Anda di halaman 1dari 123

Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap

Periode Juli-Agustus 2013

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Sejarah Singkat Pertamina RU-IV Cilacap


Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beraneka sumber daya alam
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya yang penting bagi
Indonesia adalah minyak dan gas bumi, karena peranannya yang dominan dalam
menunjang pembangunan di tanah air. Kendati telah dieksploitasi selama hampir 2
abad, ternyata masih banyak yang belum diberdayakan. Tercatat baru sekitar 30
cekungan yang telah dieksploitasi dan umumnya berada di wilayah barat Indonesia.
Diperkirakan masih ada 30 cekungan lagi di wilayah timur yang masih menunggu
sentuhan eksplorasi dan eksploitasi di masa depan.
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
menghasilkan energi baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik.
Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal
ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan
menambah devisa melalui ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan
pembangunan di Indonesia maka kebutuhan energi akan meningkat dari tahun ke
tahun.
Perkembangan penggunaan minyak bumi dewasa ini terus berkembang dan
semakin meningkat. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang
masih digunakan, terutama untuk pembangkit tenaga listrik serta sebagai baham bakar
berbagai jenis mesin. Konsumsi minyak bumi ini terus meningkat terutama untuk
keperluan dalam negeri diantaranya mencapai 34 % sebagai bahan bakar minyak
(BBM) untuk kebutuhan pulau Jawa.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19/1960 Tentang Perusahaan
Negara dan UU No. 44/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Atas
dasar kedua Undang-Undang tersebut, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan
negara sektor Minyak dan Gas Bumi, yaitu:
1. PN PERTAMIN
2. PN PERMINA

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 1
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Kedua perusahaan tersebut bertindak selaku kuasa pertambangan yang


usahanya meliputi bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Eksplorasi
2. Eksploitasi
3. Pemurnian dan pengelolaan
4. Pengangkutan
Pada tahun 1971, pemerintah menerbitkan UU No.8/1971 yang menetapkan
penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina sebagai Pengelola
Tunggal dalam Bidang Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Kemudian tahun 2003
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2003 sebagai amanat dari
pasal 60 UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta akta pendirian PT
(persero) Pertamina yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan pangalihan
Badan Hukum serta pengalihan Direksi dan Komisaris. Oleh karena itu, perlu
dibangun unit pengolahan minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Dalam usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang
dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan
maksud mendapatkan produk BBM dan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Pertamina memiliki unit-unit operasi yang tersebar di seluruh Indonesia yang
meliputi beberapa operasi Eksplorasi dan Produksi, 7 Refinery Unit, 8 Unit Pemasaran.
Seiring dengan pembangunan yang meningkat pesat, maka kebutuhan akan produk
minyak bumi akan semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun Refinery Unit
minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Dalam
usaha tersebut, maka pada tahun 1974 dibangun kilang minyak di Cilacap yang
dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan
maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan bahan dasar
minyak pelumas dan aspal.
Kilang Minyak Cilacap didirikan dengan maksud untuk menghasilkan produk
BBM dan non-BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selalu meningkat
dan mengurangi ketergantungan terhadap suplai BBM dari luar negeri. Pembangunan
kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu Kilang Minyak I,
Kilang Minyak II, dan Kilang Paraxylene.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 2
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina
terbagi atas 7 lokasi yaitu :
1. RU I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), sudah tidak beroperasi sejak tahun 2006.
2. RU II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 barrel/hari.
3. RU III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan), kapasitas 135.000 barrel/hari.
4. RU IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 barrel/hari.
5. RU V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 270.000 barrel/hari.
6. RU VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000 barrel/hari.
7. RU VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 barrel/hari.

Gambar I.1. Lokasi Unit Pengolahan Pertamina Seluruh Indonesia


(Sumber: PT. Pertamina, 2010)

Sejalan dengan pembangunan yang meningkat dengan pesat, maka kebutuhan


minyak bumi akan terus semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun unit
pengolahan minyak bumi guna memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat
tersebut. Dalam usaha tersebut maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak
yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah,
dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga untuk mendapatkan
bahan dasar minyak pelumas dan aspal.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 3
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.2. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap


Pembangunan kilang di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari
beberapa unit pengolahan yang ada di Indonesia. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap
berada di bawah tanggung jawab Direktorat Hilir Pertamina dan merupakan unit
pengolahan terbesar yang dikelola Pertamina jika dilihat dari kapasitas produksi per
harinya.
Tujuan dari berdirinya Kilang Minyak Cilacap adalah untuk menghasilkan
produk BBM dan Non-BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selalu
meningkat dan mengurangi ketergantungan suplai BBM dari luar negeri. Kilang ini
memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Selain itu kilang ini merupakan satu-satunya kilang di tanah air saat ini yang
memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di tanah
air. Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu
Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan
Kilang Sulphur Recovery Unit. Garis besar proses pengolahan minyak bumi yang
dilakukan di Pertamina RU IV Cilacap dapat ditunjukkan pada Gambar I.2.

Gambar I.2. Diagram Blok Proses Pertamina RU IV


(Sumber: PT. Pertamina, 2010)

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 4
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.22.1 Kilang Minyak I


I.
Pembangunan Kilang Minyak I dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada
24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh
Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah
Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan
Indonesia dan asing. Pertamina dalam hal ini berlaku sebagai pengawas.
Kilang Minyak I didesain untuk menghasilkan produk BBM dan NBM
(minyak dasar pelumas dan aspal). Oleh karena itulah bahan baku kilang ini adalah
minyak mentah dari Timur Tengah, yaitu Arabian Light Crude (ALC) yang kadar
sulfurnya cukup tinggi (sekitar 1,88% /berat). Kandungan sulfur dalam minyak mentah
dibutuhkan untuk menjaga stabilitas oksidasi pada komponen Lube Base Oil.
Kandungan sulfur dalam aspal juga dapat meningkatkan ketahanan aspal terhadap
deformasi dan cuaca yang berubah- ubah. Namun, kandungan sulfur tidak boleh terlalu
tinggi supaya tidak menyebabkan korosi pada peralatan proses. Sementara untuk saat
ini, bahan baku kilang bukan hanya ALC melainkan juga Iranian Light Crude (ILC)
dan Basrah Light Crude (BLC).
Kilang ini dirancang dengan kapasitas pengolahan 100.000 barel/hari., akan
tetapi karena meningkatnya kebutuhan konsumen, kapasitas kilang ini ditingkatkan
menjadi 118.000 barrel/hari melalui Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998.
Kilang Minyak I Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap meliputi:
1. Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
2. Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi lube base oil dan aspal.
3. Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilitas dari unit-unit
proses seperti steam, listrik, angin instrument, air pendingin serta fuel system.
4. Offsite Facilities, yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari tangki-tangki
storage, flare sistem, utilitas, dan environment system.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 5
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel I.1. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC I dan LOC I
FOC I LOC I
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU I 13.650 High Vacuum Unit I 3.184
NHT I 2.275 Propane Deasphalting Unit I 784
Gas Oil HDS 2.300 Furfural Extraction Unit I 991-1.580
Platformer I 1.650 MEK Dewaxing Unit I 226-337
Propane Manufacturing 43.5
Merox Treater 1.940

I.22.2. Kilang Minyak II


I.
Kilang minyak II dibangun pada tahun 1981 untuk memenuhi kebutuhan BBM
dalam negeri yang terus meningkat. Setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 4 Agustus 1983, kilang ini memulai operasinya. Kompleks BBM (Fuel Oil
Complex II) di kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) sedangkan
Kompleks Bahan Dasar Minyak Pelumas (Lube Oil Complex II dan III) dirancang oleh
Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan offsite facilities oleh Fluor
Eastern Inc. Kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini adalah Fluor Eastern Inc.
dan dibantu oleh kontraktor- kontraktor nasional.
Kilang II dirancang terutama untuk mengolah minyak mentah dalam negeri
karena sebelumnya minyak mentah dalam negeri diolah di kilang minyak luar negeri
kemudian baru masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk BBM dan cara seperti ini
sangatlah tidak efisien. Kilang ini mengolah minyak mentah dalam negeri yang kadar
sulfurnya lebih rendah daripada minyak mentah Timur Tengah. Awalnya, minyak
mentah domestik yang diolah merupakan campuran dari 80% Arjuna Crude (kadar
sulfurnya 0,1%/berat) dengan 20% Attaka Crude. Dalam perkembangannya, bahan
baku yang diolah adalah minyak cocktail yang merupakan campuran dari minyak
mentah dalam dan luar negeri.
Sebelum diadakan Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998, kapasitas
Kilang minyak kedua yang berkapasitas 200.000 barel/hari tetapi setelah diadakan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 6
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

proyek tersebut, kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Area Kilang


Minyak II meliputi:
1. Fuel Oil Complex II (FOC II) yang memproduksi BBM.
2. Lube Oil Complex II (LOC II) yang memproduksi bahan dasar minyak pelumas
dan aspal.
3. Lube Oil Complex III (LOC III) yang juga memproduksi bahan dasar minyak
pelumas dan aspal.
4. Utilities Complex II (UTL II) yang fungsinya sama dengan UTL I.
Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphta dan sarana pendukung
seperti tangki, dermaga dan utilitas maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang
Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA
(Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai
tambah produk kilang BBM.

Tabel I.2. Kapasitas Desain Tiap Unit pada FOC II dan LOC II/III
Fuel Oil Complex II (FOC II) Lube Oil Complex II (LOC II)
Kapasitas Kapasitas
Unit Proses Unit Proses
(ton/hari) (ton/hari)
Crude Distiller II 26.680 High Vacuum Unit 2.238
Naphtha Hydrotreater II 2.441 Propane Deasphalting Unit 538
CCR Platformer II 2.441 Furfural Extraction Unit 478-573
LPG Recovery 730 MEK Dewaxing Unit 226-337
AH Unibon 2.680
Visbreaker 8.387
Thermal Distillate HDT 1.800
Naphtha Merox Treater 1.620

I.22.3 Kilang Paraxylene


I.
Kilang Paraxykene dirancang oleh Universal Oil Product (UOP). Kilang ini
dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktor pelaksanaan adalah Japan Gasoline
Corporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 20 Desember 1990.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 7
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Kilang Paraxylene dibangun berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku


naphta dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga, dan utilitas, serta peluang pasar
baik di dalam maupun luar negeri yang terbuka lebar. Kilang Paraxylene ini bertujuan
mengolah naphta dari FOC II menjadi produk-produk petrokimia yaitu paraxylene dan
benzene sebagai produk utama serta raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG
sebagai produk samping. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah 270.000
barrel/hari.
Paraxylene yang dihasilkan digunakan memenuhi kebutuhan bahan baku
kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha
meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Sebagian hasilnya juga digunakan
untuk diekspor ke luar negeri. Benzene yang dihasilkan kemudian diekspor ke luar
negeri dan produk samping lainnya dimanfaatkan lebih lanjut untuk kebutuhan dalam
negeri.
Kilang Paraxylene meliputi beberapa unit dengan kapasitas masing-masing
unitnya dapat dilihat pada Tabel I.3.

Tabel I.3. Kapasitas Desain Tiap Unit di Kilang Paraxylene


Unit Proses Kapasitas (ton/hari)
NHT 1.791
CCR / Platformer 1.791
Sulfolane 1.100
Tatoray 1.730
Xylene Fractionator 4.985
Parex 4.440
Isomar 3.590

I.22.4. Proyek Debottlenecking


I.
Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan di Indonesia, kebutuhan akan
BBM, minyak pelumas, dan aspal juga meningkat. Sebagai upaya untuk memenuhinya,
Pertamina merealisasikan Proyek Debottlenecking UP IV Cilacap yang dibangun pada
awal tahun 1996 dan mulai beroperasi pada awal Oktober 1998. Sebenarnya kegiatan
perencanaan proyek ini sudah dimulai sejak tanggal 16 Desember 1995 dan yang

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 8
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

bertindak sebagai pelaksana EPC (Engineering, Procurement, and Construction)


Contract adalah Fluor Daniel. Sementara perancang dan pemilik lisensi untuk Lube
Oil Complex adalah SIPM (Shell International Petroleum Maatschppij).
Pendanaan Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) berasal dari pinjaman dari
29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank.
Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta dengan pola ‘Tyrustee Borrowing Scheme’.
Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah “Non Recourse Financing” artinya
pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh
proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah
maupun cash flow Pertamina.
Tenaga kerja tambahan untuk proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) sebagian
besar diambil dari tenaga lokal, dimana pada puncak penyelesaian proyek mencapai
sekitar 3000 orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional dan asing.
Tujuan dari proyek ini adalah:
1. Meningkatkan kapasitas produksi kilang I dan II daalm rangka memenuhi
kebutuhan BBM dalam negeri.
2. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi
kebutuhan Lube Base Oil dan aspal.
3. Menghemat/menambah devisa negara.
Lingkup dari proyek ini adalah:
1. Modifikasi FOC I dan FOC II, LOC I dan II, dan Utilities Office.
2. Pembangunan LOC III.
3. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage.
4. Modernisasi Instrumentasi Kilang dengan DCS (Distributed Control System).
Berbagai pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing area selama proyek
Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel I.4.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 9
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel I.4. Jenis Pekerjaan dalam Proyek Debottlenecking Cilacap


Lokasi Unit Jenis Pekerjaan
FOC I CDU - Penambahan Crud Desalter, Preflash Drum
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter,
Product Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan
Gasoline Splitter.
NHT Modifikasi / penambahan peralatan.
Kerosene Merox Modifikasi peralatan
Treating
SWS Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain - Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchanger system
FOC II CDU - Penambahan Crude Desalter
- Modifikasi / penambahan tray pada Crude Splitter,
Product Side Stripper, Naphtha Stabilizer dan
Gasoline Splitter
AH Unibon Modifikasi / penambahan peralatan
LPG Recovery Modifikasi / penambahan peralatan
SWS Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain - Modifikasi / penambahan pumping dan piping system
- Modifikasi / penambahan heat exchanger system
LOC I HVU I Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain Rekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system
LOC II HVU II Modifikasi / penambahan peralatan
PDU II Modifikasi / penambahan peralatan
FEU II Modifikasi / penambahan peralatan
HOS II Modifikasi / penambahan peralatan
Lain-lain Rekonfigurasi / penambahan heat exchange, pumping
tankfarm dan piping system

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 10
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Lokasi Jenis Pekerjaan


LOC III Pembangunan PDU III
Pembangunan MDU III
Pembangunan HTU / RDU
Pembangunan new tankage, pumping, dan piping system
Utilities / Pembangunan Power Generation 8 MW dan Distribution System
Offsite Pembangunan Boiler 60 ton/hari beserta BFW dan Stream Distribution
System
Modifikasi / penambahan peralatan pada Flare System
Pembangunan Instrument Air
Pembangunan tangki penimbun Asphalt dan Lube Oil
Modifikasi / penambahan kolam pengolah limbah
Modifikasi / penambahan Cooling Water System

Dengan selesainya proyek ini, maka kapasitas pengoalahan Kilang Minyak I


naik menjadi 118.000 barel/hari, dan Kilang Minyak II naik menjadi 230.000
barel/hari. Sementara kapasitas produksi Lube Base Oil naik dari 255.000 ton/tahun
menjadi 428.000 ton/tahun. Sedangkan aspal naik dari 512.000 ton/tahun menjadi
720.000 ton/tahun.
Perbandingan kapasitas produksi tiap kilang sebelum dan sesudah Proyek
Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel 1.5, 1.6, dan 1.7.

Tabel I.5. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada FOC I (dalam barrel/hari)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
CDU Fraksi minyak 100.000 118.000 18.000 (18%)
NHT Naphtha dan gasoline 20.000 25.600 5.600 (28%)
Kerosene-Merox Avtur / Kerosene 15.708 17.300 1.592 (10,13%)

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 11
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel I.6. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada FOC II (dalam barrel/hari)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
CDU Fraksi minyak 200.000 230.000 30.000 (15%)
AH Unibon Kerosene 20.000 23.000 3.000 (15%)
LPG Recovery Gas Propane / Butane 7.321 7.740 419 (5,72%)

Tabel I.7. Perbandingan Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada LOC I/II/III (dalam ton/tahun)
Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan
Lube Base Oil HVI 60/100/160S/650 255.000 428.000 173.000 (69%)
Asphalt Asphalt 512.000 720.000 208.000 (40,63%)
LPG Recovery Gas Propane / Butane 7.321 7.740 419 (5,72%)

Dengan demikian kapasitas desain FOC I, FOC II, LOC I, II, dan III mengalami
perubahan seperti terlihat pada Tabel 1.8. dan 1.9. seperti di bawah ini.

I.88. Kapasitas Desain Baru LOC I, II dan III Pertamina RU IV Cilacap


Tabel I.

Kapasitas (ton/hari)
Unit
LOC I LOC II LOC III
HVU 2.574 3.883 -
PDU 538 784 784
FEU 478-573 1.786-2270 -
MDU 226-337 501-841 501-841
Hydrotreating Unit - - 1.700

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 12
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.99. Kapasitas Desain Baru FOC I dan II Pertamina RU IV Cilacap


Tabel I.
FOC I FOC II
Kapasitas Kapasitas
Unit Unit
(ton/hari) (ton/hari)
CDU I 16.126 CDU II 30.680
NHT I 2.805 NHT II 2.441
Gas Oil HDS 2.300 AH Unibon 3.084
Platformer I 1.650 Platformer II 2.441
Propane Manufacturing 43,5 LPG Recovery 636
Merox Treater 2.116 Naphtha Merox 1.311
Sour Water Stripper 780 SWS 2.410
THDT 1.802
Visbreaker 8.390

I.22.5. Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit


I.
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOx pada buangan.
Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU
IV membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit
proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV,
khususnya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap
lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU-IV menjadi produk
berupa sulfur cair, LPG, dan kondensat.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG
Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada
Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya kesembilan stream
gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di
flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU ini akan menambah aspek
komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari
stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total
sebesar 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metric
ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk condensate (C5+)

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 13
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan
kandungan H2S sangat rendah dari LPG Recovery Unit akan dikirimkan keluar sebagai
fuel sistem.
Unit-unit di kilang SRU adalah sebagai berikut:
1. Gas Treating
Gas treating unit dirancang untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide (H2S) di
dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim
ke LPG Recovery Unit dan PSA Unit yang telah ada. Dalam metode operasi
normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati
suhu kamar.
2. LPG Recovery
Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery
Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai
LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream).
Refrigeration process digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendingin).
3. Sulfur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine
regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas
menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.
4. Tail Gas Unit
TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery
Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di
unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar
manjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
5. Unit 95 : Refrigeration
Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG
Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas
Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulfur secara umum. System
Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 14
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.33. Lokasi dan Tata Letak


I.
I.33.1 Lokasi Pabrik
I.
Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian halnya dalam menentukan
lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya
operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar minyak, sarana, studi lingkungan dan
letak geografis.
PT. Pertamina RU IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap
Tengah, Kabupaten Cilacap. Pertimbangan dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang
adalah:
1. Studi kebutuhan BBM menunjukan bahwa konsumsi terbesar adalah penduduk
Pulau Jawa.
2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup
dalam dan tenang karena terlindung Pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang sehingga
penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah.
4. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat
pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut, maka dengan adanya areal tanah yang
tersedia dan memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang minyak, maka
Revinery Unit IV dibangun di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah
526,71 ha. Letak PT. Pertamina RU IV Cilacap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar I.3. Peta Lokasi Parik PT. Pertamina RU IV Cilacap

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 15
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.33.2. Tata Letak Kilang


I.
Tata letak kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah
sebagai berikut:
Tabel I.10. Luas Area Pabrik Kilang Minyak
No..
No Nama Area Luas (ha)
1. Area kilang minyak dan perluasan 203,19
2. Area terminal dan pelabuhan 50,97
3. Area pipa track dan jalur jalan 120,77
4. Area perumahan dan sarananya 100,80
5. Area rumah sakit dan lingkungannya 10,27
6. Area lapangan terbang 70,00
7. Area kilang paraxylene 90,00
8. Sarana olah raga dan rekreasi 69,71
Total 526,71

Dalam kegiatan pengoperasiannya, Kilang Minyak Cilacap terdiri atas unit-unit


proses dan sarana penunjang yang terbagi atas beberapa area, yaitu:
a. Area 10
Fuel Oil Complex I, terdiri dari:
Unit 11 : Crude Distilling Unit (CDU) I
Unit 12 : Hydrotreating Unit (NHT) I
Unit 13 : Hydrodesulfurizer Unit (HDS)
Unit 14 : Platformer Unit
Unit 15 : Propane Manufacturing Unit (PMF)
Unit 16 : Merox Treating Unit
Unit 17 : Sour Water Stripping Unit (SWS)
Unit 18 : Nitrogen Plant
Unit 19 : CRP Unit
b. Area 01
Fuel Oil Complex II, terdiri dari:
Unit 008 : Caustic and Storage Unit
Unit 009 : Nitrogen Plant

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 16
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Unit 011 : Crude Distilling Unit ( CDU ) II


Unit 012 : Naphta Hydrotreating Unit ( NHT ) II
Unit 013 : Aromatic Hydrogenation ( AH ) Unibon Unit
Unit 014 : Continuous Catalytic Regeneration ( CCR) and Platformer Unit
Unit 015 : (Liquified Petroleum Gas) LPG Recovery Unit
Unit 016 : Minimize Alkalinity Merchaptan Oxidation (Minalk Merox) Treating
Unit
Unit 017 : Sour Water Stripper Unit (SWS) II
Unit 018 : Thermal Distillate Hydrotreater Unit
Unit 019 : Visbreaker Thermal Cracking Unit
Unit 048 : Flare and Mash Compressor
c. Area 20
Lube Oil Complex I, terdiri dari:
Unit 21 : High Vacuum Unit (HVU) I
Unit 22 : Propane Deasphalting Unit (PDU) I
Unit 23 : Furfural Extraction Unit (FEU) I
Unit 24 : Methyl Ethyl Ketone (MEK) Dewaxing Unit (MDU) I
Unit 25 : Hot Oil System I
d. Area 02
Lube Oil Complex II, terdiri dari:
Unit 021 : High Vacuum Unit (HVU) II
Unit 022 : Propane Deasphalting Unit (PDU) II
Unit 023 : Furfural Extraction Unit (FEU) II
Unit 024 : Methyl Ethyl Ketone (MEK) Dewaxing Unit (MDU) II
Unit 025 : Hot Oil System II
e. Area 30
Area Tangki BBM, terdiri dari:
Unit 31 : Tangki-tangki Gasoline dan Vessel penambahan TEL FOC I dan
Platformer Feed Tank
Unit 32 : Tangki-tangki Kerosene dan AH Unibon Feed Tank
Unit 33 : Tangki-tangki Automotive Diesel Unit
Unit 34 : Tangki-tangki Industrial Fuel Oil

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 17
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Unit 35 : Tangki-tangki Komponen IFO dan HVU Feed


Unit 36 : Tangki-tangki Mogas, Heavy Naphta dan penambahan TEL FOC II
Unit 37 : Tangki-tangki LSWR dan IFO
Unit 38 : Tangki-tangki ALC, BLC, ILC sebagai feed FOC I
Unit 39 : Tangki-tangki paraxylene dan benzene
f. Area 40
Area Tangki Non-BBM, terdiri dari:
Unit 41 : Tangki-tangki Lube Oil
Unit 42 : Tangki-tangki Bitumen
Unit 43 : Tangki-tangki Long Residu
Unit 44 : Gasoline Station, Bengkel, Gudang, Pool alat berat
Unit 45 : Tangki-tangki Feed FOC II
Unit 46 : Tangki-tangki Mixed LPG
Unit 47 : Flare System
Unit 48 : Drum Plant, Pengisian Asphalt
g. Area 50
Utilities Complex I, terdiri dari:
Unit 51 : Pembangkit tenaga Listrik
Unit 52 : Steam Generator Unit
Unit 53 : Cooling Water System
Unit 54 : Unit Pengolahan Air
Unit 55 : Fire Water System Unit
Unit 56 : Unit Sistem Udara Tekan
Unit 57 : Unit Sistem Pengadaan Bahan Bakar Gas dan Minyak
h. Area 05
Utilities Complex II, terdiri dari:
Unit 051 : Pembangkit Tenaga Listrik
Unit 052 : Steam Generator Unit
Unit 053 : Cooling Water System
Unit 054 : Unit Pengolahan Air
Unit 055 : Fire Water System Unit

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 18
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Unit 056 : Unit Sistem Udara Tekan


Unit 057 : Unit Distribusi Bahan Bakar Cair dan Gas
i. Area 60
Jaringan Oil Movement dan Perpipaan, terdiri atas:
Unit 61 : Jaringan pipa dari dan ke terminal minyak Area 70
Unit 62 : Cross Country Pipeline
Unit 63 : Stasiun Pompa Air Sungai
Unit 64 : Dermaga Pengapalan Bitumen dan Lube Oil, LPG, dan Paraxylene
Unit 66 : Tangki-tangki Balast dan Bunker
Unit 67 : Dermaga Pengapalan Bitumen dan Lube Oil, LPG, dan Paraxylene
Unit 68 : Dermaga Pengapalan LPG
j. Area 70
Terminal Minyak Mentah dan Produk, terdiri atas:
Unit 71 : Tangki-tangi Minyak Mentah FOC II dan Bunker
Unit 72 : Crude Island Board, di sebelah utara pantai pulau Nusakambangan
Unit 73 : Terdiri atas tiga buah dermaga untuk pengapalan minyak putih dan
minyak hitam, juga fasilitas penerimaan crude oil
k. Area 80
Kilang Paraxylene, tediri dari:
Unit 81 : Nitrogen Plant Unit
Unit 82 : Naphta Hydrotreater
Unit 84 : CCR Platformer Unit
Unit 85 : Sulfolane Unit
Unit 86 : Tatoray Unit
Unit 87 : Xylene Fractionation Unit
Unit 88 : Parex Unit
Unit 89 : Isomar Unit
l. Area 90
LPG Recovery & Sulphur Recoery Unit, terdiri atas:
Unit 90 : Utility
Unit 91 : Gas treating Unit
Unit 92 : LPG Recovery

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 19
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Unit 93 : Sulfur Recovery


Unit 94 : Tail Gas Unit
Unit 95 : Refrigerant
m. Area 200
Lube Oil Complex III, terdiri dari:
Unit 220 : Propane Deasphalting Unit (PDU)
Unit 240 : Metyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit (MDU)
Unit 260 : Hydro Treating Unit / Redistiling Unit (HTU/RDU)
Unit 041 : Pump Station and Storage Tank
n. Area 500
Utilities II A, terdiri dari:
Unit 510 : Pembangkit Tenaga Listrik
Unit 520 : Steam Generator Unit
Unit 530 : Cooling Water System
Unit 560 : Unit Sistem Udara Tekan

I.4. Bahan Baku dan Produk


I.4.
Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina RU IV bermacam-macam. Selain
BBM, dihasilkan juga lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan asphalt. Bahan
baku dan produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina msebagai berikut:

I.44.1
I. .1.. Kilang Lama
I.44.1.1
I. .1.1.. Fuel Oil Complex (FOC) I
Bahan baku : ● Arabian Light Crude (ALC)
● Basrah Light Crude (BLC)
● Iranian Light Crude (IRC)
Produk : ● Refinery fuel Gas
● Kerosene/Avtur
● Gasoline/Premium
● Solar/Automatic Diesel Oil
● Industrial Diesel Oil
● Industrial Fuel Oil

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 20
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.44.1.2
I. .1.2.. Lube Oil Complex (LOC) I
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 60
● Slack wax
● Minarex A dan B
● HVI 95
● Propane Asphalt
1.4 .2
.2.. Kilang Baru
.4.2
I.44.2.1
I. .2.1.. Fuel Oil Complex (FOC) II
Bahan baku : ● Arjuna Crude (80% Volume)
● Attaka Crude (20% Volume)
Produk : ● LPG
● Naphta
● HDO/LDO
● Propane
● Minarex H
● Slack wax
● Propane Asphalt
I.44.2.2
I. .2.2.. Lube Oil Complex (LOC) II
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 650
● Minarex H
● Propane Asphalt
● Slack wax
I.44.3
I. .3.. Kilang Paraxylene
Bahan baku : ● Naphta
Produk : ● Paraxylene
● Benzene
● LPG
● Raffinate
● Heavy Aromate
● Toluene

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 21
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

I.44.4
I. .4.. Lube Oil Complex (LOC) III
Bahan baku : ● Residue FOC I
Produk : ● HVI 95
● HVI 160S
● HVI 650
● Propane Asphalt
● Minarex B
● Slack wax
I.44.5
I. .5.. LPG dan SRU
Bahan baku : ● Off gas dari Unit FOC I, FOC II, LOC III
Produk : ● LPG (C3 dan C4)
● Kondensat (C5)
● Sulfur

I.5. Spesifikasi Produk


I.5.
I.55.1. Bahan Bakar Minyak
I.
a. Premium
Tabel I. 11
11.. Spesifikasi Premium
I.11
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM Others
Knock Rating Research 88 - D-2699
Oktan Number RON
T.E.L content, gr/lt - 0.3 D-3341
D-5059
Distillation
• 10% vol. evap. To °C - 74
• 50% vol. evap. To °C - 125 *)
• 90% vol. evap. To °C 88 180
R.V.P at 37.8 °C psi - 9.0 *) D-232
Exsistent Gum mg/100 mL - 4 D-381
Indction period min 240 - D-525
Sulphur content %wt - 0.0 D-1266
Copper Strip Corrosion 3 - No.1 D-130
hrs/122 °C
Doctor testor Negative IP 30
Color Yellow
Dye content : gr/100 lt 0.113
Odour Marketable

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 22
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

b. Kerosene
I.112. Spesifikasi Kerosene
Tabel I.
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 0.835 D-1298
60/60°C
Color Livibond 18” 2.5 IP 7
cell
Color Saybolt 9 D-156
Smoke Point mm 16*) D-1322
Char Value mm/kg 40 IP 10
Destination
• Recovery at 2000°C %vol 18 310 D-86
• End Point °C
Flash point °F 100
Alternative Flash °F 105
Point TAG
Sulphur Content %wt 0.2 D-2166
Copper Strip No.1 D-130
Corrosion (3hrs/50°C)
Odour Marketable

c. Minyak Diesel
Tabel I.13
13.. Spesifikasi Minyak Diesel
I.13
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at 0.84 0.92 D-1298
60/60°C
Viscosity Redwood 35 45 D-445*) IP 70
1/100°C
Sulphur Content mm 1.5 D-
1551/1552
Conradson Carbon mm/kg 10 D-198
Residue
Water Content %vol 0.25 D-95
Sediment %wt 0.02 D-473
Ash : %wt 0.02 D-482
Netralization Value :
• Strong Acid mg Nil
Number KOH/gr
Flash Point P.M.c.c 150 - D-93
Colour ASTM 6 - D-1500 IP 30

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 23
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

d. Minyak Bakar
Tabel I. 14
14.. Spesifikasi Minyak Bakar
I.14
Limits Test methods
Properties Unit
Min Max ASTM Others
Specific Gravity at - 0.99 D-1298
60/60°C
Viscosity Redwood Secs 400 1250 D-445*) IP 70
1/100°C
Pour Point °F - 80 D-97
Colourific Value BTU/lb 18000 - D-240
Gross
Sulphur Content %vol - 3.5 D-1551/
1552
Water Content %vol - 0.75 D-95
Sediment %wt - 0.15 D-473
Netralization Value :
mg
• Strong Acid - Nil
KOH/gr
Number
Flash Point P.M.c.c °F 150 - D-93
Conradson carbon %wt - 14 D-189
Residue

e. Minyak Solar
Tabel I. 15
15.. Spesifikasi Minyak Solar
I.15
Limits Test methods
Unit
Min Max ASTM Others
Angka Setana 45 - D-613
Indeks Setana 48 - D-4737
Berat jenis pada kg/m3 815 870 D-1298/
150°C D4737
Viskositas pada mm2/sec 2.0 5.0 D-445
400°C
Kandungan Sulfur %m/m - 0.35 D-1552
Distilasi : T95 °C - 370 D-86
Titik Nyala °C 60 - D-93
Titik Tuang °C - 18 D-97
Karbon Residu Merit - Kelas I D-4530
Kandungan Air mg/kg - 500 D-1744
Biological Growth - Nihil Nihil
Kandungan FAME %v/v - 10
Kandungan Metanol %v/v Tak Terdeteksi
dan Etanol
Kandungan Bilah Merit - Kelas I D-4815
Tembaga
Kandungan Abu %m/m - 0.01 D-130
Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002
Universitas Gadjah Mada 24
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Kandungan %m/m - 0.01 D-482


Sedimen
Bilangan Asam mg - 0 D-473
Kuat KOH/gr
Bilangan Asam mg - 0.6 D-664
Total KOH/gr
Partikulat mg/L - - D-664
Penampilan Visual - Jernih dan Terang
Warna No.ASTM - 3.0 D-1500

I.55.2
I. .2.. Bahan Bakar Khusus
1. Aviation Gasoline (avgas)
Aviation Gasoline (avgas) adalah bahan bakar dari pecahan minyak
bumi, dan dibuat untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi), pada
pesawat yang menggunakn mesin pembakaran internal (internal
combustion engine), mesin piston atau mesin reciprocating dengan
pengapian bunga api (spark ignition).
2. Aviation Turbin fuel (avtur)
Aviation turbin fuel (avtur) adalah bahan bakar yang berasal dari
pecahan minyak bumi, dibut untuk bahan bakar transportasi udara (aviasi)
pada pesawat yang memiliki mesin turbin atau mesin pembakaran eksternal.
3. Pertamax
Pertamax adalah motor gasoline tanpa timbal dengan kandungan
aditif lengkap generasi mutakhir yang akan membersihkan Intake Valve
Port Fuel Injector dan ruang Bakar dari karbon deposit dan mempunyai
RON 92 (Research Octane Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan
berbahan bakar mesin dengan perbandingan kompresi tinggi.
4. Pertamax Plus
Pertamax Plus merupakan bahan bakar superior Pertamina dengan
kandungan energi tinggi dan ramah lingkungan, diproduksi menggunakan
bahan baku pilihan berkualitas tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula
terhadap produk Pertamina sebelumnya.
5. Pertamnia Dex
Pertamina Dex merupakan bahan bakar mesin diesel modern yang
telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 25
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

angka performa tinggi dengan cetane 53 keatas (HSD mempunyai cetane


number 45), memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah
300 ppm.
6. Biosolar
Biosolar merupakan blending antara minyak solar dan minyak
nabati hasil bumi dalam negeri yang sudah diproses transesterifikasi
menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME).

I.55.3. Produk-Produk Gas


I.
1. Vigas
Vigas adalah merek dagag PT Pertamina untuk bahan bakar LGV
(Liquified Gas for Vehicle) yang diformulasikan untuk kendaraan bermotor
terdiri dari campuran propane (C3) dan butane (C4) yang spesifikasi nya
disesuaikan untuk keperluan mesin kendaraan bermotor sesuai dengan SK
Dirjen Migas No.2527.K/24/DJM/2007.
2. Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas adalah gas bumi yang telah dimurnikan, ramah
lingkungan, bersih, handal, murah, dan digunakan sebagai bahan bakar
alternatif kendaraan, bermotor. Komposisi BBG sebagian besar terdiri dari
gas metana dan etana lebih kurang 90% dan selebihnya adalah gas propana,
butana nitrogen dan korbondioksida.
3. Liqufied Petroleum Gas (LPG)
Liquified Peroleum Gas adalah produk gas ringan dihasilkan dari
penyulingan minyak bumi atau juaga dihasilkan dari pengembunan gas
alam di Kilang LPG Refinery Unit.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 26
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel I. 16
16.. LP Mix Spesification
I.16
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 120 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol 0.2
• C3 dan C4 %vol 97.5
• C5 dan heavier %vol 2.0
Ethyl or buthyl mL/1000
AG
Mercaptan Added

Tabel I. 17
17.. LP Propane Spesification
I.17
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol
• C3 dan C4 %vol 95
• C5 dan heavier %vol 2.5
Ethyl or buthyl mL/1000 50
AG
Mercaptan Added

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 27
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel I. 18
18.. LP Butane Spesification
I.18
Limits Test methods
Properties
Min Max ASTM
Specific Gravity at 60/60°F To be reported D-1657
Vapor Pressure 100°F, psig - 210 D-1267
Weathering Test 36 °F, %v 95 - D-1837
Copper Corrosion 1 hour/ - ASTM No.1 D-1838
100°F
Total sulfur gr/100 cuft - 15 D-784
Water content No free water Visual
Composition : D-2163
• C1 %vol
• C3 dan C4 %vol 97.5
• C5 dan heavier %vol Nil 2.5
Ethyl or buthyl mL/1000 50
AG
Mercaptan Added

I.55.4. Non BBM


I.
1. Aspal
Aspal PT Pertamina memiliki kapasitas produksi 650.000 ton/tahun
diproduksi dalam 2 grade yaitu Penetrasi 60/70 dan Penetrasi 80/100.
2. Solvent dan Minarex
Di antara jenis solven adalah Minasol, Pertasol, Solven Cemara, Heavy
Aromatic, dll.

I.5. Sarana Penunjang


Dalam kegiatan operasinya, baik kilang BBM, non BBM (NBBM), maupun
Kilang Paraxylene didukung oleh sarana penunjang antara lain :
1. Unit Utilitas berfungsi menyediakan tenaga listrik dan uap, udara instrument,
distribusi fuel gas dan fuel oil serta kebutuhan air bersih, baik untuk keperluan
operasi kilang, perkantoran, perumahan, rumah sakit, dan fasilitas lainnya.
2. Tangki Penimbunan, yang digunakan sebagai penunjang bahan baku minyak
mentah, produk antara, produk akhir, dan air bersih untuk keperluan kilang,
termasuk juga untuk pusat penelitian dan pengembangan.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 28
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

3. Laboratorium yang berfungsi mengontrol spesifikasi dan kualitas, baik minyak


mentah, produk antara, dan produk akhir. Termasuk juga untuk pusat penelitian
dan pengembangan agar produk dapat bersaing di pasaran. Laboratorium ini sejak
tanggal 25 Oktober 2001 telah mendapat sertifikasi SNI 19-17025-2000 dari
Komite Akreditasi Nasional.
4. Bengkel Pemeliharaan berfungsi untuk memperbaiki kerusakan peralatan kilang
dan lainnya bahkan membuat peralatan pengganti. Saat ini bengkel pemeliharaan
juga menjual jasa kepada pihak di luar Pertamina RU IV.
5. Health Safety Environment (HSE) yang berfungsi memantau dan menangani
masalah limbah agar tidak mencemari lingkungan, serta menangani aturan
keselamatan bagi pekerja. Pertmina RU IV beberapa kali memperoleh
penghargaan zero accident dari berbagai pihak. Selain itu, karena penerapan sistem
manajemen lingkungan yang baik, Pertamina RU IV berhasil memperoleh
sertifikat ISO 14001 pada tanggal 10 Desember 2001 yang dikeluarkan oleh PT.
TUV International. HSE RU IV memiliki sarana sebagai berikut :
a. Sour Water Stipper, sarana untuk memisahkan gas-gas beracun dan berbau dari
air bekas proses.
b. Corrugated Plate Interceptor (CPI), yaitu sarana untuk meniadakan dan
memisahkan minyak yang terbawa air buangan.
c. Holding Basin, sarana untuk mengembalikan atau memperbaiki kualitas air
buangan, terutama mengembalikan kandungan oksigen dan menghilangkan
kandungan minyak.
d. Flare, adalah cerobong asap/api untuk meniadakan pencemaran udara
sekeliling.
e. Silencer, sarana untuk mengurangi kebisingan.
f. Fin Fan Cooler, untuk mengurangi penggunaan air sebagai media pendingin
dan mengurangi kemungkinan pencemaran pada air buangan.
g. Groyne, yaitu sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.
6. Pelabuhan Khusus, sebagai sarana penerimaan bahan baku berupa minyak mentah
yang semuanya didatangkan dengan kapal tanker, dan juga sebagai sarana
pendistribusian produk selain melalui fasilitas perpipaan, mobil tangki, dan tangki
kereta api. Pada saat ini, RU IV memiliki fasilitas pelabuhan dengan kapasitas

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 29
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

maksimum 250.000 DWT, yang terdiri dari pelabuhan untuk bongkar muat minyak
mentah, dan memuat produk-produk kilang untuk tujuan domestik maupun
mancanegara.
Tabel I. 19
19.. Jenis-jenis Dermaga
I.19
Jenis Dermaga Jumlah Kapasitas
Crude Island Berth 2 135.000/unit
Area 70 Nusakambangan Strait 3 35.000/unit
Area 60 Sungai Donan
- Jetty I (64) 1 3.000-6.000
- Jetty II (67) 1 3.000-6.000
- Jetty III (68) 1 3.000-6.000
Single Buoy Moring 1 250.000

7. Sistem Informasi dan Komunikasi. Fungsi ini dilengkapi dengan fasilitas komputer
main frame, maupun fasilitas PC untuk mendukung tugas perkantoran. Selain itu,
di instalasi kilang telah dilakukan otomatisasi dengan melengkapi sistem
komputerisasi seperti: DCS, SAP dan lain-lain. Di samping itu, sesuai dengan
perkembangan dunia komunikasi, maka telah dikembangkan pula sarana
komunikasi melalui email, intranet, dan internet. Untuk mempermudah komunikasi,
dipasang radio, public automatic branch exchange (PABX) dan peralatan
elektronik lainnya.
8. Kesejahteraan dan rekreasi, berupa sarana kesejahteraan dan rekreasi untuk
karyawan dan keluarga, meliputi berbagai fasilitas, antara lain:
a. Fasilitas Rumah sakit Pertamina Cilacap.
b. Sarana olahraga/kolam renang.
c. Sarana peribadatan.
d. Balai Pertemuan.
e. Wisma Griya Patra
Akan tetapi sejalan dengan perkembangan perusahaan yang menerapkan
restrukturisasi dan efisiensi, maka beberapa sarana seperti sarana olahraga dan
rekreasi, perwismaan, dan balai pertemuan dialihkelolakan bagi pekerja beserta
keluarga dan dibuka bagi masyarakat luas. Demikian pula sarana rumah sakit yang

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 30
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

selama ini hanya untuk pekerja dan keluarga, telah dinyatakan swadana dan dibuka
untuk umum, sehingga masyarakat luas dapat memanfaatkannya.

I.6. Program Pengembangan Engineering


Program pengembangan engineering di Pertamina RU IV Cilacap adalah
sebagai berikut:
1. Proyek LPG Unit 92 dan Sulfur Recovery Unit 93
2. Revamping Kilang Paraxylene
3. Peningkatan kapasitas produksi paraxylene dan benzene ± 30%
4. Peningkatan kehandalan utilitas
5. Feasibility Study Residue Upgrading
6. Diversifikasi Produk: Minarex, Heavy Aromate, Asphalt, Slack wax, dan lain-lain.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 31
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

BAB II
SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN

Melalui Surat Ketetapan Direktur Utama No. 53/C00000/2008-SO, Pertamina


Unit Pengolahan IV Cilacap (UP IV) berubah namanya menjadi Pertamina Refinery
Unit IV Cilacap. Perubahan ini diharapkan dapat mempercepat transformasi
Pertamina menjadi kilang minyak yang unggul dan menuju perusahaan minyak
bertaraf internasional.

II.1. Visi, Misi dan Motto Pertamina


II.1.1. Visi Pertamina
“Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia”

II.1.2. Misi Pertamina


“Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat”

II.1.3. Visi Pertamina RU IV Cilacap


“Menjadi kilang minyak yang unggul di Asia Tenggara dan kompetitif di Asia
pada tahun 2015”

II.1.4. Misi Pertamina RU IV Cilacap


“Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM, non BBM, dan petrokimia
untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan”, dengan tujuan memuaskan
stakeholder melalui peningkatan kinerja perusahaan secara professional, berstandar
internasional, dan berwawasan lingkungan.

II.1.5. Motto Pertamina


“Sikap jujur, tegakkan disiplin, sadar biaya dan puaskan pelanggan”

II.1.6. Motto Pertamina RU IV Cilacap


“Bekerja dalam kebersamaan untuk keunggulan bersama”

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 32
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II.1.7. Logo dan Slogan PT Pertamina


Rencana perubahan logo sudah dipikirkan sejak 1967 saat setelah terjadinya
krisis pada Pertamina. Namun, program tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
terjadinya adanya perubahan kebijakan (pergantian dewan direksi). Pertimbangan
mendasar diperlukannya pergantian logo ini adalah agar dapat menumbuhkan
semangat baru bagi seluruh karyawan, adanya perubahan corporate culture pada
seluruh pekerja, menimbulkan image yang lebih baik di antara global oil dan gas
companies, serta mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi perubahan-
perubahan yang terjadi, antara lain:
1. Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi Perseroan
2. Perubahan strategi perusahaan dalam menghadapi persaingan pasca PSO serta
semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru.
Pertamina memiliki slogan yaitu SEMANGAT TERBARUKAN, yang berarti
semangat kerja yang benar-benar baru, ide-ide baru, kemampuan berimajinasi, dan
kecepatan berinovasi. Dengan slogan ini diharapkan prilaku dari jajaran pekerja
Pertamina akan berubah menjadi enterpreneur dan customer oriented, terkait dengan
persaingan yang sedang dan akan dihadapi.

Gambar II.1. Logo Baru Pertamina


(Sumber : PT Pertamina, 2011)
Elemen logo merupakan representasi huruf Pertamina yang membentuk anak
panah dengan arah ke kanan. Hal ini berarti PT Pertamina (Persero) bergerak melesat
maju dan progresif. Secara keseluruhan, logo Pertamina menggunakan warna-warna
yang berani. Hal ini menunjukkan langkah besar kedepan yang diambil Pertamina dan
aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Warna-warna
tersebut yaitu:
BIRU: Mencerminkan Handal, Dapat Dipercaya, Dan Bertanggung Jawab.
HIJAU: Mencerminkan Sumber Daya Energi Yang Berwawasan Lingkungan.
MERAH: Keuletan, Ketegasan Dan Keberanian Menghadapi Berbagai Macam
Keadaan.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 33
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II.1.8. Nilai-Nilai Pertamina


Dalam mencapai visi dan misinya, Pertamina berkomitmen untuk menerapkan
tata nilai sebagai berikut:
1. Clean (Bersih)
Dikelola secara professional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi
suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas
tata kelola korporasi yang baik.
2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai
kinerja.
3. Confident (Percaya diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi
BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.
4. Costumer Focused (Fokus pada Pelanggan)
Berorientasi pada pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan memberikan
pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis sehat.
6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang professional dan memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan
pengembangan.

II.2. Sistem Manajemen dan Pengawasan


Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi Perusahaan dan diawasi oleh
suatu Dewan Komisaris/Pemerintah Republik Indonesia. Pelaksanaan kegiatan
Pertamina diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu Lembaga Negara, Pemerintah
maupun dari unsur intern Pertamina sendiri.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 34
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Dewan Direksi Pertamina terdiri dari Direktur Utama, Wakil Direktur Utama
dan lima orang Direktur, yaitu:
1. Direktur Hulu
2. Direktur Pengolahan
3. Direktur Pemasaran dan Niaga
4. Direktur Keuangan
5. Direktur Umum dan SDM
Dan juga terdapat dua (2) pejabat lainnya yaitu:
1. Kepala Satuan Pengawas Intern
2. Sekretaris Perseroan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 35
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Sedangkan untuk struktur organisasi Pertamina RU IV Cilacap adalah sebagai berikut:

Gambar II.2. Struktur Organisasi Pertamina RU IV Cilacap

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 36
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II.3. Sistem Organisasi dan Kepegawaian


Direktur Pengolahan Pertamina membawahi unit-unit pengolahan yang ada di
Indonesia. Kegiatan utama operasi kilang di RU-IV Cilacap adalah:
1. Kilang Minyak (BBM dan Non BBM)
2. Kilang Petrokimia

II.3.1. Sistem Organisasi


Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleh seorang General Manager yang
membawahi:
1. Manager Engineering and Development
2. Manager Legal & General Affairs
3. Manager Health, Safety Environment
4. Manager Procurement
5. Manager Reliability
6. OPI Coordinator
7. Director of Pertamina Hospital (Hirarki ke Pusat)
8. Manager Human Resource Area (Hirarki ke Pusat)
9. IT RU IV Cilacap Area Manager (Hirarki ke Pusat)
10. Manager, Refinery Finance Offsite Support Region III
11. Manager, Marine Region IV
12. Manager, Refinery Internal Audit Cilacap
Sedangkan Manajer Kilang membawahi 5 Manajer, 1 Marine Section Head, yaitu:
1. Manager Production I
2. Manager Production II
3. Manager Ref. Planning & Optimization
4. Manager Maint. Planning & Support
5. Manager Maintenance Execution
6. Manager Turn Arround

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 37
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Dalam melakukan tugas dan kegiatannya kepala bidang dibantu oleh kepala
sub bidang, kepala seksi dan seluruh perangkat operasi di bawahnya.
Menurut susunan struktur organisasi pada gambar II.2, masing-masing bidang
Manajer membawahi beberapa subbidang yang berhubungan dengan pengoperasian
kilang. Struktur dan tugas beberapa bidang dan sub bidang tersebut meliputi:
II.3.1.1. Process Engineering (PE)
Process Engineering merupakan salah satu dari Bidang Engineering. Sub
bidang ini mempunyai tugas antara lain:
1. Memberikan saran ke kilang yang berkaitan dengan trouble shooting, baik diminta
maupun tidak (daily monitoring kilang).
2. Menganalisa dan mengadakan perhitungan performance peralatan operasi secara
periodic.
3. Studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).
4. Pelayanan sampel untuk pihak luar Pertamina.
5. Percobaan bahan kimia yang baru.
6. Studi perencanaan dan pengembangan kilang.
Dalam melaksanakan tugasnya sub bidang Process Engineering dibagi menjadi
enam seksi dan empat staf ahli yaitu:
1. Seksi Bahan Bakar Minyak (BBM)
2. Seksi Non Bahan Bakar Minyak (NBBM)
3. Seksi Perokimia (Petkim)
4. Seksi Sistem dan Kontrol
5. Seksi Energy
6. Seksi Loss
Empat staf ahli terdiri atas :
1. Ahli Bahan Bakar Minyak
2. Ahli Non Bahan Bakar Minyak
3. Ahli Petrokimia
4. Ahli HSE
Di bawah Kepala Seksi adalah para engineer yang dibagi berdasarkan profesi,
jenis unit, dan beban kerja. Kepala seksi bertanggung jawab untuk membimbing para
engineer tersebut.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 38
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II.3.1.2. Health Safety Environment


Di Pertamina UP IV Cilacap terdapat bagian yang menangani keselamatan
kerja, yaitu bagian Health Safety Environment (HSE) yang mempunyai tugas antara
lain :
1. Sebagai advisor body dalam usaha pencegahan kecelakaan kerja, kebakaran/
peledakan dan pencemaran lingkungan.
2. Melaksanakan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran peledakan, dan
pencemaran lingkungan.
3. Melakukan pembinaan aspek HSE kepada pekerja maupun mitra kerja (pihak III)
untuk meningkatkan safety awareness, melalui pelatihan, safety talk, operation
talk, dsb.
4. Kesiapsiagaan sarana dan prasarana serta personil untuk menunjang pelaksanaan,
pencegahan, dan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran peledakan, dan
pencemaran lingkungan.
Dalam melaksanakan tugasnya, HSE dibagi menjadi 3 bagian dengan fungsi
masing-masing termasuk juga dalam usaha penanganan limbah.
1. Fire and Insurance
Bagian ini mempunyai tugas antara lain:
a. Meningkatkan kesiapsiagaan petugas dan peralatan pemadam kebakaran dalam
menghadapi setiap potensi terjadinya kebakaran.
b. Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran.
c. Mencegah dan menanggulangi kebakaran/ledakan, serta bekerja sama dengan
bagian yang bersangkutan.
d. Mengadakan penyelidikan (fire investigation) terhadap setiap kasus terjadinya
kebakaran.
e. Pelaksanaan risk survey dan kegiatan pemantauan terhadap rekomendasi
asuransi.
f. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber bahaya
yang berpotensi terhadap resiko kebakaran.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 39
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

2. Environmental
Bagian ini mempunyai tugas antara lain:
a. Mencegah dan menanggulangi pencemaran di dalam dan di sekitar daerah
operasi PT Pertamina RU IV Cilacap.
b. Pengelolaan dan pemantauan kualitas lingkungan sesuai dengan standar dan
ketentuan perundangan yang berlaku.
c. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, mencakup: pengangkutan,
penyimpanan, pengoperasian, dan pemusnahan.
d. Pengelolaan house keeping dan penghijauan di dalam dan sekitar area kilang.
3. Safety
Fungsi Safety atau Keselamatan Kerja (KK) adalah Merencanakan, mengatur,
menganalisa dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja guna tercapai kondisi kerja yang aman, sesuai norma-
norma kesehatan untuk menghindarkan kerugian Perusahaan.
Tanggung jawab bidang tugasnya adalah:
a. Penyelenggaraan kegiatan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja guna mencapai kondisi operasi yang aman sesuai norma-norma
keselamatan.
b. Penyelenggaraan kegiatan penanggulangan kecelakaan dan yang
mengakibatkan kerusakan peralatan guna meminimalkan kerugian Perusahaan.
c. Penyelenggaraan usaha pembinaan/pelatihan, administrasi untuk meningkatkan
sistem dan prosedur keselamatan kerja.
4. Occupational Health
Fungsi dari Occupational Health adalah menangani hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh unit ini meliputi:
a. Mengukur, memantau, merekomendasi pengendalian bahaya lingkungan kerja
industri mulai dari faktor kimia (gas,debu), fisika (bising, getaran, radiasi,
iluminasi), biologi (serangga,tikus, binatang buas), dan ergonomi.
b. Melakukan penyuluhan dan bimbingan tentang health talk.
c. Pengelolaan kotak P3K.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 40
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

d. Inspeksi dan rekomendasi sanitasi lingkungan kerja bermasalah.


e. Pemantauan, perawatan alat HSE serta maintenance alat ukur hazard.
II.3.2. Sistem Kepegawaian
Dalam Kegiatan sehari-hari, Pertamina mempunyai pekerja-pekerja di
lingkungannya. Secara garis besar pekerja Pertamina dibagi menjadi:
1. Pegawai Pembina : golongan 2 ke atas
2. Pegawai Utama : golongan 5-3
3. Pegawai Madya : golongan 9-6
4. Pegawai Biasa : golongan 16-10
Dengan Pembagian jam kerja sebagai berikut:
1. Pekerja Harian:
Untuk pekerja harian bekerja selama 40 jam kerja setiap minggu dengan perincian
sebagai berikut:
Hari Senin – Jumat : 07.00 – 15.30
Istirahat ; Senin – kamis : 11.30 – 12.00
Jumat : 11.30 – 13.00
2. Pekerja Shift:
Untuk pekerja Shift bekerja dengan sistem 3:1, artinya 3 hari kerja dan 1 hari libur.
Periode tersebut berjalan secara bergantian dari Shift pagi, sore dan malam
dengan jam kerja sebagai berikut:
Untuk pekerja operasi:
Shift pagi : 08.00 - 16.00
Shift sore : 16.00 - 24.00
Shift malam : 00.00 - 08.00
Untuk pekerja security:
Shift pagi : 06.00 – 14.00
Shift sore : 14.00 – 22.00
Shift malam : 22.00 – 06.00

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 41
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II.4. Fasilitas dan Kesejahteraan


Fasilitas untuk kesejahteraan pegawai yang tersedia di Pertamina Refinery Unit
IV Cilacap adalah:
1. Perumahan
Pertamina RU IV Cilacap memiliki tiga lokasi kompleks. Lokasi perumahan
tersebut adalah:
- Perumahan Gunung Simping,
- Perumahan Lomanis, Donan,
- Perumahan Tegal Katilayu,
- Untuk tamu disediakan Griya Patra dan Mess No.39 dan No.40 di Perumahan
Gunung Simping.
2. Sarana Kesehatan, meliputi:
- Klinik darurat, terletak di kilang sebagai sarana pertologan pertama pada
kecelakaan kerja.
- Rumah Sakit Pertamina Cilacap Swadana (RSPCS), terletak di komplek Tegal
Katilayu yang juga melayani kesehatan bagi masyarakat umum.
3. Sarana Pendidikan
Untuk meningkatkan kemampuan dan karir, Pertamina juga memberikan
kesempatan bagi pekerjanya untuk merngikuti pendidikan ataupun pelatihan.
Selain itu bagi anak-anak pekerjanya, disediakan TK dan SD, dan terbuka juga
untuk umum.
4. Sarana Rekreasi dan Olah Raga
Terdapat 2 gedung pertemuan dan rekreasi yang dimiliki oleh Pertamina RU IV
Cilacap:
- Patra Graha
- Patra Ria
Selain itu, tersedia juga sarana olah raga, diantaranya:
- Lapangan sepak bola
- Lapangan bola volley dan basket
- Lapangan bulu tangkis dan tenis
- Kolam renang
- Arena bowling

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 42
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

5. Sarana Perhubungan dan Telekomunikasi


Komplek perumahan, kantor dan lokasi kilang Pertamina RU IV Cilacap
dilengkapi dengan pesawat telepon sebagai alat komunikasi. Mobil dinas
disediakan sebagai alat transportasi bagi staf senior yang dapat digunakan bagi
kegiatan operasional. Serta disediakan beberapa bus sebagai sarana bagi para
pekerja, tamu maupun alat transportasi bagi para anak pekerja ke sekolah.
6. Perlengkapan Kerja
Untuk perangkat kerja dan keselamatan kerja bagi setiap pekerja, pihak Pertamina
menyediakan pakaian seragam, sedangkan para pekerja yang terkait langsung
dengan operasi diberikan safety shoes, ear plug, gloves, masker dan jas hujan. Bagi
para tamu juga disediakan pinjaman topi keselamatan.
7. Keuangan dan cuti
Finansial yang diberikan pada setiap pekerja terdiri dari:
- Gaji setiap bulan sesuai dengan pangkat dan golongan,
- Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang cuti tahunan,
- Premi shift bagi pekerja shift.
Untuk pekerja yang sudah pensiun, menerima uang pensiun setiap bulannya.
Untuk keperluan cuti, bagi setiap pekerja mendapat kesempatan cuti selama 12
hari kerja setiap tahunnya dan setiap 3 tahun mendapat cuti besar selama 26 hari
kerja.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 43
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

BAB III
ORIENTASI UMUM

III.1. Fuel oil Complex (FOC) I


Fuel oil Complex (FOC) I dibangun pada tahun 1974 dan selesai pada tahun
1976. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM),
sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc, dibantu oleh beberapa sub
kontraktor Indonesia dan asing. Pada awalnya, FOC I dirancang untuk mengolah
minyak mentah jenis Arabian Light Crude (ALC) dengan kapasitas pengolahan
100.000 barrel per hari. Setelah Debottlenecking Project, FOC I memiliki kapasitas
pengolahn 118.000 barrel per hari atau 16.094 TPSD dan juga digunakan mengolah
minyak mentah jenis Basrah Light Crude (BLC) dan Iranian Light Crude (ILC).
Fuel Oil Complex (FOC) I yang terletak di area 10 terdiri dari unit-unit proses
sebagai berikut:
III.1.1. Unit 11: Crude Distilling Unit (CDU)
CDU dirancang untuk mengolah 16.094 ton/hari atau 118000 BPSD ALC, atau
BLC atau ILC. Karakteristik umpan adalah sebagai berikut:

Tabel III.1 Karakteristik Umpan


Jenis Crude Kandungan Titik Didih (°C) Yield Berat (%)
Light Tops <150 16.8
Kerosene 150-250 13.2
Light Gas Oil (LGO) 250-300 8.4
Heavy Gas Oil (HGO) 300-350 17.6
ALC
Long Residue >350 44
wax 3
Sulphur 1.88
Garam (NaCl) 30 mg/L

Chemical injection yang digunakan dalam unit adalah soda kaustik (NaOH),
ammonia (NH3), dan demulsifier.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 44
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Crude dipompa dari tangki menuju kolom distilasi, melalui jaringan penukar
panas (digunakan untuk mengurangi beban furnace) dengan memanaskan crude
dengan arus panas dari produk kolom. Jaringan penukar panas ini dilengkapi dengan
desalter untuk mengurangi kadar garam dalam crude. Kemudian crude dipompa dari
tangki menuju pre-flash column, di mana uap fraksi ringan terpisah dengan fraksi
beratnya.
Crude terpisah menjadi lima fraksi, yaitu produk atas (yang terdiri dari
naphta dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan Long Residue sebagai produk
bawah. Cairan yang bergerak ke bawah dilucuti dengan steam untuk mengambil
produk atas yang terbawa arus itu. Sebagian fraksi naphta, kerosene, dan LGO
dikembalikan lagi ke kolom sebagai refluks.
Produk naphta dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit Naphta
Hydotreater (NHT) yang selanjutnya digunakan sebagai umpan Platformer. Produk
kerosene diumpankan ke Merox Unit, sedangkan LGO diumpankan ke Hydro
Desulphurizer Unit (HDS). Long Residu dikirim ke storage untuk diolah kembali di
Lube Oil Complex (LOC).

III.1.2. Unit 12: Naphta Hydrotreater Unit (NHT)


Naphta Hydrotreater Unit berfungsi untuk mengolah hasil puncak crude
distiller dengan kapasitas 25.600 BPSD atau 2.805 ton/hari. Produk dari unit ini
digunakan sebagai umpan platformer (fraksi 60-150°C). Katalis yang digunakan
adalah Cobalt Molebdenum dengan jenis Alumina “Extrude”. Proses yang digunakan
dalam unit ini adalah “Shell Vapour Phase Hydrotreating”.
Dalam Naphta Hydrotreater Unit terjadi penghilangan sulfur, oksigen dan
nitrogen yang bisa meracuni katalis pada unit Platformer. Sulfur yang biasanya
berbentuk thioles, mercaptan, dan sulfide yang terdapat dalam naphta ini. Sulfur
direaksikan dengan hydrogen agar dihasilkan dihasilkan hydrogen sulfide dengan cara
katalitik agar mudah dipisahkan dengan hidrokarbon.

III.1.3. Unit 13: Hydro Desulhurizer (HDS)


Hydrotreating Unit berfungsi menghilangkan mercaptan pada LGO dan HGO
dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen secara katalitik sehingga diperoleh

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 45
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Hidrogen disulfide yang mudah dipisahkan dari hidrokarbon. Hidrogen disulfide


yang terbentuk dipisahkan dengan separator sedangkan cairannya dilucuti dengan
steam, lalu dikeringkan secara vakum dengan ejector. Proses yang digunakan adalah
“Shell-Trickle Hydrodesulphurization Process”.

III.1.4. Unit 14: Platformer


Sebelum masuk unit Platformer, naphta dikurangi kandungan sulfur sampai
0,4 wt ppm di unit Naphta Hydrotreater. Platformer berfungsi untuk menaikkan
bilangan oktan naphtha dari Naphta Hydrotreater Unit. Unit ini mempunyai kapasitas
pengolahan sebesar 14.300 BPSD atau 1.650 ton/hari. Dalam unit ini naphta
dikonversikan dengan bantuan katalis. Reaksi yang terjadi antara lain:
• Dehydrogenation, pengambilan hidrogen dari naphtha untuk membentuk senyawa
aromatis.
• Hydrocracking, pemecahan molekul parafin rantai panjang menjadi parafin pendek.
• Isomerisasi, reaksi pembentukan molekul dengan jumlah atom C yang sama tetapi
dengan struktur molekul yang berbeda.
• Siklisasi, perubahan senyawa hidrokarbon parafinik menjadi senyawa hidrokarbon
naftenik.
• Desulfurisasi, reaksi senyawa yang mengandung sulfur dengan hidrogen
menghasilkan H2S.

III.I.5. Unit 15: PropaneManufacturing Unit


Unit ini berfungsi memisahkan LPG dari Unit Platformer menjadi propane dan
fuel gas, jadi tidak memproduksi LPG untuk dipasarkan. Kapasitas unit ini sebesar 7
ton/hari, dengan dua kali produksi dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar Lube Oil
Complex dalam satu bulan.

III.1.6. Unit 16: Merox Treater Unit


Merox Treater Unit berfungsi untuk mengolah kerosene sehingga didapatkan
kerosene dengan smoke point dengan spesifikasi tertentu. Salah satu cara adalah
dengan menginjeksikan Anti Static Additive (ASA) selama pengaliran ke penimbunan.
Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 16.900 BPSD atau 2.119 ton/hari.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 46
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Pada unit ini terjadi proses pemisahan mercaptan yang korosif dan kerosene
dengan cara mengubah mercaptan menjadi disulfida yang tidak korosif dengan cara
oksidasi katalitik, yaitu dengan menginjeksikan udara ke dalam reaktor. Proses ini
menggunakan katalis “Iron Group Metal Chelate” dalam suasana basa. Proses ini
bertujuan untuk menghasilkan kerosene yang memenuhi spesifikasi aviation turbine
fuel (avtur).

III.1.7. Unit 17: Sour Water Stripper Unit


Unit ini berfungsi mengolah 733 ton/hari sour water dengan kandungan H2S
sebesar 0,7 ton/hari dan kandungan NH3 sebesar 0,16 ton/hari. Bahan pendukung yang
digunakan adalah packing berupa Ceramics Intallox Sadle 2.

III.1.8. Unit 18: N2 Plant Unit


Produk dari unit ini adalah nitrogen dengan kemurnian tinggi yang didapat dari
hasil pemisahan nitrogen dengan udara. Produk nitrogen ini selanjutnya dapat
digunakan untuk proses purging dan blanketing. Kapasitas produksi nitrogen gas
adalah 100 Nm3/jam sedangkan kapasitas produksi nitrogen cair 65 Nm3/jam.
Kandungan O2 pada nitrogen produk dibatasi sampai <10 ppm.

III.1.9. Unit 19: Contaminant Removal Process Unit


Unit CRP ini berfungsi untuk menghilangkan kontaminan berupa Hg dan
Arsen. Kandungan Hg dalam hidrokarbon terbentuk sebagai elemental sulfur dalam
senyawa organik dan anorganik maupun sebagai padatan, umumnya mudah menguap
sehingga bila gas alam atau crude oil difraksinasi, kandungan Hg sering terkonsentrasi
pada fraksi-fraksi ringan terutama naphtha dan fraksi-fraksi yang lebih ringan lainnya.
Proses pengambilan Hg dan Arsen terdiri dari dua seksi:
• Seksi Reaktor
Terdiri dari sebuah reaktor, pemanas umpan dan penukar panas produk dengan
umpan. Umpan berupa kondensat gas alam, untreated naphtha atau campuran dari
kondensat dan naphtha. Dalam reaktor, senyawa ionik dan anorganik Hg
dikonversikan menjadi elemen Hg.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 47
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Seksi Absorber
Untuk menghilangkan elemental Hg yang berasal dari seksi reaktor dan senyawa
arsenik ringan yang terkandung dalam umpan absorber.

III.2. Lube Oil Complex (LOC) I


LOC I ini pada awalnya memproduksi hasil utama lube base dan hasil
samping berupa aspal dan Minarex-B dengan kapasitas total 80.000 ton/tahun untuk 4
grade lube oil base. Dengan selesainya Debottlenecking Project maka pada operasinya,
LOC I mengalami perubahan khususnya untuk HVU I kapasitasnya menjadi 2.574
ton/hari (115%). Sedangkan fungsi atau tugas LOC I antara lain:
• Menghasilkan 2 grade lube oil, yaitu HVI 60 (paraffinic 60) dan HVI 100
(Parafinic 100)
• Menghasilkan atau menyediakan umpan untuk FEU II di LOC II
• Menghasilkan aspal dan Minarex-A dan Minarex-B
Unit-unit yang terdapat di LOC I terdiri dari:
III.2.1. Unit 21: High Vacuum Unit
High Vacuum Unit (HVU) ini mengolah long residue dari CDU I untuk
menghasilkan distilat yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi bahan dasar
minyak pelumas. Hasil dari High Vacuum Unit (HVU) adalah:
a. Spindle Oil (SPO)
b. Light Machine Oil (LMO)
c. Medium Machine Oil (MMO)
d. Short Residue
e. Hasil lainnya, yaitu berupa VGO, LMMO, dan black oil yang semuanya digunakan
untuk blending fuel oil. Kapasitas dari unit ini 2.574 ton/hari.
Proses yang dipakai menggunakan distilasi vakum. Hasil SPO dengan viskositas 13-14
cst dan LMO dengan viskositas 59-92 cst dikirim ke LOC II sebagai umpan FEU II.

III.2.2. Unit 22: Propane Deasphalting Unit (PDU)


Propane Deasphalting Unit (PDU) berfungsi untuk menghilangkan asphalt
dari short residue sebelum diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas.
Kapasitas dari unit ini adalah mengolah short residue dari bottom product HVU

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 48
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

sebesar 523 ton/hari. Hasil dari unit ini adalah deasphalted dan asphalt. Hasil DAO ini
digunakan untuk umpan pada FEU II. Proses yang digunakan adalah ekstraksi dengan
pelarut propane.

III.2.3. Unit 23: Furfural Extraction Unit (FEU)


Furfural Extraction Unit (FEU) berfungsi untuk menghilangkan senyawa-
senyawa aromatic dari distilat hasil proses HVU, DAO, dan PDU. Proses yang
digunakan adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut furfural yang berdaya larut
terhadap senyawa aromat, rafinat diolah di MDU menjadi bahan minyak pelumas
sedangkan ekstraknya digunakan sebagai fuel oil component. Hasil dari unit ini adalah
waxy raffinate dengan viskositas yang tinggi. Khusus untuk umpan LMO distilat,
ekstraknya dapat dipasarkan sebagai Minarex-B. Kapasitas FEU tergantung jenis
umpan yang diolah seperti yang dapat dilihat pada tabel:

Tabel III.2. Kapasitas Umpan yang Diolah di FEU


Stream SPO LMO MMO DAO
Feed Intake (ton/hari) 555 515 573 478
Solvent Ratio 2.2 4.2 3.5 4.5
Raffinate Output (%) 60 60 45 58
Extract output (%) 40 40 55 42
(Pertamina, 1997)
Dengan adanya proyek Debottlenecking, saat ini pengolahan yang dilakukan di FEU I
hanya ada dua grade umpan, yaitu SPO distilat dan LMO distilat.

III.2.4. Unit 24: Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit (MDU)


Unit ini berfungsi menghilangkan wax (lilin) dari rafinat hasil FEU, dengan
cara pendinginan rafinat sampai wax mengkristal dan dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Tujuan menghilangkan wax adalah agar minyak pelumas yang terbentuk
mempunyai titik tuang (pour point) yang memenuhi syarat (rendah). Sebelum
pendinginan, terlebih dahulu umpan ditambahkan solvent agar pendinginan dan
penyaringan dapat lebih mudah. Pelarut yang digunakan adalah campuran antara
methyl ethyl ketone dengan toluene dengan perbandingan 52:48. Kapasitas dari unit ini
tergantung dari umpan yang diolah. Kapasitas umpan MEK dapat dilihat dalam Tabel
III.3.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 49
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel III.3. Kapasitas Umpan MEK De wax


Dewax ing Unit
waxing
Stream HVI 60 HVI 95 HVI 160 HVI 650
Dewaxing Oil (ton/hari) 264 298 283 213
Feed Intake (ton/hari) 339 372 377 266
Slack Oil (ton/hari) 339-264 372-298 377-283 266-213
(Pertamina, 1997)
III.2.5. Unit 25: Hot Oil System Unit
Unit ini berfungsi sebagai penghasil panas untuk disalurkan pada unit-unit
tersebut di atas, yaitu untuk menguapkan solvent pada seksi recovery. Sistem ini
beroperasi secara kontinyu dalam suatu sirkulasi tertutup dengan penambahan (make
up) yang secara kontinyu pula, sistem ini menggunakan SPO hasil HVU.

III.3. Fuel Oil Complex II (FOC II)


Fuel Oil Complex II merupakan perluasan dari kilang dan dirancang untuk
mengolah minyak mentah (80% Arjuna dan 20% Attaka) dari dalam negeri dengan
kandungan sulfur yang lebih rendah dibanding minyak mentah dari luar negeri. Unit
ini terletak pada area 01. Kilang ini memiliki kapasitas produksi sebesar 218.000
barrel/hari. Seiring dengan berbagai perkembangan yang terjadi di kilang ini maka
FOC II sekarang dapat mengolah bermacam-macam crude seperti Katapa Crude,
Sumatra Light Crude, Arimbi Crude, Duri Crude dan lain lain dimana komposisi
crude tersebut diatur agar mendekati komposisi Arjuna-Attaka Crude. Kilang ini
dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) dan menara distilasinya berukuran 80 m,
diameter 10 m dengan jumlah tray 53 buah. Komposisi umpan crude oil di FOC II
dapat dilihat dalam Tabel III.4.

Tabel III.4. Komposisi Crude Oil di FOC II


Jenis Crude % Volume BPSD
Arjuna 55,6 127.000
Attaka 13,9 31.970
Arun Condensate 12,2 28.060
Minas 18,3 42.000

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 50
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Fuel G as
LPG Rec. LPG

L ight N apht ha
Stabilizer

NHT II Platformer II G asoline


H eavy N aphtha

K erosene
Cocktail CDU
A H U nibon
C rude II
LDO A vtur
A D O /I D O
HDO
Naphtha
Merox II
Visbreaker TDHT

I F O /M F O
LSW R

Gambar III.1. Diagram Blok FOC II

1. Unit 011: Crude Distilling Unit


Crude Distilling Unit ini berfungsi sebagai pemisah awal untuk minyak
mentah agar diperoleh fraksi-fraksi minyak untuk dioleh lebih lanjut. Pada unit ini
dilengkapi dengan desalter yang berfungsi untuk menghilangkan kadar garam.
Unit ini dirancang untuk mengolah 230.000 barel/hari minyak mentah domestik.
Produk Crude Distilling Unit adalah:
a. Refinery gas dengan boiling range < 30oC yang dominan mengandung C1
dan C2 untuk dipakai sebagai bahan bakar dapur pabrik-pabrik yang ada di
kilang Pertamina UP IV Cilacap, dengan jumlah 0,02% crude feed.
b. Liquid Petrolum Gas dengan boiling range < 30ºC yang fraksinya sebagian
besar terdiri dari C3 dan C4 untuk langsung dikirim ke tangki penampungan
dengan jumlah sekitar 2,53% dari crude feed.
c. Light Naphta dengan boiling range 30 – 80oC. Produk ini setelah keluar dari
pengolahan tingkat I (CDU II) tidak membutuhkan lagi pengolahan tingkat II
karena sudah memenuhi persyaratan sebagai komponen mogas dan
komponen naphta ekspor. Jumlahnya sekitar 6,73 % crude oil.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 51
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

d. Heavy Naphta dengan boiling range 80 – 150oC. Berbeda dengan light


naphta maka heavy naphta sebagai komponen mogas, untuk menaikan angka
oktannya harus melalui proses kedua. Pertama diproses pada Unit Naphta
Hydrotreater untuk dibuang komponen sulfurnya, kemudian baru masuk Unit
Platforming untuk dinaikan angka oktannya dari 60 sampai 94. Jumlah yang
dihasilkan dari produk ini mencapai sekitar 16,39% dari crude oil.
e. Kerosene dengan boiling range 150 - 250oC. Kerosene sebagai komponen
blending dapat langsung dikirim ke tangki penyimpanan dan sebagian lagi
diolah di AH Unibon untuk diperbaiki smoke point-nya dari sekitar 15 mm
menjadi 24 mm. Jumlahnya sekitar 21% dari crude oil.
f. Light Diesel Oil (LDO) dan Heavy Diesel Oil (HDO) dengan boiling range
masing-masing 250 - 290oC dan 290 - 350oC. Kedua produk ini juga dipakai
sebagai komponen Automotif Diesel Oil (ADO) dan tidak perlu lagi
dimasukkan pada proses kedua. Jumlah produk yang dihasilkan
masingmasing mencapai sekitar 11,62% dan 11,21% dari crude feed.
g. Reduced Crude dengan boiling range > 350oC. Produk berat dari minyak
mentah ini mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai Refinery Fuel Oil
(RFO), bahan Industrial Fuel Oil (IFO) dan Low Sulphur waxy Residu
(LSWR). Agar menjadi komponen IFO maka produk ini diproses pada Unit
Visbreaker dimana pour point-nya diperbaiki.
2. Unit 012: Naphtha Hydrotreating Unit
Naphtha Hydrotreating Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulfur,
logam berat dan komponen nitrogen serta senyawa oksigen. Hasil dari proses ini
adalah heavy naphta yang memenuhi syarat sebagai umpan platforming. NHT
memiliki kapasitas sebesar 2.440 ton/hari. Katalis yang digunakan dalam unit ini
adalah nikel dan molebdenum dengan pembawa alumina (Al2O3).
3. Unit 013: AH Unibon Unit
AH Unibon Unit ini bertujuan untuk memperbaiki smoke point pada
kerosene, agar tercapai smoke point yang diinginkan yaitu minimal 17 mm. Unit
ini memiliki kapasitas sebesar 2.441 ton/hari. Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. Hydrotreating process, untuk mereduksi sulfur, nitrogen, dan heavy metal.
b. Aromatic hydrogenation, untuk menaikkan smoke point.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 52
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

4. Unit 014: Platforming dan CCR Unit


Unit Platforming ini digunakan untuk mengolah lebih lanjut naphta dari
Unit 012, untuk menaikkan angka oktan menjadi lebih tinggi, dan untuk campuran
blending gasoline atau premium. Unit ini dilengkapi dengan sistem continuous
catalytic (CCR) sehingga katalis yang digunakan selalu dalam kondisi optimal.
Katalis yang digunakan adalah UOP R-134 yang berupa platina dengan alumina
sebagai carrier. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 2.441 ton/hari. Reaktor pada
unit ini berupa reaktor susun sehingga memungkinkan regenerasi katalis secara
terus menerus.
5. Unit 015: LPG Recovery Unit
LPG Recovery Unit berfungsi untuk memisahkan LPG propane dan LPG
butane yang berasal dari stabilizer column (CDU II) dan debutanizer dari unit
Platforming. Unit ini memiliki kapasitas mencapai 730 ton/hari. Umpan yang
diolah di unit ini adalah 93,2% volume berasal dari overhead naphta stabilizer.
Unit 011 dan 6,8% volume berasal dari overhead debutanizer unit 014.
6. Unit 016: Cracked Naphtha Minalk Merox Treater
Dalam unit ini thermal cracked naphta dari unit 019 mengalami proses
sweetening. Proses sweetening adalah proses oksidasi mercaptan menjadi
disulfida sehingga memenuhi persyaratan spesifikasi sebagai komponen mogas
untuk produksi gasoline. Thermal cracked naphta dicampur dengan platformate
yang memiliki angka oktan tinggi dan kadar sulfur rendah. Dengan demikian
didapat mogas yang cukup baik dan memenuhi persyaratan pemasaran. Unit ini
mempunyai kapasitas 11.150 barel/hari dan katalis yang digunakan adalah Merox
Reagent no.1.
7. Unit 017: Sour Water Stripper Unit
Sour Water Stripper Unit ini dirancang untuk kapasitas 1.830 ton per hari.
Dalam unit ini kadar H2S dalam sour water dikurangi dari 8.100 ppm wt menjadi
kurang dari 20 ppm wt dan menurunkan kadar NH3 dari air menggunakan
stripping pada Stripper Column. Kapasitas pengolahan dari unit ini dapat
mencapai sekitar 1.800 ton/hari. Kontaminan utama yang terdapat dalam sour
water adalah H2S dan NH3 yang terdapat dalam bentuk NH4HS. Garam ini

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 53
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah yang dalam larutan mudah
terhidrolisis menjadi H2S dan NH3.
8. Unit 018: Thermal Distillate Hydrotreating Unit
Thermal Distillate Hydrotreating Unit ini berfungsi untuk mengolah
LCGO dan HCGO yang keluar dari Visbreaker. LCGO dan HCGO memiliki
tipikal produk thermal cracking yaitu kandungan sulfurnya tinggi sehingga perlu
mengalami proses hydrotreating agar diperoleh diesel oil dengan flash point tidak
kurang dari 154oF. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 1.800 ton/hari.
9. Unit 019: Visbreaker Thermal Cracker
Visbreaker Thermal Cracker ini berfungsi mengolah reduced crude dari
kolom distilasi untuk memberikan nilai tambah pada residu. Proses yang
dilakukan dalam unit ini adalah mengubah minyak fraksi berat menjadi minyak
fraksi ringan dengan cara cracking mengunakan media pemanas. Proses dari
cracking ini dibatasi oleh stabilitas dari visbreaking residu yang digunakan
sebagai fuel oil. Produk dari unit ini adalah sebagai berikut:
a. Cracked gas, dikirim ke refinery fuel gas system.
b. Thermal Cracked Naphta, dikirim ke unit 016 untuk mengalami proses
sweetening.
c. Light Cracked Gas Oil, sebagian dikirim ke unit 018 untuk diolah lebih lanjut
dan sebagian lagi dikirim ke fuel oil storege untuk komponen blending fuel
oil.
d. Heavy Cracked Gas Oil, diperlukan sama seperti Light Gas Oil.
e. Slop wax, dikirim ke fuel oil storage untuk komponen blending fuel oil.
f. Vacuum Bottom, untuk komponen blending fuel oil dan dikirim ke fuel oil
storage.
Dengan adanya proses visbreaking ini, kilang minyak Pertamina Refinery
Unit IV Cilacap ditekan untuk memproduksi Diesel oil dengan memperbaiki pour
point dan masih memenuhi viskositas yang diinginkan. Proses visbreaking ini
disertai dengan proses thermal cracking, yaitu pemecahan rantai hidrokarbon
yang panjang menjadi rantai hidrokarbon yang lebih pendek, yang terjadi karena
pengaruh panas. Unit ini memiliki kapasitas sebesar 8.387 ton/hari.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 54
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Produk-produk yang dihasilkan dari FOC II yaitu:


a. Hydrogen Rich Gas, dipakai sendiri di unit 012, 013 dan 018.
b. Mixed LPG, untuk bahan bakar konsumen masyarakat.
c. Heavy Naphta, untuk komponen blending premium dan bahan baku kilang
paraxylene.
d. Platforming (HOMC), digunakan sebagai blending premium.
e. HSD dan IDO, untuk bahan bakar diesel kecepatan tinggi.
f. IDF dan IDO, untuk bahan bakar diesel kecepatan rendah.
g. Kerosene, untuk bahan bakar konsumen masyarakat.
h. IFO, untuk bahan bakar furnace dan komponen blending premium.

III.4. Lube Oil Complex II (LOC II)


Kilang LOC II ini pada dasarnya mempunyai tugas yang sama pada kilang
LOC I, yaitu menghasilkan komponen minyak pelumas dan sebagai hasil samping
adalah aspal dan minyak bakar.
Kilang Lube Oil Complex II ini berfungsi untuk membuat bahan baku pelumas
dari long residu hasil Crude Distilling Unit (CDU I). Kapasitas produksi dari LOC II
ini adalah 175.400 ton/tahun produk Lube Base Oil dan 550.000 ton/tahun produk
asphalt.
Unit-unit produksi di LOC II:
1. High Vacuum Unit (HVU II) Unit 021
2. Propane Deasphalting Unit (PDU II) Unit 022
3. Furfural Extraction Unit (FEU II) Unit 023
4. MEK Dewaxing Unit (MDU II) Unit 024
5. Hot Oil System (HOS II) Unit 025
Hasil-hasil dari LOC II adalah :
1. High Viscosity Index 60 (HVI 60)
2. High Viscosity Index 95 (HVI 95)
3. High Viscosity Index 160S (HVI 160S)
4. High Viscosity Index 650 (HVI 650)
5. Asphalt
6. Fuel Oil

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 55
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

7. Deasphalting oil (DAO)


8. Minarex (Pertamina Extraks)

1. Unit 021: High Vacuum Unit


High Vacuum Unit ini berfungsi untuk mengolah long residu dari CDU I,
untuk menghasilkan hasil distilasi dengan distilasi vakum yang akan diproses lebih
lanjut untuk membuat bahan pelumas. Long residu terdiri dari fraksi-fraksi dengan
titik didih tinggi, sehingga bila dilakukan distilasi atmosferik akan terjadi
perengkahan karena temperaturnya sangat tinggi. Hasil-hasil dari unit 021 ini
berupa:
a. Vaccum Gas Oil (VGO)
b. Spindle Oil (SPO)
c. Light Machine Oil (LMO)
d. Medium Machine Oil (MMO)
e. Short Residu
Dari HVU ini kemudian produk-produk tersebut diolah pada unit-unit lain
untuk menghasilkan Lube Base Oil.
2. Unit 022 : Propane Deasphalting Unit
Propane Deasphalting Unit ini berfungsi untuk menghilangkan asphalt
dari short residu sebelum diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas.
Prosesnya adalah ekstraksi dengan pelarut propane. Unit ini memiliki kapasitas
784 ton/hari short residu. Pada proses selanjutnya maka Deasphalting Oil (DAO)
akan digunakan sebagai bahan baku minyak pelumas berat.
3. Unit 023 : Furfural Extraction Unit
Furfural Extraction Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa-
senyawa aromat dari destilat hasil HVU, DAO dan PDU. Proses yang digunakan
adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut furfural yang mempunyai daya larut
terhadap senyawa parafin, kemudian rafinatnya diolah menjadi bahan minyak
pelumas. Sedangkan ekstraknya keluar sebagai fuel oil. Kapasitas FEU tergantung
jenis umpan yaitu:
- LMO distillate : 2.180 ton/hari
- MMO distillate : 2.270 ton/hari

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 56
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

- DAO distillate : 91.786 ton/hari


Rafinat FEU selanjutnya diolah di MEK Dewaxing Unit (MDU). Setelah
Debottlenecking FEU II hanya memproses LMO, MMO, dan DAO. Sedangkan
rafinatnya diolah di HTU LOC III.
4. Unit 024 : Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit
Pada awalnya, Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit ini berfungsi untuk
menghilangkan wax (lilin) dari rafinat hasil FEU, tetapi setelah debottlenecking,
unit ini memproses rafinat dari HTU. Proses yang terjadi adalah mendinginkan
rafinat sehingga wax akan mengkristal dan dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Tujuan dari penghilangan wax adalah agar minyak pelumas yang terbentuk
mempunyai titik tuang (pour point) yang memenuhi syarat. Rafinat yang masuk
sebagai umpan didinginkan kemudian disaring, untuk lebih mudahnya maka
ditambahkan pelarut. Pelarut yang digunakan dalam unit ini adalah campuran
antara methyl ethyl ketone dengan toluene dengan perbandingan 52:48.
5. Unit 025 : Hot Oil System Unit
Walaupun tidak langsung dengan proses, unit ini sangat penting
keberadaannya karena merupakan sumber panas bagi unit-unit lain, antara lain
untuk menguapkan pelarut pada pelarut recovery. Prinsip operasi dari unit ini
adalah dengan sirkulasi minyak panas dari vessel, dimana minyak yang digunakan
adalah spindle oil (SPO).

III.5. Lube Oil Complex III (LOC III)


LOC III terdiri atas tiga unit yang terintegrasi secara geografis, yaitu :
1. Propane Deasphalting Unit (PDU I) Unit 220
2. MEK Dewaxing Unit (MDU I) Unit 240
3. Hydrotreating / Redistillation Unit (HTU / RDU) Unit 260
Unit 260 : Hydrotreating / Redistillation Unit (HTU / RDU)
Unit ini terdiri atas 2 unit proses, yaitu HTU (Hydrotreating Unit) dan RDU
(Redistillation Unit). Tujuan dari proses pada unit ini adalah untuk menghilangkan
komponen-komponen aromatis yang tidak diinginkan pada lube oil dengan charging
campuran feed dan gas kaya hidrogen ke reaktor dengan menggunakan katalis Ni-Mo
(Nikel-molybdenum).

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 57
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

III.6 Kilang Paraxylene Cilacap (KPC)


Kilang Paraxylene Cilacap mulai dibangun pada tahun 1988 dan mulai
beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 20 Desember 1990.
Tujuan dari pembangunan kilang Paraxylene ini adalah sebagai berikut:
• Memenuhi kebutuhan bahan baku paraxylene untuk pabrik Purified Terepthalic
Acid (PTA) di Plaju, Sumatra Selatan.
• Menghemat devisa, karena selama ini bahan baku untuk paraxylene masih di
impor.
• Meningkatkan nilai proses yang ada pada kilang paraxylene.
Kilang ini digunakan untuk mengolah 11.916,9 ton/hari naphta dengan produk
utamanya adalah:
• Paraxylene : 270.000 ton/tahun
• Benzene : 118.000 ton/tahun
Produk sampingnya adalah:
• LPG : 52 ton/hari
• Raffinate : 280 ton/hari
• Heavy Aromate : 43 ton/hari
• Fuel Gas : 249 ton/hari
Unit-unit yang ada di kilang paraxylene adalah:
III.6.1 Unit 82 : Naphta Hydrotreater
Fungsi utama dari Naphtha Hydrotreater ini adalah mempersiapkan heavy
naptha yang terbebas dari kontaminasi berbagai impurities seperti sulfur, oksigen,
nitrogen, logam logam organik dan sebagainya. Senyawa tersebut dihilangkan karena
dapat meracuni katalis pada Unit Platforming. Pemurnian ini dilakukan dengan
menginjeksikan gas hidrogen dalam suatu rektor katalis yaitu Ni-Mo Alumina.

III.6.2 Unit 84 : CCR Platforming Unit


Fungsi utama dari CCR Platforming Unit ini adalah mengolah senyawa
parafinik dan naphtenik yang terdapat pada Treated Naptha menjadi senyawa aromatik
untuk dijadikan paraxylene dan benzene pada unit berikutnya. Untuk CCR platforming
catalyst, umpan naptha harus kurang dari 0,5 weight ppm, agar bisa mengoptimalkan
selektivitas dan stabilitas karakteristik katalis. Untuk tipikal kandungan sulfur dalam

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 58
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

umpan pada deaktivasi, maka suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai tingkat
removal yang sama. Hidrogen disulfida yang dihasilkan kemudian dipisahkan pada
stripper column, dan dikeluarkan sebagai overhead off gas.
Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara light platformate
dan heavy platformate. Light platformate banyak mengandung benzene dan toluene
yang kemudian dikirim ke Unit Sulfolane, sedangkan heavy platformate banyak
mengandung xylene yang kemudian dikirim ke Unit Xylene Fractionation. Sedangkan
hasil berupa gas yaitu LPG dan hidrogen.

III.6.3 Unit 85 : Sulfolane Unit


Umpan untuk Sulfolane Unit adalah light platformate. Sulfolane Unit ini
berfungsi untuk memisahkan gugus aromat dari gugus non aromat secara ekstraksi
dengan menggunakan pelarut sulfolane. Rafinat yang dihasilkan mengandung
komponen-komponen non aromat (parafin, olefin dan naphta) yang disebut mogas dan
ekstrak mengandung komponen aromat. Kemudian senyawa-senyawa tersebut
dipisahkan di Sulfonate Benzene Column (SBC). Hasil atas berupa benzene dan
produk bawahnya adalah toluene dan C8+. Produk bawah ini kemudian dipisahkan
pada Sulfolane Toluene Column (STC). Produk toluene kemudian diumpankan ke Unit
Tatoray dan produk bawah ke Unit Xylene Fractionation.

III.6.4 Unit 86 : Tatoray Process Unit


Proses tatoray adalah suatu proses katalitik untuk trans-alkilasi aromat. Dalam
bentuk sederhananya, toluene dikonversi menjadi benzene dan campuran xylene.
Toluene dan campuran C9 aromatik dikonversi menjadi C6, dan C8 aromat. Katalis
yang digunakan adalah TA-4 dengan basis silika alumina. Benzene yang dihasilkan
direcycle ke unit sulfolane, sedangkan xylene dan toluene ke toulene column untuk
memisahkan toluene dan xylene.

III.6.5 Unit 87 : Xylene Fractionation Unit


Suatu aspek unik dari unit ini adalah pada desain splitter column. Dengan
mengoperasikan splitter column pada tekanan yang tinggi, suhu uap overhead menjadi
begitu tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemanas untuk reboiler di

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 59
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

beberapa kolom pada Unit Parex dan Unit Isomar. Hal ini merupakan suatu
penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.
Xylene Fractination Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara
xylene dengan C9 aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke
Parex Unit dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk
atasnya berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy
aromat.

III.6.6 Unit 88 : Paraxylene Extraction (Parex) Process Unit


Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk adsorbsi
selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho dan meta xylene), ethyl benzene
dan hydrocarbon non aromatic. Unit ini menggunakan solid adsorbent (zeolit),
desorbent, Para Diethyl Benzene (PDB) dan suatu flow directing device yang disebut
rotary valve. Produk rafinat menjadi umpan Unit Isomar sedangkan ekstrak berupa
campuran paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi. Produk paraxylene yang
dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu sebesar 99,65%.

III.6.7 Unit 89 : Isomar Process Unit


Isomar yaitu proses isomerisasi katalis yang mengubah C8 aromat menjadi
campuran yang seimbang dengan menggunakan noble metal catalyst dwi fungsi.
Umpan rafinat dari parex dicampur dengan recycled gas yang kaya hidrogen,
diuapkan dan dialirkan melalui fixed bed radial flow reactor. Efluennya
dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya. Hasil atas berupa komponen
hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84 untuk memisahkan LPG sedangkan hasil
bawah berupa campuran ortho, meta, paraxylene sebagai umpan Unit Xylene
Fractionation.

III.6.8 Unit Nitrogen Plant


Nitrogen pada kilang ini diperlukan untuk CCR sistem dan tangki tailing.
Kapasitas nitrogen plant ini adalah:

N2 gas : 800 Nm3/jam

N2 liquid : 130 Nm3/jam

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 60
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Udara dilewatkan melalui suction filter untuk menghilangkan debu-debu, selanjutnya


ditekan dan dimasukkan ke dalam absorber, kemudian didinginkan sampai kira-kira
5°C pada chiller unit.

III.7 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit


III.7.1 Unit 90 : Umum
Unit 90 terdiri dari sistem utilitas header yang didesain untuk mendukung
fasilitas pada proses unit lainya. Secara umum semua utilitas diambil dari refinery
untuk menyediakan unit baru. Sistem distribusi utilitas pada unit 90 terdiri dari:
• High Pressure Steam
• Medium Pressure Steam
• Low Pressure Steam
• Low Pressure Condensate
• Boiler Blow Down
• Medium Pressure Boiler Feed Water
• Service Air
• Service Water
• Drinking Water
• Jacket Water
• Open Sewer
• Sour Flare Header
• Fuel Gas
• Hydrogen
• Cold Flare
• Nitrogen
• Instrumen Air

III.7.2 Unit 91 : Gas Treating Unit


Gas treating unit dirancang terutama untuk mengurangi kadar hydrogen sulfide
(H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) hingga maksimum 10 ppmv sebelum
dikirim ke LPG recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam metode operasi
normal, laju alir gas total diolah dan larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S
Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002
Universitas Gadjah Mada 61
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

pada suhu mendekati suhu kamar dan tekanan yang dinaikan. Gas asam (acid gas)
menghasilkan produk belerang cair.

III.7.3 Unit 92 : LPG Recovery Unit


Recovery LPG yang diharapkan sebanyak 99,9% dari propane dan butane
yang terdapat dalam feed LPG Recovery Unit dibandingkan terhadap oleh propane
dan butane yang terkandung dalam aliran bawah deethanizer. Untuk spesifikasi
produk LPG dan condensate dapat dilihat dalam Tabel III.5. dan Tabel III.6.

Tabel III.5. Spesifikasi Produk LPG


Spesifikasi Unit Nilai
Ethane LV % Max 0.2%
C3 + C4 LV % Min 97.5 %
C5+ LV % Max 2%
Red Vapor Pressure Psi 120
Weathering Test 36 °F 95% volume

Tabel III.6. Spesifikasi Produk Condensate


Spesifikasi Unit Nilai
C4 dan lighter LV % Max 2%
(Pertamina, 1997)

III.7.4 Unit 93 : Sulphur Recovery Unit


Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine
regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas
menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui eksport.

III.7.5 Unit 94 : Tail Gas Unit


Tail Gas Unit (TGU) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur
Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan
di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi
jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 62
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

III.7.6 Unit 95 : Refrigeration


Refrigeration Unit dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG
Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail Gas
Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulfur secara umum. System Refrigeration
terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration. Untuk komposisi design
refrigeration dapat dilihat dalam Tabel III.7.

Tabel III.7. Komposisi Design Refrigeration


Komponen Mol,%
Ethane 2.07
Propane 94.54
i-butane 3.79
Total 100

III.8. Sarana Penunjang


III.8.1. Oil Movement
Oil Movements pada awalnya bernama terminal dan merupakan bagian dari
proses pengilangan minyak yang ada di Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. Bagian
ini bertanggung jawab dalam menangani pergerakan minyak baik ke dalam maupun
keluar kilang terlebih dengan kondisi kilang yang memiliki kapasitas pengolahan
sebesar 348.000 barrel/hari crude oil.
Tugas dan tanggung jawab bagian ini antara lain:
• Menerima crude oil dan menyalurkannya ke unit FOC I dan FOC II,
• Menerima stream dari unit FOC I dan FOC II,
• Menyiapkan feed untuk secondary processing,
• Menerima stream dari secondary/tertiery processing,
• Menyalurkan produksi dari kilang ke tangki penampungan,
• Melaksanakan blending produk menjadi finish product,
• Loading/transfer minyak ke kapal, Perbekalan Dalam Negeri (PDN), dan Own Use.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut, tersedia
fasilitas dan peralatan operasi antara lain:
• Pipa-pipa, untuk penyaluran pergerakan minyak,

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 63
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Tangki-tangki, untuk penampungan crude, produk dan slops,


• Dermaga, untuk bongkar/muat crude oil, BBM dan NBM,
• Pompa-pompa, untuk pemompaan feed ke kilang dan blending,
• Oil Catcher (CPI), untuk menampung minyak yang tercecer dari bocoran pipa-pipa,
drain tangki, dari parit dan holding basin,
• Holding basin yang berhubungan dengan CPI berfungsi untuk mengembalikan atau
memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan oksigen,
• Silencer untuk mengurangi kebisingan,
• Groyne sebagai sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.

III.8.2 Laboratorium
Bagian laboratorium memegang peranan penting di kilang, karena dari
laboratorium ini data-data tentang raw material dan produk akan diperoleh. Dengan
data-data yang diberikan maka proses produksi akan selalu dapat dikontrol dan dijaga
standar mutu sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Bagian laboratorium berada di bawah Senior Manager Operation and
Manufacturing yang mempunyai tugas pokok:
• Sebagai pengontrol kualitas bahan baku, apakah sudah memenuhi persyaratan yang
diperkenankan atau tidak.
• Sebagai pengontrol kualitas produk, apakah sudah memenuhi standar yang berlaku
atau belum.
Bahan-bahan yang diperiksa di laboratorium ini adalah:
• Crude Oil
• Stream product FOC I/II, LOC I/II/III, dan paraxylene
• Utilities : water, steam, fuel oil, fuel gas, chemical agent, dan katalis
• Intermediate product dan finishing product.
Dalam pelaksanaan tugas, bagian laboratorium dibagi menjadi Laboratorium
Pengamatan, Laboratorium Analitik dan Gas, Laboratorium Litbang, dan Ren. ADM/
Gudang/Statistik.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 64
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Program Kerja Laboratorium


a. Laboratorium Pengamatan
Bagian ini mengadakan pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisis bahan baku,
intermediate product, dan finishing product. Sifat-sifat yang diamati antara lain:
1. Distilasi ASTM
2. Spesific gravity
3. Reid vapour pressure
4. Flash point dan smoke point
5. Convadson carbon residu
6. Warna
7. Cooper strip dan silver strip
8. Viscositas kinematic
9. Kandungan air
b. Laboratorium Analitik dan Gas
Bagian Laboratorium Analitik dan Gas mengadakan pemeriksaan terhadap raw
material mengenai sifat-sifat kimianya, termasuk didalamnya tentang kerak dan
finishing product. Alat-alat yang digunakan untuk analisa antara lain:
1. N2 analyzer, untuk menganalisa sulfur, Cl2, H2S
2. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), untuk menganalisa semua
metal yang ada dalam sampel air maupun zat organik.
3. Polychromator, untuk menganalisa semua metal yang ada dalam sampel air
maupun zat organik.
4. Nuclear Magnitute Resonance (NMR), untuk menganalisa kandungan H 2
dalam sampel avtur.
5. Portable Oxygen Tester (POT), untuk menganalisa kandungan oksigen dalam
gas pada cerobong asap.
6. Infra red Spectrophotometer (IRS), untuk menganalisa kandungan oil dalam
sampel air, juga menganalisa aromat dan minyak berat.
7. Spectro Fluorophotometer, untuk menganalisa kandungan oil dalam water
slop menganalisa bahan baku, stream product, dan finishing product untuk
pabrik paraxylne.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 65
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

c. Laboratorium Penelitian dan Pengembangan


Bagian Laboratorium Penelitian dan Pengembangan bertujuan untuk
mengadakan penelitian, misalnya:
1. Blending fuel oil.
2. Lindungan lingkungan (pembersihan air buangan).
3. Evaluasi crude.
4. Di samping mengadakan penelitian rutin, laboratorium ini juga mengadakan
penelitian yang sifatnya non-rutin, misalnya penelitian terhadap produk
kilang di unit tertentu yang tidak biasanya dilakukan penelitian, guna
mendapatkan alternatif lain tentang penggunaan bahan baku.
d. Ren. ADM/Gudang/Statistik
Bagian ini bertugas untuk mengatur administrasi laboratorium, pergudangan,
dan statistik.
e. Laboratorium Paraxylene
Laboratorium paraxylene khusus menangani unit paraxylene yang mempunyai
kerja dan tugas menganalisa terhadap bahan baku, produk yang dihasilkan dan
bahan penunjang lainnya.
Peralatan Utama
a. Laboratorium Pengamatan
1. Auto flash
Alat yang digunakan untuk mengecek titik nyala api (flash point) dimana ada
dua jenis pengukur titik nyala, yaitu termometer flash point Abel untuk fraksi
ringan (bensin, kerosene) dan Flash Point Bens Shin Marfin untuk fraksi berat.
2. Smoke Point Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur smoke point (titik asap) dari suatu minyak
yang mempunyai fraksi ringan.
3. Cooper Strip Tester
Alat untuk mengetahui pengaruh minyak terhadap tembaga, dimana tes ini dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas minyak.
4. Hydrometer
Alat untuk mengukur specific gravity (60/60°F) dari minyak yang berfraksi
ringan dan fraksi berat.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 66
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

5. Viscometer Bath
Alat untuk mengukur viskositas minyak fraksi ringan dan fraksi berat.
6. Water Content Tester
Alat yang digunakan untuk menganalisa kadar air dalam minyak, metode
operasinya adalah distilasi.
7. Pour Point Tester
Alat yang digunakan untuk mengukur pour point (titik tuang) dari minyak
dimana yang diamati adalah temperatur minyak tertinggi pada saat minyak
masih dapat di tuang.
b. Laboratorium Analitika dan Gas
1. Nuclear Magnetic Resolution (NMR)
Digunakan untuk menganalisa adanya CHCl3 dalam bahan baku atau produk
yang dihasilkan.
2 Micro Calorimetric Titrating System (MCTS)
Digunakan untuk menganalisa kandungan H2S, Cl, dan S dalam minyak dengan
metode titrasi sebagai carrier digunakan helium dan oksigen.
3. Automatic Absorption Spectophotometric (AAS)
Digunakan untuk menganalisa semua metal baik dalam air maupun dalam
minyak, juga untuk menganalisa TEL (Tetra Etil Lead ) content dalam premium.
Tipe dari AAS adalah single element, sebagai pembakarnya adalah acetylene dan
N2O.
4. Inductive Coupled Plasma Spectrophotometric (ICPS)
Digunakan untuk analisa metal yang ada dalam air maupun minyak, dengan
pembakarnya gas plasma (argon) dan memiliki tipe monomultifire.
5. UV-VIS-NR Record Spectrophotometric
Digunakan untuk menganalisa Si, NH3, furfural, methyl ethyl keton, dan metal-
metal lainnya. Lampu UV digunakan untuk menganalisa avtur dan naphtalene.
6. Infra Red Spectrophotometer
Digunakan untuk menganalisa gugus senyawa fungsional secara kualitatif dan
menganalisa oil content dalam air buangan secara kualitatif.
7. Spectrophotometer Fluorophotometer (RF-520)
Digunakan untuk menganalisa zat-zat yang bisa berfluorisasi.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 67
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

8. NMR Low Resolution


Digunakan untuk menganalisa kandungan hidrogen dalam minyak avtur, JP - 4
dan JP - 5.
9. Aparat Carbon Determinator (WR-12)
Digunakan untuk menganalisa kandungan karbon dalam minyak dan katalis.
10. Sulphur Lamp Apparatur
Digunakan untuk analisa sulfur dalam bahan bakar minyak (premium, kerosene,
solar, avtur).
11. Calorimetric Adiabatic
Digunakan untuk mengetahui nilai bahan bakar dalam minyak.
12. Portable Oil Content (POC)
Digunakan untuk menganalisa oil content dalam air buangan.
13. Karl Fiscer – Automatic Titrator
Digunakan untuk menganalisa kandungan air dalam minyak dengan solvent
methanol.
14. Salt In Crude Analizer
Digunakan untuk menganalisa salt content dalam minyak.
c. Laboratorium Penelitian, Pengembangan, dan Lindungan Lingkungan
Pada dasarnya laboratorium ini tidak memiliki alat-alat yang spesifik dalam
melaksanakan tugasnya. Laboratorium ini dapat menggunakan fasilitas
laboratorium lain. Laboratorium ini melakukan pengamatan dan penelitian, yang
meliputi:
1. Menganalisa sampel-sampel non rutin untuk penelitian.
2. Menganalisa peralatan untuk maintenance terhadap alat-alat yang ada.
3. Mengevaluasi dan mengadakan orientasi terhadap crude.
4. Menganalisa oil content yang tercecer di dermaga.
5. Menyalurkan air buangan/lindungan lingkungan.
d. Laboratorium Administrasi, Material, Gudang, dan Statistik
Laboratorium ini tidak mempunyai peralatan untuk mengadakan suatu analisa
mengingat kerja dari laboratorium tersebut.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 68
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

e. Laboratorium Paraxylene
Alat yang digunakan pada laboratorium ini adalah:
1. Moisture meter
Digunakan untuk menganalisa kandungan air dan bromine indeks dari olefin.
2. Dissolved Oksigen
Digunakan untuk mengecek feed naphtha terhadap kandungan oksigen.
3. UV Visible Spectrophotometer
Digunakan untuk menganalisa konduktivitas feed maupun produk.
4. Conductivity meter
Digunakan untuk menganalisa konduktivitas feed maupun produk.
5. Disamping itu laboratorium ini juga menggunakan peralatan yang ada pada
laboratorium lain.

Prosedur Analisa
Prosedur analisa yang digunakan pada laboratorium adalah:
1. Titrasi
2. Volumetri
3. Iodometris
4. Microkolometri
5. Refraksimetri
6. Viscosimetri
7. Flash point testers
8. IP Standart
9. Gravimetri
10. Potensiometri
11. Spectrofotometri
12. Distilasi
13. Chromatografi
14. ASTM Standart
15. UOP Standart

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 69
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Analisa Laboratorium di CCR Platforming Unit


Setiap unit proses dikilang mempunyai sample test yang terjadwal pada tiap
peralatan untuk menjamin kelancaran dan tercapainya target operasi. Beberapa analisa
diperlukan untuk mengetahui kandungan dalam suatu parameter tertentu.
Berikut adalah berbagai analisa laboratorium yang digunakan pada unit CCR
Platforming:
1. Metode UOP 777
- Tujuan:
Menganalisa kandungan jenis hidrokarbon paraffin, olefin dan aromatic
berdasarkan jumlah carbon number-nya.
- Analisa:
Sampel dianalisa berdasarkan sistem fraksi dari minyak bumi dengan
menggunakan gas chromatography. sampel dianalisa dengan Fluorescent
Indicator Adsorption (FIA) untuk mendapatkan perkiraan kandungan olefin
total. Pemecahan kejenuhan untuk memperkirakan presentase paraffin dan
naphthene dari carbon number dengan memproses sampel pada silica gel
untuk memperoleh saturate fraction dan menganalisanya pada gas
chromatography.
2. Metode ASTM D 4045 (Hydrogenolysis Rateometric Colorimetry)
- Tujuan:
Untuk mengetahui kandungan sulfur mencapai 50 ppb pada feedstock dan
petroleum product.
- Analisa:
Sampel diinjeksikan dengan laju kecepatan konstan ke dalam aliran hidrogen
di hydrogenolisis apparatus. Sampel dan hidrogen akan terpirolisis pada
temperetur 1.300oC atau diatasnya, untuk mengubah senyawa sulfur menjadi
H2S. Hasil pengamatannya diditeksi dengan rateometric detection dengan
sistem reaksi secara kolorimetric antara H2S dengan lead asetat.
3. Metode ASTM D 4269
- Tujuan:
Untuk mengetahui kandungan nitrogen mencapai kandungan 0,1 ppm pada
feedstock cairan hidrokarbon dengan boiling range 50oC sampai 400oC.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 70
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

- Analisa:
Sampel cairan hidrokarbon diinjeksikan pada aliran gas (helium atau argon).
Sampel akan menguap dan terbawa ke daerah temperatur tinggi dimana O2
akan dimasukkan sehingga nitrogen akan membentuk nitric oxide (NO). NO
kemudian akan dikontakkan dengan ozone dan membentuk nitrogen oxida
(NO2), sinar akan dipancarkan untuk mendeteksi kandungan NO2 yaitu dengan
photomultiplier tube dan menghasilkan sinyal yang dapat mengukur N dalam
sampel.
4. Metode UOP 395
- Tujuan:
Mengetahui kandungan chloride sampai 1 ppm dengan kandungan umpan
mempunyai kadar sulfur yang rendah.
- Analisa:
Sampel akan didistilasi dengan reduksi sodium biphenyl menggunakan sistem
colorimetric.
5. Metode UOP 709
- Tujuan:
Menetapkan kandungan C6 hidrokarbon dengan jangkauan pendeteksian
mencapai 0,1 mol %.
- Analisa:
Sampel nantinya akan diditeksi dengan detector konduktivitas thermal yang
mempunyai 2 kolom yang dihubungkan secara seri.
6. Metode ASTM D 86 (Distillation of Petroleum Product)
- Tujuan:
Untuk mendistilasi produk petroleum sehingga dapat diketahui nilai boiling
point nya.
- Analisa:
Sejumlah 100 ml sampel, didistilasi dengan menggunakan rangkaian alat
ASTM D-86 pada kondisi yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan oleh
pembacaan di termometer dan jumlah kondensat yang dihasilkan.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 71
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

7. Metode ASTM D-156 (Saybolt Chromometer Method)


- Tujuan:
Untuk mengetahui warna dari minyak sulingan seperti gasoline, bahan bakar,
naphtha dan kerosene.
- Analisa:
Sejumlah sampel ditambahkan pada tubular column sampai sumber cahaya
dapat terlihat lalu warnanya dibandingkan dengan spesifikasi pada glass
standart.
8. Metode ASTM D-283 (Hydrometer Method)
- Tujuan:
Untuk menentukan API Gravity pada minyak mentah dan petroleum product.
- Analisa:
Sampel dimasukkan pada glass hydrometer API Gravity dengan tekanan uap
dibawah 26 lbs. Gravity kemudian dibaca dengan melihat standar table pada
suhu 60oC.
9. Metode ASTM D-323 (Reid Method)
- Tujuan:
Menentukan tekanan uap absolut pada petroleum seperti crude oil dan
petroleum product selain LPG.
- Analisa:
Gasoline chamber untuk menguji appartus yang mengisi bersamaan dengan
chilled sampel dihubungkan dengan seksi udara chamber yang bersuhu 100oF,
kemudian dengan penjagaan suhu yang konstan. Saat terjadi equilibrium
kemudian sebuah manometer akan membaca skala saat akhir.
10. Metode ASTM D-2699 (Reseacrh Octane Number Method)
- Tujuan:
Menentukan karakteristik sifat knocking pada gasoline motor. RONC dengan
angka 100 akan menunjukkan % volum isooktan dalam blending dengan n-
heptane. Untuk RONC diatas, akan menunjukkan perbandingan antara iso
oktan dan milliliter tetra ethyl lead.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 72
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

- Analisa:
RONC pada gasoline dapat ditentukan dengan membandingkan kecenderungan
knocking dengan bahan bakar referensi yang telah diketahui octan number-nya.
Intensitas knocking diukur dengan electronic detonation meter yang terdiri dari
sebuah unit single cylinder engine biphenyl menggunakan sistem colorimetric.

II..9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


III
Setiap kegiatan industri diharuskan untuk melakukan kegiatan pengolahan
limbah sehingga air buangan yang keluar dari kawasan industri tersebut telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun
2001 dengan kelas II. Limbah industri yang dihasilkan dari industri minyak bumi
mengandung bahan-bahan seperti hidrokarbon yang sangat rawan terhadap bahaya
kebakaran. Dalam uraian selanjutnya akan dibicarakan mengenai pemisahan minyak
yang terikut di dalam air limbah serta penyisihan organik yang berasal dari area proses
unit yaitu FOC I dan FOC II.
Dalam pengolahan ini, minyak dipisahkan dari air menggunakan oil separator
dan unit pengolahan biologi, yaitu Aeration Tank yang merupakan koloni dari
campuran mikroba aerobik. Lumpur yang terbentuk dari proses pengolahan air limbah
ini diolah oleh unit pengolahan lumpur. Penerapan sistem yang tepat, disamping akan
mendapatkan kualitas olahan limbah yang memenuhi baku mutu lingkungan, juga
akan menghemat biaya operasi.

II..9.1
III .1.. Desain Basis
Kapasitas unit IPAL berdasarkan desain perencanaan terpasang adalah mampu
mengolah 4.000 m3/hari limbah produced water yang berasal dari unit Sour Water
Stripper (SWS) dan unit desalter FOC I dan FOC II.
a. Kapasitas API Separator
Limbah yang berasal dari Desalter FOC I dan FOC II dengan laju 66 m3/jam
masuk ke dalam API separator (A/B) untuk diolah dengan tujuan memisahkan
kandungan non emulsified oil dari air limbah.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 73
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Outlet dari API Separator (A/B) yaitu:


• Lumpur mengalir menuju pengental pasir.
• Minyak masuk ke tangki penampung minyak
• Air limbah mengalir menuju CPI Separator (A/B)
b. Pengental Pasir
Lumpur yang dihasilkan dari API Separator (A/B) masuk ke pengental pasir
dengan laju 6 m3/jam. Dari pengental pasir, lumpur akan diproses lebih lanjut di
Belt Filter Press Primary. Overflow dari pengental pasir akan dikembalikan ke
API Separator dengan laju 5,76 m3/jam.
c. Belt Filter Press Primary
Lumpur pasir dari tangki pengental pasir kemudian masuk ke Belt Filter Press
Primary dengan laju 0,3 m3/jam bergabung dengan lumpur yang berasal dari DAF
(A/B) dengan laju 0,003 m3/jam. Total lumpur yang akan di proses di unit ini
yaitu 0,303 m3/jam.
d. CPI Separator
Air limbah dari API Separator (A/B) dengan klaju 65,7 m3/jam untuk
memisahkan non emulsified oil dengan oil droplet yang lebih besar dari pada oil
droplet di API Separator menggunakan bantuan CPI Pack yaitu:
• Air limbah dialirkan ke Equipment Tank
• Minyak terflotasi dialirkan menuju Tangki Penampung Minyak
e. Tangki penampung minyak
Inlet pada tangki Penampung minyak berasal dari beberapa unit, yaitu:
• Minyak yang terflotasi di API Separator (A/B) mengalir menuju tangki
penampung minyak dengan 0,2 m3/jam
• Minyak yang berasal dari CPI Separator (A/B) dengan laju 0,02 m3/jam
• Minyak dari pengolahan di DAF (A/B) dengan laju 0,01 m3/jam
Total minyak yamg terkumpul di tangki berjumlah 0,23b m3/jam.
f. Equalization Tank
Air imbah yang masuk ke dalam Equalization tank berasal dari:
• Air limbah dari CPI Separator (A/B) dengan laju 65,7 m3/jam
• Air limbah dari SWS FOC I dan FOC II dengan laju 101 m3/jam

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 74
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Air limbah dari Sludge Thickener (A/B) dan Belt Filter Press Primary and
Secondary dengan laju 5,3 m3/jam
Total limbah yang diolah di tangki ini bernilai 172 m3/jam. Air limbah dari
berbagai sumber tersebut maasuk ke Equalization Tank untuk menghomogenisasi
karakteristik air limbah untuk menghindari terjadinya shock loading.
g. DAF Package
Air limbah yang masuk ke DAF (A/B) berasal dari Equalization Tank dengan laju
171,6 m3/jam.
h. Aeration Tank
Dari DAF (A/B), air limbah masuk ke aeration tank (A/B) dengan laju 172
m3/jam.
i. Sedimentation Tank
Air limbah dari sedimentation Tank (A/B) mengalir dari aeration tank (A/B)
dengan laju 245,5 m3/jam. Outlet dari sedimentation tank antara lain:
• Lumpur hidup diresirkulasi kembali menuju Aeration tank dengan laju aliran
74 m3/jam
• Lumpur mati dibuang ke sludge thickener (A/B)
• Air hasil pengolahan menuju Clean Water Tank
j. Sludge Thickener (A/B)
Lumpur mati dari sedimentation tank (A/B) kemudian dilairkan menuju sludge
thickener (A/B) dengan laju 5,6 m3/jam dan selanjutnya diolah di belt filter press
secondary.
k. Belt filter press secondary
Lumpur dari sludge thickener (A/B) mengalir menuju belt filter press secondary
dengan laju 1,9 m3/jam untuk mengurangi kadar air dalam lumpur.
l. Clean water tank
Air bersih hasil pengolahan akhir sedimentation tank kemudian ditampung di
clean water tank dengan laju 166 m3/jam.

Karakteristik dari Air Limbah


Desain perencanaan IPAL didasarkan pada karakteristik limbah awal/influen
sebagai berikut:

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 75
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

II..8. Influen Air Limbah Produced Water


Tabel III
No Parameter Unit Nilai
1 Debit m3/hari 4.000
2 BOD mg/l 600
3 COD mg/l 1000
4 Oil Content mg/l 1000
5 Ammonia mg/l 100
o
6 Temperature C 40
7 Sulfide mg/l 15
8 Hg mg/l 0,025
9 Fenol mg/l 70
10 TSS mg/l 400

Baku Mutu yang Harus Dipenuhi


Baku mutu air limbah kegiatan eksplorasi dan produksi migas dari fasilitas
darat (on-shore) yang harus dipenuhi berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 2007 Lampiran I tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan
atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi adalah:

Tabel III
II..9. Baku Mutu Kepmen LH No 4 Tahun 2007
No Jenis Air Limbah Parameter Unit Nilai
COD mg/l 200
Minyak dan
mg/l 25
lemak
Sulfide mg/l 0,5
1 Air terproduksi Ammonia mg/l 5
Fenol mg/l 3
Temperature 40
pH 6-9
TDS mg/l 4000
Minyakdan
mg/l 15
lemak
2 Air limbah drainage
Carbon organic
mg/l 110
total

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 76
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Sedangkan Kualitas Effluent IPAL yang disyaratkan oleh Pertamina adalah


sebagai berikut:

Tabel III .10 Baku Mutu yang Disyaratkan Pertamina


II.10
No Parameter Effluen Air Limbah (mg/l)
1 COD 120
2 BOD 60
3 Ammonia 5
4 Sulfida 0,4
5 Phenol 0,6
6 Hg 0,002
7 Oil Content 15

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 77
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

BAB IV
ORIENTASI KHUSUS

IV.1. Pendahuluan
Fuel Oil Complex II (FOC II) didesain oleh UOP (Universal Oil Product) yang
mempunyai fungsi utama, yaitu menyediakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)
yang sebagian besar digunakan untuk kepentingan dalam negeri dan beberapa produk
untuk kepentingan ekspor seperti LPG dan Naphta.
Sejak didirikan tahun 1980 dan mulai beroperasi tahun 1981 hingga tahun 1998
FOC II mempunyai kapasitas pengolahan 200.000 barrel/hari. Pada tahun 1998,
kapasitas ini ditingkatkan melalui proyek Debottlenecking menjadi 230.000 barrel/hari.
Pada mulanya umpan untuk kilang ini diperoleh dari domestik crude yaitu dari sumur
Arjuna, Ataka, Arun Kondensat dan Minas. Namun karena terjadi kelangkaan
domestik crude tersebut, maka kilang FOC II ini sekarang juga mengolah crude
blending dari luar negeri dengan komposisi yang mirip dengan komposisi crude desain.
Proses pengolahan dalam kilang ini terdiri dari pengolahan tingkat pertama
(primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process), yaitu pada
tingkat pertama (primary process) crude oil dipisahkan fraksi-fraksinya secara fisik
dengan bantuan tenaga panas dan kemudian diolah pada pengolahan tingkat kedua
(secondary process) untuk dilakukan perbaikan kualitas dari produk pengolahan
tingkat pertama (primary process) yang umumnya dilakukan secara kimiawi.

Tabel IV.1 Unit-unit di Fuel Oil Complex IIA (Selatan)


IV.1
No. Unit Nama Unit
009 N2 Storage
011 Crude Distillation Unit II
015 LPG Recovery Process
016 Naphtha Merox Treater
017 Sour Water Treating Unit
019 Visbreaker/Thermal Cracking Unit

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 78
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Tabel IV.2 Unit-unit di Fuel Oil Complex IIB (Utara)


IV.2
No. Unit Nama Unit
012 Naphta Hydrotreater Unit
013 Aromatic Hydrogenation Unibon Unit
014 Platformer Unit
018 Termal Distillate Hydrotreater Unit
048 Flare

IV..2. Unit 011 Crude Distillation Unit II (CDU II)


IV
IV
IV..2.1
.1.. Gambaran Umum
Crude Distillation Unit II (CDU II) dirancang untuk mengolah minyak mentah
atau crude oil (80% Arjuna dan 20% Attaka) dari dalam negeri dengan kadar sulfur
yang rendah. Unit ini terletak pada area 01 dan memiliki tinggi 80 meter serta diameter
10 meter dengan tray sejumlah 53 buah, adapun kapasitasnya adalah 230.000
barrel/hari. Tetapi saat ini ada perkembangan dimana CDU II dapat mengolah
bermacam-macam crude seperti Katapa Crude, Sumatra Light Crude, Arimbi Crude,
Arun Condensate, Duri Crude dan lain-lain yang biasanya disebut cocktail/mixed
crude dimana komposisi crude tersebut diatur agar mendekati komposisi crude design
pasca debottlenecking project.
Unit ini dirancang tanpa menggunakan gas/liquid recontacting facilities,
seperti pada unit yang lama dan unit ini dilengkapi dengan desalter (two stage desalter)
untuk mengurangi kadar garam di dalam crude oil yang dapat menurunkan kadar
garam hingga 97-99%.
Bottom coloumn dari crude distilasi dirancang untuk dapat menampung
reduced crude sebanyak 80.000 BPSD sedangkan gas bertekanan rendah yang berasal
dari overhead accumulator dipadatkan dengan kompressor gas sehingga diperoleh
cairan yang dimanfaatkan sebagai feedstock untuk LPG Recovery Unit.

IV..2.2
IV .2.. Tujuan Proses
Tujuan dari unit ini adalah untuk memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-
fraksinya. Minyak mentah akan dipisah-pisahkan menjadi beberapa fraksi sebagai
berikut:

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 79
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

a. Refinery Gas dengan boiling range <30 oC yang dominan mengandung C1 dan C2
untuk dipakai sebagai bahan bakar dapur pabrik-pabrik yang ada dikilang
Pertamina RU IV Cilacap, dengan jumlah 0,02% crude feed.
b. Liquid Petroleum Gas dengan boiling range <30oC yang fraksinya sebagian besar
terdiri dari C3 dan C4 untuk langsung dikirim ke tangki penampungan dengan
jumlah sekitar 2,53% dari crude feed.
c. Light Naphtha dengan boiling range 30-80oC. Produk ini setelah keluar dari
pengolahan tingkat I (CDU II ) tidak lagi membutuhkan pengolahan tingkat II
karena sudah memenuhi persyaratan sebagai komponen mogas dan komponen
naphtha ekspor. Jumlahnya sekitar 6,73% crude feed.
d. Heavy Naphtha dengan boiling range 80-150oC. Berbeda dengan light naphtha
maka heavy naphtha sebagai komponen migas, untuk menaikkan angka oktannya
harus melalui proses pengolahan tingkat kedua (secondary process). Proses
pertama pada Naphtha Hydrotreating Unit untuk dibuang komponen sulfurnya,
kemudian proses kedua pada Unit Platforming untuk dinaikkan angka oktannya
dari 60 sampai 94. Jumlah yang dihasilkan dari produk ini dalah mencapai sekitar
16,39% dari crude oil.
e. Kerosene dengan boiling range 150-250oC. Kerosene sebagai komponen blending
dapat langsung dikirim ke tangki penyimpanan dan sebagian sebagian lagi diolah
di AH Unibon untuk diperbaiki smoke point-nya dari sekiar 15 mm menjadi 24 mm.
Jumlahnya sekitar 21% dari crude oil.
f. Light Diesel Oil (LDO) dan Heavy Diesel Oil (HDO) dengan boiling range
masing-masing 250-290oC dan 290-350oC. Kedua produk ini juga dipakai sebagai
komponen Automotif Diesel Oil (ADO) dan tidak perlu lagi dimasukkan pada
proses kedua. Jumlah produk yang dihasilkan masing-masing mencapai sekitar
11,62% dan 11,21% dari crude oil.
g. Reduced Crude dengan boiling range >350oC. Produk berat dari minyak mentah
ini mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai Refinery Fuel Oil (RFO), bahan
baku Industrial Fuel Oil (IFO), dan Low Sulfur waxy Residue (LSWR). Untuk
menjadi komponen IFO maka produk ini diproses pada unit Visbreaker dimana
pour point-nya diperbaiki.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 80
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV..2.3. Uraian Proses


IV
Crude oil sebelum masuk ke dapur mendapat pemanasan pendahuluan dari
heat exchanger yang media pemanasnya menggunakan stream dari fractionator.
Selain itu crude oil juga mengalami proses desalting, yang bertujuan untuk
menurunkan kadar garamnya. Setelah mengalami proses desalting maka crude oil
mendapatkan pemanasan pendahuluan lagi di heat exchanger, kemudian masuk ke
dalam dapur untuk mencapai kondisi operasinya. Dari dapur kemudian crude oil
masuk ke dalam main fractionator. Di dalam main fractionator, crude oil dipisahkan
menjadi lima fraksi yaitu fraksi overhead, kerosene, light diesel oil/LDO, heavy diesel
oil/HDO, dan Reduced Crude/LSWR.
Fraksi overhead mengandung fraksi heavy naphtha, light naphtha, LPG
recovery feed, dan light ends/fuel gas. Produksi kerosene setelah setelah mengalami
stripping dengan reboiler system, kemudian didinginkan lalu masuk ke tangki atau
proses selanjutnya. Produksi LDO setelah mengalami stripping dengan reboiler system,
kemudian didinginkan lalu masuk ke dalam tangki atau proses selanjutnya. Produksi
HDO setelah mengalami stripping dengan stripping steam kemudian didinginkan lalu
masuk ke tangki. Reduced Crude setelah melepaskan panas pada heat pick up section
masuk ke visbreaker unit dan sebagian kecil masuk ke dalam tangki setelah mendapat
proses pendinginan.
Overhead main column sebagian mengalami kondensasi di fin-fan condenser.
Kondensat itu sebagian sebagai refluks dan sebagian masuk recontactor drum
bersama-sama gas yang telah mengalami kompresi terlebih dahulu. Dari recontactor
drum lalu masuk ke stabilizer yang nantinya akan dipisahkan antara gas sebagai fuel
gas, top product sebagai LPG recovery feed, dan bottom product masuk splitter untuk
dipisahkan antara light naphtha dan heavy naphtha. Light naphtha nantinya sebagai
mogas komponen dan heavy naphtha itu sebagian sebagai feed NHT (naphtha
hydrotreater) dan sebagian lagi sebagai mogas komponen.

a. Crude Preheated Train


Mixed crude dari 46T-1/2 dengan pompa 46P-101 A/B masing-masing masuk
pipa 11-1002C-12 dan pipa 11-1001C-12 untuk crude preheated train yang terbagi
menjadi dua train paralel, yaitu train A dan train B, kemudian diinjeksi dengan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 81
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

caustic soda pada setiap train yang berfungsi untuk menetralisir asam yang terkandung
dalam crude. Crude pada train A dipanaskan dengan HDO product dalam heat
exchanger 011E-101A sedangkan crude pada train B dipanaskan dengan kerosene
product dalam heat exchanger 011E-101B. Aliran train A dan B setelah melewati
011E-101 adalah identik sehingga lebih lanjut hanya akan dijelaskan aliran train B.
Setelah dipanaskan dalam 011E-101B, train B dipanaskan dengan naphtha pump
around (011E-102B), kerosene pump around (011E-103B), Reduced Crude (011E-
131B) dan selanjutnya crude masuk ke desalter.
Preheated wash water ditambahkan ke crude up stream pada mixing valve
pada masing-masing desalter untuk menghilangkan garam yang terlarut dalam air
pada crude. Setelah meninggalkan desalter, crude dipompa dengan 011P-102 ke
exchanger kerosene pump around 011E-104B, kerosene product 011E-105B, LDO
product 011E-106B, HDO product 011E-107B, LDO pump around 011E-108B, dan
LSWR 011E-109B. Selanjutnya crude dari train A dan B menuju furnace 011F-
101A/B.

b. Desalter Section
Beberapa jenis crude oil mengandung sejumlah garam dan beberapa impurities
lain yang harus dihilangkan atau dikurangi untuk mencegah atau meminimimalkan
zat-zat yang korosif dan juga untuk melindungi katalis pada proses selanjutnya apabila
proses tersebut menggunakan katalis.
Crude oil juga mengandung garam, air, dan sedimen. Kadar garam (salt
content) biasanya dilaporkan dalam satuan pounds garam per thousand/seribu barrel
crude oil (P.T.B), sedangkan garam diukur sebagai garam NaCl. Kadar garam dalam
crude oil bervariasi antara 0 PTB sampai 1000 PTB, tetapi dalam keadaan normal
operasi kadarnya antara 10 PTB sampai 200 PTB. Terakhir inilah penyebab utama
tingginya kadar garam dalam crude oil.
Prinsip dari desalter adalah sebagai berikut:
• Crude oil diinjeksikan air tawar dan dilewatkan dalam mixing valve, sehingga garam
yang terbawa oleh crude oil akan mudah terlarut dalam air. Injeksi air tawar ini
dilakukan berdasarkan prinsip kerja ekstraksi padat-cair. Kelarutan garam dalam air
lebih besar dibandingkan kelarutan garam dalam minyak. Dengan perbedaan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 82
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

kelarutan tersebut, garam yang awalnya terkandung dalam crude akan terlarut dalam
air.
• Efek samping dari adanya mixing tersebut adalah timbulnya emulsi antara crude oil
dan air tersebut.
• Untuk itu emulsi tersebut harus kita pecah menjadi partikel air dan minyak oleh
deemulsifier maupun adanya medan listrik bertegangan tinggi.
• Karena mengandung garam maka partikel air tersebut akan terkutub (satu sisi
bermuatan negatif dan sisi yang lain bermuatan positif). Partikel-partikel air tersebut
melewati medan listrik diantara elektrodanya (listrik bolak-balik dengan tegangan
tinggi). Akibat adanya muatan yang berlawanan dan akibat adanya medan listrik
tersebut maka terjadi tarik-menarik untuk kutub yang berlawanan dan tolak-menolak
untuk kutub yang sejenis, akibatnya akan saling bertumbukan antar partikel dan
terbentuklah drop air yang lebih besar sehingga drop air tersebut akan turun ke
bawah/settling sambil membawa garam dan keluar dari sistem.
Crude oil train A dari 011E-131A-1 masuk ke mixing valve untuk di mix
dengan air dari 2nd stage desalter dan selanjutnya masuk ke 1st stage desalter (011V-
103A). Air dari (011V-103A) masuk ke tube side (011E-127A) untuk memanaskan
fresh water yang akan masuk ke (011V-103B) (2nd stage desalter). Dari (011E-127A-3)
air masuk ke fin-fan air cooler (011E-128) untuk didinginkan sebelum masuk ke CPI
separator.
Crude oil dari 1st stage desalter masuk ke 2nd stage desalter (011V-103B)
setelah diinjeksi dengan fresh water dari (011V-102). Desalted crude dari (011V-103B)
dipompa dengan (011P-102A/C) ke tube side (011E-104A2). Deemulsifier
diinjeksikan ke crude oil feed pada upstream dari (011E-101A) dan juga ke crude oil
pada inlet 2nd stage desalter upstream dari mixing valve.
Crude oil train B dari exchanger (011E-131B) masuk ke mixing valve untuk di
mix dengan air dari 2nd stage desalter dan selanjutnya masuk ke 1st stage desalter
(011V-103C). Air dari (011V-103C) masuk ke tube side (011E-127B) untuk
memanaskan fresh water yang masuk ke (011V-103D) (2nd stage desalter) Dari (011E-
127-B-3) air masuk ke fin-fan air cooler (011E-128) untuk didinginkan sebelum
masuk ke CPI separator.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 83
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Crude oil dari 1st stage desalter masuk ke 2nd stage desalter (011V-103D)
setelah diinjeksi dengan fresh water dari (011V-102). Desalted crude dari (011V-
103D) dipompa dengan (011P-102B/C) ke tube side (011E-104B2). Deemulsifier
diinjeksikan ke crude oil feed pada upstream dari (011E-101B) dan juga pada crude
oil pada inlet 2nd stage desalter upstream dari mixing valve.

c. Fractionation Section
Crude dari (011F-101A/B) masuk ke kolom fraksinasi (011C-101). Kolom
fraksinasi (011C-101) terdiri dari 53 tray yang dapat memisahkan crude oil menjadi
lima fraksi (overhead, kerosene, LDO, HDO, dan Reduced Crude/LSWR) dengan
bantuan medium pressure (MP) steam yang berfungsi untuk mengangkat fraksi
ringannya, yaitu dengan menurunkan tekanan parsial sehingga titik didih normal turun
dan menjadi lebih mudah dipisahkan. Setelah dipanasi crude oil masuk ke flash zone
dari column tersebut. Fase uap dalam kolom fraksinasi akan naik ke atas dan fase
cairnya akan turun ke bawah. Uap yang naik ke atas counter current dengan refluks
yang mengalir ke bawah. Refluks bertujuan menaikkan derajat fraksinasi yaitu
mempertajam pemisahan dengan mengontakkan kembali fraksi ringan dengan fraksi
berat.
Fraksi overhead yang mengandung gas, LPG, light naphtha, dan heavy
naphtha keluar dari kolom sebagai uap overhead dan dikondensasikan secara parsial
dengan air cooled dengan kondensor (011E-110). Hasilnya yang berupa tiga fasa
campuran dipisahkan dalam reflux drum (011V-104). Wet vapor dari (011V-104) akan
diproses lebih lanjut dalam stabilizer section. Sebagian fase cairnya di reflux menuju
top kolom dengan pompa (011P-114A/B). Temperature top column 011T1-123
dipakai mengatur end point dari fraksi-fraksi yang sangat ringan dan temperature ini
diatur dari top refluks.
Naphtha draw off diambil dari akumulator di bawah tray no.3 sebagian
naphtha direflux dengan menggunakan pompa (011P-113A/B/C) ke tray no.4
sedangkan yang lain didinginkan dengan crude dalam exchanger (011E-102) dan
digabung dengan reflux dari vessel (011V-104) dan dikembalikan ke kolom fraksinasi
sebagai reflux.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 84
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Kerosene draw off diambil dari akumulator di bawah tray no.18 diatur oleh
flow hot kerosene pump around tray no.19 sedangkan cold kerosene pump around
dengan konstan flow masuk kembali ke kolom fraksinasi sebagai refluks ke tray no.16.
Level LDO draw off diambil dari tray no.32 diatur oleh hot LDO pump around
tray no.33 sedangkan cold LDO pump around dengan konstan flow masuk kembali ke
kolom fraksinasi sebagai refluks ke tray no.30. Level HDO draw off diambil dari tray
no.43 diatur oleh hot HDO pump around tray no.44 sedangkan cold HDO pump
around dengan konstan flow masuk kembali ke kolom fraksinasi sebagai refluks ke
tray no.41.

d. Product Stripping
1. Kerosene Stripping
Kerosene draw off dari akumulator di bawah tray no. 18 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot kerosene pump around direflux kembali ke kolom fraksinasi dengan pompa
(011P-111 A/B)
− Kerosene pump around dengan pompa (011P-110A/B) dibagi menjadi dua
stream secara parallel dan dilewatkan ke exchanger (011E-103A/B½) dan
(011E-104A/B½). Setelah itu, kedua stream tersebut digabung dan didinginkan
dengan (011E-111) selanjutnya dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke kerosene stripper (011C-104), dimana material yang
ringan di stripped out dengan menggunakan reboiler (011E-112) yang
menggunakan HDO sebagai heating medium, dan dikembalikan ke kolom.
Product bottomnya dipompa oleh (011P-112A/B) ke (011E-105A/B) dan
(011E-101) sebelum masuk ke cooler (011E-113). Selanjutnya produk kerosene
dilewatkan trim cooler (011E-114(1/2)) dan dikirim ke storage.
2. LDO Stripping
LDO draw off dari akumulator di bawah tray no 32 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot LDO pump around direflux kembali ke kolom dengan pompa (011P-
108A/B).

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 85
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

− LDO pump around dengan pompa (011P-107A/B) dibagi menjadi dua stream
secara parallel dan dilewatkan pada exchanger (011E-123 dan 011E-108
A/B/C). Setelah itu kedua stream tersebut digabung dan selanjutnya
dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke LDO stripper (011C103) dimana material yang
ringan distripped out dengan menggunakan reboiler (011E-115) yang
menggunakan LSWR sebagai medium heating dan dikembalikan ke kolom.
Product bottomnya dipompa oleh (011P-109A/B ke 011E-106A/B1/2) dan
masuk ke cooler (011E-116). Selanjutnya product LDO dikirim ke diesel
storage atau dilewatkan ke trim cooler (011E-129) dan dikirim ke storage.
3. HDO stripping
HDO draw off dari akumulator di bawah tray no. 43 dipisahkan menjadi 3
komponen, yaitu:
− Hot HDO pump around direflux kembali ke kolom oleh pompa (011P-105A/B).
− HDO pump around dengan pompa (011P-104A/B) dibagi menjadi dua stream
secara parallel dilewatkan pada exchanger (011E-120A/B dan 011E-112).
Setelah itu kedua stream digabung, masuk ke air cooler (011E-132) dan
dikembalikan ke kolom.
− Product stream masuk ke HDO Stripper (011C-102) dimana material ringan
distripped out dengan menggunakan MP steam. Product bottomnya dipompa
(011P-106 ke 011E-107 A/B/C, 011E-101A) dan masuk ke cooler (011E-117),
product HDO dilewatkan ke vessel (011V-111) dan dikirim ke storage.
4. LSWR
Product bottom kolom fraksinasi (LSWR) dipompa dengan (011P-103A/B) dan
dibagi menjadi dua stream. Stream pertama masuk ke tube side LDO stripper
reboiler (011E-115) sementara stream kedua bypass (011E115). Kemudian
bergabung kembali dan masuk ke tube side (011E-109A/B/C1/2) untuk
memanaskan crude. Kemudian sebagian LSWR masuk ke visbreaker unit surge
drum (019V101) dimana sebelumnya signal tersebut lewat LSS (Low Signal
Selector). Ini bertujuan bila level main column rendah maka control valve ke
visbreaker tetap menutup. Sementara yang lain didinginkan dengan (011E-11A/B
dan 011E-118-1/2/3) sebelum ke storage.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 86
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

e. Overhead Section
Uap yang mengandung steam, gas, LPG, light naphtha, dan heavy naphtha
dikondensasikan dengan overhead condenser (011E-110) dan dialirkan ke dalam
vessel (011V-104) dimana kondensat hydrocarbon dipisahkan dengan kondensat air.
Sebagian dari condensed sour water dalam bootleg dipompa kembali ke exchanger
(011E-110) sebagai wash water dengan pompa (011P-116A/B) sedangkan sebagian
lagi dialirkan ke unit Sour Water Stripper (017V-101). Level bootleg ini diatur oleh
011LIC-011 dengan stream sour water yang ke 017V-101. Hydrocarbon kondensat
yang ada dikembalikan ke kolom sebagai refluks dengan menggunakan pompa (011P-
114A/B) dan sebagian lagi dipompa ke Recontact Drum (011V-105) dengan pompa
(011P-115A/B). Di Recontact Drum Condensat Hydrocarbon dimix dengan gas yang
dikompresi dengan (011K-101 A/B/C).
Level kondensat hydrocarbon diatur oleh 011LIC-012 dengan stream naphtha
yang ke recontactor drum. Gas dari 011V-104 masuk KO drum (011V-108).
Kondensat yang mungkin ada pada KO drum (011V-108) ini dimasukkan ke dalam
011V-109 yang nantinya dengan tekanan fuel gas masuk lagi ke inlet 011V-104. Gas
dari 011V-108 ditahan oleh 011K-101A/B/C masuk ke 011V-105 (recontactor drum)
bersama-sama naphtha ex 011V-104. Tekanan main column diatur oleh 011PKC-015
dengan stream gas ke flare, spiel back, dan stream dari fuel gas system. Bila 011PRC-
015 pada posisi A, maka bila tekanan 011C-101 tinggi maka control valve spill back
menutup dan bila masih tinggi maka control valve ke flare baru membuka. Bila
tekanan rendah, maka control valve ke flare akan menutup, baru spill back akan
membuka. Apabila keadaan terakhir tekanan masih rendah maka 0110RC-015 di
switch ke posisi B yaitu setelah spill back membuka penuh, tekanan masih turun maka
fuel gas system membuka dan masuk sistem untuk build up tekanan/masukkan tekanan
sour water yang mungkin masih ada di recontactor drum 011V-105 dikeluarkan dan
masuk ke 017V-101 sedangkan level air/bootleg diatur oleh 011LIC-014 dengan
stream sour water ke 017V-101 tersebut. Hydrocarbon dari 011V-105 dipompa oleh
011P-119A/B masuk ke stabilizer section sedangkan level 011V-105 diatur oleh 011P-
015 dengan stream yang ke stabilizer tersebut. Tekanan 011V-105 diatur oleh 011P-
016 dengan stream ke flare dan dari fuel gas system secara full push control.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 87
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

f. Stabilizer dan Splitter


• Stabilizer (011C-015)
Naphtha yang tidak stabil dari vessel (011V-105) masuk ke shell side
(011E-119). Di exchanger ini unstabiled naphtha di-preheated dengan tube
side stabilizer bottom.
- Stabilizer bottom dialirkan ke naphtha splitter (011C-106). Light
komponen dalam stabilizer distripped out dengan reboiler (011E-120A/B)
yang menggunakan HDO sebagai heating medium.
- Uap dari stabilizer (011C-105) dikondensasikan dengan overhead
condenser (011E-121) dan diteruskan ke overhead receiver (011V-106).
Sour water dari vessel (011V-106) dialirkan ke unit Sour Water Stripper
(017V-101). Sebagian kondensat hydrocarbon dipompa dengan (011P-
121A/B) sebagai reflux.
- Sebagian kondensat hydrocarbon yang lain didinginkan dengan (011E-
122(1/2)) yang menggunakan cooling water sebagai cooling medium dan
kemudian dipompa dengan (011P-121A/B) ke LPG Recovery Unit.
- Jika LPG Recovery mati atau tidak sedang beroperasi overhead dari kolom
stabilizer dikirim ke fuel gas.
• Splitter (011C-106)
Mixed naphtha dari stabilizer kolom dialirkan ke naphtha splitter
(011C-106) untuk dipisahkan menjadi light dan heavy naphtha. Heavy naphtha
dari splitter bottom dipompa dengan (011P-122A/B) dan didinginkan dengan
air cooler (011E-124). Dari air cooler sebagian heavy naphtha diumpankan ke
Naphtha Hydrotreater Unit (012V-101) dan para-Xylene Complex sedangkan
sebagian yang lain didinginkan dalam (011E-130A/B(1-2)) yang menggunakan
cooling water sebagai media pendingin dan selanjutnya dikirim ke storage.
Uap dari (011C-106) dikondensasikan dalam air cooler (011E-125) dan
dialirkan ke overhead receiver (011V107) sedangkan sebagian kondensat dari
(011V-107) dipompa balik ke kolom (011C-106) sebagai refluks dengan
pompa (011P-123A/B) sedangkan yang lain setelah didinginkan dengan (011E-
126(1-2)) yang menggunakan air sebagai media pendingin selanjutnya dikirim
ke storage.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 88
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV..2.4. Vari
IV Variaabel Pro ses
Proses
Variabel-variabel proses yang mempengaruhi proses di CDU II adalah sebagai
berikut:
1. Operating variable
Proses pemisahan crude oil menjadi fraksi-fraksi penyusunnya adalah proses
distilasi. Prinsip pemisahan pada proses distilasi tersebut adalah, pemisahan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Teknik pemisahan dengan distilasi adalah tidak
lepas dari pekerjaan: pemanasan, penguapan, kondensasi, pendinginan, dan steam
stripping. Kondisi operasi yang selalu diperhatikan dan merupakan variabel operasi
(operating variable) adalah: flow, temperature, tekanan, dan level.
2. Feed Flow Rate
Flow rate dari feed yang paling optimum adalah sesuai dengan desain, sebab
dengan feed sesuai desain akan mendapatkan recovery panas yang paling baik. Bila
feed melebihi dari desain maka akan didapatkan kondisi operasi yang sangat berat
diantaranya skin temperature di dapur sangat tinggi dan kemungkinan akan melebihi
dari suhu yang diizinkan. Bila load dari kolom yang tinggi akibat feed yang melebihi
desain maka pertama yang akan terasa adalah tekanan dari kolom akan sangat tinggi
ini akibat beban kondensor yang tinggi pula.
Bila feed lebih kecil dari dari minimum feed yang diperbolehkan maka, flow
yang masuk dapur bisa mencapai kondisi laminer, juga dari load dari pompa akan
lebih kecil pula dari kondisi minimumnya.
3. Temperature Outlet Furnace
Fungsi dari dapur adalah untuk memanaskan dan menguapkan crude sampai
mencapai kondisi di flash zone sesuai dengan yang dikehendaki atau sesuai desain.
Bila suhu lebih tinggi dari desain maka akan didapat load kondenser naik, pemakaian
reflux naik sehingga energy conservation tidak baik. Temperature outlet dapur lebih
rendah dari desain, maka akan didapat pemakaian reflux yang rendah, ini memberi
efek penurunan ketajaman dari proses distilasinya.
4. Tekanan Main Column
Bila tekanan dari main column lebih besar dari desain, maka akan mengurangi
penguapan dari minyak sehingga tiap-tiap fraksi akan mengandung fraksi lebih ringan
yang lebih banyak lagi, akibatnya bisa menyebabkan off spec product. Tetapi bila

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 89
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

tekanan main column lebih kecil dari desain, maka akan mengurangi ketajaman dari
proses distilasinya.
5. Stripper Steam
Fungsi dari stripper steam adalah untuk menghilangkan fraksi ringan yang
terikut dalam suatu product dengan jalan menurunkan tekanan parsial dari fraksi
ringan tersebut. Bila stripping steam terlalu besar maka akan memberikan efek yaitu
terjadinya blowing dalam column stripping-nya, sehingga akan mengurangi kontak
uap cairannya. Selain itu juga bisa menaikan tekanan sistemnya. Tetapi bila stripping
steam terlalu sedikit akan memberikan driving force yang kecil, sehingga tidak cukup
untuk mengangkat fraksi ringan tersebut.

IV.3. Unit 012 Naphtha Hydrotreater (NHT)


Prosses
IV.3.1. Tujuan Pro
Tujuan proses dari unit ini adalah untuk menghilangkan sulfur, logam berat,
dan komponen nitrogen serta senyawa oksigen agar heavy naphtha yang dihasilkan
memenuhi syarat sebagai umpan dari Platformer.

IV.3.2
.3.2.. Konsep Proses
IV.3.2
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulfur, logam berat, dan komponen
nitrogen serta senyawa oksigen. Unit Naphtha Hydrotreater untuk kilang baru Cilacap
telah dirancang untuk mengolah 2.441 ton/day. Fraksi naphtha pada selang titik didih
80-149oC dari unit crude distillate untuk dipersiapkan sebagai bahan platformer
dengan kandungan belerang 0,2-0,4 ppm agar tidak meracuni atau merusak katalis R-
134 di reaktor Platformer. Proses yang dipakai adalah proses Naphtha Hydrotreting
dari Universal Oil Product (UOP). Katalis yang digunakan adalah extrudate alumina
(Al2O3) yang mengndung nikel dan molybdenum.
Tujuan utama penggunaan unit ini adalah untuk membersihkan atau
mempersiapkan fraksi naphtha dari kontaminan yang terlarut agar dapat digunakan
sebagai umpan untuk unit platformer. Ada 6 macam dasar reaksi yang terjadi dalam
proses hydrotreating, yaitu:
• Desulfurisasi
• Denitrifikasi

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 90
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Pemisahan oksigen
• Penjenuhan olefin
• Pemisahan halide
• Pemisahan logam

IV.3.
IV.3. 3. Uraian Proses
.3.3.
Langkah proses yang terjadi dalam keseluruhan di Unit NHT adalah sebagai berikut:
a. Feed dan Preheater
Naphtha yang diolah di unit ini ada beberapa jenis, yaitu naphtha yang
langsung diambil dari splitter coloumn yang ada dalam unit CDU FOC II, naphtha
yang berasal dari CDU FOC I serta naphtha yang berasal dari storage seperti heavy
naphtha dari 36T-106 dan sweet naphtha dari 31T-4/6. Naphtha tersebut masuk ke
unit ini pada Feed Surge Drum 012V-101 agar tidak terjadi overflow, maka aliran
naphtha yang masuk dalam vessel ini dikontrol berdasarkan level cairan yang ada di
vessel tersebut. Sementara untuk mengatur tekanan juga dilengkapi pressure control
dengan melibatkan aliran fuel gas dan flare. Suhu vessel 55oC dengan tekanan dijaga
pada 2,5 kg/cm2. Selanjutnya oleh pompa 012P-101A/B naphtha dipompakan bersama
aliran gas yang kaya hidrogen ke Combine Feed Exchanger (CFX) 012E-101(1-8)
untuk dipanaskan menggunakan reaktor effluent secara countercurrent sehingga suhu
campuran menjadi 329oC. Setelah keluar dari CFX, campuran tersebut akan berubah
fase menjadi uap yang selanjutnya dilewatkan ke dapur 012F-101 agar suhunya sesuai
dengan kondisi input reaktor NHT, yaitu sekitar 340oC. Suhu campuran keluar
dikontrol dengan cara mengatur pemakaian bahan bakar.
b. Reaktor Naphtha Hydrotreater
Keluar dari dapur campuran kemudian dialirkan kedalam reaktor NHT 012R-
101. Reaktor ini adalah reaktor fixed bed katalitis yang didesain untuk aliran feed
secara downflow guna menghilangkan impuritas-impuritas yang ada pada naphtha,
terutama sulfur, nitrogen, oksigen, senyawa halida, dan logam, serta untuk penjenuhan
olefin. Beda suhu yang terjadi di reaktor akan sangat tergantung pada kadar olefin dan
sulfur yang ada dalam feed. Produk keluaran reaktor selanjutnya dialirkan ke
Combined Feed Exchanger 012E-101(1-8) di bagian tubenya, kemudian dibawa
menuju product condenser 012E-102. Fasilitas air pencuci tersedia di pipa reaktor

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 91
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

effluen dari CFX yang menuju kondenser untuk menghilangkan timbunan garam yang
mungkin ada pada perpipaan. Aliran keluar dari kondenser akan mempunyai suhu
yang cukup rendah yaitu 54oC, memungkinkan untuk memasukkan seluruh naphtha ke
dalam product separator 012V-102. Vessel ini dilengkapi dengan blanket coalescer
untuk memisahkan gas, cairan hidrokarbon, dan air. Didalamnya juga terdapat bootleg
untuk menampung dan memisahkan air yang diinjeksi pada pencucian garam diatas.
Air dari bootleg ini akan dialirkan ke Sour Water Stripper 017V-101 sebelum dibuang
ke lingkungan. Untuk mensuplai gas H2 ke reaktor, biasanya dilakukan dengan
menggunakan recycle gas compressor 012 K-101A/B yang menghisap gas H2 dari top
separator 012V-102 dan mengalirkannya ke hulu CFX. Sementara aliran gas sebagai
make up didapatkan dari unit platformer 014 V-103 yang juga dialirkan ke hulu CFX.
c. Stripper
Cairan hidrokarbon di separator 012V-102 berdasarkan level kontrol yang ada,
dialirkan menuju stripper 012C-101 setelah dipanaskan di stripper feed/bottom
exchanger 012E-103(1/2). Stripper ini dilengkapi dengan stripper reboiler 012F-102
yang berfungsi untuk memberikan panas bagi penguapan yang terjadi di stripper yang
akan memisahkan H2S, air, dan hidrokarbon ringan, serta gas H2 yang terlarut dalam
feed stripper, hasil dari top stripper akan mengalir ke stripper overhead condenser
012E-105 dan cairan yang terbentuk akan ditampung di stripper receiver 012V-104.
Reflux dipompakan oleh 012P-104 ke stripper berdasarkan receiver level kontrol, jadi
untuk menambah jumlah reflux, maka panas yang diberikan oleh stripper reboiler
012F-102 harus ditambah untuk memperoleh kondensat yang banyak. Gas yang
meninggalkan receiver dikontrol dengan pressure control kemudian dialirkan ke fuel
gas system. Stripper overhead dilengkapi dengan sarana penambahan aditif untuk
mencegah karat dengan adanya gas H2S di alirannya. Injeksi ini langsung dilakukan
pada aliran uap dari puncak stripper.
Minyak dari bottom stripper dipompakan oleh 012P-103 melalui Stripper
Feed/Bottom Exchanger 012E-103(1/2) dan aliran inilah yang selanjutnya dibawa ke
unit platformer untuk diolah lebih lanjut. Kadang kala juga sebagian dari stripper
bottom ini didinginkan lebih lanjut di trim cooler 012E-104 dan disimpan di storage
tank sebagai sweet naphtha.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 92
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV.3.
IV.3. 4. Variabel Proses
.3.4.
Variabel-variabel proses yang mempengaruhi proses di NHT adalah sebagai
berikut:
1. Tekanan
Tekanan reaktor dipilih berdasarkan umur katalis dan pertimbangan kualitas
produk. Pada tekanan tinggi, katalis akan sangat efekitf untuk jangka waktu lama dan
reaksi dapat berjalan sempurna. Pada tekanan sistem untuk tahap tertentu dipengaruhi
oleh perbandingan hidrogen dengan feed menurut desainnya karena kedua parameter
ini menentukan parsial tekanan terhadap katalis.
Kebanyakan unit-unit NHT telah dirancang sedemikian rupa sehingga reaksi
desulfurisasi dan denitrifikasi berjalan dengan sempurna pada suhu desain dan untuk
bahan tertentu. Variasi normal dalam tekanan dan jumlah aliran hidrogen tidak akan
menyebabkan perubahan kualitas produk yang mencolok.
2. Suhu
Suhu mempunyai pengaruh besar untuk reaksi hydrotreating. Pada suhu
dibawah 315oC penghilangan kontaminan akan sulit. Diatas suhu ini penghilangan
akan berlangsung baik. Suhu inlet reactor minimum yang disarankan adalah 300oC.
Ada dua yang menentukan suhu minimum ini:
• Di bawah suhu minimum keceptan reaksi untuk penghilangan kontaminan ini
sangat lambat.
• Suhu harus ditahan cukup tinggi agar sewaktu feed gabungan (recycle gas dan
naphtha) masuk dapur dalam keadaan uap.
Suhu desain reaktor normal untuk mengolah Straight Run Naphtha adalah pada
selang 340oC-385oC. Untuk bahan ini (SRN) akan terjadi sedikit. Bahan-bahan hasil
cracking akan diolah pada suhu agak tinggi 385oC-420oC untuk mencegah coking di
katalis dan mencegah cracking yang akan terjadi di atas suhu ini. Suhu reaktor
maksimal dengan katalis baru harus dijaga 14oC-40oC dibawah suhu maksimal desain
untuk mengimbangi akibat penurunan aktivitas katalis. Dengan bertambahnya umur
katalis kualitas produk akan menurun secara berangsur-angsur, dengan demikian perlu
menaikkan suhu reactor inlet secara berangsur-angsur pula untuk mengimbangi
kecenderungan di atas.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 93
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

3. Kualitas Feed
Untuk operasi normal, tidak perlu merubah suhu inlet untuk menghadapi
perubahan kualitas feed. Tetapi bila akan diolah feed jenis baru yang sama sekali
berbeda dengan feed yang biasanya karena perbedaan kadar naphtha, maka perlu
dilakukan penyesuaian suhu inlet reactor. Pemilihan suhu reaktor didasarkan pada
kualitas produk.
4. Perbandingan H2 dan Hidrokarbon
Perbandingan minimum H2 terhadap hydrocarbon yang dinyatakan dalam
Nm3/m3 atau Standart Cubic Feet/Barrel (SCFB) didasarkan pada konsumsi H2.
Kecenderungan coking dari feed dan tingkat kualitas produk yang dikendaki.
Penggunaan hidrogen berkadar rendah dibatasi dari segi ekonomis pemakaian
kompresornya. Rasio hidrokarbon yang rendah dapat diimbangi dengan menaikkan
inlet temperature dari reaktor. Tetapi sebaiknya dilihat kualitas produk untuk
menetapkan suhu reaktor yang lebih sesuai.
5. Kecepatan Ruang (Space Velocity)
Jumlah katalis per satuan feed berubah sesuai dengan tingkat dan tipe reaksi
yang ingin dicapai. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) adalah perbandingan
volume feed per jam dengan volume katalis. LHSV awal ditetapkan berdasarkan feed,
produk, dan reaksi penghilangan sulfur serta nitrogen. Kemudian dikembangkan sesuai
dengan pertimbangan besarnya atau kapasitas unit, perubahan kadar logam pada feed,
dan kebutuhan proses.
6. Perlindungan pada Katalis dan Racun Katalis
Variabel katalis akan mempengaruhi umur katalis dalam bentuk kecepatan
pengendapan karbon pada katalis. Pada pengoperasian awal, karbon akan diendapkan
secara cukup atau sedang pada katalis kemudian makin lama makin menurun pada
kondisi operasi normal. Pengontrolan bentuk karbon ini akan dapat dicapai dengan
menjaga rasio H2/HC dan menahan suhu katalis pada suhu yang sesuai.
Suhu merupakan faktor yang kurang kritis dibandingkan dengan umur katalis.
Kenaikan suhu katalis akan meningkatkan reaksi pembentukan karbon karena itu harus
diingat bahwa dengan kombinasi suhu yang tinggi dan karbon yang kurang akan
merusak katalis. Penurunan akitivitas katalis (deaktivasi) diukur dengan penurunan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 94
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

efektivitasnya pada kondisi proses yang sama setelah beberapa waktu pemakaian.
Sebab-sebab utama deaktivasi katalis adalah:
• Penimbunan katalis pada permukaan aktifnya.
• Adanya reaksi kombinasi dari kontaminan feed stock dan komponen katalis.

IV.4 Hydrrogen Unibon (AH Unibon)


.4.. UNIT 013 Aromatic Hyd
IV.4
IV.4.
IV.4. 1. Tujuan Proses
.4.1.
Adapun tujuan dari proses Aromatic Hydrogen Unibon adalah untuk
memproduksi avtur dengan feed yang digunakan adalah kerosene. Unit ini terdiri dari
2 bagian, yaitu:
• Hydrogen process: mereduksi sulfur, nitrogen, dan logam berat
• Aromatic hydrogenation: menaikkan smoke point

IV.4.2
.4.2.. Konsep Proses
IV.4.2
AH Unibon kependekan dari Aromatic Hydogenation Unibon mempunyai
tujuan utama untuk meningkatkan smoke point kerosene. AH Unibon dibagi atas dua
tingkat, yaitu:
• Tingkat Pertama (I)
Tingkat I bertujuan untuk menyiapkan feed untuk proses pada tingkat II. Proses
ini terjadi dalam catalyst reactor UOPS 12.
• Tingkat Kedua (II) (Kondisi Sejak 2001)
Pada tingkat ini reaksi utama untuk meningkatkan smoke point dari kerosene
terjadi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aromatic hydrogenation. Proses ini
terjadi dalam reaktor UOPH 8.
Tingkat pertama proses AH Unibon adalah mempersiapkan feed untuk masuk
ke tingkat ke dua dengan cara penghilangan senyawa-senyawa yang dapat merusak
katalis pada tingkat ke II, antara lain senyawa S, N, O dsb. Reaksi penghilangan
senyawa-senyawa tersebut dilakukan dengan menginjeksi gas H2 dari Platformer
sedangkan reaksi katalitik di tingkat II adalah reaksi pengubahan aromatik menjadi
naphtene dengan mengatur tekanan, suhu, dan injeksi H2.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 95
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Pada bagian Unibon


Reaksi yang terjadi pada dibantu dengan katalis UOP S 12 yang terdiri atas
Cobalt dan Molybden dengan Al2O3 sebagai carrier.
Katalis berbentuk metal oksida, sedang desulfurisasi dihasilkan dalam bentuk
metal sulfida sehingga bentuk metal oksida harus diubah ke bentuk metal
sulfide lewat proses sulfurisasi sebelum proses tingkat I dilakukan.
• Pada bagian Hidrogenasi Aromatik
Terdapat dua reaktor berisi katalis yang sama yaitu UOP H 8. Katalis terdiri
atas Platinum dan Al2O3 sebagai carrier. Katalis akan berkurang
kereaktifannya jika terkontaminasi oleh belerang, nitrogen, dan oksigen.

IV.4.
IV.4. 3. Uraian Proses
.4.3.
Proses pada AH Unibon unit ini dibagi atas dua tingkat, yaitu tingkat pertama
(I) merupakan tingkat persiapan feed menuju tingkat ke dua dan tingkat kedua (II)
(Kondisi Sejak 2001) merupakan tingkat perbaikan mutu smoke point dari kerosene.
IV.4.
IV.4. 3.1. Tingkat I
.4.3.1.
a. Preheating Section
Umpan proses yang digunakan pada unit ini adalah 100% kerosene. Kerosene
keluar dari bottom Kero Stripper (011C104) lewat pipa atau langsung dipompa dari
AH Unibon feed storage lewat pipa 013FRC001 yang bekerja secara master and slave.
Umpan kemudian dialirkan ke feed surge drum. Bootom feed surge drum (013V101)
kemudian ditransfer lewat line 13-1004A-10 lewat pompa multistage. Tujuan
penggunaan dari multistage pump digunakan di sini karena fluida yang dialirkan
merupakan fluida bertekanan tinggi dan juga untuk mengurangi suction loss. Keluar
dari pompa multistage fluida tersebut dibagi atas dua stream yang nantinya akan
dikendalikan dengan control valve 013FRC006 dan 013FRC007.
Setelah melalui flow indicator controler, masing-masing stream bergabung
dengan pass recycle gas kemudian masuk ke dalam Combined Feed Exchanger (CFE).
Umpan masuk CFE pada temperatur 58oC dan keluar pada temperature 354oC. Fluida
yang telah mengalami preheating ini secara paralel diumpankan ke dalam Feed
Charge Heater (FCH) 013-F101.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 96
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

b. Charge Heater
Umpan dari preheating section dipanasi suhunya hingga mencapai temperatur
reaksi sebesar 399oC. Untuk mengatur temperatur dipasang 013TRC027 sebagai
pengatur bahan bakar.
c. Reaktor
Outlet fluida yang keluar dari charge heater dialirkan ke dalam reaktor, selisih
tekanan antara temperatur masuk dan keluar reaktor adalah 56oC sedangkan selisih
tekanan masuk dan keluar dari reaktor adalah 0,7 kg/cm2.
Reaksi pemisahan senyawa-senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen terjadi pada
reaktor ini. Reaksi ini dibantu dengan adanya katalis molybden dan cobalt. Untuk
membentuk metal sulfide diperlukan temperatur 249oC sehingga diperlukan
mercaptane sebagai carrier. Produk reaktor keluar lewat bottom (line 13-1012 FHA-
10) dengan temperatur 416oC.
d. Pendinginan Produk Reaktor
Produk dari reaktor dibagi menjadi dua pass kemudian diturunkan suhunya
pada Combined Feed Exchanger (CFE 013E-101A/B ). Fluida keluran dari CFE
diinjeksikan make up gas H2 dari platformer (014V103) selanjutnya mengalami
pendinginan lanjutan lewat fin-fan. Untuk mencegah terjadinya penimbunan garam-
garam pada fin-fan maka sebelum didinginkan pada fin-fan diinjeksikan condensate
dari Platformer dengan sebesar 2% feed. Setelah mengalami pendinginan di fin-fan
fluida aliran tersebut ditransfer ke 1st stage separator (013V103) lewat line 013-
0114FE-10”. Tekanan dipertahankan 42 kg/cm2. Dalam separator terjadi pemisahan
antara fraksi. Gas-gas ini dikirim ke kompresor KO-drum lewat line 013-1016FE-4”.
Setelah dinaikan tekanannya pada kompresor, gas-gas tersebut masuk ke suction
compresor. Jika masih ada liquid yang tersisa, liquid ini akan dikirim ke Sour Water
Stripper Unit (SWS). Liquid dari bottom separator dinaikan suhunya melalui 4 buah
heat exchanger 013E103-4/3/2/1 secara seri sampai 266oC sebagai feed dari stripper
sedangkan air pada bootleg separator 013V-103 diolah lebih lanjut di SWS.
e. Stripping Section
Kerosene yang keluar dari heat exchanger 013E103-4/3/2/1 diumpankan pada
tray no. 5 1st stage stripper 013C101 yang terdiri atas 20 buah trays. Stripper

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 97
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

berfungsi untuk membebaskan kerosene dari kandungan H2S. Untuk mempertahankan


kondisi operasi digunakan overhead receiver dan reboiler heater.
Uap yang keluar dari overhead column memiliki temperatur 179oC didinginkan
terlebih dahulu pada fin-fan sehingga mencapai suhu 55oC kemudian dikumpulkan
pada overhead receiver 013V-105. H2S yang merupakan hasil reaksi reaktor 1st stage
yang berupa gas kemudian dibuang melalui top receiver 013V-105.
Untuk mempertahankan temperatur kolom maka pada bottom dipasang
reboiling system. Pada bottom sebagian liquid dipanaskan pada reboiler heater 013F-
102 kemudian dikembalikan ke kolom sedangkan sebagian bottom product lainnya
dengan temperatur 311oC didinginkan melalui 4 rangkaian heat exchanger 013E103-
1/2/3/4 secara seri setelah mengalami proses pendinginan dialirkan menuju ke fin-fan
cooler 013E-107 untuk didinginkan kembali dan setelah didinginkan produk tersebut
dilakukan injeksi antioksidan (AO) dan anti static aditif (ASA) lalu produk tersebut
dialirkan menuju storage 32T1/T2/T3/T4.
IV.4.
IV.4. 3.2. Tingkat II (Kondisi Sejak 2001)
.4.3.2.
a. Feed and Preheating Section
Feed dari 1st stage dibagi menjadi tiga pass yaitu:
• Pass I sebelum memasuki heat exchanger dipasangi berbagai instrumentasi yaitu:
− 013FRC044 bersama dengan 013FRC043 (pass II) dan 013FRC042 (pass III)
bekerja secara master and slaver dengan level control dari stripper
− 013FSL044A dengan hubungan (AND) bersama dengan 013FSL042A dari pass I
menutup control valve inlet HE pass I dan III
− 013FSL044B bersama dengan 013FSL042B (pass I) membentuk hubungan AND
men-shutdown-kan motor pompa 013P106A dan B (2nd stage charge pump)
− 013FAL memberitahu kepada operator adanya flow dari pass III
• Pass II hanya dilengkapi oleh instrumentasi pengatur aliran saja
• Pass III dipasangi insrumentasi:
− 013FRC044 bersama dengan 013FRC043 (pass II) dan013FRC042 (Pass I)
bekerja secara master and slave dengan level control dari bottom stripper.
− 013FSL044A dengan hubungan AND men-shutdown-kan motor pompa
013P106A dan B.
− 013FAL044 memberitahukan kepada operator adanya aliran pada pass III.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 98
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

b. Reactor Charge Heater (013F-103)


Fluida pada pass III dipanaskan melalui tiga rangkaian heat exchanger yaitu
013E-106A3/2/1 sampai suhunya 154oC sedangkan fluida pada pass II juga
dipanaskan melalui tiga rangkaian heat exchanger yaitu 013E-106A3/2/1 sehingga
outlet temperature pada HE terakhir adalah 173oC. Kedua pass ini kemudian
dipanaskan kembali pada furnace 013F-103 yang bertindak sebagai charge heater agar
dapat dicapai temperatur reaksi. Keluar dari charge heater dengan komposisi 60%
liquid dan 40% uap yang kemudian dilewatkan pada top column reactor untuk
direaksikan.
c. 2nd Stage Reactor I (013R-102)
Pada bagian ini terjadi reaksi penjenuhan olefin dan juga pembuangan
kandungan sulfur yang masih terikut dalam feed (sulfur removal). Reaksi ini
dipromotori oleh Katalis UOP H8 yang terdiri dari platinum dan sebagai carrier
alumina (Al2O3). Reaksi penjenuhan olefin ini bersifat eksotermis sehingga temperatur
keluar reaktor atau Reactor Outlet Temperature (ROT) bersuhu sangat tinggi, yaitu
216oC sedangkan feed untuk reaktor II suhunya mendekati reaktor I, yaitu 173oC
sehingga harus melewati beberapa treatment lagi untuk menyesuaikan dengan
temperatur masuk atau Reactor Inlet Temperature (RIT) reaktor II. Untuk menurunkan
temperatur outlet reactor I maka sebagian produk reaktor digunakan untuk
memproduksi steam pada 2nd stage steam generator 013E-108 untuk diambil panasnya
sehingga temperaturnya turun menjadi 154oC. Stream yang dipakai untuk
menghasilkan steam ini bertemu kembali dengan bypass steam generator stream.
Setelah terjadi pertemuan kedua stream maka temperatur inlet umpan reaktor II
mendekati 172oC. Steam yang dihasilkan dari steam generator sebesar 115 ton/hari
berupa steam bertekanan sadang (medium pressure).
d. 2nd Stage Reactor II (013R-103)
Reaksi hidrogenasi aromat dilanjutkan pada reaktor II dengan promotornya
adalah Katalis UOPH8. Inlet feed dari reaktor II adalah outlet steam generation
reactor I (013E-108), bypass steam generation, dan bypass reactor I (013R-102).
Temperatur keluar (ROT) sebesar 204oC. Produk reaksi ini yang selanjutnya akan
didinginkan.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 99
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

e. Pendinginan Produk 2nd stage reactor II


Produk dari second stage reactor yang masih memiliki temperatur tinggi
digunakan untuk memanasi bypass feed untuk reactor II pada HE 013E105-1. Suhu
stream setelah digunakan untuk pendinginan bypass reactor II feed turun menjadi
55oC. Selanjutnya stream ini mengalami pendinginan kembali pada fin-fan condenser
013E-107. Setelah didinginkan maka fluida ini dipisahkan pada 2nd stage product
separator 013V-106 untuk memisahkan gas (H2, H2S, C1, dan C2) dengan fluida lain
(liquid) yaitu kerosene dan sedikit hidrokarbon. Gas dibuang lewat puncak separator
sedangkan liquid dipanaskan kembali pada HE 013E-109. Outlet temperature dari HE
013E-109 sebesar 116oC.
Bottom product dari separator 013V-106 setelah mengalami pemanasan awal
(preheating) pada HE 013E-109 dipecah menjadi dua stream yang selanjutnya
dipanaskan kembali pada furnace. Panas yang diserap oleh 2 stream (berisi kerosene)
sebesar 4,73x106 kcal/jam mengakibatkan suhu keluar furnace sebesar 179oC.
Selanjutnya kedua stream tersebut bergabung kembali untuk menjadi umpan dari 2nd
stage stripper sedangkan top product yang berupa gas dikompresi oleh compressor
untuk dinaikan tekanannya dari 53 kg/cm2 menjadi 66 kg/cm2 yang selanjutnya
berfungsi sebagai recycle gas pada umpan 2nd stage reactor I.
f. Second Stage Stripper (013C-102)
2nd stage stripper berfungsi melucuti senyawa-senyawa hidrokarbon ringan
untuk memperbaiki smoke point dari kerosene. Stripper ini terdiri atas 10 buah trays.
Bottom productnya berupa liquid yang merupakan kerosene sedangkan Top
productnya merupakan gas hidrokarbon ringan (light hydrocarbon).
Gas hidrokarbon ringan setelah dilucuti dengan stripping steam keluar lewat
Overhead section. Gas ini kemudian didinginkan melalui fin-fan 013E-110 kemudian
ditransfer ke receiver 013V-107 sedangkan produk kerosene keluar lewat bagian
bawah kolom (bottom section). Level stripper dikendalikan oleh 013LIC030 untuk
menentukan banyaknya produksi ke tangki produk kerosene. Bottom product
kemudian dipompa untuk didinginkan pada fin-fan condenser 013E-111 sehingga
temperaturnya turun dari 112oC menjadi 55oC yang selanjutnya disimpan dalam tangki
penyimpan kerosene.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 100
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV.5. Unit 014 Platformer dengan CCR


IV.5.1
.5.1.. Tujuan Pro
IV.5.1 Prosses
Tujuan proses ini adalah untuk mengolah lebih lanjut naphtha dari unit 012
yang nantinya akan menaikkan angka oktan menjadi lebih tinggi untuk campuran
blending gasoline atau premium.

IV.5.2
.5.2.. Konsep Pro
IV.5.2 Prosses
Unit Platformer pada ekspansi di Unit Pengolahan IV Cilacap didesain untuk
mengolah 20.000 barrel/hari naphtha hydrotreated Attaka dan Arjuna menjadi
komponen blending motor gasoline dengan. Unit Platformer ini didesain oleh UOP
dengan menggunakan Catalyst UOP-134. Unit ini dilengkapi dengan sistem
Continuous Catalytic Regeneration (CCR) untuk meregenerasi fungsi katalis dan
membersihkan katalis dari pengotor setelah beberapa aliran proses.
Feed naphtha untuk unit platformer mengandung senyawa-senyawa parafin,
naphthene, aromatik, dan sedikit sekali olefin, dengan atom karbon 6 sampai 11.
Tujuan dari proses platforming ini adalah untuk memproduksi aromatik dari naphthene
dan parafin. Aromatik yang ada dalam feed relatif stabil dan di reaktor hanya lewat
saja tidak mengalami perubahan. Naphthene paling mudah/cepat diubah menjadi
aromatik sedangkan parafin cukup lambat dan kurang efisien. Dasar reaksi yang
terjadi dalam unit platformer ini adalah dehidrogenasi, isomerisasi, hydrocracking,
dan cyclisasi.
Unit Platformer terdiri dari 3 buah reaktor yang bersusun dengan
menggunakan katalis dan Continues Catalyst Regeneration (CCR), seksi debutanizer,
dan sistem heat exchanger dengan menggunakan produk dari reaktor sebagai
pemanasnya.
Feed dicampur dengan gas hydrogen recycle gas, dipanaskan di Combined
heat exchanger dan tiga buah dapur kemudian mengalir ke tiga reaktor secara seri agar
didapatkan octane number sesuai yang dikehendaki. Pemanasan di interheater antara
dua buah reaktor dimaksudkan untuk mempertahankan suhu karena reaksi yang terjadi
di reaktor adalah endotermis. Setelah keluar dari heat exchanger, dikondensasikan,
didinginkan, dan selanjutnya masuk ke product separator dimana dipisahkan liquid
dan gasnya yang mengandung banyak hidrogen. Hidrogen direcycle kembali ke

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 101
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

reaktor dan kelebihannya dialirkan ke unit-unit lain. Liquid product dipompakan ke


debutanizer untuk dipisahkan kembali antara light product dan platformatenya.
Platformate dari bottom debutanizer dipompakan ke tangki penyimpanan sedangkan
overheadnya dialirkan ke LPG plant dan fuel gas system.

IV.5.3. Uraian Proses


IV.5.3.1. Seksi reactor
a. Feed reaktor dan Preheat Exchanger
Hydrotreated naphtha sebagai feed ke platformer berasal dari bottom stripper
012C-101 di unit Naphtha Hydrotreater yang sudah didinginkan sampai suhu 116oC.
Kemudian feed ini dibagi menjadi dua arus dan masing-masing dicampur dengan
recycle gas hidrogen yang berasal dari discharge kompressor 014K-101. Kemudian
masing-masing masuk ke tube side Combined Feed Exchanger 014E-101A dan 014E-
101B yang nantinya suhunya menjadi 454oC, feed ini secara total telah berubah
menjadi uap.
b. Reaktor Heater No. 1
Feed yang telah dipanaskan sampai suhu 454oC tersebut kemudian dicampur
kembali dan dialirkan ke dapur No. 1 untuk dipanaskan kembali sampai suhu yang
diinginkan. Suhu keluar dapur dikontrol dengan flow fuel gas yang dipakai dapur.
c. Reaktor Platformer No. 1
Campuran feed masuk secara radial ke dalam katalis bed. Perbedaan tekanan
yang diizinkan tidak boleh lebih dari 1 kg/cm2. Yang terpenting adalah melindungi
katalis, oleh karena itu tidak boleh beroperasi pada feed rendah, suhu tinggi, tekanan
rendah, atau flow recycle gas rendah, juga harus dihindari adanya air dalam feed.
d. Reaktor Heater No. 2
Campuran hasil dari reaktor No. 1 mengalir ke reaktor heater No. 2 untuk
dipanaskan kembali sampai suhu yang diinginkan.
e. Reaktor Platformer No. 2
Campuran kembali masuk ke dalam reaktor secara radial ke dalam katalis bed.
f. Reaktor Heater No. 3
Setelah keluar dari reaktor No. 2 maka campuran kembali dipanaskan sampai
suhu yang diinginkan reaktor.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 102
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

g. Reaktor Platformer No. 3


Campuran kembali lagi dimasukkan ke dalam katalis bed pada reaktor No. 3.
h. Reaktor Product Separator
Produk reaktor yang mengalir dari bottom reaktor No. 3 dibagi 2 arus, masing-
masing ke combined heat exchanger 014E-101A/B untuk memanaskan feed sebelum
masuk dapur No. 1. Campuran ini akan terkondensasi dan dingin sampai 119oC.
Kemudian aliran ini masuk ke dalam Reaktor Product Condensor 014E-102A/B dan
temperatur akan dingin menjadi 55oC dan kemudian masuk ke shell side dari Produk
Reaktor Trim Cooler 014E-103A/B dimana suhunya akan turun menjadi 38oC dan
mengalir ke dalam Reaktor Product Separator 014V-101. Reaktor Product Separator
beroperasi pada 7 kg/cm2 untuk memisahkan gas dan liquidnya. Liquid hidrokarbon
yang didapatkan dipompakan ke debutanizer, sementara gas dari top separator masuk
ke dalam suction dari recycle gas compressor 014K-101 yang digerakkan oleh MP
steam untuk direcycle ke reaktor bersama dengan feed sebelum masuk ke Combined
Feed Exchanger. Tekanan separator diatur oleh pressure control pada top separator.
Kelebihan gas akan masuk ke dalam suction dari gas booster compressor 014K-
102A/B/C yang masing-masing terdiri dari 3 stage dimana discharge stage ke-3
masuk bersama dengan reaktor product separator ke recontact drum 014V-103,
sebelumnya produk top dari reaktor product separator 014V-101 dilewatkan pada
kolo adsorber untuk memisahkan chloride yang terbawa. Liquid dari recontact drum
masuk sebagai feed debutanizer 014C-101 sedangkan gasnya yang sebagian besar
adalah gas H2 dialirkan sebagai make up gas ke unit-unit lain, diantaranya NHT,
Thermal Destillate Hydrotreater, dan AH Unibon.
i. Injeksi Chlorida dan Condensat
Penambahan kondensat dan organic chloride (Propilen Dichlorida) adalah
untuk mengatur level klorida di katalis dengan diinjeksikan sebelum dan sesudah
Combined Feed Exchanger. Untuk injeksi kondensat dipakai treated water yang
dipompakan ke feed setelah Combined Feed Exchanger. Untuk injeksi chemical,
dipompakan ke feed sebelum masuk ke Combined Feed Exchanger.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 103
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV.5.3.2. Debutanizer Platformer


Liquid dari recontact drum masuk ke flash drum 014V-104 dimana liquid dari
flash drum ini selanjutnya dipompakan ke shell side dari debutanizer feed/bottom
exchanger 014E-107(1/2/3). Feed debutanizer ini akan dipanaskan sampai 191oC, baru
kemudian masuk ke dalam kolom debutanizer yang terdiri dari 30 tray pada tray di
atas 20. Di debutanizer ini fraksi-fraksi ringan dan H2S dipisahkan dengan
memanaskan bottom di dapur reboiler 014F-104 yang mampu memanaskan bottom
debutanizer ini dari 248oC menjadi 261oC dengan memakai fuel gas dan fuel oil.
Bottom debutanizer yang telah dipanaskan ini kembali ke kolom debutanizer di bawah
tray 30. Sebagian lain dari bottom debutanizer akan masuk ke air cooler agar suhunya
turun menjadi 55oC, kemudian kembali didinginkan dalam shell side trim cooler agar
suhunya menjadi 38oC sebagai platformate yang siap dialirkan ke tangki penyimpanan
sebagai komponen blending mogas. Overhead dari debutanizer pada suhu 68oC
dengan tekanan 18 kg/cm2 mengalir ke debutanizer overhead condensor dimana
didinginkan sampai 55oC dan kemudian ke debutanizer overhead trim cooler sampai
suhunya menjadi 38oC baru kemudian ke debutanizer overhead receiver. Tekanan
debutanizer diatur dengan mengatur aliran fuel gas yang berasal dari flash drum.
Liquid yang didapatkan dari debutanizer overhead receiver sebagian dipompakan
sebagai reflux pada top debutanizer dan sebagian lagi dialirkan menuju ke unit UTL
05 sedangkan gas yang didapatkan dari sini bersama-sama dengan liquid yang berasal
dari recontact drum masuk ke flash drum.

IV.5.4. Varia bel Pro


Variabel ses dan Pengaturannya
Proses
Variabel-variabel proses yang mempengaruhi proses di unit Platformer dengan
CCR adalah sebagai berikut :
1. Severiti
Menaikkan severity berarti merubah kondisi operasi dari sistem dimana fungsi
katalis akan menjadi berat. Pada keadaan normal, severity diatur oleh inlet reactor
dengan pertimbangan bahwa feed dan tekanan tetap.
2. Suhu
Suhu pada katalis bed merupakan variabel utama untuk mengatur kualitas
produk. Katalis platformer mampu beroperasi pada suhu yang sangat berbeda dengan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 104
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

efek pada yield product dan stabilitas katalis. Suhu yang sangat tinggi (di atas 538oC)
dapat menyebabkan yield platformer berkurang dan aktivitas katalis bertambah. Suhu
reaktor biasanya sebagai Weight Average Inlet Temperature (WAIT) yaitu fraksi
katalis dalam setiap reactor bed dikalikan dengan inlet temperature.
3. Tekanan
Tekanan parsial hidrogen merupakan basis variabel tetapi mudah diatur dengan
mengatur tekanan total reaktor maka kemurnian hidrogen tidak penting lagi. Tekanan
akan mempengaruhi yield dan stabilitas katalis. Menaikkan tekanan berarti menaikkan
hydrocracking dan menurunkan aromatisasi (Yield Liquid Platformate). Menurunkan
tekanan operasi akan menaikkan pembentukan coke pada katalis.
4. Rasio hidrogen dan hidrokarbon
Rasio hidrogen-hidrokarbon dapat diartikan sebagai mol hidrokarbon recycle
gas per mol naphtha feed yang diolah. Hidrogen recycle gas untuk mencegah
pembentukan coke di dalam katalis. Menaikan rasio hidrogen-hidrokarbon akan
membuat naphtha lewat reaktor lebih cepat dan panas dibawa keluar oleh recycle gas
tadi. Sebagian hasil akhirnya menaikkan stabilitas dengan sedikit efek pada yield
quality untuk mencegah rusaknya katalis, rasio hidrogen-hidrokarbon harus
dipertahankan diatas minimum yang diizinkan.

IV.5.4.1. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)


LHSV adalah banyaknya naphtha feed dalam meter kubik yang lewat pada
sejumlah katalis juga dalam meter kubik per jam. LHSV digunakan untuk menentukan
feed dengan basis volume dalam satuan waktu. Space Velocity mempunyai akibat
paling besar pada kualitas produk. Menaikkan space velocity maka kulitas produk
akan menurun karena jumlah reaksi yang dikehendaki juga berkurang, dalam hal ini
untuk mengimbangi efek tersebut maka suhu reaktor harus dinaikkan.
IV.5.4.2. Sifat-sifat Feed Stock
Bila sifat-sifat feed stock berubah berpengaruh juga pada operasi pada
platformer, seperti halnya boiling range serta kadar naphtha dan aromatik. Dengan
naiknya naphtha dan aromatik di feed maka suhu harus diturunkan untuk mendapatkan
angka oktan yang sama. Bila kadar paraffin yang naik di dalam feed maka severity

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 105
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

yang tinggi diinginkan untuk sempurnanya reaksi isomerisasi dari parafin. Hal ini
tidak hanya suhu reaksinya saja yang tinggi tetapi juga space velocity yang rendah.
IV.5.4.3. Katalis, Pencegahan, dan Penanggulangan terhadap Racun-racun
1. Katalis
Keaktifan dari katalis akan turun bila adanya kesalahan operasi ataupun adanya
kelainan-kelainan dalam feed. Bila moisture drastis naik akan mengubah sifat-sifat dari
katalis dan menurunkan efektivitas.
2. Pencegahan Kerusakan Katalis
Mengingat katalis platformer harganya mahal, maka katalis haruslah dicegah
dari kerusakan dan kesalahan operasi. Rusaknya katalis disebabkan oleh kesalaham
operasi dan akan menyebabkan efek yang sangat membahayakan.
• Rusaknya katalis oleh coke dari feed
Katalis platformer harus dilindungi dari pembentukan coke yang
bertambah terus dengan recycle gas H2. Dengan mengatur kondisi operasi,
pembentukan karbon pada katalis dapat dicegah oleh hidrogen. Keadaan
demikian disebut dengan kesetimbangan karbon. Kecepatan pembentukan
karbon dan keseimbangan karbon akan naik oleh :
− Menaikkan suhu katalis
− Menurunkan tekanan reaktor
− Menurunkan rasio H2/HC
− Mengolah naphtha dengan end point tinggi
• Rusaknya katalis disebabkan keracunan feednya
Rusaknya katalis disebabkan keracunan feednya yang dapat diketahui
dari gejala-gejala prosesnya. Tergantung dari sifat - sifat dan banyaknya yang
meracuni katalis, ada tiga hal yang meracuni katalis :
− Material-material yang menghambat aktivitas hidrocracking dari pada
katalis.
− Material-material yang mempercepat aktivitas hidrocracking dari katalis.
− Material-material yang menghambat aktivitas aromatisasi pada katalis.
IV.5.4.4. Injeksi Klorida dan Kondensat
Apabila terlalu banyak injeksi klorida di dalam feed akan menambah dan
menaikkan aktivitas hidrocracking. Injeksi kondensat dilakukan sebelum di CFE agar

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 106
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

moisture pada katalis platina dengan media alumina tidak terlalu gampang pecah dan
lembek karena karakteristik dari katalis tersebut jika terlalu kering akan rapuh dan jika
terlalu basah akan lembek.
IV.5.4.5. Tipe-tipe Reaksi yang Terjadi
Dasar reaksi yang terjadi dalam unit platformer ini adalah dehidrogenasi,
isomerisasi, hydrocracking, dan cyclisasi.
a. Reaksi dehidrogenasi
Reaksi dehidrogenasi dapat diatur dengan menjaga perbedaan suhu di reaktor 1
(antara suhu inlet dan outlet reaktor) dengan melihat hasil dari aromatik di platformer
dan mengukur separator off gas serta hidrogen kontennya. Perbedaan suhu reaktor 1
dengan reaktor lainnya jauh berarti reaksi dehidrogenasi berjalan dengan baik.
b. Reaksi isomerisasi
Reaksi ini merupakan reaksi untuk membentuk aromat dam sedikit paraffin
dari struktur hidrokarbon dan merupakan reaksi eksotermis serta fungsi asam dari
katalis yang digunakan untuk mempercepat reaksi ini.
c. Reaksi hydrocracking
Reaksi ini menghasilkan liquid paraffin ringan dan produksi gas, besarnya
reaksi ini tergantung dari paraffin yang terdapat di dalam feed stock dan kondisi
operasi dari unitnya. Reaksi ini dapat diatur dengan menjaga perbedaan suhu di reaktor
terakhir dengan melihat hasil dari stabilizer overhead gas dan yield dari produksi
liquidnya serta hidrogen kontennya di separator gas. Naiknya reaksi hydrocracking di
unit platformer dipengaruhi oleh :
• Perbedaan suhu naik/turun di reaktor terakhir.
• Produksi stabilizer overhead naik.
• Yield dari produksi liquidnya turun.
• Purity hidrogen di separator gas turun.
d. Reaksi cyclisasi
Reaksi ini merupakan reaksi lanjutan dari reaksi dehidrogenasi yang bertujuan
untuk mengubah paraffin menjadi napthane dengan produksi sampingnya berupa gas
hidrogen. Reaksi ini paling sulit diarahkan di unit platformer karena reaksi cyclisasi
dari paraffin menjadi mudah apabila berat molekul dari paraffin bertambah sehingga

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 107
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

pembentukan napthane akan lebih mudah tetapi kerugiannya dengan semakin besar
berat molekul, maka hydrocracking semakin mudah.

IV.6. Unit 015 LPG Recovery Unit


IV.6.1
.6.1.. Tujuan Pro
IV.6.1 Prosses
Tujuan dari proses ini adalah memisahkan LPG propane dan LPG butane yang
berasal dari stabilizer column (CDU II) dan LPG dari unit 84 pada Kilang Paraxylene.

IV.6.2
.6.2.. Umpan dan Kapasitas Pengolahan
IV.6.2
Umpan yang digunakan berasal dari fluida top kolom stabilizer (unit 011) dan
LPG dari unit 84 pada Kilang Paraxylene. Kapasitas LPG Plant ini adalah 5500
barrel/hari.

IV.6.
IV.6. 3. Uraian Proses
.6.3.
Feed yang masuk ke LPG recovery unit merupakan kombinasi dari Overhead
liquid yang berasal dari stabilizer column (011V-106) pada CDU II dan LPG dari unit
84 pada Kilang paraxylene. Feed ini dipanaskan di 015E-101, kemudian dilanjutkan
dengan pemanasan di 015E-102 sebelum masuk ke deethanizer column (015C-101)
melalui tray ke 20.
Ethane dan fraksi yang lebih ringan diambil dari overhead 015C-101,
kemudian fase uapnya sebagian dikondensasikan dengan menggunakan cooling water
di shell side exchanger sebelum masuk deethanizer receiver 015V-101.
Sour water terakumulasi di bootleg 015V-101, kemudian diteruskan ke unit
Sour Water Stripper. Hydrocarbon liquid dari vessel direfluks ke deethanizer column
melalui tray ke 1 setelah sebelumnya dinaikkan tekanannya melalui pompa 015P-
101A/B. Net gas dipanaskan menggunakan LP steam pada heater 015E-109,
kemudian dikirimkan ke fuel gas.
Campuran C3 dan C4 yang berasal dari bottom deethanizer column didinginkan
dalam tube side exchanger 015E-102 kemudian dipisahkan antara komponen propane
dan buthanenya dalam depropanizer column (015C-102). Produk overhead dari
depropanizer dikondensasikan di depropanizer condenser (015E-107) kemudian
masuk ke depropanizer receiver (015V-102).

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 108
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Sebagian dari overhead liquid direfluks kembali lewat tray 1 menggunakan


depropanizer refluks pump 015P-102. Sebagian lagi dipompa menggunakan
depropanizer net overhead pump 015P-103A/B ke cooler 015E-108 kemudian dikirim
ke propane KOH treater 015C-103 sebelum dikirim ke propane storage. Di dalam
propane KOH treater, sulfur yang tidak diinginkan dihilangkan.
Depropanizer column menggunakan reboiler dengan medium pemanas berupa
steam. Produk buthane dari bottom depropanizer column dipompa ke exchanger 015E-
101 dan didinginkan lebih lanjut ke buthane cooler 015E-103(1/2) sebelum dikirim ke
storage.

IV.7. Unit 016 Cracked Naphtha Minalk Merox Unit


IV.7.1
.7.1.. Tujuan Pro
IV.7.1 Prosses
Tujuan proses pada unit ini adalah pengolahan naphtha menjadi komponen
mogas untuk memproduksi gasoline.

IV.7.2. Kapasitas Pengolahan


Minalk merox berkapasitas 1312 ton/hari dengan katalis sebanyak 54,7 kg yang
terletak pada charcoal bervolume 37,7 m3.

IV.7.
IV.7. 3. Konsep Pro
.7.3. Prosses
Setelah melewati visbreaker unit naphtha masih mengandung senyawa
mercaptane sebesar 140 ppm wt. Mercaptane akan mempengaruhi sifat mogas
sehingga berbau tidak enak dan korosif. Proses ini lebih sederhana dibandingkan
dengan unit kero merox karena tidak perlu diberlakukan pretreatment seperti water
wash, sand filter, salt filter, dsb. Naphtha dari visbreaker juga banyak mengandung
senyawa olefin yang merupakan hasil dari thermal cracking, senyawa olefin dapat
menyebabkan ketidakstabilan pada mogas karena dapat membentuk existent gum.
Untuk mencegah timbulnya gum ini maka disuntikan inhibitor yang berperan sebagai
antioksidan yaitu pheniline diamine. Reaksi kimia yang terjadi dalam reaktor minalk
merox unit sebagai berikut:

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 109
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Caustic
Berfungsi sebagai mercaptane extractor dengan mempertahankan
suasana basa, di sini tidak perlu digunakan sirkulasi kaustik untuk
mempertahankan suasana basa atau alkalinitas (alkalinity) sehingga disebut
minimum alkalinity (Minalk).
• Udara bertekanan
Udara bertekanan adalah sarana dalam melaksanakan reaksi oksidasi
yang merupakan pengubah hasil ekstraksi menjadi disulfide.
• Katalis
Katalis minalk merox berbentuk serbuk (powder) yang dilarutkan ke
dalam NH4OH (2% NH3 + water) yang diinjeksikan ke dalam charcoal yang
sudah terlebih dahulu diloading ke dalam reaktor. Katalis yang diperlukan
seberat 54,7 kg dan 68,2 kg NH3. Berbeda dengan kero merox treater maka
pada minalk merox tidak perlu adanya caustic pretreatment yang berfungsi
menghilangkan racun naphtenic acid yang dapat merusak katalis.

IV.7.
IV.7. 4. Uraian Pro
.7.4. Prosses
Proses pada unit visbreaker merox treater dibagi atas tiga macam proses, yaitu:
a. Bagian Ekstraksi (Extraction Section)
Feed Merox yang berupa naphta dari unit visbreaker thermal cracking sebesar
1312 ton/hari dialirkan dalam pipa. Fluida ini diinjeksikan dengan caustic soda
(NaOH) yang dialirkan dari tangki 016-T101. Feed merox yang telah diinjeksi ini
kemudian dialirkan ke mixer untuk dicampur (mixed) dengan udara bertekanan.
b. Bagian Oksidasi (Oxidation section)
Udara bertekanan dari kompresor 016K-101A/B dialirkan ke dalam air
receiver kemudian dicampur dengan feed merox dari bagian ekstraksi dalam sebuah
mixer. Feed yang tercampur dengan udara bertekanan kemudian masuk pada bagian
samping atas dari reaktor (016R-101) kemudian produknya keluar dari samping bawah
reaktor berupa treated naphta dengan doctor test negative sedangkan di bottom
reactor dilengkapi dengan dry pot untuk memisahkan air dengan caustic. Produk
treated naphta kemudian dialirkan menuju bagian injeksi inhibitor (injection inhibitor
section).

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 110
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

c. Seksi Injeksi Inhibitor (Inhibitor injection section)


Agar tidak terbentuk gum dalam penyimpanan dan pemakaian maka perlu
ditambahkan anti oxidant berupa pheniline diamine (inhibitor UOP No. 5). Inhibitor
ini dialirkan secara gravitasi ke inhibitor injection pot 016V-102. Inhibtor tersebut
berasal dari inhibitor drum rack 016S-105. Dari injection pot inhibitor tersebut
dialirkan lewat pipa yang akhirnya bertemu dengan treated naphta dari seksi oksidasi.
Treated naphta yang telah diinjeksi dengan inhibitor ini kemudian dialirkan ke tangki
penampung (storage tank).

IV.8. Unit 017 Sour Water Stripper (SWS)


IV.8.1
.8.1.. Tujuan Pro
IV.8.1 Prosses
Tujuan proses pada unit ini adalah mengurangi kadar H2S dan menurunkan
kadar NH3 yang terdapat pada sour water.

IV.8.2. Umpan dan Kapasitas Pengolahan


Sour Water Treating Unit menerima refinery sour water dari Visbreaker Unit,
Naphtha Hydrotreater Unit, High Vacuum Unit, Crude Distillation Unit, LPG
Recovery Unit, AH Unibon Unit, dan Distillate Hydrotreating Unit. Hidrogen Sulfida
dan Ammonia dipisahkan dari air dan dikirim ke flare untuk dibakar, Stripped Water
dikirim ke Desalting Water Surge Drum di Crude Distillation Unit atau bisa juga
dibuang ke sewer.
Unit ini dirancang untuk mengolah Sour Water sebanyak 69 m3/jam yang
diperkirakan mengandung 623 kg/jam H2S dan 29 kg/jam NH3. Unit ini akan mampu
memisahkan 97% dari H2S dan 90% dari NH3 yang terkandung dalam Sour Water.

IV.8.
IV.8. 3. Konsep Pro
.8.3. Prosses
Kontaminan utama dalam Sour Water Stream yang dihasilkan dalam kilang
adalah H2S dan NH3. Kontaminan lainnya antara lain phenol, mercaptant, sianida, CO2,
dan pada hydrocracking sour water terdapat fluoride.
Di dalam sour water H2S dan NH3 terdapat dalam bentuk NH4HS yang
merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah. Di dalam larutan, garam ini
terhidrolisa menjadi bentuk H2S dan NH3. Gas H2S dan NH3 dapat dipisahkan dengan

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 111
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

menggunakan steam sebagai stripping medium atau steam yang terjadi dari pemanasan
sour water itu sendiri (dalam reboiler). Kecenderungan hidrolisa naik dengan naiknya
suhu. Kelarutan H2S bebas di dalam air lebih kecil dibandingkan dengan NH3 sehingga
H2S lebih cepat dapat dipisahkan. Dengan demikian sour water stream yang telah
menjalani stripping, residual total NH3/H2S akan naik yang menyebabkan larutan
menjadi lebih alkalis. Keseimbangan hidrolisa kemudian cenderung ke bentuk ionisasi
sehingga stage yang lebih bawah dalam sour water stripper mempunyai tugas yang
lebih sulit dalam pekerjaannya.
Temperatur gradien dalam kolom memperlihatkan bahwa sebagian besar dari
steam pemanas terkondensasi di puncak kolom, yang berarti bahwa porsi dari steam
pemanas yang berfungsi sebagai stripping steam adalah pada bagian yang lebih bawah
dalam kolom. Hal ini sangat penting dalam perencanaan dan operasi dari sour water
stripper dimana banyaknya steam yang meninggalkan puncak kolom diusahakan
sekecil mungkin. Sebagian besar dari H2S dipisahkan dibagian puncak dari kolom dan
pemisahan NH3 adalah merata pada setiap stage.

IV.8.
IV.8. 4. Uraian Pro
.8.4. Prosses
Sour Water dari unit-unit produksi dikumpulkan dalam Sour Water Degasing
Drum 017V-101 untuk dipisahkan dari minyak terikut. Minyak yang telah terpisah
(slop oil) dipompa oleh 017P-102 menuju ke wet slop tank 43T-101. Kemudian setelah
bebas minyak, sour water dipompa dan dipanaskan pada heat exchanger 017E-101(1/2)
lalu diumpankan ke dalam Sour Water Stripper 017C-101. Produk atas kolom berupa
gas H2S dan NH3 yang nantinya dialirkan ke sistem flare sedangkan stripper water
keluar dari bottom column, sebagian dialirkan ke Steam Reboiler 017E-102 untuk
kemudian diuapkan dan dikembalikan ke bottom column dan sebagian lagi dipompa ke
017E-101(1/2) untuk didinginkan kemudian dialirkan lagi menuju fin-fan cooler 017E-
103 untuk didinginkan kembali dan setelah didinginkan dikirim menuju Desalting
Water Surge Drum di CDU II (unit 011).

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 112
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

IV.9. Unit 018 Thermal Distillate Hydrotreater (TDHT)


IV.9.1
.9.1.. Tujuan Pro
IV.9.1 Prosses
Tujuan proses pada unit ini adalah mengolah LCGO dan HCGO dari
visbreaker agar diperoleh diesel oil dengan indeks sekitar 45 dan flash point tidak
kurang lebih dari 67,78oC.

IV.9.2
.9.2.. Konsep Pro
IV.9.2 Prosses
Unit ini bertujuan untuk mengolah gas oil baik HCGO maupun LCGO yang
dihasilkan oleh unit visbreaker dengan kapasitas 1850 ton/day. Pada Thermal
Distillate Hydrotreater (TDHT) HCGO dan LCGO akan diperbaiki cetane numbernya
(peningkatan cetane number) dengan cara menjenuhkan ikatan ragkap melalui reaksi
hidrogenasi. Meningkatnya harga cetane number akan meningkatkan high ignition dari
produk. H2 yang digunakan dalam TDHT diperoleh dari unit platformer (014).
Kemurnian atau purity minimum dari H2 adalah 70%. Pada proses ini terjadi juga
proses pengikatan senyawa S, N2, dan O2 yang bersenyawa dengan hidrokarbon seperti
cyclic sulfide, thiopenic mercaptane, sulfide ,dsb. Pengikatan ini akan menstabilkan
hidrokarbon dengan menggunakan H2 sebagai pengikat. Feed TDHT berasal dari
visbreaker merupakan hasil rengkahan sehingga banyak mengandung ikatan-ikatan
rangkap yang belum stabil. Jika feed ini digunakan langsung akan menyebabkan
decolorisasi.
Reaksi-reaksi pada TDHT terjadi dalam reaktor (018R-101). Selain seksi
reaksi, unit ini juga dilengkapi dengan seksi stripping. Seksi stripping di bagi atas dua
bagian, yaitu :
• High pressure stripping
• Low pressure stripping
Tujuan dari stripping tersebut adalah memisahkan fraksi-fraksi ringan hidrokarbon dan
gas-gas dari fraksi gas oil sehingga didapat produk yang sesuai dengan spesifikasi.
Produk reaktor selanjutnya didinginkan lewat fin-fan (018E-103) dimana
sebelum masuk ke fin-fan diinjeksikan terlebih dahulu dengan air untuk mencegah
kebuntuan di dalam tube fin-fan dan melarutkan garam-garam C1 yang terbentuk.
Produk dari reaktor yang telah didinginkan dalam fin-fan tadi kemudian ditampung
dalam separator (018V-102). Dalam separator terbentuk dua fasa dari produk reaktor

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 113
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

tadi yaitu fasa gas dan liquid. Gas yang terkandung dalam separator antara lain : H2
dan H2S. Hidrokarbon dan gas-gas yang terkondensasi pada bottom HP Separator
dialirkan menuju puncak kolom HP stripper (018C-101) untuk dipisahkan antara gas
oil dan gas-gas hidrokarbon sedangkan gas hidrokarbon yang ada akan ditarik dengan
kompresor (018K-101A/B) lalu dikembalikan lagi sebagai recycle gas pada feed
reactor untuk mengikat senyawa-senyawa sufur, nitrogen, dan oksigen.

IV.9.
IV.9. 3. Uraian Pro
.9.3. Prosses
IV.9.
IV.9. 3.1. Seksi Reaksi
.9.3.1.
a. Feed Surge Drum (018V-101)
Feed surge drum berfungsi untuk mengumpulkan feed yang digunakan dalam
proses thermal distillate hydrotreater. Feed yang digunakan adalah LCGO dan HCGO
hasil dari proses visbreaker. Selanjutnya feed yang telah tertampung ditarik dengan
pompa untuk mengalami preheating pada combined feed exchanger atau CFE (018E-
101(1/2/3)). Pada CFE ini feed juga diinjeksikan gas H2. Keluaran dari CFE, feed
kemudian dipanaskan sampai temperature reaksi pada heater.
b. Heater (018F-101)
Feed yang masuk heater sudah bersama-sama dengan H2 yang diinjeksikan
melalui CFE. Feed masuk ke heater untuk dipanaskan dan setelah dipanaskan dan
keluar dari heater suhu mencapai 350oC.
c. Reaktor (018R-101)
Reaktor TDHT dilengkapi dengan katalis cobalt molybden dengan carrier
Al2O3. Feed setelah dipanaskan oleh heater mencapai temperatur 350o C masuk pada
bagian bawah (bottom) reaktor (down flow). Proses down flow bertujuan untuk
menjaga agar jangan sampai katalis berubah letak. Perubahan letak katalis dapat
mengakibatkan distribusi feed yang tidak merata sehingga akan mempengaruhi hasil
reaktor (produk).
d. Pemisahan Produk-produk Reaktor (018V-102)
Produk reaktor yang berupa oksigen dan minyak (treated LCGO dan HCGO)
setelah dihilangkan pengotor-pengotornya dan juga dijenuhkan ikatan rangkapnya
dilewatkan pada rangkaian Heat Exchanger (HE) yang disusun secara seri untuk
menghilangkan panas dari produk dengan cara mentransfer panas yang dibawa produk

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 114
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

ke feed reaktor. Pendinginan diteruskan lagi oleh cooler yang berupa fin-fan, sebelum
masuk fin-fan diinjeksikan air untuk mencegah kebuntuan dalam fin-fan tubes. Gas
dan condensate yang berupa liquid kemudian ditampung dalam settler (018V-102).
Fasa gas yang terjadi kemudian dikompres dengan kompresor (018K-101A/B) namun
sebelum masuk ke kompresor dilewatkan terlebih dahulu pada knock out drum untuk
memberi kesempatan HC yang belum terkondensasi untuk mengembun sehingga
hanya gas (H2 dan H2S) saja yang ditarik oleh kompresor. Air yang ada pada
separator kemudian diolah lebih lanjut pada unit SWS (Sour Water Stripper).
e. Kompresor (018K-101A/B)
Kompresor yang dipakai adalah reciprocating compressor sebanyak dua buah,
yaitu 018K-101A dan 018K-101B. Fungsi dari kompresor ini adalah me-recycle gas
H2 dari separator (018V-102) menjadi feed dari reaktor (018R-101). Gas yang
dikompres diambil dari knock out drum dengan komposisi terbesar adalah H2. Selain
itu, gas lain yang berupa H2S dan HC dalam jumlah yang sangat sedikit. Gas yang
keluar dari kompresor akan dipanaskan dalam combined feed exchanger (018E-
101(1,2,3)).
IV.9.
IV.9. 3.2. Seksi Stripping
.9.3.2.
a. High Pressure Stripping (018C-101)
Feed untuk HP stripping diperoleh dari bottom product separator (018V-102)
yang akan dialirkan menuju 018C-101 dengan melalui heat exchanger (018E-102). HP
stripping column terdiri atas 10 trays yang bertujuan memisahkan fraksi ringan
termasuk H2S. Sebagai gas pelucut digunakan medium pressure stripping steam.
Hasil dari top column didinginkan di overhead condenser (018E-105). Setelah
didinginkan pada overhead condenser (018E-105) ditampung dalam vessel (018V-
104). Pada vessel ini akan terbentuk dua fasa, yaitu fasa air dan fasa HC. Air yang
terbentuk kemudian dihilangkan kandungan H2S-nya pada unit Sour Water Stripper
sedangkan fasa HC yang terbentuk sebagian dipompa dengan pompa 018P-102A/B
untuk dikembalikan ke vessel 018V-104 sebagai balancing line sedangkan sebagian
lagi dijadikan feed HP stripper. Bottom product yang terbentuk diproses lebih lanjut
dalam LP Stripping.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 115
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

b. Low Pressure Stripping (018C-102)


Feed untuk LPS adalah bottom product dari HP Stripping yang dialirkan ke
LPS tanpa bantuan pompa. Fungsi dari LPS adalah memisahkan fraksi-fraksi ringan
yang masih terikut pada produk HP Stripping sehingga nantinya produk akan
memenuhi spesifikasi, misalnya spesifikasi flash point.
LP Stripper terdiri atas 20 trays, sebagai gas pelucut tidak digunakan stripping
steam tetapi digunakan sebagian dari bottom product. Penggunaan bottom product ini
bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terikut pada feed.
Overhead product LP Stripper selanjutnya dialirkan ke cooler (018E-106)
untuk didinginkan. Condensate yang dihasilkan kemudian ditampung dalam receiver
(018V-105) sedangkan bottom product receiver dipompa dengan pompa 018P-104A/B.
Discharge dari pompa dipecah menjadi dua aliran (stream), sebagian dialirkan ke
puncak kolom sebagai reflux LP Stripper untuk mempertahankan temperatur puncak
kolom dan sebagian lagi dialirkan ke unit 011V-104.
Bottom product LP Stripper ditarik dengan pompa 018P-103A/B. Discharge
pompa dibagi menjadi dua aliran. Sebagian dialirkan menuju reboiler (018F-102)
keluar dari reboiler masuk ke stripper pada tray ke-20, sebagian lagi keluar dari
pompa dialirkan menuju heat exchanger (018E-102) kemudian didinginkan lebih
lanjut pada cooler (018E-104). Setelah mengalami proses pendinginan di HE dan
cooler maka produk dialirkan menuju storage.

IV.10. Unit 019 Visbreaker Unit


IV..10
IV .1
.1.. Tujuan Pro
10.1 Prosses
Tujuan dari unit ini adalah mengolah reduce crude dari kolom distilasi (unit
011) untuk memberikan nilai tambah pada residu.

IV..10
IV 10..2. Konsep Pro ses
Proses
Visbreaking atau (Viscosity Breaking) merupakan proses cracking dengan
media pemanas. Pemanasannya dibatasi oleh visbreaker residue stability yang
digunakan sebagai komponen fuel oil (FO) sehingga proses visbreaking pada dasarnya
merupakan proses thermal cracking.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 116
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Minyak residu (oil residue) merupakan hidrokarbon berstruktur koloid, fasa


kontinunya adalah malthane sedangkan fasa terdispersinya adalah asphalthane dan
aromatik dengan berat molekul tinggi (high molecular weight aromatics) yang
teradsorb pada asphalthane dalam suatu kesetimbangan. Jika kesetimbangan ini
terganggu akan menyebabkan terendapnya butiran-butiran asphalthane sehingga
berdampak pada tidak stabilnya sistem koloid ini. Oleh karena itu, visbreaking adalah
batasan suhu pemanasan dari feed sehingga aromatik dan naphtane tidak mengalami
cracking.

IV..10
IV .3
.3.. Uraian Pro
10.3 ses
Proses
Pada unit visbreaking/thermal cracking Pertamina RU IV Cilacap terdiri atas 6
seksi (bagian) operasi, yaitu:
• Bagian Visbreaking
• Bagian thermal cracking
• Bagian vacuum
• Bagian fraksinasi
• Bagian naphta stabilizer
• Bagian steam generation
Visbreaking feed yaitu bottom product (reduced crude) dari crude fractinator
(CDU II unit 011). Sebagian besar feed masuk ke unit visbreaker dan sebagian lagi
masuk ke dalam storage tank. Reduced crude yang masuk ke storage tank sebagian
(10% dari total visbreaking feed rate) dialirkan ke unit visbreaker. Besarnya rate dari
storage tank dibatasi 10% total rate dari unit visbreaker mengingat terbatasnya
kapasitas desain dari unit visbreaker dalam mengolah feed.
Feed masuk ke bagian visbreaker heater. Outlet dari visbreaker heater
dikenakan quenching oleh LCGO dari fraksinator kemudian bergabung dengan outlet
dari thermal craking section. Gabungan ini selanjutnya diumpankan ke 1st stage flash
chamber. Uap yang keluar dari 1st stage flash chamber dikembalikan ke bottom
fractinator (CDU II) sedangkan bottom liquid dipisahkan lebih lanjut dalam 2nd stage
flash chamber. Overhead dari 2nd stage flash chamber dikondensasikan dan
condensate yang terjadi ditampung dalam overhead 2nd stage flash chamber receiver.
Dari overhead receiver sebagian liquid dipompakan melalui weighted spray system

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 117
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

masuk ke 2nd stage flash chamber sebagai reflux dan sebagian lagi ke 1st stage flash
chamber. Pada bottom liquid 2nd stage flash chamber sebagian dikembalikan ke
bottom 2nd stage flash chamber sebagai quench liquid sedangkan sebagian lainnya
diumpankan pada vacuum charge heater untuk dipanaskan yang nantinya akan
dipisahkan komponen-komponennya pada vacuum colomn. Dari vacuum column
didapatkan produk-produk yaitu: light vacuum gas oil (LVGO), heavy vacuum gas oil
(HVGO), slop wax oil (SWO), overhead product berupa uap dan fuel oil (FO).
LVGO sebagian digunakan sebagai reflux pada top column dan sebagian lagi
dikirim ke fraksinator untuk light distillate recovery sedangkan HVGO sebagian
dikembalikan ke vacuum column dan sebagian lagi dikirim ke bottom fractinator
untuk dikontakkan dengan uap yang berasal dari 1st stage flash chamber sehingga
menyebabkan heavy material akan mengembun.
Liquid pada bottom fractinator dipompakan ke dalam thermal cracking heaters.
Liquid yang telah dipanaskan ini kemudian menjadi feed untuk thermal cracking
reaction chamber. Dalam thermal cracking reaction chamber inilah terjadi
serangkaian reaksi perengkahan atau cracking. Hasil cracking ini (cracked oil) keluar
dari reaction chamber dan bergabung dengan outlet visbreaker heater menjadi umpan
untuk 1st stage flash chamber kemudian mengalami proses yang sama seperti
visbreaker product, setelah bergabung dengan visbreaker product dari visbreaker
heater.
Slop wax oil (SWO) merupakan hasil lain dari vacuum column sebagian
dikembalikan ke vacuum column dan sebagian lainnya direcycle ke inlet vacuum
heater atau ditransfer ke storage tank sedangkan vacuum bottom liquid setelah keluar
dari dasar vacuum fractinator didinginkan dan kemudian ditampung dalam storage
tank.
LVGO setelah keluar dari fractinator dinamakan LCGO. Kemudian LCGO
distripped (dilucuti) senyawa-senyawa pengotornya oleh stripper untuk meningkatkan
mutunya. LCGO setelah melewati stripper sebagian digunakan untuk cut back fuel oil
dan sebagian lagi ditampung dalam feed surge drum untuk dijadikan umpan thermal
distillate hydrotreater. Begitupun dengan HVGO, HVGO yang keluar dari kolom
fraksinasi dinamakan HCGO, HCGO ini selanjutnnya distripped dan HCGO yang
telah distripped digunakan sebagai feed thermal distillate hydrotrater.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 118
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

Overhead product yang berupa gas (banyak kandungan naphtha-nya)


diumpankan ke stabilizer untuk memisahkan naphta dengan gas-gas pengotor.
Overhead stabilizer (gas bebas naphta) kemudian bergabung dengan gas yang berasal
dari vacuum ejector condensate receiver yang telah dikompresi menjadi fuel gas untuk
berbagai proses pembakaran sedangkan naphta yang menjadi bottom product dari
stabilizer diumpankan ke minalk merox unit untuk dihilangkan pengotornya secara
kimia (melalui berbagai macam reaksi pemisahan). Produk dari naphtha minalk merox
kemudian menjadi campuran (blending) untuk gasoline atau premium.

IV.10.4. Hubungan Produk Unit Visbreaker dengan Unit Lain


Tabel IV.3 Hubungan Produk Unit Visbreaker dengan Unit Lain
IV.3
Produk Thermal
Pengolahan selanjutnya (Next treatment)
Cracking/Visbreaker
Gas Ke fuel gas system
Naphta Diproses pada minalk merox unit
Dipakai sebagai cut break fuel oil dan sebagai thermal
LCGO
distillate hydrotreater feed
Dipakai sebagai cut break fuel oil dan sebagai thermal
HCGO
distillate hydrotreater feed
Bottom Vacuum
Digunakan sebagai fuel Oil
Residue

IV.10.5. Proses SAD (Steam Air Decoking)


Unit 019 Thermal Cracking/Visbreaking selain menghasilkan produk BBM
(bahan bakar minyak) dan gas, dalam proses perengkahan thermal juga dihasilkan
cokes. Cokes yang diharapkan hanya terbentuk di dalam chamber (coke drum) dapat
pula terbentuk di dinding tubes heater/furnace dan transfer line (pipa transfer). Cokes
tersebut terbentuk sedikit demi sedikit dan pada akhirnya akan terakumulasi.
Jika akumulasi sudah dianggap mengganggu jalannya operasi, maka unit
perengkahan thermal tersebut harus dihentikan untuk proses penghilangan akumulasi
cokes atau SAD (Steam Air Decoking) dan memperkirakan akumulasi cokes yang
terbentuk sudah berlebihan dan mengganggu operasi atau belum biasanya dilihat dari
tanda-tanda sebagai berikut:
• Penurunan tekanan antara inlet dan outlet furnace sampai tingkat maksimum
tertentu.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 119
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

• Tekanan soaker/reaction chamber yang makin tinggi sampai tingkat


maksimum tertentu.
• Temperatur tube metal (tube skin) makin naik.
Pembersihan akumulasi cokes tersebut dilakukan dengan cara melakukan
proses SAD (Steam Air Decoking). Tahap-tahap pada saat melakukan proses SAD
(Steam Air Decoking) adalah sebagai berikut:
• Oil Frying: Proses yang terjadi pada tahap ini adalah steam dialirkan menuju
ke tube-tube yang terdapat dalam furnace dan steam yang digunakan adalah
steam dengan suhu MP steam (Medium Pressure steam).
• Spooling: Pada tahap ini tube-tube yang terdapat dalam furnace dibakar dan
dialiri steam dengan suhu 400oC dan tahap ini berfungsi untuk menghilangkan
endapan-endapan yang ringan di dalam tube.
• Burning: Pada tahap ini dilakukan injeksi udara ke dalam tube-tube yang
terdapat dalam furnace yang nantinya akan dibakar di dalam tube mencapai
suhu 650oC dan tahap ini berfungsi untuk menghilangkan endapan-
endapan/coke-coke yang keras. Indikasi bahwa endapan-endapan/coke-coke
yang keras terbakar adalah dengan suhu mencapai 600oC.
Setelah tahap-tahap diatas selesai, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah ORSAT
untuk melakukan analisa kandungan CO2 dan O2 dengan batasan kandungan CO2
sebesar 0,2 ppm dan kandungan O2 seperti kandungan di udara luar, yaitu sekitar
21%. Setelah selesainya tahap ORSAT, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
hydrotest pada tube-tube yang terdapat dalam furnace, yaitu pengujian dengan
tekanan tertentu dengan menggunakan media air sebagai pengujinya untuk
mengetahui kekuatan dari tube-tube tersebut dan untuk mengetahui terdapat
kebocoran atau tidak pada tube-tube tersebut.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 120
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

BAB VI
PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan oleh praktikan didasarkan pada orientasi umum dan
khusus yang dilaksanakan oleh praktikan selama menjalani Kerja Praktek di PT.
Pertamina RU IV Cilacap,kesimpulan dari orientasi umum dan khusus sebagai berikut:
1. Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan kilang minyak terbesar di Indonesia
dengan kapasitas produksi sebanyak 348.000 barrel/hari.
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan satu-satunya kilang minyak di
Indonesia yang memproduksi bahan baku untuk minyak pelumas dengan
menggunakan bahan baku minyak mentah dari timur tengah.
� Kilang minyak Pertamina RU IV Cilacap merupakan pelopor dalam
Integrated plant di Indonesia.
2. Process Engineering
� Bersama dengan project dan facility engineering, PE memiliki tanggung
jawab dalam proses produksi di semua area kilang dan perlindungan
lingkungan.
� Performance alat, spesifikasi bahan dan penggunaan teknologi yang tepat
merupakan parameter yang dimonitor oleh proses engineering dalam
rangka profir perusahaan.
3. Health Safety Environmental (HSE)
� Pertamina RU IV Cilacap merupakan salah satu pelopor ”Green Factory”
di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9000
dan 14000 yang sangat mengedapankan manajemen lingkungan.
� Bagian Health Safety Environmental (HSE) yang mempunyai tugas antara
lain: mencegah dan menanggulangi terjadinya suatu kebakaran, membuat
suasana kerja yang aman dan bebas dari kecelakaan, membuat suasana
kerja yang bersih dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, serta
siap menanggulanginya.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 121
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

4. Fuel Oil Complex


� Pertamina RU IV Cilacap tidak hanya mengolah crude oil dalam negeri
dan middle east tetapi saat ini crude oil yang diolah juga berasal dari
campuran beberapa crude oil domestic, yang dikenal dengan “Cocktail
Crude Oil”
� Dalam pengoperasian dan pengendaliannya, FOC II dibagi menjadi 2
bagian yaitu FOC IIA (bagian selatan) dan FOC IIB (bagian utara).
� FOC IIB adalah bagian dari unit FOC II yang khusus menangani treating
process yang mengolah produk-produk dari FOC IIA.Unit ini terdiri dari
NHT,Platformer, AH UNIBON,TDHT, dan flare system.
5. Lube Oil Complex
� Bahan dasar pelumas di Indonesia hanya diproduksi oleh Pertamina RU
IV Cilacap melalui LOC I,II,III.
6. Kilang Paraxylene
� Bahan baku kilang paraxylene adalah side stream dari FOC II
� Proses dibagi menjadi 4 proses utama yaitu unit persiapan proses (NHT
Unit), Unit Sintesa (CCR dan Platforming Unit), Unit Pemurnian
(Sulfolane, Xylene Fractination, Parex Process Unit) dan Unit
Peningkatan Produk (Tatoray Unit, Isomar Process Unit).

VI.2. Saran
1. Kerja keras, disiplin, dedikasi dan loyalitas dari karyawan dan pimpinan perlu
dipertahankan dan ditingkatkan. Hal ini menjadi tuntutan karena dengan perubahan
status PERTAMINA dari BUMN menjadi PERSERO maka kinerja PERTAMINA
harus lebih professional karean beberapa tahun mendatang boleh jadi
PERTAMINA bukan satu-satunya perusahaan minyak yang mengelola dan
mengatur distribusi bahan bakar di Indonesia.
2. Perlu dipererat jalinan kerjasama dengan dunia pendidikan tidak hanya melalui
kunjungan industry dan kerja praktek, tetapi dapat dicoba melalui proyek
penelitian.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 122
Laporan Kerja Praktek Pertamina RU IV Cilacap
Periode Juli-Agustus 2013

DAFTAR PUSTAKA

Divisi Komunikasi Korporat, 2008, “Mengenal Lebih Dekat Produk-Produk PT


Pertamina (Persero)”.
Leaflet Pertamina, HUMAS RU IV Cilacap, 2008.
Pertamina, 1997, Operating Manual for Fuel Oil Complex I, Cilacap Refinery
Expansion Project, Java, Indonesia.
Pertamina, 1997, Operating Manual for Fuel Oil Complex II, Cilacap Refinery
Expansion Project, Java, Indonesia.
Pertamina, 1997, Operating Manual for Lube Oil Complex I/II/III, Cilacap Refinery
Expansion Project, Java, Indonesia.
Pertamina, 1997, Operating Manual Unit 220 Propane Deasphalting Unit III, Cilacap
Refinery Expansion Project, Java, Indonesia.

Fiska Yohana Purwaningtyas 09/289101/TK/36002


Universitas Gadjah Mada 123

Anda mungkin juga menyukai