asphalt
1.4 .2
.2.. Kilang Baru
.4.2
I.44.2.1
I. .2.1.. Fuel Oil Complex (FOC) II
Bahan baku : ● Arjuna Crude (80% Volume)
● Attaka Crude (20% Volume)
Produk : ● LPG
● Naphta
● HDO/LDO
● Propane
● Minarex H
● Slack wax
● Propane Asphalt
I.44.2.2
I. .2.2.. Lube Oil Complex (LOC) II
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 650
● Minarex H
● Propane Asphalt
● Slack wax
I.44.3
I. .3.. Kilang Paraxylene
Bahan baku : ● Naphta
Produk : ● Paraxylene
● Benzene
● LPG
● Raffinate
● Heavy Aromate
● Toluene
I.44.4
I. .4.. Lube Oil Complex (LOC) III
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 95
● HVI 160S
● HVI 650
● Propane Asphalt
● Minarex B
● Slack wax
I.44.5
I. .5.. LPG dan SRU
Bahan baku : ● Off gas dari Unit FOC I, FOC II, LOC III
Produk : ● LPG (C3 dan C4)
● Kondensat (C5)
● Sulfur
b. Kerosene
I.112. Spesifikasi Kerosene
Tabel I.
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 0.835 D-1298
60/60°C
Color Livibond 18” 2.5 IP 7
cell
Color Saybolt 9 D-156
Smoke Point mm 16*) D-1322
Char Value mm/kg 40 IP 10
Destination
• Recovery at 2000°C %vol 18 310 D-86
• End Point °C
Flash point °F 100
Alternative Flash °F 105
Point TAG
Sulphur Content %wt 0.2 D-2166
Copper Strip No.1 D-130
Corrosion (3hrs/50°C)
Odour Marketable
c. Minyak Diesel
Tabel I.13
13.. Spesifikasi Minyak Diesel
I.13
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 0.84 0.92 D-1298
60/60°C
Viscosity Redwood 35 45 D-445*) IP 70
1/100°C
Sulphur Content mm 1.5 D-
1551/1552
Conradson Carbon mm/kg 10 D-198
Residue
Water Content %vol 0.25 D-95
Sediment %wt 0.02 D-473
Ash : %wt 0.02 D-482
Netralization Value :
• Strong Acid mg Nil
Number KOH/gr
Flash Point P.M.c.c 150 - D-93
Colour ASTM 6 - D-1500 IP 30
d. Minyak Bakar
Tabel I. 14
14.. Spesifikasi Minyak Bakar
I.14
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at - 0.99 D-1298
60/60°C
Viscosity Redwood Secs 400 1250 D-445*) IP 70
1/100°C
Pour Point °F - 80 D-97
Colourific Value BTU/lb 18000 - D-240
Gross
Sulphur Content %vol - 3.5 D-1551/
1552
Water Content %vol - 0.75 D-95
Sediment %wt - 0.15 D-473
Netralization Value :
mg
• Strong Acid - Nil
KOH/gr
Number
Flash Point P.M.c.c °F 150 - D-93
Conradson carbon %wt - 14 D-189
Residue
e. Minyak Solar
Tabel I. 15
15.. Spesifikasi Minyak Solar
I.15
Limits Test methods
Unit
Min Max ASTM Others
Angka Setana 45 - D-613
Indeks Setana 48 - D-4737
Berat jenis pada kg/m3 815 870 D-1298/
150°C D4737
Viskositas pada mm2/sec 2.0 5.0 D-445
400°C
Kandungan Sulfur %m/m - 0.35 D-1552
Distilasi : T95 °C - 370 D-86
Titik Nyala °C 60 - D-93
Titik Tuang °C - 18 D-97
Karbon Residu Merit - Kelas I D-4530
Kandungan Air mg/kg - 500 D-1744
Biological Growth - Nihil Nihil
Kandungan FAME %v/v - 10
Kandungan Metanol %v/v Tak Terdeteksi
dan Etanol
Kandungan Bilah Merit - Kelas I D-4815
Tembaga
Kandungan Abu %m/m - 0.01 D-130
Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002
Universitas Gadjah Mada 24
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013
I.55.2
I. .2.. Bahan Bakar Khusus
1. Aviation Gasoline (avgas)
Aviation Gasoline (avgas) adalah bahan bakar dari pecahan minyak
bumi, dan dibuat untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi), pada
pesawat yang menggunakn mesin pembakaran internal (internal
combustion engine), mesin piston atau mesin reciprocating dengan
pengapian bunga api (spark ignition).
2. Aviation Turbin fuel (avtur)
Aviation turbin fuel (avtur) adalah bahan bakar yang berasal dari
pecahan minyak bumi, dibut untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi)
pada pesawat yang memiliki mesin turbin atau mesin pembakaran eksternal.
3. Pertamax
Pertamax adalah motor gasoline tanpa timbal dengan kandungan
aditif lengkap generasi mutakhir yang akan membersihkan Intake Valve
Port Fuel Injector dan ruang Bakar dari karbon deposit dan mempunyai
RON 92 (Research Octane Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan
berbahan bakar mesin dengan perbandingan kompresi tinggi.
4. Pertamax Plus
Pertamax Plus merupakan bahan bakar superior Pertamina dengan
kandungan energi tinggi dan ramah lingkungan, diproduksi menggunakan
bahan baku pilihan berkualitas tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula
terhadap produk Pertamina sebelumnya.
5. Pertamnia Dex
Pertamina Dex merupakan bahan bakar mesin diesel modern yang
telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki
Tabel I. 16
16.. LP Mix Spesification
I.16
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 120 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol 0.2
• C3 dan C4 %vol 97.5
• C5 dan heavier %vol 2.0
Ethyl or buthyl mL/1000
AG
Mercaptan Added
Tabel I. 17
17.. LP Propane Spesification
I.17
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol
• C3 dan C4 %vol 95
• C5 dan heavier %vol 2.5
Ethyl or buthyl mL/1000 50
AG
Mercaptan Added
Tabel I. 18
18.. LP Butane Spesification
I.18
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol
• C3 dan C4 %vol 97.5
• C5 dan heavier %vol Nil 2.5
Ethyl or buthyl mL/1000 50
AG
Mercaptan Added
maksimum 250.000 DWT, yang terdiri dari pelabuhan untuk bongkar muat minyak
mentah, dan memuat produk-produk kilang untuk tujuan domestik maupun
mancanegara.
Tabel I. 19
19.. Jenis-jenis Dermaga
I.19
Jenis Dermaga Jumlah Kapasitas
Crude Island Berth 2 135.000/unit
Area 70 Nusakambangan Strait 3 35.000/unit
Area 60 Sungai Donan
- Jetty I (64) 1 3.000-6.000
- Jetty II (67) 1 3.000-6.000
- Jetty III (68) 1 3.000-6.000
Single Buoy Moring 1 250.000
7. Sistem Informasi dan Komunikasi. Fungsi ini dilengkapi dengan fasilitas komputer
main frame, maupun fasilitas PC untuk mendukung tugas perkantoran. Selain itu,
di instalasi kilang telah dilakukan otomatisasi dengan melengkapi sistem
komputerisasi seperti: DCS, SAP dan lain-lain. Di samping itu, sesuai dengan
perkembangan dunia komunikasi, maka telah dikembangkan pula sarana
komunikasi melalui email, intranet, dan internet. Untuk mempermudah komunikasi,
dipasang radio, public automatic branch exchange (PABX) dan peralatan
elektronik lainnya.
8. Kesejahteraan dan rekreasi, berupa sarana kesejahteraan dan rekreasi untuk
karyawan dan keluarga, meliputi berbagai fasilitas, antara lain:
a. Fasilitas Rumah sakit Pertamina Cilacap.
b. Sarana olahraga/kolam renang.
c. Sarana peribadatan.
d. Balai Pertemuan.
e. Wisma Griya Patra
Akan tetapi sejalan dengan perkembangan perusahaan yang menerapkan
restrukturisasi dan efisiensi, maka beberapa sarana seperti sarana olahraga dan
rekreasi, perwismaan, dan balai pertemuan dialihkelolakan bagi pekerja beserta
keluarga dan dibuka bagi masyarakat luas. Demikian pula sarana rumah sakit yang
selama ini hanya untuk pekerja dan keluarga, telah dinyatakan swadana dan dibuka
untuk umum, sehingga masyarakat luas dapat memanfaatkannya.
BAB II
SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN
Dewan Direksi Pertamina terdiri dari Direktur Utama, Wakil Direktur Utama
dan lima orang Direktur, yaitu:
1. Direktur Hulu
2. Direktur Pengolahan
3. Direktur Pemasaran dan Niaga
4. Direktur Keuangan
5. Direktur Umum dan SDM
Dan juga terdapat dua (2) pejabat lainnya yaitu:
1. Kepala Satuan Pengawas Intern
2. Sekretaris Perseroan
Dalam melakukan tugas dan kegiatannya kepala bidang dibantu oleh kepala
sub bidang, kepala seksi dan seluruh perangkat operasi di bawahnya.
Menurut susunan struktur organisasi pada gambar II.2, masing-masing bidang
Manajer membawahi beberapa subbidang yang berhubungan dengan pengoperasian
kilang. Struktur dan tugas beberapa bidang dan sub bidang tersebut meliputi:
II.3.1.1. Process Engineering (PE)
Process Engineering merupakan salah satu dari Bidang Engineering. Sub
bidang ini mempunyai tugas antara lain:
1. Memberikan saran ke kilang yang berkaitan dengan trouble shooting, baik diminta
maupun tidak (daily monitoring kilang).
2. Menganalisa dan mengadakan perhitungan performance peralatan operasi secara
periodic.
3. Studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).
4. Pelayanan sampel untuk pihak luar Pertamina.
5. Percobaan bahan kimia yang baru.
6. Studi perencanaan dan pengembangan kilang.
Dalam melaksanakan tugasnya sub bidang Process Engineering dibagi menjadi
enam seksi dan empat staf ahli yaitu:
1. Seksi Bahan Bakar Minyak (BBM)
2. Seksi Non Bahan Bakar Minyak (NBBM)
3. Seksi Perokimia (Petkim)
4. Seksi Sistem dan Kontrol
5. Seksi Energy
6. Seksi Loss
Empat staf ahli terdiri atas :
1. Ahli Bahan Bakar Minyak
2. Ahli Non Bahan Bakar Minyak
3. Ahli Petrokimia
4. Ahli HSE
Di bawah Kepala Seksi adalah para engineer yang dibagi berdasarkan profesi,
jenis unit, dan beban kerja. Kepala seksi bertanggung jawab untuk membimbing para
engineer tersebut.
2. Environmental
Bagian ini mempunyai tugas antara lain:
a. Mencegah dan menanggulangi pencemaran di dalam dan di sekitar daerah
operasi PT Pertamina RU IV Cilacap.
b. Pengelolaan dan pemantauan kualitas lingkungan sesuai dengan standar dan
ketentuan perundangan yang berlaku.
c. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, mencakup: pengangkutan,
penyimpanan, pengoperasian, dan pemusnahan.
d. Pengelolaan house keeping dan penghijauan di dalam dan sekitar area kilang.
3. Safety
Fungsi Safety atau Keselamatan Kerja (KK) adalah Merencanakan, mengatur,
menganalisa dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja guna tercapai kondisi kerja yang aman, sesuai norma-
norma kesehatan untuk menghindarkan kerugian Perusahaan.
Tanggung jawab bidang tugasnya adalah:
a. Penyelenggaraan kegiatan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja guna mencapai kondisi operasi yang aman sesuai norma-norma
keselamatan.
b. Penyelenggaraan kegiatan penanggulangan kecelakaan dan yang
mengakibatkan kerusakan peralatan guna meminimalkan kerugian Perusahaan.
c. Penyelenggaraan usaha pembinaan/pelatihan, administrasi untuk meningkatkan
sistem dan prosedur keselamatan kerja.
4. Occupational Health
Fungsi dari Occupational Health adalah menangani hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh unit ini meliputi:
a. Mengukur, memantau, merekomendasi pengendalian bahaya lingkungan kerja
industri mulai dari faktor kimia (gas,debu), fisika (bising, getaran, radiasi,
iluminasi), biologi (serangga,tikus, binatang buas), dan ergonomi.
b. Melakukan penyuluhan dan bimbingan tentang health talk.
c. Pengelolaan kotak P3K.
BAB III
ORIENTASI UMUM
Chemical injection yang digunakan dalam unit adalah soda kaustik (NaOH),
ammonia (NH3), dan demulsifier.
Crude dipompa dari tangki menuju kolom distilasi, melalui jaringan penukar
panas (digunakan untuk mengurangi beban furnace) dengan memanaskan crude
dengan arus panas dari produk kolom. Jaringan penukar panas ini dilengkapi dengan
desalter untuk mengurangi kadar garam dalam crude. Kemudian crude dipompa dari
tangki menuju pre-flash column, di mana uap fraksi ringan terpisah dengan fraksi
beratnya.
Crude terpisah menjadi lima fraksi, yaitu produk atas (yang terdiri dari
naphta dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan Long Residue sebagai produk
bawah. Cairan yang bergerak ke bawah dilucuti dengan steam untuk mengambil
produk atas yang terbawa arus itu. Sebagian fraksi naphta, kerosene, dan LGO
dikembalikan lagi ke kolom sebagai refluks.
Produk naphta dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit Naphta
Hydotreater (NHT) yang selanjutnya digunakan sebagai umpan Platformer. Produk
kerosene diumpankan ke Merox Unit, sedangkan LGO diumpankan ke Hydro
Desulphurizer Unit (HDS). Long Residu dikirim ke storage untuk diolah kembali di
Lube Oil Complex (LOC).
Pada unit ini terjadi proses pemisahan mercaptan yang korosif dan kerosene
dengan cara mengubah mercaptan menjadi disulfida yang tidak korosif dengan cara
oksidasi katalitik, yaitu dengan menginjeksikan udara ke dalam reaktor. Proses ini
menggunakan katalis “Iron Group Metal Chelate” dalam suasana basa. Proses ini
bertujuan untuk menghasilkan kerosene yang memenuhi spesifikasi aviation turbine
fuel (avtur).
• Seksi Absorber
Untuk menghilangkan elemental Hg yang berasal dari seksi reaktor dan senyawa
arsenik ringan yang terkandung dalam umpan absorber.
sebesar 523 ton/hari. Hasil dari unit ini adalah deasphalted dan asphalt. Hasil DAO ini
digunakan untuk umpan pada FEU II. Proses yang digunakan adalah ekstraksi dengan
pelarut propane.
Fuel G as
LPG Rec. LPG
L ight N apht ha
Stabilizer
K erosene
Cocktail CDU
A H U nibon
C rude II
LDO A vtur
A D O /I D O
HDO
Naphtha
Merox II
Visbreaker TDHT
I F O /M F O
LSW R
merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah yang dalam larutan mudah
terhidrolisis menjadi H2S dan NH3.
8. Unit 018: Thermal Distillate Hydrotreating Unit
Thermal Distillate Hydrotreating Unit ini berfungsi untuk mengolah
LCGO dan HCGO yang keluar dari Visbreaker. LCGO dan HCGO memiliki
tipikal produk thermal cracking yaitu kandungan sulfurnya tinggi sehingga perlu
mengalami proses hydrotreating agar diperoleh diesel oil dengan flash point tidak
kurang dari 154oF. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 1.800 ton/hari.
9. Unit 019: Visbreaker Thermal Cracker
Visbreaker Thermal Cracker ini berfungsi mengolah reduced crude dari
kolom distilasi untuk memberikan nilai tambah pada residu. Proses yang
dilakukan dalam unit ini adalah mengubah minyak fraksi berat menjadi minyak
fraksi ringan dengan cara cracking mengunakan media pemanas. Proses dari
cracking ini dibatasi oleh stabilitas dari visbreaking residu yang digunakan
sebagai fuel oil. Produk dari unit ini adalah sebagai berikut:
a. Cracked gas, dikirim ke refinery fuel gas system.
b. Thermal Cracked Naphta, dikirim ke unit 016 untuk mengalami proses
sweetening.
c. Light Cracked Gas Oil, sebagian dikirim ke unit 018 untuk diolah lebih lanjut
dan sebagian lagi dikirim ke fuel oil storege untuk komponen blending fuel
oil.
d. Heavy Cracked Gas Oil, diperlukan sama seperti Light Gas Oil.
e. Slop wax, dikirim ke fuel oil storage untuk komponen blending fuel oil.
f. Vacuum Bottom, untuk komponen blending fuel oil dan dikirim ke fuel oil
storage.
Dengan adanya proses visbreaking ini, kilang minyak Pertamina Refinery
Unit IV Cilacap ditekan untuk memproduksi Diesel oil dengan memperbaiki pour
point dan masih memenuhi viskositas yang diinginkan. Proses visbreaking ini
disertai dengan proses thermal cracking, yaitu pemecahan rantai hidrokarbon
yang panjang menjadi rantai hidrokarbon yang lebih pendek, yang terjadi karena
pengaruh panas. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 8.387 ton/hari.
umpan pada deaktivasi, maka suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai tingkat
removal yang sama. Hidrogen disulfida yang dihasilkan kemudian dipisahkan pada
stripper column, dan dikeluarkan sebagai overhead off gas.
Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara light platformate
dan heavy platformate. Light platformate banyak mengandung benzene dan toluene
yang kemudian dikirim ke Unit Sulfolane, sedangkan heavy platformate banyak
mengandung xylene yang kemudian dikirim ke Unit Xylene Fractionation. Sedangkan
hasil berupa gas yaitu LPG dan hidrogen.
beberapa kolom pada Unit Parex dan Unit Isomar. Hal ini merupakan suatu
penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.
Xylene Fractination Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara
xylene dengan C9 aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke
Parex Unit dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk
atasnya berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy
aromat.
pada suhu mendekati suhu kamar dan tekanan yang dinaikan. Gas asam (acid gas)
menghasilkan produk belerang cair.
III.8.2 Laboratorium
Bagian laboratorium memegang peranan penting di kilang, karena dari
laboratorium ini data-data tentang raw material dan produk akan diperoleh. Dengan
data-data yang diberikan maka proses produksi akan selalu dapat dikontrol dan dijaga
standar mutu sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Bagian laboratorium berada di bawah Senior Manager Operation and
Manufacturing yang mempunyai tugas pokok:
• Sebagai pengontrol kualitas bahan baku, apakah sudah memenuhi persyaratan yang
diperkenankan atau tidak.
• Sebagai pengontrol kualitas produk, apakah sudah memenuhi standar yang berlaku
atau belum.
Bahan-bahan yang diperiksa di laboratorium ini adalah:
• Crude Oil
• Stream product FOC I/II, LOC I/II/III, dan paraxylene
• Utilities : water, steam, fuel oil, fuel gas, chemical agent, dan katalis
• Intermediate product dan finishing product.
Dalam pelaksanaan tugas, bagian laboratorium dibagi menjadi Laboratorium
Pengamatan, Laboratorium Analitik dan Gas, Laboratorium Litbang, dan Ren. ADM/
Gudang/Statistik.
5. Viscometer Bath
Alat untuk mengukur viskositas minyak fraksi ringan dan fraksi berat.
6. Water Content Tester
Alat yang digunakan untuk menganalisa kadar air dalam minyak, metode
operasinya adalah distilasi.
7. Pour Point Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur pour point (titik tuang) dari minyak
dimana yang diamati adalah temperatur minyak tertinggi pada saat minyak
masih dapat di tuang.
b. Laboratorium Analitika dan Gas
1. Nuclear Magnetic Resolution (NMR)
Digunakan untuk menganalisa adanya CHCl3 dalam bahan baku atau produk
yang dihasilkan.
2 Micro Calorimetric Titrating System (MCTS)
Digunakan untuk menganalisa kandungan H2S, Cl, dan S dalam minyak dengan
metode titrasi sebagai carrier digunakan helium dan oksigen.
3. Automatic Absorption Spectophotometric (AAS)
Digunakan untuk menganalisa semua metal baik dalam air maupun dalam
minyak, juga untuk menganalisa TEL (Tetra Etil Lead ) content dalam premium.
Tipe dari AAS adalah single element, sebagai pembakarnya adalah acetylene dan
N2O.
4. Inductive Coupled Plasma Spectrophotometric (ICPS)
Digunakan untuk analisa metal yang ada dalam air maupun minyak, dengan
pembakarnya gas plasma (argon) dan memiliki tipe monomultifire.
5. UV-VIS-NR Record Spectrophotometric
Digunakan untuk menganalisa Si, NH3, furfural, methyl ethyl keton, dan metal-
metal lainnya. Lampu UV digunakan untuk menganalisa avtur dan naphtalene.
6. Infra Red Spectrophotometer
Digunakan untuk menganalisa gugus senyawa fungsional secara kualitatif dan
menganalisa oil content dalam air buangan secara kualitatif.
7. Spectrophotometer Fluorophotometer (RF-520)
Digunakan untuk menganalisa zat-zat yang bisa berfluorisasi.
e. Laboratorium Paraxylene
Alat yang digunakan pada laboratorium ini adalah:
1. Moisture meter
Digunakan untuk menganalisa kandungan air dan bromine indeks dari olefin.
2. Dissolved Oksigen
Digunakan untuk mengecek feed naphtha terhadap kandungan oksigen.
3. UV Visible Spectrophotometer
Digunakan untuk menganalisa konduktivitas feed maupun produk.
4. Conductivity meter
Digunakan untuk menganalisa konduktivitas feed maupun produk.
5. Disamping itu laboratorium ini juga menggunakan peralatan yang ada pada
laboratorium lain.
Prosedur Analisa
Prosedur analisa yang digunakan pada laboratorium adalah:
1. Titrasi
2. Volumetri
3. Iodometris
4. Microkolometri
5. Refraksimetri
6. Viscosimetri
7. Flash point testers
8. IP Standart
9. Gravimetri
10. Potensiometri
11. Spectrofotometri
12. Distilasi
13. Chromatografi
14. ASTM Standart
15. UOP Standart
- Analisa:
Sampel cairan hidrokarbon diinjeksikan pada aliran gas (helium atau argon).
Sampel akan menguap dan terbawa ke daerah temperatur tinggi dimana O2
akan dimasukkan sehingga nitrogen akan membentuk nitric oxide (NO). NO
kemudian akan dikontakkan dengan ozone dan membentuk nitrogen oxida
(NO2), sinar akan dipancarkan untuk mendeteksi kandungan NO2 yaitu dengan
photomultiplier tube dan menghasilkan sinyal yang dapat mengukur N dalam
sampel.
4. Metode UOP 395
- Tujuan:
Mengetahui kandungan chloride sampai 1 ppm dengan kandungan umpan
mempunyai kadar sulfur yang rendah.
- Analisa:
Sampel akan didistilasi dengan reduksi sodium biphenyl menggunakan sistem
colorimetric.
5. Metode UOP 709
- Tujuan:
Menetapkan kandungan C6 hidrokarbon dengan jangkauan pendeteksian
mencapai 0,1 mol %.
- Analisa:
Sampel nantinya akan diditeksi dengan detector konduktivitas thermal yang
mempunyai 2 kolom yang dihubungkan secara seri.
6. Metode ASTM D 86 (Distillation of Petroleum Product)
- Tujuan:
Untuk mendistilasi produk petroleum sehingga dapat diketahui nilai boiling
point nya.
- Analisa:
Sejumlah 100 ml sampel, didistilasi dengan menggunakan rangkaian alat
ASTM D-86 pada kondisi yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan oleh
pembacaan di termometer dan jumlah kondensat yang dihasilkan.
- Analisa:
RONC pada gasoline dapat ditentukan dengan membandingkan kecenderungan
knocking dengan bahan bakar referensi yang telah diketahui octan number-nya.
Intensitas knocking diukur dengan electronic detonation meter yang terdiri dari
sebuah unit single cylinder engine biphenyl menggunakan sistem colorimetric.
II..9.1
III .1.. Desain Basis
Kapasitas unit IPAL berdasarkan desain perencanaan terpasang adalah mampu
mengolah 4.000 m3/hari limbah produced water yang berasal dari unit Sour Water
Stripper (SWS) dan unit desalter FOC I dan FOC II.
a. Kapasitas API Separator
Limbah yang berasal dari Desalter FOC I dan FOC II dengan laju 66 m3/jam
masuk ke dalam API separator (A/B) untuk diolah dengan tujuan memisahkan
kandungan non emulsified oil dari air limbah.
• Air limbah dari Sludge Thickener (A/B) dan Belt Filter Press Primary and
Secondary dengan laju 5,3 m3/jam
Total limbah yang diolah di tangki ini bernilai 172 m3/jam. Air limbah dari
berbagai sumber tersebut maasuk ke Equalization Tank untuk menghomogenisasi
karakteristik air limbah untuk menghindari terjadinya shock loading.
g. DAF Package
Air limbah yang masuk ke DAF (A/B) berasal dari Equalization Tank dengan laju
171,6 m3/jam.
h. Aeration Tank
Dari DAF (A/B), air limbah masuk ke aeration tank (A/B) dengan laju 172
m3/jam.
i. Sedimentation Tank
Air limbah dari sedimentation Tank (A/B) mengalir dari aeration tank (A/B)
dengan laju 245,5 m3/jam. Outlet dari sedimentation tank antara lain:
• Lumpur hidup diresirkulasi kembali menuju Aeration tank dengan laju aliran
74 m3/jam
• Lumpur mati dibuang ke sludge thickener (A/B)
• Air hasil pengolahan menuju Clean Water Tank
j. Sludge Thickener (A/B)
Lumpur mati dari sedimentation tank (A/B) kemudian dilairkan menuju sludge
thickener (A/B) dengan laju 5,6 m3/jam dan selanjutnya diolah di belt filter press
secondary.
k. Belt filter press secondary
Lumpur dari sludge thickener (A/B) mengalir menuju belt filter press secondary
dengan laju 1,9 m3/jam untuk mengurangi kadar air dalam lumpur.
l. Clean water tank
Air bersih hasil pengolahan akhir sedimentation tank kemudian ditampung di
clean water tank dengan laju 166 m3/jam.
Tabel III
II..9. Baku Mutu Kepmen LH No 4 Tahun 2007
No Jenis Air Limbah Parameter Unit Nilai
COD mg/l 200
Minyak dan
mg/l 25
lemak
Sulfide mg/l 0,5
1 Air terproduksi Ammonia mg/l 5
Fenol mg/l 3
Temperature 40
pH 6-9
TDS mg/l 4000
Minyakdan
mg/l 15
lemak
2 Air limbah drainage
Carbon organic
mg/l 110
total
BAB IV
ORIENTASI KHUSUS
IV.1. Pendahuluan
Fuel Oil Complex II (FOC II) didesain oleh UOP (Universal Oil Product) yang
mempunyai fungsi utama, yaitu menyediakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)
yang sebagian besar digunakan untuk kepentingan dalam negeri dan beberapa produk
untuk kepentingan ekspor seperti LPG dan Naphta.
Sejak didirikan tahun 1980 dan mulai beroperasi tahun 1981 hingga tahun 1998
FOC II mempunyai kapasitas pengolahan 200.000 barrel/hari. Pada tahun 1998,
kapasitas ini ditingkatkan melalui proyek Debottlenecking menjadi 230.000 barrel/hari.
Pada mulanya umpan untuk kilang ini diperoleh dari domestik crude yaitu dari sumur
Arjuna, Ataka, Arun Kondensat dan Minas. Namun karena terjadi kelangkaan
domestik crude tersebut, maka kilang FOC II ini sekarang juga mengolah crude
blending dari luar negeri dengan komposisi yang mirip dengan komposisi crude desain.
Proses pengolahan dalam kilang ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama
(primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process), yaitu pada
tingkat pertama (primary process) crude oil dipisahkan fraksi-fraksinya secara fisik
dengan bantuan tenaga panas dan kemudian diolah pada pengolahan tingkat kedua
(secondary process) untuk dilakukan perbaikan kualitas dari produk pengolahan
tingkat pertama (primary process) yang umumnya dilakukan secara kimiawi.
IV..2.2
IV .2.. Tujuan Proses
Tujuan dari unit ini adalah untuk memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-
fraksinya. Minyak mentah akan dipisah-pisahkan menjadi beberapa fraksi sebagai
berikut:
a. Refinery Gas dengan boiling range <30 oC yang dominan mengandung C1 dan C2
untuk dipakai sebagai bahan bakar dapur pabrik-pabrik yang ada dikilang
Pertamina RU IV Cilacap, dengan jumlah 0,02% crude feed.
b. Liquid Petroleum Gas dengan boiling range <30oC yang fraksinya sebagian besar
terdiri dari C3 dan C4 untuk langsung dikirim ke tangki penampungan dengan
jumlah sekitar 2,53% dari crude feed.
c. Light Naphtha dengan boiling range 30-80oC. Produk ini setelah keluar dari
pengolahan tingkat I (CDU II ) tidak lagi membutuhkan pengolahan tingkat II
karena sudah memenuhi persyaratan sebagai komponen mogas dan komponen
naphtha ekspor. Jumlahnya sekitar 6,73% crude feed.
d. Heavy Naphtha dengan boiling range 80-150oC. Berbeda dengan light naphtha
maka heavy naphtha sebagai komponen migas, untuk menaikkan angka oktannya
harus melalui proses pengolahan tingkat kedua (secondary process). Proses
pertama pada Naphtha Hydrotreating Unit untuk dibuang komponen sulfurnya,
kemudian proses kedua pada Unit Platforming untuk dinaikkan angka oktannya
dari 60 sampai 94. Jumlah yang dihasilkan dari produk ini dalah mencapai sekitar
16,39% dari crude oil.
e. Kerosene dengan boiling range 150-250oC. Kerosene sebagai komponen blending
dapat langsung dikirim ke tangki penyimpanan dan sebagian sebagian lagi diolah
di AH Unibon untuk diperbaiki smoke point-nya dari sekiar 15 mm menjadi 24 mm.
Jumlahnya sekitar 21% dari crude oil.
f. Light Diesel Oil (LDO) dan Heavy Diesel Oil (HDO) dengan boiling range
masing-masing 250-290oC dan 290-350oC. Kedua produk ini juga dipakai sebagai
komponen Automotif Diesel Oil (ADO) dan tidak perlu lagi dimasukkan pada
proses kedua. Jumlah produk yang dihasilkan masing-masing mencapai sekitar
11,62% dan 11,21% dari crude oil.
g. Reduced Crude dengan boiling range >350oC. Produk berat dari minyak mentah
ini mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai Refinery Fuel Oil (RFO), bahan
baku Industrial Fuel Oil (IFO), dan Low Sulfur waxy Residue (LSWR). Untuk
menjadi komponen IFO maka produk ini diproses pada unit Visbreaker dimana
pour point-nya diperbaiki.
caustic soda pada setiap train yang berfungsi untuk menetralisir asam yang terkandung
dalam crude. Crude pada train A dipanaskan dengan HDO product dalam heat
exchanger 011E-101A sedangkan crude pada train B dipanaskan dengan kerosene
product dalam heat exchanger 011E-101B. Aliran train A dan B setelah melewati
011E-101 adalah identik sehingga lebih lanjut hanya akan dijelaskan aliran train B.
Setelah dipanaskan dalam 011E-101B, train B dipanaskan dengan naphtha pump
around (011E-102B), kerosene pump around (011E-103B), Reduced Crude (011E-
131B) dan selanjutnya crude masuk ke desalter.
Preheated wash water ditambahkan ke crude up stream pada mixing valve
pada masing-masing desalter untuk menghilangkan garam yang terlarut dalam air
pada crude. Setelah meninggalkan desalter, crude dipompa dengan 011P-102 ke
exchanger kerosene pump around 011E-104B, kerosene product 011E-105B, LDO
product 011E-106B, HDO product 011E-107B, LDO pump around 011E-108B, dan
LSWR 011E-109B. Selanjutnya crude dari train A dan B menuju furnace 011F-
101A/B.
b. Desalter Section
Beberapa jenis crude oil mengandung sejumlah garam dan beberapa impurities
lain yang harus dihilangkan atau dikurangi untuk mencegah atau meminimimalkan
zat-zat yang korosif dan juga untuk melindungi katalis pada proses selanjutnya apabila
proses tersebut menggunakan katalis.
Crude oil juga mengandung garam, air, dan sedimen. Kadar garam (salt
content) biasanya dilaporkan dalam satuan pounds garam per thousand/seribu barrel
crude oil (P.T.B), sedangkan garam diukur sebagai garam NaCl. Kadar garam dalam
crude oil bervariasi antara 0 PTB sampai 1000 PTB, tetapi dalam keadaan normal
operasi kadarnya antara 10 PTB sampai 200 PTB. Terakhir inilah penyebab utama
tingginya kadar garam dalam crude oil.
Prinsip dari desalter adalah sebagai berikut:
• Crude oil diinjeksikan air tawar dan dilewatkan dalam mixing valve, sehingga garam
yang terbawa oleh crude oil akan mudah terlarut dalam air. Injeksi air tawar ini
dilakukan berdasarkan prinsip kerja ekstraksi padat-cair. Kelarutan garam dalam air
lebih besar dibandingkan kelarutan garam dalam minyak. Dengan perbedaan
kelarutan tersebut, garam yang awalnya terkandung dalam crude akan terlarut dalam
air.
• Efek samping dari adanya mixing tersebut adalah timbulnya emulsi antara crude oil
dan air tersebut.
• Untuk itu emulsi tersebut harus kita pecah menjadi partikel air dan minyak oleh
deemulsifier maupun adanya medan listrik bertegangan tinggi.
• Karena mengandung garam maka partikel air tersebut akan terkutub (satu sisi
bermuatan negatif dan sisi yang lain bermuatan positif). Partikel-partikel air tersebut
melewati medan listrik diantara elektrodanya (listrik bolak-balik dengan tegangan
tinggi). Akibat adanya muatan yang berlawanan dan akibat adanya medan listrik
tersebut maka terjadi tarik-menarik untuk kutub yang berlawanan dan tolak-menolak
untuk kutub yang sejenis, akibatnya akan saling bertumbukan antar partikel dan
terbentuklah drop air yang lebih besar sehingga drop air tersebut akan turun ke
bawah/settling sambil membawa garam dan keluar dari sistem.
Crude oil train A dari 011E-131A-1 masuk ke mixing valve untuk di mix
dengan air dari 2nd stage desalter dan selanjutnya masuk ke 1st stage desalter (011V-
103A). Air dari (011V-103A) masuk ke tube side (011E-127A) untuk memanaskan
fresh water yang akan masuk ke (011V-103B) (2nd stage desalter). Dari (011E-127A-3)
air masuk ke fin-fan air cooler (011E-128) untuk didinginkan sebelum masuk ke CPI
separator.
Crude oil dari 1st stage desalter masuk ke 2nd stage desalter (011V-103B)
setelah diinjeksi dengan fresh water dari (011V-102). Desalted crude dari (011V-103B)
dipompa dengan (011P-102A/C) ke tube side (011E-104A2). Deemulsifier
diinjeksikan ke crude oil feed pada upstream dari (011E-101A) dan juga ke crude oil
pada inlet 2nd stage desalter upstream dari mixing valve.
Crude oil train B dari exchanger (011E-131B) masuk ke mixing valve untuk di
mix dengan air dari 2nd stage desalter dan selanjutnya masuk ke 1st stage desalter
(011V-103C). Air dari (011V-103C) masuk ke tube side (011E-127B) untuk
memanaskan fresh water yang masuk ke (011V-103D) (2nd stage desalter) Dari (011E-
127-B-3) air masuk ke fin-fan air cooler (011E-128) untuk didinginkan sebelum
masuk ke CPI separator.
Crude oil dari 1st stage desalter masuk ke 2nd stage desalter (011V-103D)
setelah diinjeksi dengan fresh water dari (011V-102). Desalted crude dari (011V-
103D) dipompa dengan (011P-102B/C) ke tube side (011E-104B2). Deemulsifier
diinjeksikan ke crude oil feed pada upstream dari (011E-101B) dan juga pada crude
oil pada inlet 2nd stage desalter upstream dari mixing valve.
c. Fractionation Section
Crude dari (011F-101A/B) masuk ke kolom fraksinasi (011C-101). Kolom
fraksinasi (011C-101) terdiri dari 53 tray yang dapat memisahkan crude oil menjadi
lima fraksi (overhead, kerosene, LDO, HDO, dan Reduced Crude/LSWR) dengan
bantuan medium pressure (MP) steam yang berfungsi untuk mengangkat fraksi
ringannya, yaitu dengan menurunkan tekanan parsial sehingga titik didih normal turun
dan menjadi lebih mudah dipisahkan. Setelah dipanasi crude oil masuk ke flash zone
dari column tersebut. Fase uap dalam kolom fraksinasi akan naik ke atas dan fase
cairnya akan turun ke bawah. Uap yang naik ke atas counter current dengan refluks
yang mengalir ke bawah. Refluks bertujuan menaikkan derajat fraksinasi yaitu
mempertajam pemisahan dengan mengontakkan kembali fraksi ringan dengan fraksi
berat.
Fraksi overhead yang mengandung gas, LPG, light naphtha, dan heavy
naphtha keluar dari kolom sebagai uap overhead dan dikondensasikan secara parsial
dengan air cooled dengan kondensor (011E-110). Hasilnya yang berupa tiga fasa
campuran dipisahkan dalam reflux drum (011V-104). Wet vapor dari (011V-104) akan
diproses lebih lanjut dalam stabilizer section. Sebagian fase cairnya di reflux menuju
top kolom dengan pompa (011P-114A/B). Temperature top column 011T1-123
dipakai mengatur end point dari fraksi-fraksi yang sangat ringan dan temperature ini
diatur dari top refluks.
Naphtha draw off diambil dari akumulator di bawah tray no.3 sebagian
naphtha direflux dengan menggunakan pompa (011P-113A/B/C) ke tray no.4
sedangkan yang lain didinginkan dengan crude dalam exchanger (011E-102) dan
digabung dengan reflux dari vessel (011V-104) dan dikembalikan ke kolom fraksinasi
sebagai reflux.
Kerosene draw off diambil dari akumulator di bawah tray no.18 diatur oleh
flow hot kerosene pump around tray no.19 sedangkan cold kerosene pump around
dengan konstan flow masuk kembali ke kolom fraksinasi sebagai refluks ke tray no.16.
Level LDO draw off diambil dari tray no.32 diatur oleh hot LDO pump around
tray no.33 sedangkan cold LDO pump around dengan konstan flow masuk kembali ke
kolom fraksinasi sebagai refluks ke tray no.30. Level HDO draw off diambil dari tray
no.43 diatur oleh hot HDO pump around tray no.44 sedangkan cold HDO pump
around dengan konstan flow masuk kembali ke kolom fraksinasi sebagai refluks ke
tray no.41.
d. Product Stripping
1. Kerosene Stripping
Kerosene draw off dari akumulator di bawah tray no. 18 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot kerosene pump around direflux kembali ke kolom fraksinasi dengan pompa
(011P-111 A/B)
− Kerosene pump around dengan pompa (011P-110A/B) dibagi menjadi dua
stream secara parallel dan dilewatkan ke exchanger (011E-103A/B½) dan
(011E-104A/B½). Setelah itu, kedua stream tersebut digabung dan didinginkan
dengan (011E-111) selanjutnya dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke kerosene stripper (011C-104), dimana material yang
ringan di stripped out dengan menggunakan reboiler (011E-112) yang
menggunakan HDO sebagai heating medium, dan dikembalikan ke kolom.
Product bottomnya dipompa oleh (011P-112A/B) ke (011E-105A/B) dan
(011E-101) sebelum masuk ke cooler (011E-113). Selanjutnya produk kerosene
dilewatkan trim cooler (011E-114(1/2)) dan dikirim ke storage.
2. LDO Stripping
LDO draw off dari akumulator di bawah tray no 32 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot LDO pump around direflux kembali ke kolom dengan pompa (011P-
108A/B).
− LDO pump around dengan pompa (011P-107A/B) dibagi menjadi dua stream
secara parallel dan dilewatkan pada exchanger (011E-123 dan 011E-108
A/B/C). Setelah itu kedua stream tersebut digabung dan selanjutnya
dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke LDO stripper (011C103) dimana material yang
ringan distripped out dengan menggunakan reboiler (011E-115) yang
menggunakan LSWR sebagai medium heating dan dikembalikan ke kolom.
Product bottomnya dipompa oleh (011P-109A/B ke 011E-106A/B1/2) dan
masuk ke cooler (011E-116). Selanjutnya product LDO dikirim ke diesel
storage atau dilewatkan ke trim cooler (011E-129) dan dikirim ke storage.
3. HDO stripping
HDO draw off dari akumulator di bawah tray no. 43 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot HDO pump around direflux kembali ke kolom oleh pompa (011P-105A/B).
− HDO pump around dengan pompa (011P-104A/B) dibagi menjadi dua stream
secara parallel dilewatkan pada exchanger (011E-120A/B dan 011E-112).
Setelah itu kedua stream digabung, masuk ke air cooler (011E-132) dan
dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke HDO Stripper (011C-102) dimana material ringan
distripped out dengan menggunakan MP steam. Product bottomnya dipompa
(011P-106 ke 011E-107 A/B/C, 011E-101A) dan masuk ke cooler (011E-117),
product HDO dilewatkan ke vessel (011V-111) dan dikirim ke storage.
4. LSWR
Product bottom kolom fraksinasi (LSWR) dipompa dengan (011P-103A/B) dan
dibagi menjadi dua stream. Stream pertama masuk ke tube side LDO stripper
reboiler (011E-115) sementara stream kedua bypass (011E115). Kemudian
bergabung kembali dan masuk ke tube side (011E-109A/B/C1/2) untuk
memanaskan crude. Kemudian sebagian LSWR masuk ke visbreaker unit surge
drum (019V101) dimana sebelumnya signal tersebut lewat LSS (Low Signal
Selector). Ini bertujuan bila level main column rendah maka control valve ke
visbreaker tetap menutup. Sementara yang lain didinginkan dengan (011E-11A/B
dan 011E-118-1/2/3) sebelum ke storage.
e. Overhead Section
Uap yang mengandung steam, gas, LPG, light naphtha, dan heavy naphtha
dikondensasikan dengan overhead condenser (011E-110) dan dialirkan ke dalam
vessel (011V-104) dimana kondensat hydrocarbon dipisahkan dengan kondensat air.
Sebagian dari condensed sour water dalam bootleg dipompa kembali ke exchanger
(011E-110) sebagai wash water dengan pompa (011P-116A/B) sedangkan sebagian
lagi dialirkan ke unit Sour Water Stripper (017V-101). Level bootleg ini diatur oleh
011LIC-011 dengan stream sour water yang ke 017V-101. Hydrocarbon kondensat
yang ada dikembalikan ke kolom sebagai refluks dengan menggunakan pompa (011P-
114A/B) dan sebagian lagi dipompa ke Recontact Drum (011V-105) dengan pompa
(011P-115A/B). Di Recontact Drum Condensat Hydrocarbon dimix dengan gas yang
dikompresi dengan (011K-101 A/B/C).
Level kondensat hydrocarbon diatur oleh 011LIC-012 dengan stream naphtha
yang ke recontactor drum. Gas dari 011V-104 masuk KO drum (011V-108).
Kondensat yang mungkin ada pada KO drum (011V-108) ini dimasukkan ke dalam
011V-109 yang nantinya dengan tekanan fuel gas masuk lagi ke inlet 011V-104. Gas
dari 011V-108 ditahan oleh 011K-101A/B/C masuk ke 011V-105 (recontactor drum)
bersama-sama naphtha ex 011V-104. Tekanan main column diatur oleh 011PKC-015
dengan stream gas ke flare, spiel back, dan stream dari fuel gas system. Bila 011PRC-
015 pada posisi A, maka bila tekanan 011C-101 tinggi maka control valve spill back
menutup dan bila masih tinggi maka control valve ke flare baru membuka. Bila
tekanan rendah, maka control valve ke flare akan menutup, baru spill back akan
membuka. Apabila keadaan terakhir tekanan masih rendah maka 0110RC-015 di
switch ke posisi B yaitu setelah spill back membuka penuh, tekanan masih turun maka
fuel gas system membuka dan masuk sistem untuk build up tekanan/masukkan tekanan
sour water yang mungkin masih ada di recontactor drum 011V-105 dikeluarkan dan
masuk ke 017V-101 sedangkan level air/bootleg diatur oleh 011LIC-014 dengan
stream sour water ke 017V-101 tersebut. Hydrocarbon dari 011V-105 dipompa oleh
011P-119A/B masuk ke stabilizer section sedangkan level 011V-105 diatur oleh 011P-
015 dengan stream yang ke stabilizer tersebut. Tekanan 011V-105 diatur oleh 011P-
016 dengan stream ke flare dan dari fuel gas system secara full push control.
IV..2.4. Vari
IV Variaabel Pro ses
Proses
Variabel-variabel proses yang mempengaruhi proses di CDU II adalah sebagai
berikut:
1. Operating variable
Proses pemisahan crude oil menjadi fraksi-fraksi penyusunnya adalah proses
distilasi. Prinsip pemisahan pada proses distilasi tersebut adalah, pemisahan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Teknik pemisahan dengan distilasi adalah tidak
lepas dari pekerjaan: pemanasan, penguapan, kondensasi, pendinginan, dan steam
stripping. Kondisi operasi yang selalu diperhatikan dan merupakan variabel operasi
(operating variable) adalah: flow, temperature, tekanan, dan level.
2. Feed Flow Rate
Flow rate dari feed yang paling optimum adalah sesuai dengan desain, sebab
dengan feed sesuai desain akan mendapatkan recovery panas yang paling baik. Bila
feed melebihi dari desain maka akan didapatkan kondisi operasi yang sangat berat
diantaranya skin temperature di dapur sangat tinggi dan kemungkinan akan melebihi
dari suhu yang diizinkan. Bila load dari kolom yang tinggi akibat feed yang melebihi
desain maka pertama yang akan terasa adalah tekanan dari kolom akan sangat tinggi
ini akibat beban kondensor yang tinggi pula.
Bila feed lebih kecil dari dari minimum feed yang diperbolehkan maka, flow
yang masuk dapur bisa mencapai kondisi laminer, juga dari load dari pompa akan
lebih kecil pula dari kondisi minimumnya.
3. Temperature Outlet Furnace
Fungsi dari dapur adalah untuk memanaskan dan menguapkan crude sampai
mencapai kondisi di flash zone sesuai dengan yang dikehendaki atau sesuai desain.
Bila suhu lebih tinggi dari desain maka akan didapat load kondenser naik, pemakaian
reflux naik sehingga energy conservation tidak baik. Temperature outlet dapur lebih
rendah dari desain, maka akan didapat pemakaian reflux yang rendah, ini memberi
efek penurunan ketajaman dari proses distilasinya.
4. Tekanan Main Column
Bila tekanan dari main column lebih besar dari desain, maka akan mengurangi
penguapan dari minyak sehingga tiap-tiap fraksi akan mengandung fraksi lebih ringan
yang lebih banyak lagi, akibatnya bisa menyebabkan off spec product. Tetapi bila
tekanan main column lebih kecil dari desain, maka akan mengurangi ketajaman dari
proses distilasinya.
5. Stripper Steam
Fungsi dari stripper steam adalah untuk menghilangkan fraksi ringan yang
terikut dalam suatu product dengan jalan menurunkan tekanan parsial dari fraksi
ringan tersebut. Bila stripping steam terlalu besar maka akan memberikan efek yaitu
terjadinya blowing dalam column stripping-nya, sehingga akan mengurangi kontak
uap cairannya. Selain itu juga bisa menaikan tekanan sistemnya. Tetapi bila stripping
steam terlalu sedikit akan memberikan driving force yang kecil, sehingga tidak cukup
untuk mengangkat fraksi ringan tersebut.
IV.3.2
.3.2.. Konsep Proses
IV.3.2
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulfur, logam berat, dan komponen
nitrogen serta senyawa oksigen. Unit Naphtha Hydrotreater untuk kilang baru Cilacap
telah dirancang untuk mengolah 2.441 ton/day. Fraksi naphtha pada selang titik didih
80-149oC dari unit crude distillate untuk dipersiapkan sebagai bahan platformer
dengan kandungan belerang 0,2-0,4 ppm agar tidak meracuni atau merusak katalis R-
134 di reaktor Platformer. Proses yang dipakai adalah proses Naphtha Hydrotreting
dari Universal Oil Product (UOP). Katalis yang digunakan adalah extrudate alumina
(Al2O3) yang mengndung nikel dan molybdenum.
Tujuan utama penggunaan unit ini adalah untuk membersihkan atau
mempersiapkan fraksi naphtha dari kontaminan yang terlarut agar dapat digunakan
sebagai umpan untuk unit platformer. Ada 6 macam dasar reaksi yang terjadi dalam
proses hydrotreating, yaitu:
• Desulfurisasi
• Denitrifikasi
• Pemisahan oksigen
• Penjenuhan olefin
• Pemisahan halide
• Pemisahan logam
IV.3.
IV.3. 3. Uraian Proses
.3.3.
Langkah proses yang terjadi dalam keseluruhan di Unit NHT adalah sebagai berikut:
a. Feed dan Preheater
Naphtha yang diolah di unit ini ada beberapa jenis, yaitu naphtha yang
langsung diambil dari splitter coloumn yang ada dalam unit CDU FOC II, naphtha
yang berasal dari CDU FOC I serta naphtha yang berasal dari storage seperti heavy
naphtha dari 36T-106 dan sweet naphtha dari 31T-4/6. Naphtha tersebut masuk ke
unit ini pada Feed Surge Drum 012V-101 agar tidak terjadi overflow, maka aliran
naphtha yang masuk dalam vessel ini dikontrol berdasarkan level cairan yang ada di
vessel tersebut. Sementara untuk mengatur tekanan juga dilengkapi pressure control
dengan melibatkan aliran fuel gas dan flare. Suhu vessel 55oC dengan tekanan dijaga
pada 2,5 kg/cm2. Selanjutnya oleh pompa 012P-101A/B naphtha dipompakan bersama
aliran gas yang kaya hidrogen ke Combine Feed Exchanger (CFX) 012E-101(1-8)
untuk dipanaskan menggunakan reaktor effluent secara countercurrent sehingga suhu
campuran menjadi 329oC. Setelah keluar dari CFX, campuran tersebut akan berubah
fase menjadi uap yang selanjutnya dilewatkan ke dapur 012F-101 agar suhunya sesuai
dengan kondisi input reaktor NHT, yaitu sekitar 340oC. Suhu campuran keluar
dikontrol dengan cara mengatur pemakaian bahan bakar.
b. Reaktor Naphtha Hydrotreater
Keluar dari dapur campuran kemudian dialirkan kedalam reaktor NHT 012R-
101. Reaktor ini adalah reaktor fixed bed katalitis yang didesain untuk aliran feed
secara downflow guna menghilangkan impuritas-impuritas yang ada pada naphtha,
terutama sulfur, nitrogen, oksigen, senyawa halida, dan logam, serta untuk penjenuhan
olefin. Beda suhu yang terjadi di reaktor akan sangat tergantung pada kadar olefin dan
sulfur yang ada dalam feed. Produk keluaran reaktor selanjutnya dialirkan ke
Combined Feed Exchanger 012E-101(1-8) di bagian tubenya, kemudian dibawa
menuju product condenser 012E-102. Fasilitas air pencuci tersedia di pipa reaktor
effluen dari CFX yang menuju kondenser untuk menghilangkan timbunan garam yang
mungkin ada pada perpipaan. Aliran keluar dari kondenser akan mempunyai suhu
yang cukup rendah yaitu 54oC, memungkinkan untuk memasukkan seluruh naphtha ke
dalam product separator 012V-102. Vessel ini dilengkapi dengan blanket coalescer
untuk memisahkan gas, cairan hidrokarbon, dan air. Didalamnya juga terdapat bootleg
untuk menampung dan memisahkan air yang diinjeksi pada pencucian garam diatas.
Air dari bootleg ini akan dialirkan ke Sour Water Stripper 017V-101 sebelum dibuang
ke lingkungan. Untuk mensuplai gas H2 ke reaktor, biasanya dilakukan dengan
menggunakan recycle gas compressor 012 K-101A/B yang menghisap gas H2 dari top
separator 012V-102 dan mengalirkannya ke hulu CFX. Sementara aliran gas sebagai
make up didapatkan dari unit platformer 014 V-103 yang juga dialirkan ke hulu CFX.
c. Stripper
Cairan hidrokarbon di separator 012V-102 berdasarkan level kontrol yang ada,
dialirkan menuju stripper 012C-101 setelah dipanaskan di stripper feed/bottom
exchanger 012E-103(1/2). Stripper ini dilengkapi dengan stripper reboiler 012F-102
yang berfungsi untuk memberikan panas bagi penguapan yang terjadi di stripper yang
akan memisahkan H2S, air, dan hidrokarbon ringan, serta gas H2 yang terlarut dalam
feed stripper, hasil dari top stripper akan mengalir ke stripper overhead condenser
012E-105 dan cairan yang terbentuk akan ditampung di stripper receiver 012V-104.
Reflux dipompakan oleh 012P-104 ke stripper berdasarkan receiver level kontrol, jadi
untuk menambah jumlah reflux, maka panas yang diberikan oleh stripper reboiler
012F-102 harus ditambah untuk memperoleh kondensat yang banyak. Gas yang
meninggalkan receiver dikontrol dengan pressure control kemudian dialirkan ke fuel
gas system. Stripper overhead dilengkapi dengan sarana penambahan aditif untuk
mencegah karat dengan adanya gas H2S di alirannya. Injeksi ini langsung dilakukan
pada aliran uap dari puncak stripper.
Minyak dari bottom stripper dipompakan oleh 012P-103 melalui Stripper
Feed/Bottom Exchanger 012E-103(1/2) dan aliran inilah yang selanjutnya dibawa ke
unit platformer untuk diolah lebih lanjut. Kadang kala juga sebagian dari stripper
bottom ini didinginkan lebih lanjut di trim cooler 012E-104 dan disimpan di storage
tank sebagai sweet naphtha.
IV.3.
IV.3. 4. Variabel Proses
.3.4.
Variabel-variabel proses yang mempengaruhi proses di NHT adalah sebagai
berikut:
1. Tekanan
Tekanan reaktor dipilih berdasarkan umur katalis dan pertimbangan kualitas
produk. Pada tekanan tinggi, katalis akan sangat efekitf untuk jangka waktu lama dan
reaksi dapat berjalan sempurna. Pada tekanan sistem untuk tahap tertentu dipengaruhi
oleh perbandingan hidrogen dengan feed menurut desainnya karena kedua parameter
ini menentukan parsial tekanan terhadap katalis.
Kebanyakan unit-unit NHT telah dirancang sedemikian rupa sehingga reaksi
desulfurisasi dan denitrifikasi berjalan dengan sempurna pada suhu desain dan untuk
bahan tertentu. Variasi normal dalam tekanan dan jumlah aliran hidrogen tidak akan
menyebabkan perubahan kualitas produk yang mencolok.
2. Suhu
Suhu mempunyai pengaruh besar untuk reaksi hydrotreating. Pada suhu
dibawah 315oC penghilangan kontaminan akan sulit. Diatas suhu ini penghilangan
akan berlangsung baik. Suhu inlet reactor minimum yang disarankan adalah 300oC.
Ada dua yang menentukan suhu minimum ini:
• Di bawah suhu minimum keceptan reaksi untuk penghilangan kontaminan ini
sangat lambat.
• Suhu harus ditahan cukup tinggi agar sewaktu feed gabungan (recycle gas dan
naphtha) masuk dapur dalam keadaan uap.
Suhu desain reaktor normal untuk mengolah Straight Run Naphtha adalah pada
selang 340oC-385oC. Untuk bahan ini (SRN) akan terjadi sedikit. Bahan-bahan hasil
cracking akan diolah pada suhu agak tinggi 385oC-420oC untuk mencegah coking di
katalis dan mencegah cracking yang akan terjadi di atas suhu ini. Suhu reaktor
maksimal dengan katalis baru harus dijaga 14oC-40oC dibawah suhu maksimal desain
untuk mengimbangi akibat penurunan aktivitas katalis. Dengan bertambahnya umur
katalis kualitas produk akan menurun secara berangsur-angsur, dengan demikian perlu
menaikkan suhu reactor inlet secara berangsur-angsur pula untuk mengimbangi
kecenderungan di atas.
3. Kualitas Feed
Untuk operasi normal, tidak perlu merubah suhu inlet untuk menghadapi
perubahan kualitas feed. Tetapi bila akan diolah feed jenis baru yang sama sekali
berbeda dengan feed yang biasanya karena perbedaan kadar naphtha, maka perlu
dilakukan penyesuaian suhu inlet reactor. Pemilihan suhu reaktor didasarkan pada
kualitas produk.
4. Perbandingan H2 dan Hidrokarbon
Perbandingan minimum H2 terhadap hydrocarbon yang dinyatakan dalam
Nm3/m3 atau Standart Cubic Feet/Barrel (SCFB) didasarkan pada konsumsi H2.
Kecenderungan coking dari feed dan tingkat kualitas produk yang dikendaki.
Penggunaan hidrogen berkadar rendah dibatasi dari segi ekonomis pemakaian
kompresornya. Rasio hidrokarbon yang rendah dapat diimbangi dengan menaikkan
inlet temperature dari reaktor. Tetapi sebaiknya dilihat kualitas produk untuk
menetapkan suhu reaktor yang lebih sesuai.
5. Kecepatan Ruang (Space Velocity)
Jumlah katalis per satuan feed berubah sesuai dengan tingkat dan tipe reaksi
yang ingin dicapai. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) adalah perbandingan
volume feed per jam dengan volume katalis. LHSV awal ditetapkan berdasarkan feed,
produk, dan reaksi penghilangan sulfur serta nitrogen. Kemudian dikembangkan sesuai
dengan pertimbangan besarnya atau kapasitas unit, perubahan kadar logam pada feed,
dan kebutuhan proses.
6. Perlindungan pada Katalis dan Racun Katalis
Variabel katalis akan mempengaruhi umur katalis dalam bentuk kecepatan
pengendapan karbon pada katalis. Pada pengoperasian awal, karbon akan diendapkan
secara cukup atau sedang pada katalis kemudian makin lama makin menurun pada
kondisi operasi normal. Pengontrolan bentuk karbon ini akan dapat dicapai dengan
menjaga rasio H2/HC dan menahan suhu katalis pada suhu yang sesuai.
Suhu merupakan faktor yang kurang kritis dibandingkan dengan umur katalis.
Kenaikan suhu katalis akan meningkatkan reaksi pembentukan karbon karena itu harus
diingat bahwa dengan kombinasi suhu yang tinggi dan karbon yang kurang akan
merusak katalis. Penurunan akitivitas katalis (deaktivasi) diukur dengan penurunan
efektivitasnya pada kondisi proses yang sama setelah beberapa waktu pemakaian.
Sebab-sebab utama deaktivasi katalis adalah:
• Penimbunan katalis pada permukaan aktifnya.
• Adanya reaksi kombinasi dari kontaminan feed stock dan komponen katalis.
IV.4.2
.4.2.. Konsep Proses
IV.4.2
AH Unibon kependekan dari Aromatic Hydogenation Unibon mempunyai
tujuan utama untuk meningkatkan smoke point kerosene. AH Unibon dibagi atas dua
tingkat, yaitu:
• Tingkat Pertama (I)
Tingkat I bertujuan untuk menyiapkan feed untuk proses pada tingkat II. Proses
ini terjadi dalam catalyst reactor UOPS 12.
• Tingkat Kedua (II) (Kondisi Sejak 2001)
Pada tingkat ini reaksi utama untuk meningkatkan smoke point dari kerosene
terjadi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aromatic hydrogenation. Proses ini
terjadi dalam reaktor UOPH 8.
Tingkat pertama proses AH Unibon adalah mempersiapkan feed untuk masuk
ke tingkat ke dua dengan cara penghilangan senyawa-senyawa yang dapat merusak
katalis pada tingkat ke II, antara lain senyawa S, N, O dsb. Reaksi penghilangan
senyawa-senyawa tersebut dilakukan dengan menginjeksi gas H2 dari Platformer
sedangkan reaksi katalitik di tingkat II adalah reaksi pengubahan aromatik menjadi
naphtene dengan mengatur tekanan, suhu, dan injeksi H2.
IV.4.
IV.4. 3. Uraian Proses
.4.3.
Proses pada AH Unibon unit ini dibagi atas dua tingkat, yaitu tingkat pertama
(I) merupakan tingkat persiapan feed menuju tingkat ke dua dan tingkat kedua (II)
(Kondisi Sejak 2001) merupakan tingkat perbaikan mutu smoke point dari kerosene.
IV.4.
IV.4. 3.1. Tingkat I
.4.3.1.
a. Preheating Section
Umpan proses yang digunakan pada unit ini adalah 100% kerosene. Kerosene
keluar dari bottom Kero Stripper (011C104) lewat pipa atau langsung dipompa dari
AH Unibon feed storage lewat pipa 013FRC001 yang bekerja secara master and slave.
Umpan kemudian dialirkan ke feed surge drum. Bootom feed surge drum (013V101)
kemudian ditransfer lewat line 13-1004A-10 lewat pompa multistage. Tujuan
penggunaan dari multistage pump digunakan di sini karena fluida yang dialirkan
merupakan fluida bertekanan tinggi dan juga untuk mengurangi suction loss. Keluar
dari pompa multistage fluida tersebut dibagi atas dua stream yang nantinya akan
dikendalikan dengan control valve 013FRC006 dan 013FRC007.
Setelah melalui flow indicator controler, masing-masing stream bergabung
dengan pass recycle gas kemudian masuk ke dalam Combined Feed Exchanger (CFE).
Umpan masuk CFE pada temperatur 58oC dan keluar pada temperature 354oC. Fluida
yang telah mengalami preheating ini secara paralel diumpankan ke dalam Feed
Charge Heater (FCH) 013-F101.
b. Charge Heater
Umpan dari preheating section dipanasi suhunya hingga mencapai temperatur
reaksi sebesar 399oC. Untuk mengatur temperatur dipasang 013TRC027 sebagai
pengatur bahan bakar.
c. Reaktor
Outlet fluida yang keluar dari charge heater dialirkan ke dalam reaktor, selisih
tekanan antara temperatur masuk dan keluar reaktor adalah 56oC sedangkan selisih
tekanan masuk dan keluar dari reaktor adalah 0,7 kg/cm2.
Reaksi pemisahan senyawa-senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen terjadi pada
reaktor ini. Reaksi ini dibantu dengan adanya katalis molybden dan cobalt. Untuk
membentuk metal sulfide diperlukan temperatur 249oC sehingga diperlukan
mercaptane sebagai carrier. Produk reaktor keluar lewat bottom (line 13-1012 FHA-
10) dengan temperatur 416oC.
d. Pendinginan Produk Reaktor
Produk dari reaktor dibagi menjadi dua pass kemudian diturunkan suhunya
pada Combined Feed Exchanger (CFE 013E-101A/B ). Fluida keluran dari CFE
diinjeksikan make up gas H2 dari platformer (014V103) selanjutnya mengalami
pendinginan lanjutan lewat fin-fan. Untuk mencegah terjadinya penimbunan garam-
garam pada fin-fan maka sebelum didinginkan pada fin-fan diinjeksikan condensate
dari Platformer dengan sebesar 2% feed. Setelah mengalami pendinginan di fin-fan
fluida aliran tersebut ditransfer ke 1st stage separator (013V103) lewat line 013-
0114FE-10”. Tekanan dipertahankan 42 kg/cm2. Dalam separator terjadi pemisahan
antara fraksi. Gas-gas ini dikirim ke kompresor KO-drum lewat line 013-1016FE-4”.
Setelah dinaikan tekanannya pada kompresor, gas-gas tersebut masuk ke suction
compresor. Jika masih ada liquid yang tersisa, liquid ini akan dikirim ke Sour Water
Stripper Unit (SWS). Liquid dari bottom separator dinaikan suhunya melalui 4 buah
heat exchanger 013E103-4/3/2/1 secara seri sampai 266oC sebagai feed dari stripper
sedangkan air pada bootleg separator 013V-103 diolah lebih lanjut di SWS.
e. Stripping Section
Kerosene yang keluar dari heat exchanger 013E103-4/3/2/1 diumpankan pada
tray no. 5 1st stage stripper 013C101 yang terdiri atas 20 buah trays. Stripper
IV.5.2
.5.2.. Konsep Pro
IV.5.2 Prosses
Unit Platformer pada ekspansi di Unit Pengolahan IV Cilacap didesain untuk
mengolah 20.000 barrel/hari naphtha hydrotreated Attaka dan Arjuna menjadi
komponen blending motor gasoline dengan. Unit Platformer ini didesain oleh UOP
dengan menggunakan Catalyst UOP-134. Unit ini dilengkapi dengan sistem
Continuous Catalytic Regeneration (CCR) untuk meregenerasi fungsi katalis dan
membersihkan katalis dari pengotor setelah beberapa aliran proses.
Feed naphtha untuk unit platformer mengandung senyawa-senyawa parafin,
naphthene, aromatik, dan sedikit sekali olefin, dengan atom karbon 6 sampai 11.
Tujuan dari proses platforming ini adalah untuk memproduksi aromatik dari naphthene
dan parafin. Aromatik yang ada dalam feed relatif stabil dan di reaktor hanya lewat
saja tidak mengalami perubahan. Naphthene paling mudah/cepat diubah menjadi
aromatik sedangkan parafin cukup lambat dan kurang efisien. Dasar reaksi yang
terjadi dalam unit platformer ini adalah dehidrogenasi, isomerisasi, hydrocracking,
dan cyclisasi.
Unit Platformer terdiri dari 3 buah reaktor yang bersusun dengan
menggunakan katalis dan Continues Catalyst Regeneration (CCR), seksi debutanizer,
dan sistem heat exchanger dengan menggunakan produk dari reaktor sebagai
pemanasnya.
Feed dicampur dengan gas hydrogen recycle gas, dipanaskan di Combined
heat exchanger dan tiga buah dapur kemudian mengalir ke tiga reaktor secara seri agar
didapatkan octane number sesuai yang dikehendaki. Pemanasan di interheater antara
dua buah reaktor dimaksudkan untuk mempertahankan suhu karena reaksi yang terjadi
di reaktor adalah endotermis. Setelah keluar dari heat exchanger, dikondensasikan,
didinginkan, dan selanjutnya masuk ke product separator dimana dipisahkan liquid
dan gasnya yang mengandung banyak hidrogen. Hidrogen direcycle kembali ke
efek pada yield product dan stabilitas katalis. Suhu yang sangat tinggi (di atas 538oC)
dapat menyebabkan yield platformer berkurang dan aktivitas katalis bertambah. Suhu
reaktor biasanya sebagai Weight Average Inlet Temperature (WAIT) yaitu fraksi
katalis dalam setiap reactor bed dikalikan dengan inlet temperature.
3. Tekanan
Tekanan parsial hidrogen merupakan basis variabel tetapi mudah diatur dengan
mengatur tekanan total reaktor maka kemurnian hidrogen tidak penting lagi. Tekanan
akan mempengaruhi yield dan stabilitas katalis. Menaikkan tekanan berarti menaikkan
hydrocracking dan menurunkan aromatisasi (Yield Liquid Platformate). Menurunkan
tekanan operasi akan menaikkan pembentukan coke pada katalis.
4. Rasio hidrogen dan hidrokarbon
Rasio hidrogen-hidrokarbon dapat diartikan sebagai mol hidrokarbon recycle
gas per mol naphtha feed yang diolah. Hidrogen recycle gas untuk mencegah
pembentukan coke di dalam katalis. Menaikan rasio hidrogen-hidrokarbon akan
membuat naphtha lewat reaktor lebih cepat dan panas dibawa keluar oleh recycle gas
tadi. Sebagian hasil akhirnya menaikkan stabilitas dengan sedikit efek pada yield
quality untuk mencegah rusaknya katalis, rasio hidrogen-hidrokarbon harus
dipertahankan diatas minimum yang diizinkan.
yang tinggi diinginkan untuk sempurnanya reaksi isomerisasi dari parafin. Hal ini
tidak hanya suhu reaksinya saja yang tinggi tetapi juga space velocity yang rendah.
IV.5.4.3. Katalis, Pencegahan, dan Penanggulangan terhadap Racun-racun
1. Katalis
Keaktifan dari katalis akan turun bila adanya kesalahan operasi ataupun adanya
kelainan-kelainan dalam feed. Bila moisture drastis naik akan mengubah sifat-sifat dari
katalis dan menurunkan efektivitas.
2. Pencegahan Kerusakan Katalis
Mengingat katalis platformer harganya mahal, maka katalis haruslah dicegah
dari kerusakan dan kesalahan operasi. Rusaknya katalis disebabkan oleh kesalaham
operasi dan akan menyebabkan efek yang sangat membahayakan.
• Rusaknya katalis oleh coke dari feed
Katalis platformer harus dilindungi dari pembentukan coke yang
bertambah terus dengan recycle gas H2. Dengan mengatur kondisi operasi,
pembentukan karbon pada katalis dapat dicegah oleh hidrogen. Keadaan
demikian disebut dengan kesetimbangan karbon. Kecepatan pembentukan
karbon dan keseimbangan karbon akan naik oleh :
− Menaikkan suhu katalis
− Menurunkan tekanan reaktor
− Menurunkan rasio H2/HC
− Mengolah naphtha dengan end point tinggi
• Rusaknya katalis disebabkan keracunan feednya
Rusaknya katalis disebabkan keracunan feednya yang dapat diketahui
dari gejala-gejala prosesnya. Tergantung dari sifat - sifat dan banyaknya yang
meracuni katalis, ada tiga hal yang meracuni katalis :
− Material-material yang menghambat aktivitas hidrocracking dari pada
katalis.
− Material-material yang mempercepat aktivitas hidrocracking dari katalis.
− Material-material yang menghambat aktivitas aromatisasi pada katalis.
IV.5.4.4. Injeksi Klorida dan Kondensat
Apabila terlalu banyak injeksi klorida di dalam feed akan menambah dan
menaikkan aktivitas hidrocracking. Injeksi kondensat dilakukan sebelum di CFE agar
moisture pada katalis platina dengan media alumina tidak terlalu gampang pecah dan
lembek karena karakteristik dari katalis tersebut jika terlalu kering akan rapuh dan jika
terlalu basah akan lembek.
IV.5.4.5. Tipe-tipe Reaksi yang Terjadi
Dasar reaksi yang terjadi dalam unit platformer ini adalah dehidrogenasi,
isomerisasi, hydrocracking, dan cyclisasi.
a. Reaksi dehidrogenasi
Reaksi dehidrogenasi dapat diatur dengan menjaga perbedaan suhu di reaktor 1
(antara suhu inlet dan outlet reaktor) dengan melihat hasil dari aromatik di platformer
dan mengukur separator off gas serta hidrogen kontennya. Perbedaan suhu reaktor 1
dengan reaktor lainnya jauh berarti reaksi dehidrogenasi berjalan dengan baik.
b. Reaksi isomerisasi
Reaksi ini merupakan reaksi untuk membentuk aromat dam sedikit paraffin
dari struktur hidrokarbon dan merupakan reaksi eksotermis serta fungsi asam dari
katalis yang digunakan untuk mempercepat reaksi ini.
c. Reaksi hydrocracking
Reaksi ini menghasilkan liquid paraffin ringan dan produksi gas, besarnya
reaksi ini tergantung dari paraffin yang terdapat di dalam feed stock dan kondisi
operasi dari unitnya. Reaksi ini dapat diatur dengan menjaga perbedaan suhu di reaktor
terakhir dengan melihat hasil dari stabilizer overhead gas dan yield dari produksi
liquidnya serta hidrogen kontennya di separator gas. Naiknya reaksi hydrocracking di
unit platformer dipengaruhi oleh :
• Perbedaan suhu naik/turun di reaktor terakhir.
• Produksi stabilizer overhead naik.
• Yield dari produksi liquidnya turun.
• Purity hidrogen di separator gas turun.
d. Reaksi cyclisasi
Reaksi ini merupakan reaksi lanjutan dari reaksi dehidrogenasi yang bertujuan
untuk mengubah paraffin menjadi napthane dengan produksi sampingnya berupa gas
hidrogen. Reaksi ini paling sulit diarahkan di unit platformer karena reaksi cyclisasi
dari paraffin menjadi mudah apabila berat molekul dari paraffin bertambah sehingga
pembentukan napthane akan lebih mudah tetapi kerugiannya dengan semakin besar
berat molekul, maka hydrocracking semakin mudah.
IV.6.2
.6.2.. Umpan dan Kapasitas Pengolahan
IV.6.2
Umpan yang digunakan berasal dari fluida top kolom stabilizer (unit 011) dan
LPG dari unit 84 pada Kilang Paraxylene. Kapasitas LPG Plant ini adalah 5500
barrel/hari.
IV.6.
IV.6. 3. Uraian Proses
.6.3.
Feed yang masuk ke LPG recovery unit merupakan kombinasi dari Overhead
liquid yang berasal dari stabilizer column (011V-106) pada CDU II dan LPG dari unit
84 pada Kilang paraxylene. Feed ini dipanaskan di 015E-101, kemudian dilanjutkan
dengan pemanasan di 015E-102 sebelum masuk ke deethanizer column (015C-101)
melalui tray ke 20.
Ethane dan fraksi yang lebih ringan diambil dari overhead 015C-101,
kemudian fase uapnya sebagian dikondensasikan dengan menggunakan cooling water
di shell side exchanger sebelum masuk deethanizer receiver 015V-101.
Sour water terakumulasi di bootleg 015V-101, kemudian diteruskan ke unit
Sour Water Stripper. Hydrocarbon liquid dari vessel direfluks ke deethanizer column
melalui tray ke 1 setelah sebelumnya dinaikkan tekanannya melalui pompa 015P-
101A/B. Net gas dipanaskan menggunakan LP steam pada heater 015E-109,
kemudian dikirimkan ke fuel gas.
Campuran C3 dan C4 yang berasal dari bottom deethanizer column didinginkan
dalam tube side exchanger 015E-102 kemudian dipisahkan antara komponen propane
dan buthanenya dalam depropanizer column (015C-102). Produk overhead dari
depropanizer dikondensasikan di depropanizer condenser (015E-107) kemudian
masuk ke depropanizer receiver (015V-102).
IV.7.
IV.7. 3. Konsep Pro
.7.3. Prosses
Setelah melewati visbreaker unit naphtha masih mengandung senyawa
mercaptane sebesar 140 ppm wt. Mercaptane akan mempengaruhi sifat mogas
sehingga berbau tidak enak dan korosif. Proses ini lebih sederhana dibandingkan
dengan unit kero merox karena tidak perlu diberlakukan pretreatment seperti water
wash, sand filter, salt filter, dsb. Naphtha dari visbreaker juga banyak mengandung
senyawa olefin yang merupakan hasil dari thermal cracking, senyawa olefin dapat
menyebabkan ketidakstabilan pada mogas karena dapat membentuk existent gum.
Untuk mencegah timbulnya gum ini maka disuntikan inhibitor yang berperan sebagai
antioksidan yaitu pheniline diamine. Reaksi kimia yang terjadi dalam reaktor minalk
merox unit sebagai berikut:
• Caustic
Berfungsi sebagai mercaptane extractor dengan mempertahankan
suasana basa, di sini tidak perlu digunakan sirkulasi kaustik untuk
mempertahankan suasana basa atau alkalinitas (alkalinity) sehingga disebut
minimum alkalinity (Minalk).
• Udara bertekanan
Udara bertekanan adalah sarana dalam melaksanakan reaksi oksidasi
yang merupakan pengubah hasil ekstraksi menjadi disulfide.
• Katalis
Katalis minalk merox berbentuk serbuk (powder) yang dilarutkan ke
dalam NH4OH (2% NH3 + water) yang diinjeksikan ke dalam charcoal yang
sudah terlebih dahulu diloading ke dalam reaktor. Katalis yang diperlukan
seberat 54,7 kg dan 68,2 kg NH3. Berbeda dengan kero merox treater maka
pada minalk merox tidak perlu adanya caustic pretreatment yang berfungsi
menghilangkan racun naphtenic acid yang dapat merusak katalis.
IV.7.
IV.7. 4. Uraian Pro
.7.4. Prosses
Proses pada unit visbreaker merox treater dibagi atas tiga macam proses, yaitu:
a. Bagian Ekstraksi (Extraction Section)
Feed Merox yang berupa naphta dari unit visbreaker thermal cracking sebesar
1312 ton/hari dialirkan dalam pipa. Fluida ini diinjeksikan dengan caustic soda
(NaOH) yang dialirkan dari tangki 016-T101. Feed merox yang telah diinjeksi ini
kemudian dialirkan ke mixer untuk dicampur (mixed) dengan udara bertekanan.
b. Bagian Oksidasi (Oxidation section)
Udara bertekanan dari kompresor 016K-101A/B dialirkan ke dalam air
receiver kemudian dicampur dengan feed merox dari bagian ekstraksi dalam sebuah
mixer. Feed yang tercampur dengan udara bertekanan kemudian masuk pada bagian
samping atas dari reaktor (016R-101) kemudian produknya keluar dari samping bawah
reaktor berupa treated naphta dengan doctor test negative sedangkan di bottom
reactor dilengkapi dengan dry pot untuk memisahkan air dengan caustic. Produk
treated naphta kemudian dialirkan menuju bagian injeksi inhibitor (injection inhibitor
section).
IV.8.
IV.8. 3. Konsep Pro
.8.3. Prosses
Kontaminan utama dalam Sour Water Stream yang dihasilkan dalam kilang
adalah H2S dan NH3. Kontaminan lainnya antara lain phenol, mercaptant, sianida, CO2,
dan pada hydrocracking sour water terdapat fluoride.
Di dalam sour water H2S dan NH3 terdapat dalam bentuk NH4HS yang
merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah. Di dalam larutan, garam ini
terhidrolisa menjadi bentuk H2S dan NH3. Gas H2S dan NH3 dapat dipisahkan dengan
menggunakan steam sebagai stripping medium atau steam yang terjadi dari pemanasan
sour water itu sendiri (dalam reboiler). Kecenderungan hidrolisa naik dengan naiknya
suhu. Kelarutan H2S bebas di dalam air lebih kecil dibandingkan dengan NH3 sehingga
H2S lebih cepat dapat dipisahkan. Dengan demikian sour water stream yang telah
menjalani stripping, residual total NH3/H2S akan naik yang menyebabkan larutan
menjadi lebih alkalis. Keseimbangan hidrolisa kemudian cenderung ke bentuk ionisasi
sehingga stage yang lebih bawah dalam sour water stripper mempunyai tugas yang
lebih sulit dalam pekerjaannya.
Temperatur gradien dalam kolom memperlihatkan bahwa sebagian besar dari
steam pemanas terkondensasi di puncak kolom, yang berarti bahwa porsi dari steam
pemanas yang berfungsi sebagai stripping steam adalah pada bagian yang lebih bawah
dalam kolom. Hal ini sangat penting dalam perencanaan dan operasi dari sour water
stripper dimana banyaknya steam yang meninggalkan puncak kolom diusahakan
sekecil mungkin. Sebagian besar dari H2S dipisahkan dibagian puncak dari kolom dan
pemisahan NH3 adalah merata pada setiap stage.
IV.8.
IV.8. 4. Uraian Pro
.8.4. Prosses
Sour Water dari unit-unit produksi dikumpulkan dalam Sour Water Degasing
Drum 017V-101 untuk dipisahkan dari minyak terikut. Minyak yang telah terpisah
(slop oil) dipompa oleh 017P-102 menuju ke wet slop tank 43T-101. Kemudian setelah
bebas minyak, sour water dipompa dan dipanaskan pada heat exchanger 017E-101(1/2)
lalu diumpankan ke dalam Sour Water Stripper 017C-101. Produk atas kolom berupa
gas H2S dan NH3 yang nantinya dialirkan ke sistem flare sedangkan stripper water
keluar dari bottom column, sebagian dialirkan ke Steam Reboiler 017E-102 untuk
kemudian diuapkan dan dikembalikan ke bottom column dan sebagian lagi dipompa ke
017E-101(1/2) untuk didinginkan kemudian dialirkan lagi menuju fin-fan cooler 017E-
103 untuk didinginkan kembali dan setelah didinginkan dikirim menuju Desalting
Water Surge Drum di CDU II (unit 011).
IV.9.2
.9.2.. Konsep Pro
IV.9.2 Prosses
Unit ini bertujuan untuk mengolah gas oil baik HCGO maupun LCGO yang
dihasilkan oleh unit visbreaker dengan kapasitas 1850 ton/day. Pada Thermal
Distillate Hydrotreater (TDHT) HCGO dan LCGO akan diperbaiki cetane numbernya
(peningkatan cetane number) dengan cara menjenuhkan ikatan ragkap melalui reaksi
hidrogenasi. Meningkatnya harga cetane number akan meningkatkan high ignition dari
produk. H2 yang digunakan dalam TDHT diperoleh dari unit platformer (014).
Kemurnian atau purity minimum dari H2 adalah 70%. Pada proses ini terjadi juga
proses pengikatan senyawa S, N2, dan O2 yang bersenyawa dengan hidrokarbon seperti
cyclic sulfide, thiopenic mercaptane, sulfide ,dsb. Pengikatan ini akan menstabilkan
hidrokarbon dengan menggunakan H2 sebagai pengikat. Feed TDHT berasal dari
visbreaker merupakan hasil rengkahan sehingga banyak mengandung ikatan-ikatan
rangkap yang belum stabil. Jika feed ini digunakan langsung akan menyebabkan
decolorisasi.
Reaksi-reaksi pada TDHT terjadi dalam reaktor (018R-101). Selain seksi
reaksi, unit ini juga dilengkapi dengan seksi stripping. Seksi stripping di bagi atas dua
bagian, yaitu :
• High pressure stripping
• Low pressure stripping
Tujuan dari stripping tersebut adalah memisahkan fraksi-fraksi ringan hidrokarbon dan
gas-gas dari fraksi gas oil sehingga didapat produk yang sesuai dengan spesifikasi.
Produk reaktor selanjutnya didinginkan lewat fin-fan (018E-103) dimana
sebelum masuk ke fin-fan diinjeksikan terlebih dahulu dengan air untuk mencegah
kebuntuan di dalam tube fin-fan dan melarutkan garam-garam C1 yang terbentuk.
Produk dari reaktor yang telah didinginkan dalam fin-fan tadi kemudian ditampung
dalam separator (018V-102). Dalam separator terbentuk dua fasa dari produk reaktor
tadi yaitu fasa gas dan liquid. Gas yang terkandung dalam separator antara lain : H2
dan H2S. Hidrokarbon dan gas-gas yang terkondensasi pada bottom HP Separator
dialirkan menuju puncak kolom HP stripper (018C-101) untuk dipisahkan antara gas
oil dan gas-gas hidrokarbon sedangkan gas hidrokarbon yang ada akan ditarik dengan
kompresor (018K-101A/B) lalu dikembalikan lagi sebagai recycle gas pada feed
reactor untuk mengikat senyawa-senyawa sufur, nitrogen, dan oksigen.
IV.9.
IV.9. 3. Uraian Pro
.9.3. Prosses
IV.9.
IV.9. 3.1. Seksi Reaksi
.9.3.1.
a. Feed Surge Drum (018V-101)
Feed surge drum berfungsi untuk mengumpulkan feed yang digunakan dalam
proses thermal distillate hydrotreater. Feed yang digunakan adalah LCGO dan HCGO
hasil dari proses visbreaker. Selanjutnya feed yang telah tertampung ditarik dengan
pompa untuk mengalami preheating pada combined feed exchanger atau CFE (018E-
101(1/2/3)). Pada CFE ini feed juga diinjeksikan gas H2. Keluaran dari CFE, feed
kemudian dipanaskan sampai temperature reaksi pada heater.
b. Heater (018F-101)
Feed yang masuk heater sudah bersama-sama dengan H2 yang diinjeksikan
melalui CFE. Feed masuk ke heater untuk dipanaskan dan setelah dipanaskan dan
keluar dari heater suhu mencapai 350oC.
c. Reaktor (018R-101)
Reaktor TDHT dilengkapi dengan katalis cobalt molybden dengan carrier
Al2O3. Feed setelah dipanaskan oleh heater mencapai temperatur 350o C masuk pada
bagian bawah (bottom) reaktor (down flow). Proses down flow bertujuan untuk
menjaga agar jangan sampai katalis berubah letak. Perubahan letak katalis dapat
mengakibatkan distribusi feed yang tidak merata sehingga akan mempengaruhi hasil
reaktor (produk).
d. Pemisahan Produk-produk Reaktor (018V-102)
Produk reaktor yang berupa oksigen dan minyak (treated LCGO dan HCGO)
setelah dihilangkan pengotor-pengotornya dan juga dijenuhkan ikatan rangkapnya
dilewatkan pada rangkaian Heat Exchanger (HE) yang disusun secara seri untuk
menghilangkan panas dari produk dengan cara mentransfer panas yang dibawa produk
ke feed reaktor. Pendinginan diteruskan lagi oleh cooler yang berupa fin-fan, sebelum
masuk fin-fan diinjeksikan air untuk mencegah kebuntuan dalam fin-fan tubes. Gas
dan condensate yang berupa liquid kemudian ditampung dalam settler (018V-102).
Fasa gas yang terjadi kemudian dikompres dengan kompresor (018K-101A/B) namun
sebelum masuk ke kompresor dilewatkan terlebih dahulu pada knock out drum untuk
memberi kesempatan HC yang belum terkondensasi untuk mengembun sehingga
hanya gas (H2 dan H2S) saja yang ditarik oleh kompresor. Air yang ada pada
separator kemudian diolah lebih lanjut pada unit SWS (Sour Water Stripper).
e. Kompresor (018K-101A/B)
Kompresor yang dipakai adalah reciprocating compressor sebanyak dua buah,
yaitu 018K-101A dan 018K-101B. Fungsi dari kompresor ini adalah me-recycle gas
H2 dari separator (018V-102) menjadi feed dari reaktor (018R-101). Gas yang
dikompres diambil dari knock out drum dengan komposisi terbesar adalah H2. Selain
itu, gas lain yang berupa H2S dan HC dalam jumlah yang sangat sedikit. Gas yang
keluar dari kompresor akan dipanaskan dalam combined feed exchanger (018E-
101(1,2,3)).
IV.9.
IV.9. 3.2. Seksi Stripping
.9.3.2.
a. High Pressure Stripping (018C-101)
Feed untuk HP stripping diperoleh dari bottom product separator (018V-102)
yang akan dialirkan menuju 018C-101 dengan melalui heat exchanger (018E-102). HP
stripping column terdiri atas 10 trays yang bertujuan memisahkan fraksi ringan
termasuk H2S. Sebagai gas pelucut digunakan medium pressure stripping steam.
Hasil dari top column didinginkan di overhead condenser (018E-105). Setelah
didinginkan pada overhead condenser (018E-105) ditampung dalam vessel (018V-
104). Pada vessel ini akan terbentuk dua fasa, yaitu fasa air dan fasa HC. Air yang
terbentuk kemudian dihilangkan kandungan H2S-nya pada unit Sour Water Stripper
sedangkan fasa HC yang terbentuk sebagian dipompa dengan pompa 018P-102A/B
untuk dikembalikan ke vessel 018V-104 sebagai balancing line sedangkan sebagian
lagi dijadikan feed HP stripper. Bottom product yang terbentuk diproses lebih lanjut
dalam LP Stripping.
IV..10
IV 10..2. Konsep Pro ses
Proses
Visbreaking atau (Viscosity Breaking) merupakan proses cracking dengan
media pemanas. Pemanasannya dibatasi oleh visbreaker residue stability yang
digunakan sebagai komponen fuel oil (FO) sehingga proses visbreaking pada dasarnya
merupakan proses thermal cracking.
IV..10
IV .3
.3.. Uraian Pro
10.3 ses
Proses
Pada unit visbreaking/thermal cracking Pertamina RU IV Cilacap terdiri atas 6
seksi (bagian) operasi, yaitu:
• Bagian Visbreaking
• Bagian thermal cracking
• Bagian vacuum
• Bagian fraksinasi
• Bagian naphta stabilizer
• Bagian steam generation
Visbreaking feed yaitu bottom product (reduced crude) dari crude fractinator
(CDU II unit 011). Sebagian besar feed masuk ke unit visbreaker dan sebagian lagi
masuk ke dalam storage tank. Reduced crude yang masuk ke storage tank sebagian
(10% dari total visbreaking feed rate) dialirkan ke unit visbreaker. Besarnya rate dari
storage tank dibatasi 10% total rate dari unit visbreaker mengingat terbatasnya
kapasitas desain dari unit visbreaker dalam mengolah feed.
Feed masuk ke bagian visbreaker heater. Outlet dari visbreaker heater
dikenakan quenching oleh LCGO dari fraksinator kemudian bergabung dengan outlet
dari thermal craking section. Gabungan ini selanjutnya diumpankan ke 1st stage flash
chamber. Uap yang keluar dari 1st stage flash chamber dikembalikan ke bottom
fractinator (CDU II) sedangkan bottom liquid dipisahkan lebih lanjut dalam 2nd stage
flash chamber. Overhead dari 2nd stage flash chamber dikondensasikan dan
condensate yang terjadi ditampung dalam overhead 2nd stage flash chamber receiver.
Dari overhead receiver sebagian liquid dipompakan melalui weighted spray system
masuk ke 2nd stage flash chamber sebagai reflux dan sebagian lagi ke 1st stage flash
chamber. Pada bottom liquid 2nd stage flash chamber sebagian dikembalikan ke
bottom 2nd stage flash chamber sebagai quench liquid sedangkan sebagian lainnya
diumpankan pada vacuum charge heater untuk dipanaskan yang nantinya akan
dipisahkan komponen-komponennya pada vacuum colomn. Dari vacuum column
didapatkan produk-produk yaitu: light vacuum gas oil (LVGO), heavy vacuum gas oil
(HVGO), slop wax oil (SWO), overhead product berupa uap dan fuel oil (FO).
LVGO sebagian digunakan sebagai reflux pada top column dan sebagian lagi
dikirim ke fraksinator untuk light distillate recovery sedangkan HVGO sebagian
dikembalikan ke vacuum column dan sebagian lagi dikirim ke bottom fractinator
untuk dikontakkan dengan uap yang berasal dari 1st stage flash chamber sehingga
menyebabkan heavy material akan mengembun.
Liquid pada bottom fractinator dipompakan ke dalam thermal cracking heaters.
Liquid yang telah dipanaskan ini kemudian menjadi feed untuk thermal cracking
reaction chamber. Dalam thermal cracking reaction chamber inilah terjadi
serangkaian reaksi perengkahan atau cracking. Hasil cracking ini (cracked oil) keluar
dari reaction chamber dan bergabung dengan outlet visbreaker heater menjadi umpan
untuk 1st stage flash chamber kemudian mengalami proses yang sama seperti
visbreaker product, setelah bergabung dengan visbreaker product dari visbreaker
heater.
Slop wax oil (SWO) merupakan hasil lain dari vacuum column sebagian
dikembalikan ke vacuum column dan sebagian lainnya direcycle ke inlet vacuum
heater atau ditransfer ke storage tank sedangkan vacuum bottom liquid setelah keluar
dari dasar vacuum fractinator didinginkan dan kemudian ditampung dalam storage
tank.
LVGO setelah keluar dari fractinator dinamakan LCGO. Kemudian LCGO
distripped (dilucuti) senyawa-senyawa pengotornya oleh stripper untuk meningkatkan
mutunya. LCGO setelah melewati stripper sebagian digunakan untuk cut back fuel oil
dan sebagian lagi ditampung dalam feed surge drum untuk dijadikan umpan thermal
distillate hydrotreater. Begitupun dengan HVGO, HVGO yang keluar dari kolom
fraksinasi dinamakan HCGO, HCGO ini selanjutnnya distripped dan HCGO yang
telah distripped digunakan sebagai feed thermal distillate hydrotrater.
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan oleh praktikan didasarkan pada orientasi umum dan
khusus yang dilaksanakan oleh praktikan selama menjalani Kerja Praktek di PT.
Pertamina RU IV Cilacap,kesimpulan dari orientasi umum dan khusus sebagai berikut:
1. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan kilang minyak terbesar di Indonesia
dengan kapasitas produksi sebanyak 348.000 barrel/hari.
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan satu-satunya kilang minyak di
Indonesia yang memproduksi bahan baku untuk minyak pelumas dengan
menggunakan bahan baku minyak mentah dari timur tengah.
� Kilang minyak Pertamina RU IV Cilacap merupakan pelopor dalam
Integrated plant di Indonesia.
2. Process Engineering
� Bersama dengan project dan facility engineering, PE memiliki tanggung
jawab dalam proses produksi di semua area kilang dan perlindungan
lingkungan.
� Performance alat, spesifikasi bahan dan penggunaan teknologi yang tepat
merupakan parameter yang dimonitor oleh proses engineering dalam
rangka profir perusahaan.
3. Health Safety Environmental (HSE)
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan salah satu pelopor ”Green Factory”
di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9000
dan 14000 yang sangat mengedapankan manajemen lingkungan.
� Bagian Health Safety Environmental (HSE) yang mempunyai tugas antara
lain: mencegah dan menanggulangi terjadinya suatu kebakaran, membuat
suasana kerja yang aman dan bebas dari kecelakaan, membuat suasana
kerja yang bersih dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, serta
siap menanggulanginya.
VI.2. Saran
1. Kerja keras, disiplin, dedikasi dan loyalitas dari karyawan dan pimpinan perlu
dipertahankan dan ditingkatkan. Hal ini menjadi tuntutan karena dengan perubahan
status PERTAMINA dari BUMN menjadi PERSERO maka kinerja PERTAMINA
harus lebih professional karean beberapa tahun mendatang boleh jadi
PERTAMINA bukan satu-satunya perusahaan minyak yang mengelola dan
mengatur distribusi bahan bakar di Indonesia.
2. Perlu dipererat jalinan kerjasama dengan dunia pendidikan tidak hanya melalui
kunjungan industry dan kerja praktek, tetapi dapat dicoba melalui proyek
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA