Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Bisnis Berbasis Syariah
Dosen
Dr. B. Lena Nuryanti, M. Pd
2. Steinford ( 1979)
Business is an institution which produces goods and services demanded by people.”
Artinya bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun
akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil
memperoleh laba.
8. Mahmud Machfoedz
Bisnis adalah suatu usaha perdagangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
terorganisasi agar bisa mendapatkan laba dengan cara memproduksi dan menjual barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
9. Brown dan Petrello (1976)
Bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Apabila masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat
pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba.
10. Irawanqq
Sekumpulan uang kecil yang dikelolah oleh sekumpulan kelompok orang banyak
sehingga berubah menjadi Barang nyata dan diedarkan secara Konvensional atau sistem
bagi hasil yang akan menghasilkan sekumpulan uang banyak.
DEFINISI SYARIAH
1. Secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a ( )ع ر شyang berarti “sesuatu yang
dibuka secara lebar kepadanya”. Dari sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber
air minum”. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus
yang harus diikuti.
2. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan “yang
lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan
manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”.
3. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai hukum- hukum dan tata aturan
yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti
4. Menurut Faruq Nabhan, secara istilah, syari’ah berarti “ segala sesuatu yang disyariatkan
Allah kepada hamba-hamba-Nya.
5. Manna al-Qaththan, syari’ah berarti segala ketentuan yang disyariatkan bagi hamba-
hamba-Nya, baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalat
6. Syari'ah adalah, tatanan dan ketentuan yg harus dijalankan apa perintahNya dan menjauhi
apa yg dilarangNya, dalam seluruh aspek hidupnya, baik dalam beribadahnya, maupun
dalam pergaulan hidupnya. karena itulah maka diajarkan tentang hal2 yg wajib
dikerjakan, yg sunah, yg tdk disukai, yg boleh dan yg tdk boleh, dalam suatu ajaran yg
lengkap, luwes, luas, lurus dan tdk bisa dibandingkan dgn ajaran siapapun didunia ini.
Dia akan kekal dan abadi sepanjang masa, senantiasa relevan dgn keadaan dan dunia
mana saja, itulah syari'ah Allah yg akan mengantarkan manusia kepada kebahagiannya di
dunia dan akherat kelak. Dalam hal ini Allah menegaskan didalam Surah Al-Anbiya' :
107 :Artinya : Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam.
7. Kata syarî’ah itu asalnya dari kata kerja syara’a. kata ini menurut ar-Razi dalam bukunya
Mukhtâr-us Shihah,bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-
al masâlik (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum – yasyra’u – syar’an
artinya adalah sanna (menetapkan). Sedang menurut Al-Jurjani, syarî’ah bisa juga artnya
mazhab dan tharîqah mustaqîmah /jalan yang lurus.Jadi arti kata syarî’ah secara bahasa
banyak artinya.
8. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Hukum agama yang diamalkan menjadi
peraturan-peraturan upacara yang bertalian dengan agama Islam, palu memalu, hakekat
balas membalas perbuatan baik (jahat) dibalas dengan baik (jahat)
10. Menurut Syafi’I Antonio (2006:169) syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah
tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat
diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini
terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara kalangan
Muslim dan non-Muslim.
5. Bisnis syariah adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup berupa
aktifitas produksi, distribusi, konsumsi dan perdagangan baik berupa barang maupun jasa
yang sesuai dengan aturan-aturan dan hukum-hukum Allah yang terdapat dalam al
Qur’an dan as Sunnah. Bisnis Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh
orang per orang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial
menurut prinsip syariah.
6. Bisnis syari’ah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan mengatur kemakmuran
berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Islam, atau
pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam.
7. Bisnis Syariah dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya
(ada aturan halal dan haram)
8. Bisnis syariah ialah bisnis yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-
ketentuan Al Qur'an dan Hadits, sesuai dengan anjuran dan larangan tersebut, maka yang
dijauhi adalah praktek-praktek yang mengandung unsur riba, sedangkan yang diikuti
adalah praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk
usaha yang telah ada sebelumnya, tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah.
9. Bisnis syariah adalah bisnis dalam menjalankan usaha berdasarkan prinsip – prinsip
syariah islah dengan mengacu kepada Al-quran dan al hadist,prinsip islam dimaksudkan
disini adalah beroperasi mengikuti ketentuan –ketentuan syariah islam khususnya cara
bermuamalah secara islam misalnya dengan menjauhi praktek yang mengandung riba dan
melakukan investasi atas dasar bagi hasil pembiayaan perdagangan
10. Agustianto keterlibatan ulama ekonomi syari’ah menjadi penting, seperti berijtihad
memberikan solusi bagi permasalahan ekonomi keuangan yang muncul baik sekala mikro
maupun makro, mendesign akad-akad syari’ah untuk kebutuhan produk-produk bisnis di
berbagai lembaga keuangan syari’ah, mengawal dan menjamin seluruh produk perbankan
dan keuangan syari’ah dijalankan sesuai syari’ah.
Sumber: Dahlan, Abdul Aziz dan dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru van
MATERI BISNIS SYARIAH
Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar
Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia. Koin awal yang digunakan oleh
Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak
dibawah otoritas Khalifah Uthman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya
adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan
bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh
Muslimin.
Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif
Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun
75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham
untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh
Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang
dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian
cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-
huruf.
Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu,
lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana
negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam. Sejarah telah membuktikan
berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk
melenyapkan kekayaan uamt Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah
mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah
Apakah Dinar Emas dan Dirham Perak Itu?
Dinar Emas Islam memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.
Dirham Perak Islam memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.
Khalif Umar ibn Khattab menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-
masing: “7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”
Wahyu menyatakan mengenai Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait
dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam Wahyu Dinar
Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai standar pernghitungan (untuk Zakat
dan lain sebagainya) dimana sebuah keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan
alat tukar lainnya. Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan
Tabi’in bahwa Dirham menurut syari’ah adalah seberat 10 dirham
Apa saja kegunaan Dinar Islam : Dapat digunakan sebagai simpanan, investasi penjaga nilai ;
Dapat digunakan sebagai pembayar zakat dan mas kawin sebagaimana telah disyaratkan oleh
Syari’ah Islam ; dan Dapat digunakan untuk perniagaan sebagai alat tukar yang sah
Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal
sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini
secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:
Harga seekor ayam pada masa Rasulullah, salla’llahu alaihi wa sallam, adalah satu dirham; saat
ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham. Selama 1,400 tahun nilai
inflasinya adalah nol. Dapatkah kita melihat hal yang sama terhadap dollar / mata uang lainnya
selama 25 tahun terakhir ini?
Terlihat bahkan untuk jangka panjang, sistem mata uang bi-metal terbukti menjadi mata uang
yang paling stabil. Ia tetap bertahan, di samping usaha dari berbagai pemerintahan untuk
merubahnya menjadi mata uang simbolis yang diwakilkan oleh nilai nominal yang berbeda
dengan berat yang dimilikinya.
Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus; ia tidak
akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah, dan tidak seperti mata uang nasional,
uang emas merupakan sebuah aset yang tidak tergantung kepada janji siapa pun untuk membayar
nilai nominalnya. Portabilitas dan tingkat kerahasiaan dari emas adalah nilai tambah yang
penting, akan tetapi lebih daripada itu sebuah fakta yang tidak terelakkan adalah emas
merupakan aset nyata dan bukan merupakan hutang.
Semua jenis aset kertas, seperti; surat hutang, saham, dan bahkan deposito bank merupakan
pernyataan janji hutang yang akan dibayarkan. Nilainya sangat bergantung kepada kepercayaan
penanam modal bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
surat hutang sampah dan mata uang Peso Meksiko, janji yang meragukan akan segera kehilangan
nilainya. Emas tidaklah seperti ini. Sebentuk emas bebas dari semua bentuk sistem finansial, dan
nilainya telah dibuktikan selama 5,000 tahun sejarah manusia.
persaudaraan (ukhuwah);
keadilan (’adalah);
kemashalatan (maslahah);
keseimbangan (tawazun); dan
universalisme (syumuliyah).
Lebih lanjut ke 5 azas / prinsip tersebut dijelaskan seperti berikut ini:
Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan
diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin
(takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
Prinsip keadilan (’adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatna dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan
posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang
melarang adanya unsur :
1. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
2. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
3. maysir (unsur judi dan sifat spekulatif);
4. gharar (unsur ketidakjelasan); dan
5. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang
terkait).
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang
dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk pertukaran uang
(money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak
tunai.
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya, dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan
bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian, atau membawa kemudharatan bagi
salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Esensi masyir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain :
1. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad
baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;
2. menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan penjual;
3. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kualitas barang/jasa;
4. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
5. tidak danya ketegasan jenis dan obyek akad;
6. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi;
7. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau
dimanipulasi dan ketidak tahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala jenis unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan As
Sunah.
Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemashlahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak
menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermashlahat harus memenuhi
secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu
berupa pemeliharaan terhadap :
1. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
2. intelek (’aql);
3. keturunan (nasl);
4. jiwa dan keselamatan (nafs); dan
5. harta benda (mal).
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan
aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang
didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang
dapat merasakan adanya suatu kegiatan ekonomi.
Prinsip universalisme (syumuliah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil
yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi serta keberadaan dan nilai uang merupakan
cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Kartajaya, Hermawan dan Syakir Sula. 2006. Syariah Marketing. Bandung: PT. Mizan Pustaka
Alma, Buchari. 2010. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Syafi’I Antonio. 2001. Peasaran Syariah, Jakarta, Gema Insani,
Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business and Economic Ethics. Jakarta: Bumi Aksara
Muhammad Ali al-Sayis, Nasy’ah al-Fiqh al-Ijtihad wa Athwaruhu (Kairo: Risalah al-Buhuts al-
Islamiyah, 1970)
Sumber: Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal al-Tasyri’ al-Islami (Beirut: Dar al-Shadir,
t.th.).