Anemia
a. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglonbin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count) akibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
oleh darah. Pada keadaan tertentu ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan
masa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. (Nurarif, et
al., 2015).
Kriteria anemia menurut WHO adalah sebagai berikut:
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil <11 g/dl
b. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang; 2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3). Proses
penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
c. Manifestasi Klinis
1). Manifestasi klinis yang sering muncul
a). Pusing
b). Mudah berkunang-kunang
c). Lesu
d). Aktivitas kurang
e). Rasa mengantuk
f). Susah konsentrasi
g). Cepat lelah
h). Prestasi kerja
3. Aktivitas fisik
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran
penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada
diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah
dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat badan,
meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko
kardiovaskuler (Waspadji, dkk, 2002).
4. Obat hipoglikemik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur,
namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin. Obat hipoglikemik oral (OHO) dapat
dijumpai dalam bentuk golongan sulfonilurea, golongan biguanida dan inhibitor
glukosidase alfa (Waspadji, dkk, 2002).
3. Penyakit Jantung Bawaan
a. Pengertian
Kehamilan bisa menyebabkan sejumlah perubahan fisiologis dari sistem
kardiovaskular. Ini bisa ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat. Namun bisa
seorang ibu hamil sebelumnya sudah punya gangguan jantung, ini bisa menjadi
ancaman serius. Tanpa diagnosis yang tepat, maka penyakit jantung dalam
kehamilan dapat menyebabkan kematian sang ibu.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat
adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik dan sianotik
yang masing – masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang
berbeda. (Webb, 2011).
b. Etiologi
Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada
peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan.
1) Faktor Prenatal :
a) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.
b) Ibu alkoholisme.
c) Umur ibu lebih dari 60 tahun.
d) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program
KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, ( thalidmide,
dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin).
f) Terpajan radiasi (sinar X), gizi ibu yang buruk dan kecanduan obat – obatan
yang mempengaruhi perkembangan embrio
2) Faktor Genetik :
a) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
b) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
c) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit jantung bawaan antara lain,
1) Mengeluarkan keringat berlebihan, mudah lelah
2) Tidak nafsu makan, berat badan menurun
3) Kesulitan berolahraga atau melakukan aktivitas tertentu
4) Detak jantung yang tidak beraturan (aritmia), napas terasa cepat dan pendek
5) Terasa sakit pada dada , sianosis atau kulit menjadi kebiruan
6) Kelainan bentuk ujung jari dan kuku yang dikenal dengan jari tabuh (clubbing
fingers), pembengkakan pada jaringan atau organ tubuh (edema)
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
2) Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
3) Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
4) Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada
abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat
menentukan dalam diagnosis anatomik.
5) Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
e. Penatalaksanaan
Pasien hamil dengan PJB harus didampingi tim ahli saat kehamilan dan
persalinan, mencakup dokter jantung, dokter kandungan, bidan, dokter anestesi,
dokter intensif, dan neonatologis.
1) Selama Kehamilan
Setiap pirau kanan ke kiri akan menurunkan resistensi vaskuler sistemik.
Hipoksia dapat memburuk karena janin membutuhkan oksigen dari aliran darah dan
karena kapasitas residu fungsional ibu rendah, sehingga pertukaran gas berkurang.
Terdapat risiko perburukan gagal jantung, aritmia, preeklampsia, atau pertumbuhan
janin buruk.
2) Persalinan
Pemantauan sebelum bersalin mencakup EKG, oksimetri, serta tekanan darah.
Pemasangan kateter vena sentral atau arteri pulmonalis mungkin perlu pada kondisi
parah, terutama jika terdapat edema paru. Baru-baru ini, terdapat kecenderungan
persalinan normal dengan analgesia epidural dosis rendah dan bantuan vakum
elektif.
3) Pasca-persalinan
Pemantauan ibu harus terus dilakukan sampai periode pasca-melahirkan.
Risiko perburukan ibu setelah melahirkan dapat disebabkan oleh perubahan aliran
balik vena, kehilangan darah, dan thrombogenic milieu.
4) Terminasi Kehamilan
Terminasi kehamilan harus didiskusikan pada wanita hamil dengan risiko
tinggi; trimester pertama merupakan saat paling aman untuk terminasi kehamilan
elektif. Terminasi kehamilan harus dilakukan di rumah sakit.
5) Kontrasepsi
Kontrasepsi hormonal harus dihindari pada pasien sianosis karena
berhubungan dengan risiko tromboemboli. AKDR sebaiknya tidak diberikan pada
pasien dengan risiko tinggi endokarditis. Metode kondom lebih terpilih. Oklusi tuba
(dengan klip) sebaiknya ditawarkan hanya untuk pasien dengan risiko tinggi
komplikasi seperti sindrom Eisenmenger.
a) Semua wanita pada usia reproduksi dengan penyakit jantung kongenital atau
bawaan harus:
b) Memiliki akses kepada pra konsepsi spesialis multidisiplin konseling yang
menganjurkan pada kontrasepsi yang aman dan efektif yang tersedia.
c) Menerima anjuran dari tim multidisiplin sebelum bantuan konsepsi diambil.
d) Menilai secara klinis sesegera mungkin setelah mengandung oleh tim
multidisiplin dan pemeriksaan sesuai (misalnya: Ekokardiografi, MRI) diambil
2. Penatalaksaan Oleh Tim Ahli
a. Perawat/dokter ahli neonatus
Seorang konsultan neonatal dapat memberikan perawatan pada neonatus
setelah melahirkan:
1) Dapat mengarahkan tim pada kemungkinan hasil neonatal pada usia
kehamilan yang berbeda
2) Dapat menyarankan ibu tentang prognosis, khususnya untuk kelangsungan
hidup dan statistik kecacatan
b. Bidan/dokter/perawat ahli maternitas
Seorang bidan terlibat dalam memberikan perawatan pada wanita dengan risiko
kehamilan yang tinggi dan dengan gangguan kesehatan pada kehamilan: Dapat
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan memberikan anjuran kepada
pasien.
1. Menyusun perawatan yang sesuai di Rumah sakit umum atau pusat tergantung
pada kompleksitas penyakit jantung, penilaian risiko serta fasilitas lokal dan
dokter ahli yang tersedia.
2. Menjalani stratifikasi risiko oleh tim multidisiplin untuk menentukan frekuensi
dan perawatan antenatal yang memuaskan.
3. Melakukan pengawasan perawatan intrapartum oleh tim yang berpengalaman
dalam perawatan wanita hamil dengan penyakit jantung.
4. Memiliki rencana penanganan yang jelas untuk persalinan dan masa nifas.
5. Rencana untuk persalinan vaginal kecuali terdapat pertimbangan obstetrik atau
kelainan jantung yang spesifik.
6. Surveilan maternal multidisiplin tingkat tinggi seiring dengan persalinan saat
terjadi sebagian besar perubahan hemodinamik.
7. Penilaian tindak lanjut multidisiplin pada paling tidak 6 minggu setelah
melahirkan.
4. Asma
a. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat berulang namun reversibel, dan diantara
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih
normal. Beberapa faktor penyebab asma: jenis kelamin, umur, status atopi, faktor
keturunan serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1). Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya resiko kematian
bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
ini akibat berkerutnya otot polos, saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2). Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nokturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
b. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui
dengan pasti penyebabnya akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu
inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor
(panas karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensori) dan function laesa (fungsi yang terganggu). Dan raang
harus disertai dengan infiltrasi sel-sel radang.
Sebagai pemicu timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu,
kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, uap cap, bau
asap), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat
(aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi.
c. Manifestasi Klinis
Ringan Sedang Berat Gagal napas
yang mungkin
terjadi
Gejala
Dispnea Sakit Saat Pada saat Saat istirahat
beraktivitas berbicara istirahat
Bicara Dalam Dalam Dalam kata- Diam
kalimat frasa kata
Tanda
Posisi tubuh Mampu Lebih suka Tidak Tidak mampu
berbaring duduk mampu berbaring
berbaring
Frekuensi Meningkat Meningkat Sering kali >30 x/mnt
pernapasan lebih dari
30/mnt
Penggunaan Biasanya Umumnya Biasanya Gerakan
obat bantu tidak ada ada ada torakoabdominal
pernapasan paradoksial
Suara napas Mengi Mengi Mengi keras Gerakan udara
sedang pada keras saat sedikit tanpa
pertengahan selama inspirasi dan mengi
sampai akhir ekspirasi ekspirasi
ekspirasi
Frek jantung <100 100-120 >120 Bradikardi
(x/menit) reaktif
Pulsus <10 10-25 Sering lebih Sering kali tidak
paradoksus dari 25 ada
(mmHg)
Status Mungkin Biasanya Biasanya Bingung atau
mental agitasi agitasi agitasi mengantuk
Pengkajian
fungsional
PEF (% >80 50-80 <50/respon <50
yang terhadap
diprediksi terapi
atau terbaik berlangsung
secara <2 jam
personal)
SaO2 (% >95 91-95 <91 <91
udara
ruangan)
PaO2 Normal >60 <60 <60
(mmHg
udara
ruangan)
PaCO2 <42 <42 ≥42 ≥42
(mmHg)
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometer: dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%
2) Sputum: eosinofil meningkat
3) Eosinofil darah meningkat
4) Uji kulit
5) RO dada yaitu patogenesis paru/komplikasi asma
6) AGD: terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia (PO2
turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik)
7) Foto dada AP dan lateral, hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar.
e. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Program pentalaksanaan asma
meliputi 7 komponen, yaitu : (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak
hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan / asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan
sebagai factor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi .
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya.
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma sendiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus.
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang.
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma bertujuan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
nafas, terdiri atas pengontrolan dan pelega.
b. Tahap pengobatan
Tahap pengobatan sesuai berat asma.
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta – 2 kerja singkat untuk
pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi pengontrol Alternative / pilihan Alternative
Asma harian lain lain
Asma Tidak perlu - -
Intermit
en
Asma Glukokortikosteroid - Teofillin lepas -
Persiste inhalasi (200-400 ug lambat
n BD/hari atau - Kromolin
Ringan ekivalennya) - Leukotriene
modifers
Asma Kombinasi inhalasi - Glukokortikoste - Ditamb
Persiste Glukokortikosteroid roid inhalasi ah
n inhalasi (400-800 ug (400-800 ug BD agonis
Sedang BD/hari atau atau beta- 2
ekivalennya) dan ekivalennya) kerja
agonis beta- 2 kerja ditambah lama
lama Teofillin lepas oral
lambat, atau atau
- Glukokortikoste - Ditamb
roid inhalasi ( ah
400-800 ug BD Teofilli
atau n lepas
ekivalennya) lambat
ditambah agonis
beta- 2 kerja
lama oral, atau
- Glukokortikoste
roid inhalasi
dosis tinggi (
>800 ug BD
atau
ekivalennya)
atau
- Glukokortikoste
roid inhalasi (
400-800 ug BD
atau
ekivalennya)
ditambah
Leukotriene
modifers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/
Persiste Glukokortikosteroid meltiprednisolon
n Berat ( >800 ug BD atau oral selang sehari 10
ekivalennya) dan mg ditambah agonis
agonis beta-2 kerja beta-2 kerja lama
lama, ditambah 1 oral, ditambah
dibawah ini : teofillin lepas
- Teofillin lepas lambat.
lambat
- Glukokortikoste
roid
- oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi
paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai
terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol.
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortokisteroid IV
Mengancam jiwa Seperti serangan akut Darurat gawat / RS
berat ICU
Kesadaran berubah / Pertimbangkan intubasi
menurun dan ventilasi mekanis
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas
Gigi dan
Saliva
substrat Mikroorganis
Karies me
waktu
c. Klasifikasi
Klasifikiasi karies menurut Black dalam Tarigan, (1990) di kelompokkan
menjadi lima bagian dan diberi tanda dengan nomor romawi, dimana kavitas
diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. pembagian tersebut
adalah:
1) Karies kelas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal(pits dan fissure) dari gigi premolar
dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen
caecum.
2) Karies kelas II
karies yang terdapat pada bagian approksimal dari gigi-gigi Molar atau
Premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.
3) Karies kelas III
karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi depan, tetapi belum
mencapai margo incisal (belum mencapai 1/3 incisal gigi).
4) Karies kelas IV
Karies yang terdapat pada bagian approxsimal dari gigi-gigi depan dan sudah
mencapai margo incisal (telah mencapai 1/3 incisal dari gigi).
5) Karies klas V
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi
belakang pada permukaan labial,lingual, palatal, ataupun bukal dari gigi.
Menurut Simon dalam Tarigan,(1990) ada juga kelas VI, yaitu:
Karies yang terdapat pada incisal edge dan cup occlusal pada gigi belakang yang
disebabkan oleh abrasi.
d. Pencegahan
Pencegahan karies gigi menurut Be (1989), dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu:
1) Diet
Mengurangi makanan manis-manis (sukrosa)
2) Plak Kontrol
Menghilangkan plak dengan cara menggosok gigi maka proses karies(white
spot) terhenti disebut arrested caries( proses karies terkendali). Kadang-kadang
white spot yang berwarna putih buram berubah menjadi coklat.
3) Memperkuat larutan fluor
Memperkuat email dengan memberikan fluor. Fluor dapat diberikan secara
khusus baik sistemik maupun lokal. pemberian fluor secara sistemik misalnya:
a) Fluor dalam air minum
b) Fluor dalam bentuk tablet/obat tetes
c) Fluor dalam makanan/minuman seperti ikan,garam,susu dll.
Pemberian Fluor secara local misalnya:
a) Self aplikasi yaitu fluor diberikan pada seluruh gigi oleh pasien sendiri
misalnya pasta gigi.
b) Mouth rinsing (kumur-kumur) yaitu fluor digunakan sendiri oleh pasien
dengan cara berkumur-kumur.
c) Topikal aplikasi yaitu fluor diberikan seluruh gigi oleh dokter gigi/
perawat gigi misalnya pasta flour dioleskan, fluor dalam bentuk cairan/gel.
d) Spot aplikasi yaitu 1 tetes larutan fluor diberikan kepada white spot oleh
dokter gigi/perawat gigi.
e. Perawatan
Menurut Tarigan (1990), bahwa rasa sakit gigi tidak dapat hilang dengan
sendiri atau karies akan terus menerus meluas dengan cepat apabila karies tersebut
tidak diperhatikan,untuk menghindari hal tersebut maka karies gigi harus segera
dilakukan perawatan antara lain:
1) Penambalan
Gigi yang sakit atau berlubang yang tidak dapat sembuh hanya dengan
pemberian obat-obatan.Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan ke
fungsi semula dengan melakukan pengobatan. Gigi yang terkena infeksi sebaiknya
dib or atau dibuang sehingga dapat meniadakan kemungkinan infeksi ulang, setelah
itu baru diadakan penambalan untuk mengembalikan ke bentuk semula dari gigi
tersebut sehingga di dalam pengunyahan berfungsi kembali dengan baik.
2) Pencabutan
Gigi sudah sedemikian rusak atau sudah terasa akarnya saja sehingga untuk
penambalan sudah amat sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut
gigi telah rusak tersebut.Pencabutan gigi merupakan tindakan terakir yang
dilakukan bila tidak ada lagi cara untuk mempertahankan gigi tersebut di dalam
rahang.
7. Kekurangan Energi Kronik
a. Pengertian
Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan
bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya
gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS)
dan pada ibu hamil (bumil). KEK adalah penyebabnya dari ketidak seimbangan
antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi (Departemen
Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).
Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang
Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak
akibat kurang energi yang kronis. Pengertian ini diperkenalkan oleh World Health
Organization (WHO).
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun.Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.
b. Etiologi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KEK
1) Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi ini terdiri dari:
a) Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan. Orang dengan tingkat
ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk
makan, sedangkan dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk
makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik
makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin
besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan
beberapa jenis makanan lainnya.
b) Pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan tinggi
diharapkan pengetahuan / informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.
c) Faktor pola konsumsi
Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi
heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu
makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor
penghambat penyerapan besi (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).
d) Factor perilaku
Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita
lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anak-anaknya. Ibu
hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori / hari Jika ibu tidak
punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu dsb, maka status gizi bayi yang
kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya (Arisman, 2007).
2) Faktor Biologis
Faktor biologis ini diantaranya terdiri dari :
a) Usia Ibu Hamil
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan
kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Karena
pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan
antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya
perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Sehingga usia yang paling baik
adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi
ibu hamil akan lebih baik
b) Jarak kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara
kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup
lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak kelahiran
dibawah 2 tahun.
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak
yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh
kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang
cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan
mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi
berikut yang dikandung.
c) Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
(viable).(Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:
Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali
dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat
janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.
Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih
kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau
lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah
mencapai batas kehamilan. Kehamilan dengan jarak pendek dengan
kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun / kehamilan yang terlalu sering
dapat menyebabkan gizi kurang karena dapat menguras cadangan zat gizi
tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna seperti sebelum
masa kehamilan (Departemen Gizi dan KesmasFKMUI,2007).
d) Berat badan saat hamil
Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata untuk
umur tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah zat makanan yang harus
diberikan agar kehamilannya berjalan dengan lancar. Di Negara maju pertambahan
berat badan selama hamil.sekitar 12-14 kg. Jika ibu kekurangan gizi
pertambahannya hanya 7-8 kg dengan akibat akan melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah (Erna, dkk, 2004).
Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester
I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6
kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan
janin.
c. Tanda dan Gejala KEK
Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau
beberapa criteria sebagai berikut :
1) Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg
2) Tinggi badan ibu < 145 cm
3) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg
4) Indeks masa tubuh ( IMT ) sebelum hamil < 17, 00
5) Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %)
d. Patogenesis
Kurang energi pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan tubuh akan energy
tidak tercukupi oleh diet. Ibu hamil membutuhkan energi yang lebih besar dari
kebutuhan energy individu normal.Hal ini dikarenakan pada saat hamil ibu, ibu
tidak hanya memenuhi kebutuhan energy untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk
janin yang dikandungnya. Oleh sebab itu jika pemenuhan kebutuhan energy pada
ibu hamil kurang dari normal, maka hal itu tidak hanya akan membahayakan ibu,
tetapi juga janin yang ada di dalam kandungan ibu.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energy.Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein maupun
lemak merupakan hal yang sangat penting dalam usaha untuk mempertahankan
kehidupan.
Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Sehingga jika keadaan ini
berlanjut terus menerus, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak dan
protein amino yang digunakan untuk diubah menjadi karbohidrat. Jika keadaan ini
terus berlanjut maka tubuh akan mengalami kekurangan zat gizi terutama energi
yang akan berakibat buruk pada ibu hamil.
e. Upaya Penanggulangan KEK
1) KIE mengenai KEK dan faktor yang mempengaruhinya serta bagaimana
menanggulanginya.
2) PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang
ada. Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia
kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi
Kalori dan Tinggi Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi
Sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di
Indonesia.Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari
kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi
janin.
3) Konsumsi tablet Fe selama hamil. Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin
maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama
pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses hemodelusi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi
konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi
dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja
membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat
besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan
protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-
tumbuhan serta protein nabati merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
anemia besi. Penatalaksanaan KEK : Melaksanakan diet tinggi energy dan tiggi
protein.
a. Terapi Diet : Diet TETP (tinggi energy tinggi protein )
b. Tujuan Diet :
a) Untuk mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai umur genre dan
kebutuhan fisik.
b) Untuk mencapai berat badan yang cukup, sesuai kebutuhan ibu hamil
c) Untuk memenuhi kebutuhan energy dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
c. Syarat Diet
a) Energy tinggi, 40-45 % kkal/kg BB
b) Protein tiggi, 2,0-2,5% g/kg BB
c) Lemak cukup, 10-25% dari kebutuhan energy total
d) Karbohidrat cukup ,sisa dari kebutuhan energy total
e) Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
d. Menu Sehari
Pagi Snack Pagi
Pepes tahu
Susu
Sop sayur
Ikan balado
Kripik tempe
Jeruk
Malam
Nasi putih
Telur balado
Perkedel tahu
Tumis tauge+baso
Pisang