ISOLASI SOSIAL
Disusun Oleh :
071182005
2019
TINJAUAN TEORI
ISOLASI SOSIAL
A. PENGERTIAN
Suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Faktor perkembangan dan
sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat, 2011)
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social.(DEPKES RI, 2000
dalam Fitria 2009)
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain. (Purba, dkk. 2009)
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan. (Dalami, dkk. 2009)
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemupak kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. (Yusuf, Ah, dkk. 2015)
2. Data obyektif
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang
lain, misalnya pada saat makan.
c. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.
C. PENYEBAB
1. Factor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
2. Factor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
3. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
4. Menurut Purba, dkk. (2009) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
D. AKIBAT
Klien dengan isolasi sosial dapat berakibat terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi) atau bahkan perilaku kekerasan menciderai diri (akibat dari harga
diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin klien akan mengakhiri
hidupnya). Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi
yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
E. PSIKOPATOLOGI
Individu yang mengalami isolasi sosial seringkali beranggapan sumber / penyebab
isolasi social itu dari lingkungannya. Padahal rangsangan primer adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologikterhadap kejadian traumatic sehubungan dengan rasa
bersalah, marah, sepi dan takut ditinggal orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala
sesuatu yang dapat mengancam harga diri (Self Esteem) dan kebutuhan keluarga dapat
meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk
memisahkan dan mengatur persepsimengenai perbedaan apa yang dipikirkan dengan
perasaan sendiri menurun, sehingga gejala sesuatu yang diartikan berbeda dengan proses
rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal ini menyebabkan lebih sukar lagi membedakan mana
yang berasal dari pikiran sendiri dan dari lingkungan.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan sumber koping
meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, tekhnik pertahanan, dukungan
social dan motivasi, sumber koping sebagai model ekonomi dapt membantu seseorang
mengintergrasikan pengalaman yang menimbulkan rasa stress dan mengadopsi strategi
koping yang berhasil. Semua orang betapapun terganggu perilakunya tetap mempunyai
beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: Aktivitas keluarga, hobi seni
kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan hubungan interpersonal.
Dukungan social dari peningkatan respon psikofisiologis yang adaptif.Motivasi berasal
dari dukungan keluarga ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan
kepercayaan diri pada individu (Stuart & Sundeen, 2012).
Jika individu tidak mempunyai mekanisme koping dari yang kuat maka akan
mengikuti respon destruktif diantaranya:
1. Menarik diri : karena mengalami kecemasan yang berat sehingga hanya mengurung
diri yang mengakibatkan kesulitan dalam membina hubunga social secara terbuka
dengan orang lain.
2. Dependen : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dalam hubungan
dengan orang lain.
3. Manipulasi : Individu sudah tidak bisa membina hubungan social secara mendalam
karena menggap orang lain sebagai objek.
4. Impulsif : Penilaian yang buruk individu sudah tidak bisa diandalkan untuk
berhubungan dengan orang lain.
5. Individu sudah mengalami harga diri yang rapuh karena mengharapkan penghargaan
dan pujian dan orang lain tidak mendukung.
F. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Isolasi
Coresosial: menarik diri
problem
DIAGNOSA
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Klien
SP 1
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi penyebab isolasi sosial
SP 2
a. Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan
orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
b. Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
c. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
SP 3
a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
b. Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang
c. Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang
topik tertentu
d. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
b. Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)
c. Anjurkan Klien memasukan kegiatan
bersosialisasi dalam jadwalkegiatan harian dirumah
d. Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
Keluraga
a. Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat
Klien
b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami Klien dan proses terjadinya
c. Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Beri obat-obatan sesuai program
§ Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
§ Ukur vital sign secara periodik
2. Modalitas
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali
tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.
3. Kolaboratif
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).Metabolic
(Soundiee).Hematologik, agranulosis.Biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung.
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung.
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.Memiliki
efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine.Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis.
STRATEGI PELAKSANAAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI
A. PROSES KEPERAWATAN
Kondisi Klien
Data subjektif:
Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif:
Klien tampak menyendiri
Klien terlihat mengurung diri
Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial
C. TUJUAN
1. Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Khusus:
a. Klien dapat membina hupakngan saling percaya
b. Klien dapat menyepakatkan penyebab isolasi sosial
c. Klien mampu menyepakatkan keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hupakngan social secara bertahap
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Membina hupakngan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam kegiatan harian
Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Sang Ayu, Saya senang dipanggil Ayu, Saya mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo
Ungaranyang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau
berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa saja yang
ibu kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau
kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?
”Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T, senang dipanggil T.
Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan tentang hal-
hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien
lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan dengan teman
saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
“Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan"
"Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan
sebelumnya"
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama)
“Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O"
"Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu bisa
buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti"
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
“Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke ruangan
ibu. Selamat pagi"
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan
S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimanaperasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan
apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore
nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat berbincang-bincang dengan
orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu
dengan T, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan
dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam yang sama
dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan
tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial"
"Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial"
"Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut"
"Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?"
"Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama"
Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan
coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui anak bapak”
Kerja:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”
”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal
kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang
telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
"Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak bapak"
"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang
Pak"
"Sampai jumpa"
Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan
lanjutan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di
rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak terus menerus tidak mau
bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera lapor ke rumah sakit atau bawa
anak bapak ke rumah sakit”
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
Anna Budi Keliat. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP& SP ) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Keliat, B.A dan Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC.
Kusumawati dan Hartono .2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen .2012 . Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC .
Rasmun, (2012). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga.Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : Fajar Interpratama.
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.