Anda di halaman 1dari 36

“FERTILITAS DAN ANGKATAN KERJA”

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah

“Demografi”

OLEH
KELOMPOK 3
Rahayu Junita Putri 16030019
Winda 16030028
Yesi Vince Putri 16030009
Ridwan Cahaya S 16030023
Dairy Novrianto 16030004
Aprigo Siswanto

Dosen Pembimbing:
Rozana Eka Putri M.S.I

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
SUMATERA BARAT
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin
dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
demografi. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai fertilitas dan
angkatan kerja.

Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen pembimbing kami yakni
Rozana Eka Putri M.S.I yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami
sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan
disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik membangun agar lebih
maju di masa yang akan datang.

Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami
dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang
lain yang membacanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Fertilitas
1. Pengertian Fertilitas ............................................................................................................................................... 3
2. Pengukuran Fertilitas ............................................................................................................................................ 4
3. Pola Fertilitas .......................................................................................................................................................... 7
4. Faktor penyebab fertilitas tinggi.......................................................................................................................... 8
5. Dampak negatif fertilitas tinggi ........................................................................................................................... 13
6. Solusi mengatasi pertumbuhan fertilitas tinggi ................................................................................................ 15
7. Aliran/teori yang berkenaan mengenai hubungan fertilitas pada tingkat kesejahteraan ........................... 16
8. Hubungan pekerjaan dengan fertilitas................................................................................................................ 18
9. Resiko pekerjaan dengan fertilitas ...................................................................................................................... 20
10. Peranan wanita karir terhadap penurunan tingkat fertilitas .......................................................................... 20
B. Angkatan Kerja
1. Konsep dan definisi ketenagakerjaan................................................................................................................. 22
2. Faktor-faktor yang menentukan angkatan kerja .............................................................................................. 24
3. Ukuran-ukuran angkatan kerja............................................................................................................................ 24
4. Studi demografi dan karakteristik ekonomi penduduk................................................................................... 25
5. Dampak angkatan kerja dalam kehidupan sehari-hari.................................................................................... 26
6. Angkatan kerja di negara berkembang.............................................................................................................. 27
7. Bukan angkatan kerja ........................................................................................................................................... 28
8. Pengangguran......................................................................................................................................................... 28
9. Usaha untuk mengatasi pengangguran.............................................................................................................. 30
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................................... 31
Daftar Pustaka ......................................................................................................................................................... 32
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat kesuburan masyarakat mempengaruhi kesehatan reproduksi yang merupakan
bagian penting dan merupakan paling utama dalam upaya mencapai kehidupan yang berkualitas
karena kesehatan reproduksi merupakan refleksi dari kesehatan konsepsi, kesehatan anak, remaja
dan masa dewasa, dengan demikian kesehatan reproduksi menentukan kesehatan wanita dan pria
serta generasi selanjutnya.
Fertilitas ialah kemampuan seorang wanita untuk hamil dan melahirkan anak hidup oleh
pria yang mampu menghamilinya. Jadi, fertilitas merupakan kemampuan fungsi satu pasangan
yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Sebelum dan sesudahnya tidak
seorangpun tahu, apakah pasangan itu fertil atau tidak. Riwayat fertilitas sebelumnya sama
sekali tidak menjamin fertilitas dikemudian hari, baik pada pasangan itu sendiri maupun
berlainan pasangan.
Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan
menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6
bulan, 85,4% dalam12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan. Waktu median yang diperlukan untuk
menghasilkan kehamilan ialah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin lama pasangan itu kawin tanpa
kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru
menganggap ada masalah infertilitas kalau pasangan yang ingin punya anak, dihadapkan pada
kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan.
Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara
dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini
sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang memiliki jumlah
penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan
kemiskinan Indonesia sudah menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan
segera supaya tidak semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi
mengara yang lebih maju.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat
menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius
karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat
tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah
ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fertilitas ?
2. Bagaimana pengukuran fertilitas ?
3. Apa saja pola dari fertilitas ?
4. Apa faktor penyebab fertilitas tinggi ?
5. Bagaimana dampak negatif dari tingginya fertilitas ?
6. Apa saja solusi untuk mengatasi pertumbuhan fertilitas yang tinggi ?
7. Apa aliran/teori mengenai hubungan fertilitas pada tingkat kesejahteraan ?
8. Bagaimana hubungan pekerjaan dengan fertilitas ?
9. Bagaimana resiko pekerjaan dengan fertilitas ?
10. Bagaimana peranan wanita karir terhadap penurunan tingkat fertilitas ?
11. Apa saja konsep dan definisi ketenagakerjaan ?
12. Faktor-faktor apa saja yang menentukan angkatan kerja ?
13. Bagaimana pengukuran angkatan kerja ?
14. Apa saja studi demografi dan karakteristik ekonomi penduduk ?
15. Bagaimana dampak angkatan kerja dalam kehidupan sehari-hari ?
16. Bagaimana angkatan kerja di negara berkembang ?
17. Apa yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja ?
18. Apa yang dimaksud dengan pengangguran ?
19. Apa saja usaha untuk mengatasi pengangguran ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. FERTILITAS
1. Pengertian
Fertilitas yang bahasa inggrisnya “fertility” berarti reproductive performance
(Webster’s, 1966). Fertilitas adalah suatu pengertian yang digunakan oleh ahli demografi untuk
menunjukan tingkat pertambahan jumlah anak (Hutabarrat, 1973).
Pengertian lain dari fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil
reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita, dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup (Hatmadji, 1981).
Menurut ahli lain, fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan di dalam bidang
demografi untuk menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan hidup. Fertilitas juga
diartikan sebagai suatu ukuran yang diterapkan untuk mengukur hasil reproduksi wanita yang
diperoleh dari statistik jumlah kelahiran hidup (Pollard, 1984).
Melihat dari pendapat para ahli dalam memberi definisi mengenai fertilitas maka
dapat disimpulkan bahwa fertilitas dapat diartikan sebagai suatu ukuran dari hasil reproduksi dan
dinyatakan dengan jumlah bayi yang lahir hidup ataupun yang lahir mati.
Menurut Hatmadji (1981), terdapat konsep-konsep penting dalam mengkaji fenomena
fertilitas, diantaranya :
1. Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut jantungnya atau tali pusat atau gerakan-
gerakan otot.
2. Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari 28 minggu.
Ada dua macam abortus : disengaja (induced) dan tidak disengaja (spontaneus).
Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan istilah aborsi dan
yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran.
4. Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana perempuan melahirkan,
yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).

2. Pengukuran Fertilitas
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas
tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah
mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah penduduk
yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas
kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga
mengakhiri batas usia subur.
Ukuran-ukuran fertilitas tahunan
a) Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun
tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran CBR, jumlah
kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk wanita, melainkan
dengan penduduk secara keseluruhan.
𝑩
𝑪𝑩𝑹 𝒙𝟏𝟎𝟎𝟎
𝑷𝒎
Keterangan :
CBR = Tingkat kelahiran kasar
B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
Pm = Penduduk Pertengahan Tahun
K = bilangan konstanta yang biasanya 1000
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang
berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan
kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
b) Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran
(lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu.
Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar karena membandingkan
jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat
fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita pertengahan tahun
umur 15-49 tahun.
𝑩
𝑮𝑭𝑹 𝒙𝑲
𝑷𝒇𝒇 𝟏𝟓 − 𝟒𝟗
Keterangan :
GFR = Tingkat fertilitas umum
B = Banyaknya kelahiran selama 1 tahun
Pff = Banyaknya penduduk perempuan usia 15-49 tahun, pada pertengahan tahun
K = Konstanta 1000
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak
membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap
mempunyai resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita yang berumur 25
tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini cermat
daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau
sebagai penduduk yang “exposed to risk”
c) Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)
Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi
kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita pada
tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui angka-angka ini dapat pula
dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk dari daerah yang berbeda.

𝒃𝒊
𝑨𝑺𝑭𝑹𝒊 𝒙𝑲
𝒑𝒊𝒇

Keterangan :
ASFRi = Tingkat fertilitas meurut umur
bi = Jumlah kelahiran pada kelompok umur tertentu
pif = Jumlah penduduk perempuan pada suatu kelompok umur i pada pertengahan
tahun yang sama
K = Konstanta 1000
namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan di antaranya
yaitu :
 Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya
kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut belum
tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang
berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan
ukuran ASFR.
 Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur
15-49 tahun.
Ukuran-ukuran Fertilitas Kumulatif
a) Total Fertility Rate (TFR)
Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan
seorang wanita sampai akhir masa reproduksinya.
TFR 5 ASFRi
Keterangan :
TFR = Angka fertilitas total
5 = Interval klompok umur
ASFRi = Angka fertilitas menurut kelompok umur
b) Gross reproduction rates (GRR)
Jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000 perempuan sepanjang masa
reproduksinya, dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal
sebelum mengakhiri masa reproduksinya banyaknya perempuan yang dilahirkan
oleh kohor perempuan.

GRR =5 ASFR

GRR = 5 x Jumlah ASFR


= 5 x 208,31

= 1041,55

= 1.041,55 kelahiran bayi perempuan tiap 1000 perempuan usia reproduksi.

c) Net Reproduction Rates (NRR)


NRR adalah jumlah kelahiran bayi (pr) oleh sebuah kohor hipotesis dari
1000 (pr) dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan para(pr) itu
sebelum mengakhiri mengakhiri masa reproduksinya.

3. Pola Fertilitas
a) Pola fertilitas menurut umur
Angka kelahiran (yaitu fertilitas, dan bukan fekunditas) dimulai dari nol kira-kira
pada umur 15 tahun, kemudian memuncak pada umur mendekati 30 tahun, sesudah itu menurun
sampai nol lagi kira-kira pada umur 49 tahun.
Puncak umur yang sebenarnya maupun angka penurunan sesudah puncak tersebut
untuk masing-masing penduduk maupun di dalam lingkungan penduduk itu sendiri ternyata
berbeda. Perbedaan itu tergantung dari kebiasaan perkawinan, sterilitas, praktik keluarga
berencana, maupun faktor-faktor lain. Walaupun demikian perbedaan fertilitas itu lebih sering
terjadi di dalam tingkat kurva ini, dan bukan dalam bentuk umum yang senantiasa konstan untuk
setiap penduduk maupun dari waktu ke waktu.
b) Pola fertilitas menurut perkawinan
Semua ukuran fertilitas yang telah diuraikan dapat memberikan hasil perhitungan
yang menyesatkan apabila angka perkawinan ternyata abnormal, karena beberapa alasan tertentu.
Perkawinan untuk sementara waktu tertunda dan kemudian disebabkan karena banyak fertilitas
terjadi lebih awal di dalam perkawinan, maka jumlah kelahiran akan menurun, yang kemudian
diikuti pula dengan kenaikan yang merupakan kompensasi dengan syarat bahwa fertilitas
perkawinan total tetap konstan.
Demikian pula apabila perkawinan secara temporer malah agak dipercepat,
jumlah kelahiran akan meningkat, yang kemudian menurun lagi. fluktuasi jangka pendek yang
disebabkan oleh perkawinan ini hendaknya dapat disingkirkan dengan meneliti fertilitas
perkawinan, dan bukan fertilitas semua wanita. Di kebanyakan negara lebih dari 90% kelahiran
terjadi sebagai hasil ikatan perkawinan dan sisanya dapat dihitung secara terpisah.
Salah satu pola fertilitas yang umum ialah lamanya angka fertilitas yang
menunjukkan jumlah kelahiran oleh 1000 wanita selama 0, 1, 2, ...dst tahun sesudah perkawinan.
Pola tersebut dapat di hiting dengan cara membagi kelahiran oleh ibu dari pada lamanya
perkawinan X dengan jumlah perkawinan X perkawinan X rahun sebelumnya untuk nilai X =
0,1, 2, ..., dst.
c) Pola fertilitas khusus menurut paritas
Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan program keluarga berencana yang
semakin pesat telah cenderung menyebabkan perhatian semakin ditunjukkan ke arah
pembentukan jumlah keluarga yang terakhir.
Gangguan ekonomi dan soosial memang dapat mempengaruhi kelahiran selama
satu jangka waktu tertentu, tetapi bagaimanapun jumlah keluarga yang dikehendaki akhirnya
akan dapat dicapai, dan bahwa penduduk akan mengarah kepada frekuensi distribusi tertentu
menurut besarnya keluarga. Jumlah kelahiran pertama, kedua, ketiga dan seterusnya per 1000
wanita yang berumur 15-49 tahun.

4. Faktor Penyebab Fertilitas Tinggi


Pemerintah Indonesia telah berhasil melaksanakan program keluarga berencana sejak
tahun 1971, yang ditandai dengan penurunan tingkat fertilitas dari 5,6 anak pada tahun-tahun
1970-an menjadi 2,4 anak per wanita menjelang tahun 2000. Sementara itu program kesehatan
juga telah mampu meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia yang ditandai dengan
penurunan tingkat kematian bayi dan peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia. Kejadian
ini menyebabkan terjadinya transisi demografi dalam jangka waktu lama yang berdampak pada
perubahan struktur umur penduduk dan berkurangnya proporsi anak-anak dibawah usia 15 tahun.
Sebelum program KB dilaksanakan, angka ketergantungan penduduk Indonesia
adalah 86 anak per 100 penduduk usia kerja. Artinya, pada tahun 1970-an setiap 100 pekerja
mempunyai 86 anak yang menjadi tanggungannya. Pada tahun 2000 angka ketergantungan
menurun menjadi 55 per 100 penduduk usia kerja. Jadi program KB selama ini telah mampu
mengurangi beban penduduk usia kerja untuk menanggung anak-anak.
Jumlah kelahiran setiap tahun masih besar, meskipun tingkat fertilitas sudah
menurun, kalau jumlah ibunya besar, sebagai akibat tingkat kelahiran yang tinggi dimasa lalu
serta perbaikan kesehatan, maka jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak
jumlahnya. Tiap tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi.
Di kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau yang KB-
nya kurang berhasil, jumlah bayi yang lahir tiap tahunnya akan lebih banyak dibandingkan
dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan tingkat fertilitas.
Kabupaten atau kota yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang besar akan menghadapi
konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas kelahiran bayi-bayi ini, saat ini dan
seterusnya sampai bayi-bayi ini mendapatkan perkejaan dan menjadi Ibu yang melahirkan
generasi penerus.
Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB serta indikator-indikatornya
sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan perencana program untuk merencanakan
pembangunan sosial terutama kesejahteraan ibu dan anak.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang berupa
faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya
adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan
proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi
maupun psikologi.
a. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum
disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas
sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang
sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya
merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970)
telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada
hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic
framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang
fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui
apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses
reproduksi sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kelamin
 Umur mulai hubungan kelamin.
 Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin.
 Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan
kelamin.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi
 Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
tidak disengaja dan disengaja.
 Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran
 Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
disengaja.
 Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja.
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan negatifnya
sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel
nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat karena
tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat
masing-masing variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya
tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.
I. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat.
Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma
tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-
norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan
struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang sudah
mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan
bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan
fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang
dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa
konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian
normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang
bertingkah laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan
masyarakat mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan
norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan
eksplisit. Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan
masalah yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu
penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk
mengatasi masalah ini”
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku
tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi
tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal”
(1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus
menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel
pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model
transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk
yang melek huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan
syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu
teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa
“masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normatif” jika kaum miskin
mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih
kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
b. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi
demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan
sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses
biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan, senggama
terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan
mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul
beban ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak
awal pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan
penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan
sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“Untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang menentukan
jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada
berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah
bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan
perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan
perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau
kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun
psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu
‘barang konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang
diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak
diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan keluarga dan
(c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun
sebaliknya”.
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua
akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya
naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertilitas dilakukan oleh Gary S. Becker
dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai
barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu kepuasan
(utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan
kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya
memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan
terhadap anak.
Faktor lainnya yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas penduduk menurut
faktor demografi dan non demografi :
1. Faktor demografi
 Struktur umur
 Struktur perkawinan
 Umur kawin pertama
 Paritas
 Disrupsi perkawinan
 Proporsi yang kawin
2. Faktor non demografi
 Keadaan ekonomi penduduk

 Tingkat pendidikan

 Perbaikan status perempuan

 Urbanisasi dan industrialisasi

5. Dampak Negatif Fertilitas Tinggi


a. Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk
menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi . Pada sisi lain luas tanah atau lahan tidak
bertambah, kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin berkurang karena
digunakan untuk pemukiman penduduk.
b. Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan .Demikian pula
manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia
memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih .Udara bersih berati udara yang tidak
tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga dengan baik.Dengan udara yang bersih akan
diperoleh pernapasan yang sehat.
c. Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk
dijadikan lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan lebih dari 70%
hutan di dunia yang alami telah ditebang atau rusak parah .Menigkatnya jumlah penduduk akan
diiringi pula dengan meningkatnya penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan
secara liar untuk dijadikan tanah pertaniaan atau untuk mencari hasil hutan sebagai mata
pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.
d. Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup, akan tetapi air yang dibutuhkan
manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk kebutuhan
penduduk atau rumah tangga sehari-hari. Bersih merupakan air yang memenuhi syarat kualitas
yang meliputi syarat fisika, kimia, dan biologi, syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung
zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia, syarat fisika yaitu air tetap jernih (tidak
brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau, syarat biologi yaitu air tidak mengandung
mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.
e. Kekurangan Makanan
Manusia sebagai mahkluk hidup membutuhan makanan, dengan bertambahnya
jumlah populasi manusia atau penduduk, maka jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan
juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan, maka
dapat terjadi kekurangan makanan .
Akan tetapi biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada kenaikan
produksi pangan makanan. ketidak seimbangan antara bertambahnya penduduk dengan
bertambahnya produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya,
penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan, kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh
seseorang terhadap suatu penyakit rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.
f. Pencemaran Air dan Sampah
Disebabkan oleh limbah rumah tangga dan limbah industri, yang dibuang
sembarangan sehingga menimbulkan pengumpulan sampah pada daerah seperti sungai laut,
solokan sampai tempat wisata sehingga daerah yang terkena sampah menjadi sangat tercemar.
Akibat bertambahnya penduduk pun sampah menjadi semakin banyak di buang sehingga makin
banyak manusia semakin banyak sampah yang ada maka setiap orang seharusnya mengurangi
sampah.

6. Solusi Mengatasi Pertumbuhan Fertilitas Tinggi


Menurut Thomas Robert Malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti deret
ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan adalah bagaikan deret
hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Hal ini tentu saja akan sangat mengkhawatirkan di masa depan di
mana kita akan kekurangan stok bahan makanan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan
pesatnya pertumbuhan fertilitas :
 Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi
jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan
mengurangi jumlah angka kelahiran.
 Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran
yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan
banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat
pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak
terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan
keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk
rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah
penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan
laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak
ketergantungan dengan daerah lainnya.

7. Aliran/Teori yang Berkenaan Mengenai Hubungan Fertilitas dengan Tingkat


Kesejahteraan
a. Aliran Multasin
Menyatakan bahwa apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan
cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. (Weeks, 1992)
Tingginya pertumbuhan penduduk itu di sebapkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan tidak dapat di hentikan.Di samping itu Malthus berpendapat bahwa:
“Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan
bahan makanan jauh lebih lambat di bandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk, apabila
tidak di adakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami
kekurangan bahan makanan”
Teori yang di cetuskan oleh malthusin lebih menekan pada tingkat fertilitas dan
kebutuhan pangan yang dapat berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat di bumi,
kekurangan bahan makanan dapat membawa beberapa dampak buruk seperti kelapara, kelaparan
yang dapat menumbulkan wabah penyakit karena kekebalan tubuh menurun, yang dapat
mengancam kesehateraan masyarakat.
Malthusin sendiri berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk harus di hentikan
guna kesejahteaan penduduk itu sendiri, akan tetapi saran dalam menghentikan pertumbuhan
penduduk yang membawa beberapa kecaman atau protes terhadap saran penghentian
pertumbuhan penduduk yang dapat di katakana kejam dan tidak berprikemanusiaan.
b. Aliran Marxist
Menurut marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara bukanlah tekanan
penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja.
Kemelaratan terjadi bukan di sebapkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi
karena kesalahan masyarakat itu sendiri. Seperti yang terdapat di Negara-negara kapitalis.
Selanjutnya dia berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi
yang di hasilkan, sehingga demikian tidak perlu di adakan pembatasan pertumbuhan penduduk.
Marxist merupakas seseorang yang sangat menentang teori malthusin, dan
pendapatnya mengenai alasan atau factor tidak sejahtera masyarakat bukan karena meningkatnya
jumlah penduduk tetapi ketidak seimbangnya antar peningkatan jumlah penduduk dan produksi
yang di hasilkan, menurutnya apabila produksi yang di hasilkan harus meningkat sama dengan
peningkatan jumlah penduduk, produksi yang meningkat akan meningkatkan pendapatan
penduduk, sehingga penduduk mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, berapapun anak yang
di miliki asalkan seimbang dengan pendapatan maka kesejahteaan pada masyarakat akan dapat di
rasakan.
c. John Stuart Mill
Ia tidak sependapat dengan Malthus, karena di menganggap bahwa kekurangan
makanan merupakan kejadian sementara, dia juga memberi saran bahwa untuk meningkatkan
golongan yang tidak mampu dengan cara meningkatkan pendidikan penduduk secara rasional
maka mereka dapat mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai karir dan
usaha yang ada.
Dengan demikian pendapat john suart mill merupakan salah satu solusi untuk
meningkatkan kesejahteraan, dengan cara meningkatkan pendidikan penduduk secara rasional,
dengan demikian pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat memperlambat proses
fertilitas, pendidikan yang erat dengan karir serta pendapatan menjadi bahan pertimbangan
seseorang untuk menambah jumlah anak atau tidak sesuai dengan kemampuan orang tuanya.
d. Arsene Dumont
Ia seorang pencetus yang sangat terkenal dengan teori kapilaritas, ia berpendapat
bahwa kapilaritas social mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang
tinggi di masyarakat, misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan berusaha agar anaknya
memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah
mencapainya.
Teori ini sangatlah cocok di terapkan di Negara demokrasi seperti di Indonesia,
dan ini bukan hanya teori dapat di lihat di lingkungan dan dapat di lihat pada diri anda sendiri
kebenaran teori tersebut, dengan lambat laun pola pikir seperti ini akan membawa dampak
pada tingkat fertilitas yang akan terjadi sehingga menyebabkan berkurangnya tingkat fertilitas
karena setiap orang menginginkan anak mereka jauh lebih sukses dari mereka, sehingga
kesejahteraan akan lebih terjamin.
e. Emile Durkheim
Ia berpendapat bahwa pada suatu wilayah di mana angka kepadatan penduduk
yang tinggi akibat dari laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan di antara penduduk
untuk mempertahankan hidup, dalam usaha untuk memenagkan persaingan tiap-tiap orang akan
berusaha meningkatkan pendidikan dan keterampilan dan mengambil sepesialisasi tertentu.
Dapat di lihat dan di pahami dari pendapat emile durkhain bahwa pendidikan
merupakan suatu jembatan untuk memenangkan persaingan, khususnya bagi yang sedang
menempuh jalur pendidikan, persaingan yang terdapat di dalam suatu kelas untuk mendapat nilai
ip yang tinggi dengan harapan dapat lulus dengan nilai yang memuaskan dan dapat bekerja dan
mendapat pendapatan yang memuaskan pula, persaingan masuk jalur SNMPTN dan SBMPTSN
dan mengambil sepesialisai dengan memilih jurusan yang di inginkan, secara tidak langsung
merupakan contoh nyata persaingan guna mempertahankan hidup dan mendapat kesejahteraan di
masa yang akan datang.

8. Hubungan Pekerjaan dengan Fertilitas


a. Menurut Koentjaraningrat (1982)
Pekerjaan merupakan salah satu variabel yang berpengaruh dalam fertilitas adalah
partisipasi angkatan kerja wanita,dengan asumsi bahwa semakin tinggi partisipasi angkatan kerja
wanita, maka semakin rendah pula fertilitasnya. Dalam hubungan ini Bakir (1984)
mengemukakan ada berbagai pendapat mengenai sifat hubungan antara fertilitas dan angkatan
kerja, yaitu :
 Partisipasi wanita dalam angkatan kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap
fertilitas. Hal ini disebabkan karena terjadi pertentangan atau konflik antara fungsi
dan tugas wanita yang dianggap utama yaitu sebagai istri dan ibu serta fungsi dan
tugas wanita sebagai pekerja. Oleh karena itu orang beranggapan bahwa
meningkatnya kesempatan bagi wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan
ekonomi di luar rumah dapat digunakan sebagai salah satu kebijaksanaan di
bidang kependudukan yang mendukung program KB untuk menurunkan fertilitas.
 Hubungan antara fertilitas dengan angkatan kerja wanita sebagai hubungan kausal
yang bersifat timbal balik, di mana satu sama lain saling mempengaruhi. Berbagai
penelitian di negara maju menunjukkan bahwa hubungan antara fertilitas dan
angkatan kerja wanita bersifat negatif. Ini berarti wanita yang bekerja cenderung
mempunyai anak lebih sedikit dan lebih aktif menggunakan kontrasepsi jika
dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Sebaliknya, di negara-negara
berkembang hubungan negatif ini hanya ditemukan pada pekerjaan di sektor
modern atau formal di daerah perkotaan. Sedangkan pada pekerjaan di sektor
informal di daerah perkotaan maupun di pedesaan marginal, fertilitas wanita yang
tidak bekerja tidak berbeda dengan mereka yang bekerja. Bahkan di beberapa
negara berkembang wanita yang bekerja di sektor pertanian di daerah pedesaan
ternyata mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak
bekerja.
b. Menurut Goldscheider dalam Ibrahim (1997)
Terdapat hubungan yang positif antara pendidikan, mata pencaharian dan
pendapatan dengan fertilitas. Hal ini diamati dari dua kecenderungan yang saling berbeda yaitu:
 Kenaikan fertilitas suatu kelompok karena berstatus lebih tinggi dan perubahan
keinginan kelompok tersebut untuk memiliki keluarga lebih besar.
 Penurunan fertilitas dari kelompok berstatus lebih rendah karena mereka semakin
ekspansif dan sukses dalam menggunakan alat kontrasepsi.
c. Hadmaji (1971)
Terjadi hubungan negatif antara pekerjaan wanita dengan fertilitas. Wanita yang
bekerja di luar rumah cenderung mempunyai anak lebih sedikit, sedangkan wanita yang
mengurus rumah tangga mempunyai anak lebih banyak.
Sukarela tidak mempunyai anak demi karier
Kenyataan sukarela untuk tidak punya anak benar pada semua tingkatan
sosioekonomi, terutama berpendidikan lebih tinggi dan lebih baik. Alasannya karena anak
dianggap sebagai penghambat pengembangan karier, ketaktersediaan untuk membangun hidup
bahagia dengan mereka, dan kekhawatiran tidak dapat berbagi kesenangan dengan anak-anak
mereka (Veevers&Bean, 1999).

9. Resiko Pekerjaan dengan Fertilitas


Pada tahun 1860 seorang ilmuwan Prancis mencatat bahwa para istri dari pekerja
tambang timah cenderung tidak hamil, dan jika memang hamil maka kemungkinan besar akan
gugur. Efek paparan timah pada kesehatan umum sekarang telah terdokumentasi dengan baik
dan diketahui mengurangi produksi sperma manusia maupun binatang.
Sumber pekerjaan lain yang dapat mengurangi kualitas sperma adalah yang
berhubungan dengan panas, pestisida, hidrokarbon, radiasi ion dan estrogen. Sebuah studi dari
Australia mengidentifikasi pekerjaan yang beresiko yang meliputi pekerja transportasi, pekerja
industri pembangunan, mekanik motor, petani dan penambang.
Wanita juga memiliki resiko tinggi terhadap infertilitas dari ekspos pekerjaan. Sebuah
studi dari AS memeriksa ekpos pekerjaan dan resiko infertilitas wanita dan menemukan bahwa
wanita yang terekspos debu kimia, pelarut organik yang mudah terbakar, pertisida dan terminal
tayangan video di tempat kerja memiliki resiko infertilitas yang lebih tinggi. Yang menarik, para
penulis ini menemukan bahwa ekspos terminal tayangan video lebih mungkin ditemukan pada
wanita yag didiagnosa endometriosis dan permasalahan serviks.

10. Peranan Wanita Karir Terhadap Penurunan Tingkat Fertilitas


Sesuai dengan konsep kesetaraan gender, saat ini kesempatan perempuan untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi semakin terbuka, sehingga menyebabkan banyak
perempuan menunda perkawinan.
Perempuan yang lebih lama menghabiskan waktu untuk pendidikan akan
memperpendek tahun resiko kehamilan karena menghabiskan periode panjang tahun melahirkan
anak , untuk mancari ilmu di sekolah. Selain itu perempuan berpendidikan tinggi cenderung
memilih terjun ke pasar kerja terlebih dahulu sebelum memasuki perkawinan. Wanita yang lebih
cenderung untuk memilih terjun ke dunia kerja dan menjadikan pekerjaannya sebagai prioritas
utama, disebut juga sebagai wanita karir. Seorang wanita karir sangat mementingkan masalah
pekerjaannya dan tidak jarang mereka banyak menghabiskan waktunya di tempat kerjanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia terkait
penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia 15-49 tahun yang sedang berstatus bekerja,
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita usia 15-49 tahun yang berstatus sebagai
ibu rumah tangga.
Temuan ini menunjukkan bahwa peluang pemakaian alat kontrasepsi justru lebih
tinggi pada wanita karir dibandingkan dengan wanita yang berstatus tidka bekerja. Hal ini dipicu
oleh adanya motivasi lebih pada wanita yang sudah bekerja untuk lebih mengontrol fertilitasnya.
Karena fertilitas akan mempengaruhi alokasi waktu dan opportunity cost yang bisa diperoleh
antara mengurus anak dan rumah tangga, dengan karier ditempat kerja yang djalankan olehnya.
Sehingga secara otomatis hal tersebut akan mengurangi kemungkinan wanita yang bekerja untuk
tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Penelitian lain juga telah dilakukan di Mojokerto di mana terdapat jumlah wanita
karir yang cukup banyak, terutama akibat banyaknya perusahaan industri di kota tersebut.
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai hubungan antara lama wanita bekerja dengan
fertiltas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden yang bekerja antara 1
hingga 5 jam per hari memiliki rata-rata fertilitas sebesar 2 jiwa. Sedangkan responden dengan
waktu kerja 11 hingga 15 jam per hari, memiliki rata-rata fertilitas yang lebih rendah yaitu
sebesar 1 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin pendek waktu kerja seorang wanita, maka
akan semakin tinggi tingkat fertilitasnya.
Menurut Bakir (1984), ia mengemukakan bahwa hubungan antara fertilitas dengan
angkatan kerja wanita sebagai hubungan kausal yang bersifat timbal balik, di mana satu sama
lain saling mempengaruhi. Selain itu berbagai penelitian di negara maju menunjukkan bahwa
hubungan antara fertilitas dengan angkatan kerja wanita bersifat negatif. Ini berarti wanita yang
bekerja cenderung mempunyai anak lebih sedikit dan lebih aktif menggunakan kontrasepsi jika
dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Sebaliknya di negara-negara berkembang
hubungan negatif hanya ditemukan pada pekerjaan di sektor formal di derah perkotaan.
Pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa wanita karier juga memiliki peranan
dalam penurunan tingkat fertilitas. Meskipun peranannya tidak menimbulkan penurunan yang
drastis dan signifikan terhadap tingkat fertilitas itu sendiri, akan tetapi keberadaan wanita karier
cukup memegang peranan yang berarti.
Hal ini dikarenakan seorang wanita karier cenderung memiliki lebih banyak
pertimbangan jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Pertimbangan inilah yang
menjadi motivasi bagi wanita karier yang berusia subur untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Dengan penggunaan alat kontrasepsi tersebut, tingkat fertilitas dari wanita karier secara otomatis
akan mengalami penurunan. Selain itu sebagian besar wanita karier tentu saja sudah terlebih
dahulu mengenyam pendidikan yang cukup tinggi. Dengan latar belakang pendidikan tersebut,
mereka pada akhirnya memiliki pengetahuan lebih mengenai pilihan fertilitas dan perilaku
kehamilan.

B. ANGKATAN KERJA
1. Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan
Penduduk di suatu negara mengonsumsi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi
hanya sebagian dari mereka yang secara langsung terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan
memproduksi barang dan jasa tersebut (disebut kegiatan produktif). Berdasarkan pemikiran tersebut dapat di
katakan bahwa penduduk di suatu negara dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
 Penduduk yang “aktif” secara ekonomi (economically active population)
 Penduduk yang “tidak aktif” secara ekonomi (economically inactive population)
Penduduk yang aktif secara ekonomi terdiri dari dua kelompok. Kelompok petama adalah penduduk
yang bekerja memproduksi barang dan jasa dalam perekonomian. Kelompok kedua adalah
penduduk yang belum bekerja, tetapi sedang aktif mencari pekerjaan (termasuk mereka yang
baru pertama kali mencari pekerjaan). Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi adalah mereka
yang tidak bekerja atau tidak sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini tidak memproduksi barang dan jasa,
dan hanya mengonsumsi barang yang diproduksi orang lain. Dalam studi kependudukan atau demografi
terdapat beberapa konsep atau definisi yang dipakai seperti yang tertera di bawah ini.
a. Konsep tenaga kerja (manpower)
Dalam studi kependudukan sering disebut 'tenaga kerja' yang diterjemahkan dari istilah
manpower, yakni seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk bekerja secara produktif. Dulu
Indonesia sering kali menyebutkan tenaga kerja sebagai seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil
SP1971, 1980, dan 1990). setelah itu dipakai ukuran 15 tahun ke atas yang disesuaikan dengan ketentuan
internasional. Dalam dunia industri atau bisnis konsep 'tenaga kerja' diartikan sebagai personel yang bekerja
dalam industri atau bisnis.
b. Konsep gainful worker
Konsep ini menunjukkan aktivitas ekonommi apakah seseorang pernah bekerja atau yang
biasanya dilakukan seseorang (usual activity), mungkin saat sensus atau survei masih bekerja atau sudah
tidak bekerja lagi.
Dalam konsep gainful worker ini tidak ditentukan referensi/batasan waktu
tertentu, artinya kegiatan ekonomi yang dilakukan atau pernah dilakukan selama hidup seseorang pada saat
pencacahan. Seseorang dapat saja melaporkan bekerja padahal sudah lama tidak bekerja lagi. Oleh karena tak
ada batasan waktu, maka kita tidak tahu kapan ia bekerja, apakah pernah bekerja atau sedang
bekerja.
Lagi pula mereka yang sedang mencari pekerjaan untuk pertama kali tidak tercatat sebagai
economicallyactive population. Jumlah pengangguran yang tercatat memakai konsep ini akan sedikit sekali.
Konsep ini sudah jarang dipakai dalam analisis.
c. Konsep angkatan kerja (labor force concept)
Dalam SP 1940, United States Bureau of Census telah memelopori penggunaan konsep baru
yang disebut labor force concept, atau konsep Angkatan Kerja. Dua perbaikan diusulkan dalam konsep ini yaitu:
 Activity concept, bahwa yang termasuk dalam angkatan kerja (labor force)
haruslah orang yang secara aktif bekerja atau sedang aktif mencari pekerjaan.
 Aktivitas tersebut dilakukan dalam suatu batasan waktu tertentu sebelum
wawancara.
Dengan kata lain, konsep angkatan kerja umumnya disertai dengan referensi waktu.Berdasarkan
konsep tersebut, angkatan kerja (labor force) dibagi menjadi dua, yaitu:
 Bekerja
 Mencari pekerjaan
Dari pengertian di atas, angkatan kerja dapat dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barangdan jasa
dalam kurun waktu tertentu.
Oleh karena itu, dalam konsep angkatan kerja ini harus ada referensi waktu yang pasti, misalnya
satu minggu sebelum pencacahan. Jadi, perbedaan antara konsep angkatan kerja dengan konsep gainful worker
adalah tentang ada atau tidaknya referensi waktu.
Secara demografis, besarnya angkatan kerja dapat dilihat melalui angka partisipasi angkatan
kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari jumlah tenaga kerja yang menjadi
angkatan kerja. Dalam konsep angkatan kerja, yang dimaksud dengan bekerja adalah mereka yang
mempunyai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan, baik berupa uang ataupun barang.

2. Faktor-faktor yang Menentukan Angkatan Kerja


 Jumlah dan sebaran usia penduduk, penduduk yang berusia lebih dari batas
tertentu dianggap masuk kedalam usia kerja. Misalnya, seorang anak yang
berusia diatas 10 tahun aktif bekerja, dapat dikatakan sebagai bagian dari
angkatan kerja.
 Pengaruh keaktifan bersekolah terhadap penduduk di usia muda. Maksudnya
adalah penduduk usia muda yang masih sekolah tidak dianggap sebagai
angkatan kerja, walaupun adalah penduduk usia muda itu sebagian orang yang
sudah mulai bekerja.
 Peranan kaum wanita dalam perekonomian, wanita yang bekerja dalam urusan
rumah tangga tidak dianggap sebagai bagian dari angkatan kerja. Jika seorang
wanita mempunyai pekerjaan tertentu di luar rumah, maka dimasukkan
sebagai angkatan kerja.
 Pertambahan penduduk yang tinggi, setiap pertambahan jumlah penduduk
cenderung akan menambah bagian penduduk yang tergolong angkatan kerja.
 Meningkatnya jaminan kesehatan. Dengan meningkatnya jaminan kesehatan,
umur rata-rata penduduk bertambah. Umur rata-rata akan memperpanjang
masa produktif setiap penduduk dalam melakukan pekerjaannya, sehingga
otomatis akan menambah jumlah angkatan kerja.

3. Ukuran-ukuran Angkatan Kerja


Dalam studi ketenagakerjaan, dipakai beberapa ukuran yang menggambarkan situasi
ketenagakerjaan suatu negara atau sekelompok masyarakat. Umumnya, indikator ketenagakerjaan memakai
angka (rate), seperti angka partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate) yang
menggambarkan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap jumlah tenaga kerja (penduduk 15
tahu ke atas). Angka ini sering disebut angka partisipasi umum, tetapi untuk analisis yang lebih mendalam
dipakai ukuran yang lebih spesifik.
a. Angka aktivitas kasar (crude activity rate)
Angka aktivitas kasar adalah jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah seluruh penduduk 15
tahun keatas dan dinyatakan dalam persentase. Angka ini dikatakan kasar sebab belum mencerminkan faktor-
faktor yang memengaruhi jumlah angkatan kerja, antara lain komposisi umur penduduk dan jenis kelamin. Akan
tetapi, angka ini dapat digunakan untuk melakukan perbandingan, dimana peneliti ingin menunjukkan jumlah
relatif dalam angkatan kerja tanpa memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhinya.
b. Angka aktifitas menurut umur dan jenis kelamin
Perhitungan ini paling banyak dipakai dalam analisis ketenagakerjaan dan biasa disebut dengan
angka partisipasi angkatan kerja (APAK) menurut umur dan jenis kelamin. Angka ini merupakan
angka dasar (basic rates) yang dipelajari dan menjadi dasar untuk membuat proyeksi angkatan kerja. APAK
selanjutnya dapat dipecah menurut tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal apakahdi perkotaan atau
pedesaan, dan lain-lain.
c. Angka aktifitas menurut jenis kelamin
Angka aktivitas menurut jenis kelamin adalah jika angka aktivitas (atau angka partisipasi)
disajikan untuk laki-laki dan untuk perempuan. Dilihat dari perbedaan, biasanya angka aktivitas untuk laki-laki
lebih tinggi dari pada angka aktivitas untuk perempuan.

4. Studi Demografi dan Karakteristik Ekonomi Penduduk


Di masyarakat, banyak topik yang bersifat ekonomi ketenagakerjaan dianggap hanya“kepunyaan”
ekonom. Meskipun demikian, dalam kenyataanya, analisis topik tersebut memerlukan data yang berasal dari
disiplin ilmu demografi, seperti Sensus dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus),atau ilmu sosial lainnya seperti
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Contoh studi demografi yang menghasilkan informasi ekonomi
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
a. jumlah tenaga kerja (manpower), angkatan kerja (labor force), serta proporsi
penduduk berusia dewasa yang terlibat secara aktif dalam kegiatan ekonomi di
suatu negara.
b. Jumlah orang yang menganggur (unemployed) atau setengah
menganggur (underemployed), dan proporsi mereka terhadap angkatan kerja secara
keseluruhan.
c. Komposisi angkatan kerja menurut:
 lapangan pekerjaan (industry), yaitu meliputi ragam dari lapangan pekerjaan dan jumlah
orang yang berada di masing-masing lapangan pekerjaan tersebut.
 jenis pekerjaan (occupation), yang meliputi ragam jenis pekerjaan dan jumlah
orang yang berada pada masing-masing jenis pekerjaan tersebut.
 status pekerjaan, yakni apakah penduduk bekerja di sektor formal atau informal.
d. Regularitas dari pekerjaan yang dilakukan oleh angkatan kerja, karena terdapat pekerjaan yang
hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja (part-time), atau jumlah jam kerja yang
dilakukan dalam satu hari atau satu minggu.
e. Tingkat pendapatan atau upah dan distribusinya di kalangan penduduk yang bekerja.

5. Dampak Angkatan Kerja Dalam Kehidupan Sehari-hari


 Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan
bisa memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Seseorang dikatakan miskin apabila pendapatan
perharinya dibawah Rp 7.500 perharinya (berdasarkan standar Indonesia)
sementara berdasarkan standar kemiskinan PBB yaitu pendapatan perharinya
di bawah $2 (sekitar Rp 17.400 apabila $1=Rp 8.700).
 Makin beragamnya tindak pidana criminal. Seseorang pasti dituntut untuk
memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk tetap bisa
bertahan hidup. Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak bisa
saja melakukan tindakan criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau
bahkan sampai membunuh demi mendapat sesuap nasi.
 Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen perdagangan anak
dan sebagainya. Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula
para pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan
warga. Karena mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa
melukai apabila tidak diberi uang.
 Terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan
perebutan kekuasaan.
 Terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat
masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi,
rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena
busung lapar
 Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa
menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan
lebih rendah dapipada pendapatan potensial (yang seharusnya)> oleh karena
itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
 Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sector pajak
berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan
kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan
menurun. Dengan demikian pajak yang harus diterima dari masyarakat pun
akan menurun.Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi
pemerintaha pun akan berkutang sehingga kegiatan pembangunan pun akan
terus menurun.· Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan
ekonomi.Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan
berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang produksi akan
berkuran. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha)
untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian
tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomi pun tidak akan
terpacu.

6. Angkatan Kerja di Negara Berkembang


 Tingkat pertumbuhan angkatan kerja lebih tinggi dibanding negara maju.
 Tingginya persentase angkatan kerja tergantung pada sektor pertanian.
 Penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian yang tidak terampil hasilnya
rendah.
 Kualitas angkatan kerja rendah, yaitu keterampilan, kesehatan, dan
efisiensinya.
 Pengangguran dan setengah pengangguran banyak.
7. Bukan Angkatan Kerja
Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun
mencari pekerjaan. Jadi, mereka adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat
atau tidak berusaha untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi.
Dalam semsus-sensus penduduk di Indonesia dikemukakan bahwa penduduk berumur 10 tahun
keatas (atau 15 tahun ke atas setelah SP 1990) yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah
mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai kegiatan hanya:
 Bersekolah
 Mengurusi rumah tangga
 pensiunan, dan/atau mendapat penghasilan bukan dari bekerja (misalnya
warisan,deposito, dan lain-lain)
 bekerja dirumah sakit dalam waktu yang lama , di lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan
lain-lain

8. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah pelik dan terjadi bukan hanya di negara-negara
berkembang, tetapi juga di negara maju. Namun, tekanan masalah pengangguran banyak terasa
di negara-negara berkembang. Hal ini wajar karena negara-negara berkembang umumnya adalah
negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi dan tingkat pendidikan masyarakatnya
rendah.
Pengangguran terjadi karena tidak seimbangnya antara kesempatan kerja dengan
angkatan kerja atau antara permintaan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.
Pengangguran dapat diartikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja atau seseorang yang
tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan, tetapi belum dapat memperolehnya.
Seseorang yang tidak bekerja tetapi sedang aktif mencari pekerjaan tidak tergolong
sebagai penganggur, contohnya para ibu rumah tangga, mereka tidak mau bekerja karena ingin
mengurus keluarganya, atau para anak orang kaya, mereka tidak ingin bekerja karena gajinya
lebih rendah dari yang diinginkannya. Kelompok ibu rumah tangga dan anak orang kaya tersebut
dikategorikan sebagai penganggur sukarela.
Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kemakmuran suatu masyarakat
adalah tingkat pendapatan. Tingginya tingkat pengangguran akan mengurangi pendapatan
masyarakat sehingga dengan adanya pengangguran, tingkat kemakmuran masyarakat akan
berkurang.
Pengangguran akan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial bagi individu yang
mengalaminya. Pengangguran juga akan berdampak negatif terhadap keadaan ekonomi, politik,
dan sosial bagi negara yang mempunyai tingkat pengangguran yang tinggi. Pengangguran sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan di negara
yang bersangkutan.
a. Pengangguran terbuka (open unemployment)
Pengangguran terbuka terdiri dari (lihat Sakernas 2006, Semester 1, Februari 2006):
 Mereka yang sedang mencari pekerjaan.
 Mereka yang sedang mempersiapkan usaha.
 Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena mereka tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan.
 Mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belummulai bekerja.
b. Setengah menganggur (underemployed)
Setengah menganggur (underemployed) adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal
(kurang dari 35 jam seminggu). Setengah menganggur terdiri dari:
 setengah pengangguran terpaksa, yakni mereka yang bekerja di bawah jam
kerja normal (35 jam seminggu) dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia
menerima pekerjaan.
 Setengah menganggur sukarela, yakni mereka yang bekerja di bawah jam
kerja normal dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain (sebagian piahak
menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu atau part time worker).
c. Pengangguran tidak kentara
Sementara itu, dalam konsep angkatan kerja, pengangguran tidak kentara dimasukkan dalam
kegiatan bekerja, karena mereka memenuhi persyaratan dari definisi “bekerja”. Akan tetapi,
sebetulnya jika dilihat dari segi produktivitas dalam pekerjaan, maka mereka adalah penganggur.
Sebagai contoh, ada empat orang bekerja membuat sebuah kursi, padahal sebenarnya bobot
pekerjaannya cukup dikerjakan oleh dua orang saja dengan waktu yang sama. Kondisi seperti ini umumnya terjadi
karena dalam pasar kerja terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja dan sempitnya lapangan kerja.
d. Pengangguran Friksional
Seseorang yang sudah berhenti bekerja karena ingin pindah pekerjaan, sering kali tidak langsung
mendapatkan pekerjaan yang baru. Selama seseorang aktif mencari pekerjaan yang baru maka ia berstatus
penganggur. Jadi, pengangguran friksional sebenarnya adalah pengangguran karena tenggang
waktu sebelum mendapatkan pekerjaan. Dalam analisis ketenagakerjaan, tenggang waktu itu sering disebut
'waiting time.

9. Usaha Untuk Mengatasi Pengangguran


Pengangguran tidak dapat dihapuskan, tetapi hanya dapat dikurangi. Pengurangan
pengangguran dapat dilakukan dengan cara:
a. Memperluas Lapangan Kerja
Perluasan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kegiatan
ekonomi yang baru. Menurut Soemitro Djojohadikusumo, usaha perluasan kesempatan kerja
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
 Pengembangan industri, terutama jenis industri yang bersifat padat karya (labor
intensive) yang dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam proses
produksi.
 Melalui berbagai proyek pekerjaan umum, seperti pembuatan jalan, saluran air,
bendungan dan jembatan.
b. Menurunkan Jumlah Angkatan Kerja
Penurunan angkatan kerja diantaranya dapat dilakukan dengan peningkatan
program keluarga berencana (KB) dan program wajib belajar 9 tahun bagi anak usia sekolah
minimal sampai tamat SLTA. Keberhasilan program keluarga berencana akan menurunkan
kecepatan pertambahan jumlah anak yang berusia 10-14 tahun memasuki penawaran tenaga
kerja.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tingkat kesuburan masyarakat mempengaruhi kesehatan reproduksi yang merupakan
bagian penting dan merupakan paling utama dalam upaya mencapai kehidupan yang berkualitas
karena kesehatan reproduksi merupakan refleksi dari kesehatan konsepsi, kesehatan anak, remaja
dan masa dewasa, dengan demikian kesehatan reproduksi menentukan kesehatan wanita dan pria
serta generasi selanjutnya.
Fertilitas adalah sebagai suatu ukuran dari hasil reproduksi dan dinyatakan dengan
jumlah bayi yang lahir hidup ataupun yang lahir mati.
Secara demografis, besarnya angkatan kerja dapat dilihat melalui angka partisipasi angkatan kerja (labor
force participation rate), yaitu berapa persen dari jumlah tenaga kerja yang menjadi angkatan
kerja. Dalam konsep angkatan kerja, yang dimaksud dengan bekerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan
yang menghasilkan pendapatan, baik berupa uang ataupun barang.
Dalam konsep angkatan kerja ini harus ada referensi waktu yang pasti, misalnya satu minggu sebelum
pencacahan. Jadi, perbedaan antara konsep angkatan kerja dengan konsep gainful worker adalah tentang ada atau
tidaknya referensi waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified
theory of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1983
Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas
Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and Demand for
Children, Academic Press, 1983, London
Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social structure and fertility: an
analytical framework), Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1974
Said Rusli. 1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES
Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
http://hqsa.blogspot.com/2012/04/contoh-makalah-ketenagakerjaan.html
http://hukumketenagakerjaanindonesia.blogspot.com/2012/03/sumber-hukum-ketenagakerjaan-
indonesia.html
Rahma kurnia.2006. kebijakan pengelolahan penduduk. (di unduh pada: http://rahma-
kurnia.blogspot.com/2006/09/kebijaksanaan-pengelolaan-kependudukan.html)

Anda mungkin juga menyukai