Anda di halaman 1dari 38

ANEMIA

Tugas Epidemiologi Non Menular


Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Epidemiologi Non Menular
Dosen Pengampu : Widya Harry C S.KM., M.Kes.

Oleh
Nimas Dwi Ayu R (6411413126)
Suci Rohmawati (6411413133)
Rani Rahayu (6411413141)
Berta Grasiananda P (6411413146)
Rombel 5

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Epidemiologi Non Menular dengan materi
bahasan “Anemia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
prodi Epidemiologi non Menular, yakni Ibu Widya Harry C S.KM, M.Kes
Tugas ini disusun dari hasil pengumpulan data serta informasi yang kami
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Epidemiologi non Menular,
serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema makalah ini.
Akhirnya, kami berharap tugas ini dapat memberi manfaat bagi saya dan
kita semua para pembaca. Sesuai pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’, tugas
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca agar tugas-tugas kami kedepan menjadi lebih baik.

Semarang, 09 Februari 2015

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3. Tujuan .............................................................................................................. 1
2. PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1. Definisi Anemia ................................................................................................ 3
2.2. Klasifikasi Anemia ........................................................................................... 5
2.3. Epidemiologi ..................................................................................................... 8
2.4. Gejala Tanda ..................................................................................................... 9
2.5. Faktor Resiko .................................................................................................... 11
2.6. Prognosis ........................................................................................................... 11
2.7. Pencegahan ....................................................................................................... 12
2.8. Penatalaksanaan dan Pengobatan...................................................................... 14
3. PENUTUP ............................................................................................................... 34
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 34
3.2. Saran ................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Anemia merupakan suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan jumlah
hemoglobin dalam darah dari normal. Anemia di Indonesia biasa disebut dengan kekurangan
darah. Anemia ini dapat terjadi di berbagai kalangan usia, namun paling rawan terjadi pada
ibu hamil.
Di dunia, prevalensi anemia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang berkembang
termasuk Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di
dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global
adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus bertambah di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4%
di Thailand ke 85,5% di India.
Dalam peristiwa anemia atau kekurangan darah ini dapat menyebabkan kematian.
Beberapa kasus kematian ini karena kekurangan sel-sel darah merah hingga menyebabkan
ketidakmampuan jantung untuk mendistribusikan zat makanan dan oksigen ke otak. Hal
tersebut dapat memicu adanya kegagalan otak untuk memberikan perintah pada organ vital
tubuh. Jika hal itu terjadi pada paru-paru dan jantung, maka dapat menyebabkan kematian.
Dengan begitu banyaknya kasus anemia yang terjadi, beserta dampak yang ditimbulkan
apabila tidak segera ditangani, masalah anemia menjadi sangat krusial untuk diangkat ke
dalam topic pembahasan. Oleh karena ini, tim penyusun tertarik untuk membahas penyakit
anemia ke dalam makalah ini.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Apakah definisi dari Anemia?
1.2.2. Bagaimana klasisfikasi Anemia?
1.2.3. Bagaimana epidemiologi dari Anemia?
1.2.4. Bagaimana gejala dan tanda apabila seseorsng mengalami Anemia?
1.2.5. Bagaimana faktor resiko dari Anemia?
1.2.6. Bagaimana prognosis dari penyakit anemia?
1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan dari penyakit anemia?

1
1.3. TUJUAN
1.3.1. Mahasiswa dapat memahami definisi dari anemia
1.3.2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari penyakit anemia
1.3.3. Mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari anemia
1.3.4. Mahasiswa dapat mengerti gejala dan tanda anemia
1.3.5. Mahasiswa dapat memahami faktor resiko dari anemia
1.3.6. Mahasiswa dapat mengetahui prognosis dari anemia
1.3.7. Mahasiswa dapat mengerti penatalaksanaan dan pengobatan anemia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Anemia atau yang sering disebut dengan “kekurangan darah” merupakan suatu
keadaan dimana jumlah Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal berdasarkan umur
dan jenis kelamin. Secara praktis anemia ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Hct) atau hitung eritrosit (red cell count). Hemoglobin (Hb)
adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen
dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh
ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna
merah. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik yang dengan satu atom besi. Hemotokrit (Hct) adalah proporsi volume darah
yang terdiri dari sel darah merah.Tingkat hematokrit (Hct) dinyatakan dalam persentase.
Misalnya, hematokrit (Hct) 25% berarti ada 25 mililiter sel darah merah dalam 100 mililiter
darah. Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh dan
karbondioksida keluar dari sel-sel tubuh. Berikut ini adalah batasan anemia menurut WHO:
Anak umur 6 bulan s/d 6 tahun 11 g/100 ml

Anak umur 6 tahun s/d 14 tahun 12 g/ 100 ml

Laki-laki Dewasa 13 g/100 ml

Wanita Dewasa 12 g/100 ml

Wanita hamil 11 g/100 ml

Wanita menyusui > 3 bulan 12 g/100 ml

3
Nilai parameter seseorang dikatakan anemia

Dalam peristiwa anemia atau kekurangan darah ini dapat menyebabkan kematian.
Beberapa kasus kematian ini karena kekurangan sel-sel darah merah hingga menyebabkan
ketidakmampuan jantung untuk mendistribusikan zat makanan dan oksigen ke otak. Hal
tersebut dapat memicu adanya kegagalan otak untuk memberikan perintah pada organ vital
tubuh. Jika hal itu terjadi pada paru-paru dan jantung, maka dapat menyebabkan kematian.
Penurunan hemoglobin (Hb) ini biasanya terjadi pada penderita anemia penyakit ginjal, dan
pemberian cairan intra-vena (misalnya: infus) yang berlebihan. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh obat-obatan tertentu, seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat
kanker), dan indometasin (obat anti radang). Peningkatan hemoglobin (Hb) terjadi pada
pasien yang dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD), gagal jantung kongestif,
dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan hemoglobin (Hb) adalah metildopa (salah
satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit).

4
2.2. KLASIFIKASI
Anemia terdiri dari 800 jenis berdasarkan etiologinya, morfologinya, dan
patofisiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan
ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga
klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-
sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi
individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti
ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi
hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga
terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme
sel.
Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil,
hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini
umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi
besi, keadaan sideroblastik dan kehilangandarah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang
dipikirkan adalah
(1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
(2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau
oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat
pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau
menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis,
terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendekhidupnya atau
karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah.

5
Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya
anemia sel sabit
2. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon
imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan
oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi
terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik
otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu
seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti
limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan
infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana
antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Berikut klasifikasi anemia yang telah dikelompokkan menurut sub-babnya:
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya:
 Normositik: anemia normositik adalah anemia yang bentuk dan ukuran sel darah
merahnya normal (diameter 76 – 100 fl) namun jumlah sel darah merah sedikit. Anemia
normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran
eritrosit.Contoh anemia yang termasuk anemia normositik adalah anemia hemolitik
(anemia akibat peningkatan penghancuran sel darah merah), anemia aplastik (anemia
akibat jumlah sel darah merah yang diproduksi sumsum tulang belakang berkurang) dan
anemia akibat pendarahan.
 Anemia makrositik adalah anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang disertai
dengan peningkatan ukuran sel (diameter > 100 fl). Anemia makrositik dibagi menjadi
dua, yaitu anemia makrositik megaloblastik dan anemia makrositik nonmegaloblastik.

6
o Anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat kelainan pada sintesis/
pembelahan sel darah merah sehingga terbentuk megaloblast (eritroblast yang besar)
yang akan menjadi eritrosit dengan ukuran yang besar. Contoh dari anemia
makrositik megaloblastik adalah anemia akibat defisiensi asam folat dan vitamin
B12.
o Anemia makrositik nonmegaloblastik adalah anemia dengan ukuran sel darah merah
besar namun bukan disebabkan oleh terbentuknya megaloblast. Anemia makrositik
nonmegaloblastik dapat disebabkan oleh alkohol, penyakit hati, miksedema,
sindrom mielodisplastik, obat sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok,
retikulositosis, myeloma, dan nenonatus.
 Anemia mikrositik adalah kondisi anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang
disertai dengan ukuran sel darah merah yang kecil (diameter <76 fl). Hal ini terjadi
akibat kegagalan dalam sintesis sel darah merah. Anemia mikrositik biasanya disertai
dengan hipokromik (kadar hemoglobin dalam darah berkurang, sehingga warna eritrosit
lebih pucat dibanding normal). Contoh anemia mikrositik yang sering terjadi adalah
anemia akibat defisiensi zat besi.

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya:


 Defisiensi: anemia akibat defisiensi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembentukan
sel darah merah, seperti Fe, vitamin B12, dan asam folat.
 Pusat: anemia yang disebabkan oleh kelainan pada fungsi sintesis di sumsum tulang.
Misalnya pada lansia, anemia penyakit kronis, dan kanker sumsum tulang.
 Periferal: anemia yang disebabkan oleh pendarahan atau penyakit kronis.
Klasifikasi anemia berdasarkan patofisiologinya:
 Kehilangan Darah Berlebihan (akut):
Pendarahan, trauma fisik, tukak lambung, infeksi lambung, hemorroid

7
 Pendarahan Kronis
Pendarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal, aspirin dan NSAID lain
 Destruksi Sel Darah Merah Berlebihan
Antibodi, obat, trauma fisik, seguestrasi berlebih pada limpa, dan faktor
ekstrakorpuskular lain
 Faktor Intrakorpuskular
Hereditas dan kelainan sintesis hemoglobin
 Produksi RBC dewasa tidak cukup
o Defisiensi nutrient: Vitamin B12, Fe, asam folat, piridoksin
o Defisiensi eritroblast: Anemia aplastik, eritroblastopenia terisolasi, antagonis asam
folat, antibodi
o Defisiensi infiltrasi sumsum tulang: Limfoma, leukemia, mielofibrosis, karsinoma
o Abnormalitas endokrin: Hipotiroid, insufisiensi adrenal dan kelenjar pituitari
o Penyakit ginjal kronis
o Penyakit liver
o Inflamasi kronis: Granulatomasous disease dan collagen vascular disease

2.3.EPIDEMIOLOGI
a. Banyak terjadi pada ibu Hamil, anak-anak dan reamaja wanita
b. 7 dari 10 wanita Hamil terkena anemia
c. ada 2.546 orang, ternyata 73% orang memiliki gejala-gejala atau faktor resiko anemia.
d. Di Indonesia prevalensi anemia sebesar 57,1 % diderita oleh remaja putri, 27,9 %
diderita oleh Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1 % diderita oleh ibu hamil
Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang berkembang
termasuk Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di
dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global
adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus bertambah di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4%
di Thailand ke 85,5% di India.
Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta
orang di negara sedang berkembang menderita anemia gizi, sedangkan prevalensi di negara
maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta
orang.1 Menurut data Depkes RI, prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri di

8
Indonesia yaitu 28%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan
bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri usia 10-18 tahun yaitu 57,1%.
Hasil survey anemia ibuhamil pada 15 kabupaten/kota pada tahun 2007 menunjukkan
bahwa prevalensi anemia di Jawa Tengah adalah 57,7%, prevalensi tersebut masih lebih
tinggi dari prevalensi pada tingkat nasional yaitu 50,9%.
Data menurut Puskesmas Purwoyoso Semarang, gambaran prevalensi selama 4 tahun di
kota Semarang masih tinggi, yakni 45%(2010), 41%(2011), 52%(2012) dan 49%(2013).
(Litasari, 2014)

2.4.GEJALA TANDA
Manifestasi klinis dari anemia tergantung dari jenis dan tingkat keparahan anemia
tersebut. Namun pada umumnya gejala anemia terdiri dari:
 Pusing (dizziness dan fatigue): Sel darah merah yang berkurang menyebabkan
oksihemoglobin yang terdistribusi ke bagian tubuh seperti otak berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan pusing dan sakit kepala.
 Tekanan darah rendah
 Mata menguning: warna kuning dapat disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil destruksi
sel darah merah) pada aliran darah
 Kulit pucat, dingin, dan berwarna kuning: kulit yang dingin berwarna pucat terjadi akibat
kurangnya sel darah merah pada pembuluh darah. Kulit yang menguning bisa disebabkan
oleh adanya bilirubin (hasil destruksi sel darah merah) pada darah.
 Napas pendek
 Otot melemah
 Warna feces berubah: terutama pada anemia hemolitik, dimana terjadi peningkatan
destruksi sel darah merah. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin yang
merupakan hasil destruksi sel darah merah. Bilirubin akan membuat warna feces
menguning.
 Pembesaran hati
 Palpitasi

9
 Peningkatan detak jantung
Pada anemia akut dapat terjadi gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala terasa

ringan dan sesak napas.Sementara pada anemia kronis gejala yang nampak adalah lelah, letih,
pusing, vertigo, sensitif dingin, pucat. Khusus pada anemia akibat defisiensi zat besi dapat
terjadi penurunan saliva, rasa tidak enak pada lidah, dan pica.Pada anemia defisiensi vitamin
B12 dan asam folat, terjadi ikterus, pucat, atropi mukosa gastrik, abnormalitas neuropsikiatrik
(abnormalitas neuropsikiatrik khusus pada defisiensi vitamin B12).
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang
dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva
dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah
yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan
karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif
sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban
kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah
waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2.

10
Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala
ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).

2.5.FAKTOR RESIKO
Faktor resiko dari anemia adalah:
 Genetik dan Sejarah keluarga: sejarah keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia
yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia, atau fancony
anemia.
 Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi,
vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia
 Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi nutrisi yang
penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia.
Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada
saluran cerna juga dapat menyebabkan anemia.
 Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi.
Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah berlebih. Apabila tidak
diikuti dengan peningkatan asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya
anemia defisiensi zat besi.
 Kehamilan: kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Hal
ini disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta
nutrisi untuk pembentukan sel darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi
yang cukup terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia
 Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko
anemia.
 Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin,
dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
 Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun

2.6.PROGNOSIS
Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami krisis aplastik, krisis hemolitik dan krisis
megaloblastik, yang ditandai penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan dramatis.

11
1. Krisis aplastik:
Merupakan krisis yang paling sering terjadi, disebabkan kegagalan sementara
produksi eritrosit. Pada sebagian besar kasus hal ini disebabkan infeksi B19 human
parvovirus (HPV). Terjadi penurunan kadar hemoglobin disertai penurunan retikulosit
(biasnya<1%)
2. Krisis hemolitik:
Terjadi penurunan kadar hemoglobin kerana peningkatan destruksi eritrosit yang
kemungkinan disebabkan peningkatan aktivitas limpa. Pada keadaan ini terdapat
peningkatan retikulosit, ikterik bertambah dan lien membesar.
3. Krisis megaloblastik:
Terjadi sebagai komplikasi defisiensi folat, onset biasanya lebih lambat dari krisis
apalstik dan krisis hemolisis dan tidak berhubungan dengan infeksi.
- Anemia hemolitik autoimun idiopatik (warm antibodi): Perjalanan penyakit bervariasi,
mengalami remisi dan relaps, mortilitas mencapai 46%. Kelangsungan hidup 10 tahun
sebesar 73%.
- Cold-aglutinin disease: Pada yang idiopatik prognosis relatif baik, dapat bertahan hidup
sampai beberapa tahun. Pada post infeksi biasanya self limited, penyembuhan terjadi
dalam beberapa minggu.
- Paroxysmal cold hemoglobinuria : Pada post infeksi biasanya mengalami penyembuhan
spontan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kasus idiopatik, penderita
dapat bertahan idup selama bertahun-tahun disertai hemolisis paroksismal.
- Hemolisis imun kerana obat biasanya ringan, prognosis baik, kadang-kadang dapat terjadi
hemolisis berat dengan gagal ginjal.
- Talasemia : Transfusi adekuat dan terapi chelation desferoxamine memperbaiki prognosis
penderita B-talasemia mayor.
2.7.PENCEGAHAN
Anemia dapat dicegah oleh beberapa cara dibawah ini:
1. konsumsi makanan yang banyak mengandung Zat besi
Makanan yang banyak mengandung zat besi seperti daging, kacang, sayur-sayuran
yang berwarna hijau dan lain-lain. zat besi juga sangat penting untuk wanita yang
sedang menstruasi, wanita hamil dan anak-anak.
2. konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam Folat
konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam folat seperti pisang, sayuran
hijau gelap, jenis kacang-kacangan, jeruk, sereal dan lain-lain.

12
3. makanan yang mengandung Vitamin B 12.
Bisa didapatkan dengan mengkonsumsi daging dan susu
4. Makanan dan minuman yang mengandung Vitamin C
Banyak sekali manfaat-manfaat Vitamin C, salah satunya yaitu bisa membantu
penyerapan zat besi. jenis-jenis Makanan yang banyak mengandung vitamin C seperti
buah melon, buah jeruk, dan buah beri.
5. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara:
meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam
jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit
menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia
gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti
vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat
meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan
sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan
rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi
seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007).
6. Bayi dan anak-anak prasekolah anemia dapat dicegah dengan mendorong eksklusif
menyusui bayi (tanpa tambahan cairan, air, formula atau makanan) selama empat
sampai enam bulan setelah kelahiran.
Selama penyapihan dari payudara padatan sumber tambahan dari besi (sekitar 1 mg
per kilogram per hari dari besi) harus diperkenalkan dalam makanan.
Karena susu menghambat penyerapan zat besi dari usus, itu harus menyarankan
bahwa anak-anak berusia satu sampai lima tahun membutuhkan tidak lebih dari 24 oz
sapi susu, kambing, susu dan susu kedelai per hari.
Makanan yang kaya vitamin C (misalnya, buah-buahan, sayuran dan jus) yang
direkomendasikan luar enam bulan untuk meningkatkan penyerapan besi.
7. Untuk remaja gadis-gadis dan perempuan pencegahan besi kekurangan termasuk diet
kaya besi sehat. Semua gadis-gadis remaja dan perempuan nonpregnant perlu diputar
untuk anemia setiap lima sampai 10 tahun hingga menopause.

13
2.8.PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
a. Penatalaksanaan
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
b. Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti
ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
b. terapi
a. Tujuan
 Mengurangi tanda-tanda dan gejala
 Memperbaiki etiologi yang mendasarinya
 Mencegah kambuhnya anemia
b. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan mencukupi asupan makanan, yaitu
nutrisi dari besi, vitamin B12, dan asam folat.
- Besi
Besi memiliki absorpsi yang rendah pada sayuran, produk padi-padian, produk susu, dan
telur. Absorpsi besi yang paling baik berasal dari daging, ikan, dan unggas.Pemberian

14
terapi besi bersamaan dengan makanan dapat mengurangi absorpsi besi lebih dari 50%,
namun hal ini diperlukan untuk memperbaiki toleransi tubuh.
- Vitamin B12
Di bawah ini daftar makanan beserta jumlah vitamin B12 yang terkandung di dalamnya :

- Asam folat
Di bawah ini adalah daftar makanan beserta jumlah asam folat yang terkandung di
dalamnya :

Selain itu, dapat juga diberikan transfusi darah.Transfusi darah diindikasikan


untuk situasi yang akut di mana pasien kekurangan darah yang
berlebih.Transfusi darah dapat meningkatkan konsentrasi Hb dalam waktu
singkat tetapi tidak ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya.

15
c. Terapi farmakologi
a. Besi
1. Terapi besi secara oral
Fe2+ sulfat, fumarat, dan glutamat diabsorpsi tubuh dalam jumlah yang
kurang lebih sama. Besi karbonat lebih menguntungkan karena resiko
kematian yang lebih rendah jika terjadi overdosis.Adanya substansi
chelator mukopolisakarida mencegah besi terpresipitasi dan menjaga
besi dalam bentuk yang larut.Bentuk besi yang paling baik diabsorpsi
adalah bentuk Fe2+ dengan absorpsi paling baik terjadi di duodenum dan
jejunum.Dosis yang diberikan tergantung pada toleransi setiap
individu.Umumnya, dosis yang direkomendasikan sebesar 200 mg besi
setiap hari dalam 2 atau 3 dosis terbagi.
Besi disarankan untuk dikonsumsi 1 jam sebelum makan karena
makanan akan mengganggu absorpsi besi. Namun pada beberapa pasien,
besi harus diberikan bersama makanan karena dapat menyebabkan mual
dan diare ketika mengkonsumsi besi dalam keadaan perut kosong.Besi
ditransportasikan melalui darah.Sebanyak 0,5-1 mg besi dieksresi
melalui urin, keringat, dan sel mukosa intestinal pada pria sehat,
sedangkan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi kehilangan
besi sekitar 1-2 mg.
 Indikasi :
o Defisiensi besi untuk pencegahan dan pengobatannya
o Suplemen besi
 Kontraindikasi :
Hemokromatosis, hemosiderosis, anemia hemolitik, reaksi
hipersensitivitas.
 Peringatan :
o Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh
mengkonsumsi dalam jangka waktu lama.
o Overdosis dapat menyebabkan keracunan fatal terutama pada
anak-anak di bawah 6 tahun.
o Kehamilan : kategori A
 Efek samping :

16
Cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk sementara waktu,
nyeri abdominal, konstipasi, diare, iritasi saluran pencernaan, mual,
muntah, feses berwarna lebih gelap.
 Interaksi obat :
Obat Interaksi
Asam asetohidroksamat (AHA) Mengkelat logam berat termasuk besi, absorpsi
besi menurun
Antacid Absorpsi besi menurun
Asam askorbat Pada dosis ≥200 mg meningkatkan absorpsi besi
≥30%
Garam kalsium Aborpsi besi pada saluran cerna menurun
Kloramfenikol Kadar serum besi meningkat
Antagonis H2 Absorpsi besi menurun
Inhibitor pompa proton Absorpsi besi menurun
Trientin Keduanya saling menghambat absorpsi
Kaptopril Penggunaan bersamaan dalam 2 jam
menyebabkan pembentukan dimer disulfide
kaptopril yang inaktif
Sefalosporin Besi menurunkan absorpsi 80%, makanan
menurunkan absorpsi 30%
Fluorokuinolon Absorpsi pada saluran cerna menurun karena
terjadi pembentukan kompleks
Levodopa Membentuk kelat dengan garam besi,
menurunkan absorpsi kadar serum
Levotiroksin Efikasi levotiroksin menurun menyebabkan
hiportiroidsm
Metildopa Terjadi penurunan efikasi
Penisilamin Absorpsi menurun karena, kemungkinan karena
terbentuk kelat
Tetrasiklin Penggunaan dalam 2 jam dapat saling
menurunkan absorpsi
 Sediaan :

17
2. Terapi besi secara parenteral
Terdapat 3 jenis yang tersedia : besi dekstran, natrium besi karbonat, dan
besi sukrosa. Yang membedakannya adalah ukuran molekul,
farmakokinetik, dan efek sampingnya.

Natrium besi glukonat Besi dekstran Besi sukrosa


komposisi Ferric oxide hydrate Kompleks ferric Kompleks
terikat pada chelat hydroxide dan polynuclear iron
sukrosa dekstran hydroxide dalam
sukrosa
mekanisme Mengisi penyimpanan Dibuang dari plasma Mengisi penyimpanan
besi dalam tubuh dan oleh sel besi tubuh pada
mengisi hemoglobin retikuloendotelial pasien defisiensi besi
yang membagi yang sedang
kompleks menjadi hemodialisis kronis
besi dan dekstran. dan menerima
Besi segera eritropoietin.
berikatan pada
protein membentuk
hemosiredin atau
ferritin. Besi
mengisi hemoglobin
dan penyimpanan
besi yang kosong

18
indikasi Anemia defisiensi besi Pasien dengan Anemia defisiensi
pada pasien yang defisiensi besi di besi pada pasien yang
menjalani hemodialisis mana terapi oral menjalani
kronis dan menerima tidak hemodialisis kronis
terapi suplemen dan memungkinkan dan menerima terapi
eritropoietin suplemen dan
eritropoietin alpha
peringatan Tidak terdapat back box Black box warning : Black box warning :
warning, Reaksi Reaksi anafilaksis Reaksi anafilaksis
hipersensitifitas
Injeksi - Bisa -
intramuskular
Dosis umum 125 mg (10 ml) 100 mg tanpa 100 mg ke dalam
diencerkan dalam 100 diencerkan pada dialysis line pada
ml saline normal, infuse kecepatan tidak kecepatan 1 ml (20
selama 60 menit, lebih dari 50 mg (1 mg) larutan tanpa
intravena 12,5 ml) per menit diencerkan per menit
mg/menit
pengobatan 8 dosis x 125 mg = 10 dosis x 100 mg = Hingga 10 dosis x 100
1000 mg 1000 mg mg = 1000 mg
Efek samping Kram, mual, muntah, Rasa sakit dan noda Kram kaki, hipotensi
flushing, hipotensi, coklat pada tempat
rash, pruritus injeksi, flushing,
hipotensi, demam,
menggigil,
anafilaktik
kontraindikasi hipersensitifitas Hipersensitifitas, Hipersensitifitas,
anemia yang tidak anemia yang tidak
berkaitan dengan berkaitan dengan besi
defisiensi besi, fase
akut penyakit
infeksi ginjal
Interaksi obat Tidak diketahui Kloramfenikol : Belum diteliti, namun

19
serum besi diperkiraan
meningkat menurunkan absorpsi
besi oral

b. Vitamin B12 /sianokobalamin


Penting untuk pertumbuhan, reproduksi sel, hematopoiesis, dan sintesis
nucleoprotein dan myelin.Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan sel
darah merah melalui aktivitas koenzim asam folat.Absorpsi tergantung pada
faktor intrinsik dan kalsium.
 Indikasi
Defisiensi vitamin B12 karena malabsorpsi seperti pada anemia
pernisiosa, peningkatan kebutuhan vitamin B12 seperti saat kehamilan,
tirotoksikosis, anemia hemolitik, pendarahan, penyakir hati dan
ginjal.
 Kontraindikasi
Hipersensitifitas

 Peringatan
Pemberian parenteral dipilih untuk anemia pernisiosa namun hindari
pemberian intravena.Selain itu, pada defisiensi asam folat yang
dibiarkan selama > 3 bulan dapat menyebabkan lesi permanen pada
sumsum tulang belakang.Hipokalemia dan kematian mendadak dapat
terjadi pada anemia megaloblastik parah yang diobati intensif.
 Efek samping
Pemberian secara parenteral dapat menyebabkan edema pulmonari,
gagal jantung kongestif, thrombosis vaskuler perifer, rasa gatal, syok
anafilaktik, diare ringan, perasaan bengkak pada seluruh tubuh.
 Dosis
Secara oral : 1-2 mg setiap hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan 1 mg
setiap hari
Secara parenteral : baru digunakan jika terdapat gejala neurologi,
diberikan 1 mg setiap hari selama 1 minggu, kemudian setiap minggu

20
selama sebulan, dan terakhir setiap bulan. Ketika gejala teratasi,
pemberian oral harian dapat dilakukan.
 Sediaan
o Sianokobalamin (generik) tab 50 mcg
o Cairan injeksi 500 mcg/ml, 1000 mcg/ml
o Etacobalamin (errita) cairan injeksi 100 mcg/ml
o Vitamin B12 Cap FM (fimedco) tab 25 mcg
 Interaksi obat
obat Interaksi
Asam aminosalisilat Menurunkan kerja vitamin B12
kloramfenikol Menurunkan efek vitamin B12 pada
pasien anemia pernisiosa
Kolkisin, alkohol Asupan berlebih (>2 minggu)
menyebabkan malabsorpsi vitamin
B12

c. Asam folat
Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nukleoprotein danpemeliharaan
eritropoiesis normal, menstimulasi produksi eritrosit, leukosit, dan platelet
pada anemia megaloblastik.
 indikasi
anemia megaloblastik disebabkan defisiensi asam folat

 kontraindikasi
pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik lainnya di
mana vitamin B12 tidak cukup.
 Peringatan
Jangan diberikan secara tunggal pada anemia pernisiosa dan defisiensi
vitamin B12 karena menimbulkan degenerasi majemuk medulla
spinalis.Selain itu, jangan diberikan pada penyakit yang ganas kecuali
anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan
komplikasi penting.
 Efek samping

21
Relatif tidak toksik, efek samping yang umum terjadi adalah
perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, aktivitas
berlebih, depresi mental, mual, anoreksia, flatulensi.
 Dosis
Secara oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan.Jika terjadi malabsorpsi,
dosis harian ditingkatkan menjadi 5 mg.
 Sediaan
Folic Acid (generik) tab 1 mg, 5 mg.
 Interaksi obat
Obat Interaksi
Asam aminosalisilat Penurunan kadar serum asam
folat selama penggunaan
konkuren
Kontrasepsi oral Mempengaruhi metabolism folat
dan menyebabkan defisiensi
asam folat, tapi efeknya ringan
Dihydrofolate reductase Mempengaruhi penggunaan asam
inhibitor folat
Sulfasalazine Terjadi tanda-tanda defisiensi
folat
Fenitoin Menurunkan kadar serum folat

d. Epoetin alfa dan darbepoetin alfa


Menstimulasi eritropoiesis pada pasien anemia yang sedang menjalani
dialisis.
 Indikasi
Anemia yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis, anemia yang
berkaitan dengan terapi zidovudin pada pasien terinfeksi HIV, anemia
pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, dan penurunan transfusi
darah allorgenik pada pasien yang dioperasi.
 Kontraindikasi
Hipertensi yang tidak terkendali
 Peringatan

22
Hentikan pengobatan untuk sementara jika tekanan darah tidak
terkendali,. Selain itu, faktor lain dari anemia disingkirkan seperti
defisiensi asam folat dan vitamin B12 dan dapat diberikan suplemen besi
jika diperlukan. Peringatan terhadap penyakit iskemik vaskuler,
trombositosis, riwayat konvulsi, penyakit ganas, gagal hati kronis,
migraine, kehamilan dan laktasi.
 Efek samping
Hipertensi memburuk pada pasien gagal ginjal kronis; jarang terjadi
hiperkalemia; peningkatan plasma kreatinin, urea, dan fosfat; konvulsi;
reaksi kuliat dan udema palpebral; serta anafilaktik.

 Dosis
- Pada gagal ginjal kronis, dosis awal 50-100 unit/kg 3 kali
seminggu secara subkutan atau intravena. Jika hemoglobin tidak
meningkat setelah 6-8 minggu, dosis dapat dinaikan hingga 150
unit/kg 3 kali seminggu
- Pada pasien dengan AIDS, dosis diberikan hingga 300 unit/kg 3
kali seminggu.
- Pada pasien kemoterapi, diberikan dosis awal 2,25 mcg/kg
subkutan atau intravena setiap minggu, setelah itu diturunkan
menjadi 0,45 mcg/kg setiap minggu.
 Sediaan
Eprex (Janssen Indonesia) injeksi, epoetin alfa 2000 UI/ml, vial 0,5 ml
(1000 UI), 0,5 ml (1000 UI) pre-filled syringe, vial 1 ml (2000 UI/ml).
 Interaksi obat
ACE inhibitor dapat mempertinggi resiko hiperkalemia.
Kondisi khusus :
1. Hemolitik anemia
Tujuan :
- Mengurangi atau menghambat destruksi sel darah merah
- Meningkatkan jumlah sel darah merah
- Mengobati penyebab kondisi tersebut

23
Terapi hemolitik anemia didasarkan pada penyebab hemolitik anemia
tersebut.Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan transfusi darah,
plasmapheresis, operasi, dan transplantasi stem sel sumsum tulang. Selain itu
dapat dilakukan terapi farmakologi .Yang perlu diingat, hemolitik anemia
tidak dapat dicegah, namun beberapa tipe hemolitik anemia dapatan dapat
dicegah.
a. Transfusi darah
Transfusi darah dilakukan jika terjadi hemolitik anemia yang parah.
b. Obat
Untuk autoimun hemolitik anemia (AIHA), dapat diberikan obat untuk
menghambat autoimun tersebut.Contohnya : kortikosteroid. Jika dengan
penggunaan kortikosteroid tidak memberikan respon, pasien diberikan
imunosupresan lain seperti rituximab dan cyclosporine. Jika terjadi sickle
cell anemia, dapat diberikan hidroxyurea.
c. Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan prosedur menghilangkan antibodi dari darah
dan digunakan untuk mentreatment autoimun hemolitik anemia.Untuk hal
ini, darah dikeluarkan dari tubuh (seperti dialisis) dan dipisahkan dari
antibodinya. Pengobatan ini baru dilakukan jika pengobatan lain tidak
bekerja.
d. Operasi
Beberapa orang perlu dilakukan operasi untuk mengangkat
limpanya.Dengan menghilangkan limpa, dapat mengurangi kecepatan
destruksi sel darah merah.
e. Transplantasi stem sel sumsum tulang
Beberapa jenis hemolitik anemia seperti talasemia, di mana terjadi
abnormalitas dari sumsum tulang, transplantasi ini dapat dilakukan.

24
2. Sickle cell
Tujuan dari terapi sickle cell adalah untuk mengurangi komplikasi, kerusakan
organ, dan mencegah terjadinya infeksi.
a. Menjaga kesehatan
Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien dapat
diberikan :
 Imunisasi
Pasien dengan usia 6 bulan ke atas disarankan untuk menerima vaksin
influenza. Vaksin meningococcal juga direkomendasikan untuk pasien
2 tahun ke atas terutama yang menjalani splenectomy.Pasien yang
memiliki kerusakan fungsi limpa rentan terhadap infeksi terutama
pneumococcus sehingga diperlukan vaksin pneumococcus. Terdapat 2
vaksin yang tersedia :
 7-valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) yang
menginduksi respon antibodi yang baik pada bayi. PCV
direkomendasikan untuk bayi di bawah usia 24 bulan. Bayi
menerima vaksin pertama antara 6 minggu hingga 6 bulan.
Setelah itu diberikan 2 dosis berulang dengan interval 2 bulan,
kemudian diberikan dosis ke-4 pada usia 12-15 bulan.
 23-valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV23)
direkomendasikan untuk anak-anak usia 2 tahun ke atas,
diberikan sekitar 2 bulan setelah dosis terakhir pemberian
PCV7. Jika diperlukan, dosis tambahan diberikan 3-5 tahun
kemudian.
 Penicillin
Penisilin digunakan untuk pencegahan terinfeksi mikroba. Pasien
direkomendasikan menggunakan penisilin setidaknya hingga usia 5
tahun walaupun telah dimunisasi dengan PCV7. Pengobatan profilaksis
ini sebaiknya dimulai dari usia 2 bulan atau bahkan lebih awal
Dosis
penisilin V potassium 125 mg per oral 2 kali sehari hingga usia 3
tahun, diikuti 250 mg 2 kali sehari hingga usia 5 tahun. Alternatif lain
dapat diberikan benzathine penisilin sebesar 600.000 unit secara

25
intramuscular setiap 4 minggu untuk usia 6 bulan hingga 6 tahun dan
1,2 juta unit setiap 4 minggu untuk usia di atas 6 tahun jika diperlukan.
Untuk pasien dengan alergi penisilin dapat diberikan eritromisin 20
mg/kg 2 kali sehari. Namun profilaksis penisilin biasanya tidak
diberikan lagi pada anak-anak usia di atas 5 tahun.
 Asam folat
Peningkatan eritropoiesis menyebabkan meningkatnya kebutuhan asam
folat sehingga suplemen asam folat dapat diberikan.
b. Fetal hemoglobin inducer
 Hydroxyurea
 Mekanisme : merupakan senyawa kemoterapeutik yang
menstimulasi produksi fetal hemoglobin (HbF). Bagaimana
mekanisme memproduksi HbF secara tepatnya belum
diketahui, namun berhubungan dengan inhibisi sintesis DNA
dengan menghalangi perubahan ribonucleosida menjadi
deoxyribonucleotida. Hydroxyurea juga meningkatkan NO,
mengurangi neutrofil dan monosit, memiliki efek antioksidan,
merubah membrane sel darah merah, meningkatkan
deformabilitas sel darah merah dengan peningkatan kandungan
air intrasel, dan menurunkan adesi ke endothelium.
 Indikasi : melanoma, leukemia mielositik kronik.
 Kontraindikasi : depresi sumsum tulang belakang,
hipersensitifitas.
 Peringatan : obat kehamilan kategori D
 Efek samping : neutropenia, kerontokan rambut, demam,
gangguan saluran pencernaan, depresi sumsum tulang
belakang.
 Dosis : untuk anak-anak yang tidak dapat menelan kapsul dapat
dibuat sediaan cair (100mg/ml). dosis awal 10-15 mg/kg per
hari, dosis dapat ditingkatkan menjadi 5-35 mg/kg setelah 8-12
minggu jika terjadi toleransi. Jika menunjukan perbaikan,
pengobatan dilanjutkan dengan dosis 2,5-5 mg/kg per hari.

26
 Sediaan : hydroxyurea kapsul 200 mg, 300 mg, 400 mg, 500
mg.
 Butyrate
Butyrate dapat meningkatkan HbF dengan mengubah ekspresi gen
yang meningkatkan produksi rantai γ-globin.Pasien diberikan dalam
bentuk garamnya, seperti sodium phenylbutyrate.Contoh produk yang
ada adalah Buphenyl® tablet.Penelitian mengenai penggunaan butyrate
pada pasien sickle cell masih berlanjut, terutama untuk menentukan
dosis optimum yang dapat digunakan.Berdasarkan studi, pemberian 1-
11 g/hari meningkatkan HbF dalam 5 minggu namun tidak bertahan
lama.Efek samping yang ditimbulkan seperti retensi cairan, ruam, bau
badan tidak enak.
 Decitabine
Decitabine dapat menginduksi HbF dengan menginhibisi metilasi DNA
yang mencegah perubahan produksi γ- ke β-globin.Decitabine
diberikan pada pasien yang tidak merespon terhadap
hydroxyurea.Dosis diberikan 0,2 mg/kg 1-3 kali dalam seminggu
secara subkutan dapat meningkatkan HbF serta menurunkan adeshi sel
darah merah.Efek samping yang dilaporkan adalah neutropenia. Contoh
sediaan : Dacogen® injection.
c. Tranfusi darah
Transfusi dilakukan untuk mencegah komplikasi serius dari sickle cell
seperti stroke dan kerusakan organ.Transfusi juga dapat mengurangi
resiko nyeri vasooklusif dan acute chest syndrome. Tujuan utamanya
adalah menjaga kadar HbS kurang dari 30% dari total Hb. Transfusi
dilakukan setaip 3-4 minggu sekali. Setelah mendapatkan terapi selama 4
tahun tanpa adanya perkembangan komplikasi, frekuensi tranfusi dapat
dikurangi dan memperbolehkan kadar HbS hingga 50% dari total Hb.
d. Transplantasi stem sel allogenic hematopoietic
Untuk menyembuh penyakit sickle cell, hanya dapat dilakukan dengan
transplantasi.Namun untuk mendapatkan transplantasi sangat sulit karena
membutuhkan donor dari saudara kandung yang memiliki HLA-identik.

27
e. Terapi penanganan komplikasi
 Terapi nonfarmakologi untuk penanganan komplikasi dapat dilakukan
dengan dengan transfusi darah seperti yang telah dijelaskan di atas.
Untuk menghindari penyakit yang semakin memburuk, pasien perlu
memelihara keseimbangan cairan dan oksigen tubuh.
 Jika terjadi demam 38,5oC atau lebih tinggi secepatnya ditangani.
Direkomendasikan untuk diberikan antibiotik dosis rendah seperti
seftriakson dan sefotaksim.

28
golongan obat Dosis peringatan

Anak-anak 1 mg/kg setiap


kodein 6 jam; dewasa 30-60
Opioid mg/dosis
lemah Anak-anak 0,2 mg/kg
hidrokodon setiap 6 jam; dewasa 5-10
mg/dosis
Ibuprofen (anak-anak 10
mg/kg setiap 6-8 jam;
dewasa 200-400 mg/dosis)
Naproxen (anak-anak 5
Oral NSAIDs m/kg setiap 12 jam;
dewasa 250-500 mg/dosis)
Asetaminofen (anak-anak
10-15 mg/kg setiap 4 jam;
dewasa 650 mg/dosis)
nonopioid Efek samping
ketorolac meliputi
gangguan
gastrointestinal,
Ketorolac (0,5 mg/kg
Intravena kardiovaskular,
hingga 30 mg/dosis setiap
NSAIDs ginjal, pendarahan.
6 jam)
Hanya boleh
digunakan untuk
dewasa dan tidak
lebih dari 5 hari.
Anak-anak 0,1-0,15 mg/kg
setiap 3-4 jam; dewasa 5-
morfin 10 mg/dosis.
Opioid kuat Infuse berlanjut dengan
0,04-0,05 mg/kg per jam
Anak-anak 0,015 mg/kg
hidromorfon
setiap 3-4 jam; 1,dewasa 5-

29
 P 2 mg/dosis
a Infuse berlanjut dengan
s 0,004 mg/kg per jam
i
en dengan acute chest syndrome harus menerima insentif spirometry
untu mengurangi perkembangan atelectasis (penurunan pertukaran gas
dalam alveoli).terapi cairan juga penting karena overhidrasi dapat
menyebabkan respiratory distress. Penggunaan antibiotik spektrum
luas seperti makrolida atau kuinolon juga direkomendasikan (studi
menunjukan infeksi yang umumnya terjadi pada acute chest syndrome
akibat bakteri). Steroid dapat digunakan untuk menurunkan inflamasi
dan adhesi sel endothelial. Terapi menggunakan NO juga dapat
dilakukan karena dapat menginhibisi agregasi platelet dan mengurangi
kecenderungan pembentukan HbS. Namun penangan menggunakan
inhalasi NO masih dievaluasi.
f. Terapi penanganan krisis
 Krisis aplastik
Pasien membutuhkan transfusi darah untuk anemia yang parah.Krisis
aplastik biasanya disebabkan oleh human parvovirus B19.
 Penangan pembesaran limpa dapat dilakukan dengan observasi
(khususnya pasien dewasa karena cenderung lebih ringan) dan
transfusi (memperlambat splenectomy).
 Krisis vasooklusif
Krisis vasooklusif merupakan rasa sakit yang diderita pada anemia
sickle cell.Hal ini terjadi ketika sirkulasi darah dalam pembuluh
dihambat oleh sel darah sickle yang menyebabkan
ischemia.Penanganan dapat dilakukan dengan pemberian analgesik.

30
Pemberian analgesik berbeda-beda tiap individu tergantung pada
tingkat rasa sakitnya.
Tingkat nyeri Obat analgesik
Ringan hingga sedang Nonopioid dengan/tanpa kombinasi opioid
lemah
Sedang hingga berat Opioid ringan atau opioid kuat dosis rendah
dengan atau tanpa kombinasi nonopioid
Berat Opioid kuat dan nonopioid
3. Anemia aplastic
Terapi anemia aplastik dilakukan untuk menghambat komplikasi yang lebih
parah dan meningkatkan kualitas hidup.Terapi nonfarmakologi dapat
dilakukan dengan transfusi darah dan transplantasi sumsum tulang.Selain itu,
dapat dilakukan pula terapi farmakologi.
a. Transfusi darah
Transfusi darah dapat menjaga jumlah sel darah merah dalam tubuh dan
mengurangi gejala yang timbul.
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi merupakan cara untuk menyembuhkan anemia aplastik
namun sulit karena diperlukan donor yang cocok.Dengan transplantasi,
sumsum yang telah rusak diganti dengan sumsum baru yang sehat.
c. Obat
Ada 2 jenis obat yang digunakan :
 Stulasi sumsum tulang
Pengobatan dilakukan untuk menstimulasi sumsum tulang membentuk
sel darah, contohnya eritropoietin dan colony-stimulating factor
(CSF).CSF disekresikan oleh glikoprotein yang berikatan dengan
reseptor pada permukaan stem sel hemopoietic sehingga mengaktifkan
sinyal intrasel yang menyebabkan sel berproliferasi menjadi spesifik
sel darah. Contoh sediaan CSF : Filgrastim injection (US dan Canada)
dan sargramostim injection (US).

31
 Supresi imun system
Imunosupresan hanya mengurangi gejala dan komplikasi. 2 obat yang
dapat diberikan : antithymocyte globulin (ATG) dan siklosporin.
Pengobatan ini memerlukan waktu yang lama.
 ATG
 Mekanisme : tidak diketahui secara pasti
 Kontraindikasi : penyakit virus akut, hipersensitifitas, kehamilan
 Efek samping : sakit kepala, gangguan kardiovaskular
 Dosis : dewasa 1,5 mg/kg/hari untuk 7-14 hari intravena.
 Sediaan : thymoglobulin injection
 Interaksi obat : dengan imunosupresan lain (meningkatkan resiko
terinfeksi.
 Siklosporin
 Mekanisme : supresi sistem imun, mekanismenya belum diketahui
secara pasti
 Indikasi : pencegahan penolakan transplantasi organ
 Kontraindikasi : hipersensitifitas, kehamilan
 Efek samping : gangguan kardiovakular, gangguan pendengaran,
mual muntah, diare gangguan ginjal
 Sediaan : Gengraf kapsul 25 mg, 100 mg, Gengraf solution 100
mg/ml ; Neoral kapsul 25 mg, 100 mg, solution 100 mg/ml;
Sandimmune kapsul 25 mg, 100 mg, solution 100 mg/ml, injection
50 mg/ml
 Interaksi obat : ACE inhibitor (hiperkalemia meningkat), vitamin E
(konsentrasi siklosporin meningkat)
4. Anemia pada orang tua
Terapi yang diberikan tergantung pada jenis anemianya.Jika terjadi defisiensi
besi, diberikan suplemen besi namun dosis direndahkan (contoh: diberikan
ferrous sulfate 1 kali sehari) untuk menurunkan efek samping pada
gastrointestinal.Defisiensi vitamin B12 diberikan suplemen vitamin B12 baik
oral atau parenteral, defisiensi asam folat diberikan asam folat dengan dosis 1
mg per hari.

32
5. Anemia pada pediatrik
Anemia pada bayi prematur sering ditreatment dengan transfusi sel darah
merah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan oksigen, mengurangi fatigue
selama pemberian makan, dan meningkatkan pertumbuhan. Bayi prematur
dapat pula diberikan eritropoietin (EPO) namun farmakokinetik EPO
tergantung pada perkembangan usia bayi sehingga penggunaannya pun masih
kontroversial. Untuk pemberian suplemen, bayi prematur mengkonsumsi 2
mg/kg suplemen besi setiap harinya.Secara parenteral yang ditreatment pula
dengan EPO membutuhkan 6 mg/kg/hari.
Bayi dengan usia 9-12 bulan dengan anemia mikrositik ringan, pengobatan
paling efektif adalah pemberian besi (Fe2+ sulfat 3 mg/kg 1-2 kali sehari
dengan makanan selama 4 minggu). Jika bayi tersebut memberikan respon
yang baik, pengobatan ini dapat dilanjutkan hingga 2-3 bulan.Jika anemia
terulang kembali, harus didiagnosa penyebab anemia tersebut.Untuk anak-
anak yang lebih tua, dosis oral besi lebih tinggi (6 mg/kg/day dibagi menjadi
2-3 kali sehari).
Untuk anak-anak dengan makrositik anemia, dapat diberikan asam folat
dengan dosis 1-3 mg per hari.Namun defisiensi vitamin B12 karena anemia
pernicious bawaan membutuhkan suplemen vitamin B12 seumur hidup.Dosis
awal diberikan 0,1 mg selama 10-15 hari, kemudian diikuti 0,06 mg/bulan.

33
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Anemia atau yang sering disebut dengan “kekurangan darah” merupakan suatu
keadaan dimana jumlah Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Secara praktis anemia ditunjukkan dengan
adanya penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Hct) atau hitung eritrosit (red
cell count). Anemia terdiri dari 800 jenis berdasarkan etiologinya, morfologinya, dan
patofisiologinya. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara
sedang berkembang termasuk Indonesia. Anemia defisiensi besi merupakan masalah
gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia.
Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%.
Faktor resiko dari anemia adalah genetic, nutrisi, kondisi saluran cerna,
menstruasi, kehamilan,penyakit kronis, penyakit autoimun, zat kimia atau obat,dan
lain-lain. Penatalaksanaan serta pengobatan dilakukan sesuai dengan etiologi dan
jenis anemianya.

3.2. SARAN
Diperlukan kajian sumber informasi lebih dalam lagi agar anemia dapat lebih
dimengerti secara menyeluruh.

34
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Anemia pada Ibu Hamil.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6255/1/08E00814.pdf
Anymous. 2014. Anemia. https://www.scribd.com/doc/54756023/Anemia
Anymous. 2011. Anemia. https://www.scribd.com/doc/29879419/ANEMIA
Anymous. 2011. Anemia di Indonesia.
https://www.scribd.com/document_downloads/40317813?extension=doc
http://www.slideshare.net/search/slideshow?ft=&lang=id&page=17&q=anemia++epidemiolo
gi&qid=20a199f0-e7dc-4562-b4f5-8cb9f4805d37&searchfrom=header&sort=&ud=
Anymous. 2014. Anemia Gizi. http://artikelkesmas.blogspot.com/2014/09/anemia-
gizi-angi.html
Purnamasari, Dyah. 2011. Anemia. http://dyah-
purnamasari.blog.unsoed.ac.id/files/2011/03/ANEMIA-pdf.pdf
Prati, Diah. 2014. Anemia. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=16372
Imran, Nursyahidah. 2011. Faktor Resiko Anemia.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10585/NURSYAHIDAH%20IMR
AN%20K21110307.pdf?sequence=1

35

Anda mungkin juga menyukai