Anda di halaman 1dari 17

Halaman Judul

MAKALAH ANALISIS KUALITAN LINGKUNGAN


“INDEKS PENCEMARAN UDARA”

Kelompok II
Siti Mas Intan N201 16 021
Lia Roziah N201 16 076
Moh. Reza Rizaldy N201 16 086
Nastesya Gebriella Mandat N201 16 101
Karmila N201 16 151
Miftahul Jannah N201 16 161
Muh. Ibnu Sabil N201 16 165
Muliani N201 16 171
Ni Made Arinda N201 16 176
Nur’aini N201 16 186
Shinta Widya Puspita N201 16 206

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul “Indeks Pencemaran Udara” dengan tepat waktu.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kami sebanyak-banyaknya kepada
Ibu Kiki Sanjaya, S.KM, M.KL selaku dosen mata kuliah Analisis Kualitas
Lingkungan yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Isi makalah terdiri dari pengertian
indeks pencemaran udara, parameter indeks pencemaran udara, baku mutu indeks
pencemaran udara, rumus dari indeks pencemaran udara.
Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan terkhusus pencemaran udara. Selain itu, kami sadar bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami menunggu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

Palu, 5 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Table of Contents
HALAMAN JUDUL................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Tujuan...........................................................................................................6

C. Manfaat.........................................................................................................7

BAB II......................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................8

A. Pengertian IPU..............................................................................................8

B. Parameter IPU...............................................................................................8

C. Baku Mutu IPU.............................................................................................9

D. Rumus IPU....................................................................................................9

BAB III...................................................................................................................11

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................11

BAB IV..................................................................................................................16

PENUTUP..............................................................................................................16

A. Kesimpulan.................................................................................................16

B. Saran............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kualitas udara pada umumnya dinilai dari konsentrasi parameter
pencemaran udara yang terukur lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai Baku
Mutu Udara Ambien Nasional. Baku mutu udara adalah ukuran batas atau
kadar unsur pencemaran udara yang dapat ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada
lapisan troposfer (lapisan udara setebal 16 km dari permukaan bumi) yang
berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya. Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas maksimum
mutu udara ambien untuk mencegah terjadinya pencemaran udara sebagaimana
terlampir dalam PP No 41 Tahun 1999. Pemerintah menetapkan Baku Mutu
Udara Ambien Nasional untuk melindungi kesehatan dan kenyamanan
masyarakat (Kurniawan, 2017)
Terminal adalah tempat umum yang memiliki risiko terjadi pencemaran
udara diakibatkan karena adanya aktivitas kendaraan bermotor yang
menghasilkan buangan emisi. Pemantauan kualitas udara terminal memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan tercemar atau tidaknya udara
pada lokasi terminal dengan membandingkan hasil pengukuran ke dalam
Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)(Fauziah, 2017)
Gas buang kendaraan bermotor sering lebih dekat dengan
masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang
tinggi. Dengan demikian, masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan
lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka
yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan
polisi lalu lintas sering kali terpajan oleh bahan pencemar dari
hasil pembakaran mesin dengan bahan bakarnya yang kadarnya cukup tinggi.
Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar
yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu. Di dalam emisi gas
kendaraan bermotor terdapat banyak substansi pencemar, antara lain gas
karbonmonoksida (CO), sulfur dioksida (SO2)dan nitrogen dioksida (NO2)
(Rose, 2014)
Gangguan yang lazim dikenal akibat emisi kendaraan bermotor adalah
gangguan saluran pernafasan, sakit kepala, iritasi mata, mendorong terjadinya
serangan asma, ispa, gangguan fungsi paru dan penyakit jantung. Polisi lalu
lintas juga dapat menerima risiko yang bertugas di jalan raya karena pada
tempat tersebut dilakukan pengaturan kendaraan bermotor yang mesinnya
masih hidup. Orang yang dalam pekerjaannya selalu terpapar oleh substansi
tertentu, seperti karbonmonoksida, timbal, sulfur dioksida dan nitrogen
dioksida, maka substansi tersebut akan masuk melalui hidung dan atau rongga
mulut yang selanjutnya dapat mengendap di paru sehingga dapat
mengakibatkan perubahan fungsi paru-paru terutama rasa sesak napas
(Mahardika, 2012).
Obesitas anak adalah kondisi multifaktorial yang dihasilkan dari
interaksi antara beberapa faktor risiko genetik dan non-genetik (Han et al.,
2010), dengan ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi
sebagai penyebab utama.Selama dekade terakhir telah ada peningkatan minat
pada apakah paparan bahan kimia lingkungan dapat berkontribusi pada
meningkatnya prevalensi obesitas (Holtcamp, 2012).Polusi udara ambien
adalah salah satu yang dicurigai sebagai obesogens lingkungan (McConnell et
al., 2016).Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa polusi udara
sekitar dapat mengubah metabolisme dan meningkatkan penambahan berat
badan (Bolton et al., 2012; Sun et al., 2009; Xu et al., 2010).
Beberapa studi epidemiologis telah menganalisis hubungan antara
paparan polusi udara sekitar dan obesitas pada masa kanak-kanak dan sebagian
besar dari ini melaporkan peningkatan indeks massa tubuh (BMI) yang terkait
dengan peningkatan kadar nitrogen dioksida (NO2), nitrogen oksida (NOx),
partikel < 2,5 μm (PM2.5), <10 μm (PM10) dan kasar (PMcoarse) (Dong et al.,
2015; Jerrett et al., 2010, 2014; McConnell et al., 2014). Namun, studi kohort
kelahiran baru-baru ini di Italia termasuk 499 anak-anak pada usia 8 tahun
tidak menemukan hubungan antara paparan polusi udara terkait lalu lintas
(TRAP) dan BMI, lipid darah, atau adipositas perut (Fioravanti et al., 2018).
Tidak ada bukti tentang dampak pencemaran udara sekitar seperti partikel
ultrafine (UFP) dan karbon unsur (EC) pada obesitas anak.Lebih lanjut, studi-
studi sebelumnya telah menilai paparan polusi udara sekitar secara eksklusif di
alamat rumah. Namun, anak-anak usia sekolah menghabiskan antara 23% dan
35% dari hari di sekolah termasuk jam pagi ketika puncak tertinggi dalam
polusi udara ambien dicatat (Mazaheri et al., 2014; Nieuwenhuijsen, 2015;
Pañella et al., 2017) . Bahkan, sebuah studi pemantauan pribadi dari 45 anak
sekolah di Barcelona menemukan bahwa 37% dari dosis BC terintegrasi harian
mereka diterima di sekolah (Rivas et al., 2016). Oleh karena itu ada kebutuhan
untuk studi termasuk evaluasi peran paparan polusi udara ambien di sekolah-
sekolah dalam risiko obesitas.(Bont, Casas, Barrera-gómez, Cirach, & Rivas,
2019)
Pada tahun 2010, sekitar 3,3 juta orang di seluruh dunia meninggal
hanya dikarenakan menghirup debu-debu kecil yang beterbangan di udara dan
diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2050. Debu yang masuk alveoli
dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan (fibrosis) dan apabila 10%
alveoli mengeras akan mengakibatkan berkurangnya elastisitas alveoli dalam
menampung udara. Fibrosis yang terjadi dapat menurunkan kapasitas vital
paru. Kapasitas vital paru yang tidak maksimal dapat diakibatkan karena faktor
dari luar tubuh atau ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan faktor dari
dalam tubuh penderita itu sendiri atau instrinsik(Fauziah, 2017)
Berdasarkan uraian diatas maka hal inilah yang mendasari penulis
menuyusun makalah yang berjudul “Indeks Pencemaran Udara”
B. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Pengertian Indeks Pencemaran Udara
2. Untuk mengetahui Parameter Indeks Pencemaran Udara
3. Untuk mengetahui Baku Mutu Indeks Pencemaran Udara
4. Untuk mengetahui Rumus dari Indeks Pencemaran Udara
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian Indeks Pencemaran
Udara
2. Mahasiswa dapat mengetahui Parameter Indeks Pencemaran Udara
3. Mahasiswa dapat mengetahui Baku Mutu Indeks Pencemaran
Udara
4. Mahasiswa dapat mengetahui Rumus dari Indeks Pencemaran
Udara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian IPU

Kualitas udara pada umumnya dinilai dari konsentrasi parameter


pencemaran udara yang terukur lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai Baku
Mutu Udara Ambien Nasional. Baku mutu udara adalah ukuran batas atau
kadar unsur pencemaran udara yang dapat ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien. ISPU didefinisikan sebagai angka yang tidak mempunyai satuan
yang menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu, yang
didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan
mahluk hidup lainnya. Meskipun nilai ISPU lebih tepat digunakan untuk
daerah urban, pada prinsipnya nilai ini dapat diterapkan ke semua tipe wilayah.
(Kurniawan, 2017)

B. Parameter IPU
Parameter-parameter yang digunakan dalam penentuan nilai ISPU
dituangkan lebih detil lagi dalam Lampiran Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan
dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemaran Udara. (Kurniawan,
2017)
Parameter dasar untuk pengukuran ISPU dan periode waktu
pengukurannya sesuai dengan lampiran keputusan Kepala Bapedal No. 107
Tahun 1997 yaitu: pada parameter Partikulat (PM10) dengan waktu pengukuran
(rata-rata) 24 jam, pada parameter Sulfurdioksida (SO2) dengan waktu
pengukuran rata-rata 24 jam, pada parameter Karbonmonoksida (CO) dengan
waktu pengukuran 8 jam, pada parameter Ozon (O 3) dengan waktu pengukuran
rata-rata 1 jam dan pada parameter Nitrogendioksida (NO 2) dengan waktu
pengukuran rata-rata 1 jam. (Kurniawan, 2017)
Pengukuran parameter gas (CO, NO2, SO2, dan O) Pengukuran Ozon
permukaan (O3)Pengukuran ozon permukaan (O3) dilakukan dengan
menggunakan instrument TEI Tipe 49C Ozone Analyzer. Detail mengenai
metode pengukuran dan hasil pengukuran beserta koreksinya ini dapat dilihat
pada publikasi lain (Klausen et al., 2003, Mairisdawenti, 2014). Resolusi data
dibuat menjadi agregat per-jam untuk selanjutnya diproses sesuai dengan
keperluan perhitungan nilai ISPU, keluaran data konsentrasi O memiliki satuan
parts per-billion (ppb). (Kurniawan, 2017)
C. Baku Mutu IPU
Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas maksimum
mutu udara ambien untuk mencegah terjadinya pencemaran udara sebagaimana
terlampir dalam PP No 41 Tahun 1999. Pemerintah menetapkan Baku Mutu
Udara. Ambien Nasional untuk melindungi kesehatan dan kenyamanan
masyarakat. Baku Mutu Udara Ambien Nasional.
Baku mutu udara ambien nasional menurut PP No 41 tahun 1999 yaitu:
parameter aerosol (PM10) dalam waktu 24 jam baku mutunya yaitu 150 µg/m 3,
parameter karbonmonoksida (CO) dalam waktu 1 jam baku mutunya 30000
µg/m3, dan pada waktu 24 jam terdapat baku mutu 10000 µg/m 3, parameter
Ozon (O3) dalam waktu 1 jam yaitu baku mutunya 235 µg/m 3, pada waktu 1
tahun 50 µg/m3, para meter Sulfurdioksida(SO2) pada waktu 24 jam terdapat
baku mutu 365 µg/m3 sedangkan apda waktu 1 tahun terdapat baku mutu yaitu
80 µg/m3, dan pada Nitrogendioksida (NO2) pada waktu 1 jam yaitu 0.25
µg/m3 Sedangkan pada waktu 1 tahun terdapat baku mutu 100 µg/m3.
D. Rumus IPU
Konsentrasi yang digunakan dalam perhitungan ISPU adalah µg/m 3
konsentrasi PM10 sudah dalam satuan µg/M3 sedangkan konsentrasi instrument
O3, CO, NO2 dan SO2 dalam ppb, sehingga data tersebut harus dikonversi
terlebih dahulu ke µg/m3menggunakan persamaan:

dengan:
Keterangan :
p = tekanan udara (Pascal)
Mr = massa molekul relatif (g/mol)
R = konstanta gas ideal (8.314 N m mol-1 K)
T = temperatur udara (Kelvin)
Untuk persamaan ini, nilai tekanan udara(p) dan temperatur udara (T)
digunakan padakondisi STP (temperatur udara 25 C=293Kdan tekanan udara 1
atm). Koreksi tersebutdihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan :
X0= konsentrasi awal
X1 = konsentrasi terkoreksi
T0= temperatur udara STP (K)
T1 = temperatur udara rata-rata (K)
P0= tekanan udara STP (Pa)
P1= tekanan udara rata-rata (Pa)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal 1: Membandingkan asosiasi risiko pernapasan pada indeks kualitas


udara EPA danindeks kualitas udara berbasis kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lars D. Perlmutt, Kevin
R. Cromar (2019) dalam jurnal Lingkungan Atmosfer 202 dengan
judul “Membandingkan kumpulan risiko pernapasan pada indeks kualitas udara
EPA dan indeks kualitas udara berbasis kesehatan”
Hasil diperoleh Nilai AQI harian polutan gas (NO2, O3, dan SO2) dan
PM2.5 diperoleh dan dirata-rata untuk setiap polutan dari Bronx dan Queens
Counties di NYC selama tahun 2005-2010 dari EPA AirData (AS EPA, 2014a)
untuk pengembangan indeks berbasis kesehatan dan selama bertahun-tahun 2011-
2013 untuk indeks validasi. Negara-negara ini dipilih karena ketersediaan data
pemantauan untuk masing-masing polutan yang dilaporkan oleh AQI. Konsentrasi
polusi udara di NYC secara teratur di bawah standar kualitas udara federal, yang
ditetapkan setara dengan nilai AQI 100. Selama musim O 3 (ozon) rendah, polusi
nilai-nilai yang ditentukan oleh AQI yaitu yang tertinggi untuk PM2.5 dengan
NO2 dan SO2. Selama musim O3 tinggi, keduanya PM2.5 dan konsentrasi O3
sebagaimana dilihat nilai AQI diamati polutan utama NO 2. Hubungan yang
signifikan antara total kunjungan penyakit pernapasan ED dan perubahan udara
harian konsentrasi polutan diamati untuk beberapa individu polutan. Paparan O 3
memiliki risiko tertinggi yang terkait dengan peningkatan IQR dalam konsentrasi
polusi (5,5%, 95% CI: 3,3–8,0), diikuti oleh SO2 (1,6%, 95% CI: 0,3-3,0), PM2,5
(1,4%, 95% CI: 0,5-2,4), dan NO2 (1,2%, CI 95%: 0,3–2,1).
Analisis nilai EPA AQI menunjukkan kumpulan yang signifikan dengan risiko
morbiditas pernapasan tingkat populasi terjadi selama musim O 3 rendah (Oktober-
Maret), tetapi tidak pada musim O 3 tinggi (April – September). Ini menunjukkan
bahwa selama musim O3 tinggi, setiap hari Nilai AQI tidak sepenuhnya terdapat
efek kesehatan dari O3 atau dampak gabungan dari PM2.5, NO2, dan O3.
Sebaliknya, berbasis kesehatan Indeks dikembangkan menggunakan koefisien
spesifik kota yang diperoleh dalam hal ini menganalisis dan menggunakan metode
yang mirip dengan yang digunakan AQHI Kanada menghasilkan indeks yang
secara signifikan terkait dengan risiko kesehatan pernafasan selama musim O 3
tinggi tetapi tidak selama musim O3 rendah. Nilai AQI tampaknya lebih
mencerminkan hasil kesehatan selama musim O3 rendah di kota besar AS, tetapi
tidak diamati secara signifikan terkait dengan kunjungan ED pernapasan selama
musim O3 tinggi. Sebaliknya, indeks berbasis kesehatan yang disesuaikan,
berdasarkan pada risiko kelebihan aditif dari total kunjungan ED pernapasan yang
terkait dengan pajanan untuk PM2.5, O 3, NO2, dan SO2 di NYC, secara positif
terkait dengan morbiditas pernapasan selama musim O3 tinggi dan rendah.
Jurnal 2: Ambient air pollution and overweight and obesity in school-aged
children in Barcelona, Spain
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Bont dkk (2019) dengan judul
Ambient air pollution and overweight and obesity in school-aged children in
Barcelona, Spain. Hasil penelitian yang telah diperoleh, diketahui lama paparan
yaitu selama 1 tahun dan di lakukan pada sekolah dan rumah. Hasil yang
didaptakan dari 2897 anak-anak sekolah yang berpartisipasi,> 50% anak-anak
terpapar pada tingkat NO2 yang melebihi pedoman WHO rata-rata tahunan (40 μg
/ m3) baik di rumah maupun di sekolah.> 75% anak-anak terpapar ketingkat
PM2.5 (rumah dan sekolah) dan PM10 (rumah) masing-masing lebih tinggi dari
10 dan 20 μg / m3, seperti yang direkomendasikan oleh WHO. Tingkat NO2
serupa di rumah dan sekolah (median = 44,4dan 48,5 μg / m3, masing-masing)
sedangkan tingkat PM2,5 di sekolah (median = 25,0 μg / m3) jauh lebih tinggi
daripada di rumah (median = 13,4 μg / m3). Nox dan PMab di tingkat rumah
dikeluarkan dari analisis akhir karena mereka sangat berkorelasi dengan tingkat
NO2 di rumah (r = 0,92 dan r = 0,93, masing-masing).
Studi ini menunjukkan bahwa paparan polusi udara sekitar, terutama di
sekolah-sekolah, dikaitkan dengan kemungkinan lebih tinggi kelebihan berat
badan atau obesitas dalam sampel 2897 anak sekolah dasar di Barcelona. Namun,
interpretasi yang hati-hati diperlukan karena asosiasi tidak selalu linier dan karena
pengukuran polusi udara sekolah dan rumah tidak secara langsung sebanding.
Studi di masa depan harus memeriksa efek jangka panjang dari polusi udara
ambien pada perkembangan obesitas masa kecil menggunakan desain prospektif,
dan dengan mempertimbangkan diet, pola aktivitas waktu, dan tingkat paparan di
lingkungan yang berbeda di mana anak-anak menghabiskan waktu. Bont, Casas,
Barrera-gómez, Cirach, & Rivas, (2019)
Jurnal 3: Penilaian Risiko Paparan Asap Kendaraan Bermotor Pada
Polantas Polrestabes Surabaya Tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Dwi Cahya Rose,
dkk (2014), dengan judul ‘Penilaian Risiko Paparan Asap Kendaraan Bermotor
Pada Polantas Polrestabes Surabaya’. Hasil penelitian yang telah diperoleh,
diketahui lama paparan yang paling tinggi ialah 26 tahun dengan jumlah jam kerja
setiap hari ialah 8 jam. Kasus yang ditemukan antara lain, Terdapat 83% dari 30
responden yang mengeluhkan pernapasan terganggu ketika bertugas di jalan raya
pada saat melakukan pengaturan lalu lintas, masuknya asap kendaraan bermotor
beserta debu ke dalam saluaran pernafasan dan mengendap dalam paru dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan
pernafasan, ISPA, TBC, asma, Bronchitis, dan ganguan pernafasan lainya yang
berpengaruh pada kesehatan pekerja dan produktifitas kerja. Hal ini Merupakan
salah satu dari penyakit yang timbul akibat pekerjaan, Polantas selain mengalami
keluhan sesak napas dan atau batuk-batuk, mereka pun mengeluhkan iritasi mata
dan atau mata memerah ketika duduk di dalam pos penjagaan lalu lintas dan atau
ketika bertugas di jalan raya, diketahui bahwa 87% dari 30 responden mengalami
iritasi mata ketika bertugas di jalan raya melakukan pengaturan lalu lintas.
Jurnal 4: Pengukuran Parameter Kualitas Udara (Co, No2, So2, O3 Dan
Pm10) Di Bukit Kototabang Berbasis Ispu
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agusta Kurniawan
(2017), dengan judul ‘Pengukuran Parameter Kualitas Udara (CO, NO 2, SO2, O3
dan PM10) di Bukit Kototabang Berbasis ISPU’. Hasil penelitian yang diperoleh,
Selama tahun 2012, dari pengukuran karbon monoksida menunjukkan nilai ISPU
berada pada kisaran 0-50, artinya kondisi udara baik dan tidak menimbulkan efek
bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup. Serupa dengan pengukuran karbon
monoksida (CO), nilai ISPU Nitrogen dioksida(NO2) di Bukit Kototabang selama
tahun 2012 berada pada kisaran 0-50, yang artinya kondisi udara baik dan tidak
menimbulkan efek bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup. Sama dengan dua
parameter sebelumnya CO dan NO2, Sulfur dioksida (SO2) juga menunjukkan
kualitas udara yang baik dan tidak ada efek bagi kesehatan manusia dan makhluk
hidup selama tahun 2012 di Bukit Kototabang, dengan kisaran ISPU 0-50.
Dengan melihat nilai dari parameter ISPU dapat dipastikan bahwa selama
tahun2012, kualitas udara di Bukit Kototabang masih berkategori baik, berada
dalam kisaran ISPU 0-50. Penurunan parameter menjadi kategori sedang terjadi 7
(tujuh) hari untuk parameter ozon permukaan (O3) dan 3 hari untuk parameter
partikulat (PM10), dan menjadi kategori sangat tidak sehat hanya 1 (satu) hari
untuk parameter ozon permukaan (O3) artinya hanya 11 hari dari 366 hari atau
hanya 3 % berkategori tidak baik, sisanya 97 % berkategori baik. Hal ini berarti
Bukit Kototabang masih dikatakan bukit yang bersih dan masih dapat digunakan
sebagai background monitoring kualitas udara di Indonesia, dan status Bukit
Kototabang masih dikatakan sebagai remote monitoring. (Kurniawan, 2017)
Jurnal 5: Analisis Tingkat Pencemaran Udara Di Terminal Kota Semarang
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan kadar debu terhirup
dengan kapasitas vital paru yang dilakukan Dhita Ayu, dkk dengan judul analisis
tingkat pencemaran udara di terminal kota Semarang pada tahun 2017 didapatkan
bahwa pedagang yang ada di terminal kota Semarang memiliki kadar debu
terhirup diatas nilai ambang batas merupakan pedagang yang berada dekat dengan
sumber pencemaran udara, yaitu bus. Beberapa pedagang pada saat penelitian
berada dekat dengan bus yang merupakan sumber pencemar, sehingga
menyebabkan kadar debu terhirup pedagang lebih besar. Selain itu, pengukuran
debu dengan PDS pada penelitian ini dilaksanakan selama 1 jam pada setiap
pedagang.volume kendaraan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kadar debu di udara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17 pedagang (56,7%) memiliki
kapasitas vital paru normal, sedangkan pedagang yang mengalami gangguan/tidak
normal sebanyak 13 pedagang (43,3%). Pengukuran kapasitas vital paru dapat
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit,
pekerjaan, kebiasaan merokok, olahraga serta status gizi. Gangguan pernafasan
karena debu dipengaruhi oleh faktor debu, meliputi ukuran partikel, bentuk, daya
larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan dan faktor individu berupa
mekanisme pertahanan tubuh.
Sebanyak 6 pedagang (100%) pedagang dengan kadar debu terhirup diatas
NAB memiliki kapasitas vital paru tidak normal, sedangkan diantara pedagang
dengan kadar debu terhirup dibawah NAB, ada 11 orang (45,8%). Pedagang
dengan kadar debu terhirup diatas NAB memiliki risiko 2 kali lebih besar
mempunyai kapasitas vital paru tidak normal dibanding dengan pedagang dengan
kadar debu terhirup dibawah NAB. Keluhan penyakit yang dialami oleh
pedagang, yaitu sesak nafas, batuk dan nyeri dada.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian jurnal tentang Indeks Pencemaran Udara
kesimpulan yang di dapat antara lain:
1. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah laporan
kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau
tercemarnya kualitas udara kita dan bagaimana dampaknya terhadap
kesehatan kita setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau
hari.
2. Bahaya polusi udara terhadap kesehatan manusia sangat kompleks.
Masalahnya, dari sumber polusi yang terhirup, dampak dan gangguan
kesehatannya akan berbeda pula satu sama lain. Bahayanya antara lain,
dapat memengaruhi sistem pernapasan (paru-paru), sistem peredaran darah
tubuh, Penglihatan dan lain-lain. Bahaya-bahaya tersebut dapat beresiko jika
tubuh terpapar lama oleh pajanan dan dalam jumlah yang melebihi baku
mutu yang di tetapkan, kebanyakan penderita adalah para pekerja yang
bekerja di wilayah terpapar.
B. Saran
Untuk mengurangi dampak atau terpaparnya debu secara berlebihan
pekerja setiap harinya sebaiknya menggunakan APD, dalam kesehariannya,
pekerja tidak merokok untuk mengurangi polusi udara, serta kadar udara harus
sesuai baku mutu yang di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bont, J. De, Casas, M., Barrera-gómez, J., Cirach, M., & Rivas, I. (2019).
Ambient air pollution and overweight and obesity in school-aged children
in. Environment International, 125(September 2018), 58–64.
https://doi.org/10.1016/j.envint.2019.01.048
Fauziah, D. A. (2017). ANALISIS TINGKAT PENCEMARAN UDARA DI
TERMINAL KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT (e-Journal), 5(5), 561–570.
Kurniawan, A. (2017). PENGUKURAN PARAMETER KUALITAS UDARA, 7,
1–13. https://doi.org/10.22146/teknosains.34658
Rose, K. D. C. (2014). PENILAIAN RISIKO PAPARAN ASAP KENDARAAN
BERMOTOR PADA POLANTAS POLRESTABES SURABAYA TAHUN
2014. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 3(1),
46–57.
Perlmutt, Lars D. and Kevin R. Cromar. 2019. “Comparing Associations of
Respiratory Risk for the EPA Air Quality Index and Health-Based Air
Quality Indices.” Atmospheric Environment 202(July 2018):1–7.

Anda mungkin juga menyukai