Anda di halaman 1dari 9

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar
1.1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dangan mikroskop
elektron ( Arif Mansjoer dkk 2001: 580).

1.2. Etiologi
Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus
1. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) /
Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). isebabkan oleh
distruksi sel eta pulau langerhans akibat proses auto imun dan
idiopatik.
2. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) /
Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI). Disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untukl
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi insulin, ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta
pankreas mengalami desentisisasi terhadap glukosa.
( Kapita Selekta jilid 1, 2001: 580).
1.3. Patofisiologi DM

Diabetes Melitus

Definisi Insulin

Peningkatan glukosa

hiperglikemi Peningkatan
metabolisme protein
Deuresis osmotik
Peningkatan asam amino

Penigkatan glukonegenesis
Hipotonik Kehilangan
elektrolit urin
Penipisan volume
Poliuri Resiko infeksi Polfagi

Resiko defisit
volume cairan Gangguan Gangren Gangguan
eliminasi uri nutrisi

Syok

1.4. Komplikasi
1. Akut.
- Koma hipoglikemia.
- Ketoasidosis.
- Koma hiperosmolar non ketotik.
2. Kronik
- Makro angiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
- Mikro angiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,
nefropati.
- Neuropati diabetik.
- Rentan infeksi seperti TB Paru, ginvinitis, dan infeksi saluran kemih.
- Ganggren.
(Kapita Selekta, 2002)
1.5. Gejala Klinis
Gejala khas berupa : 1. Polipagia
2. Poliuria
3. Polidipsia
4. Lemas
5. Berat badan turun
Gejala yang lain dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.

1.6. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemerikaan glukosa
darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Pasien glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit.
6. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kadar gukosa darah puasa dan acak dengan methode enzymatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
a. Gula darah acak Bukan DM Belum pasti DM DM
-Plasma vena < 110 110 – 199 > 200
-Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200
b. Gula darah puasa
-Plasma vena < 110 110 – 125 > 126
-Darah kapiler < 90 90 - 109 > 110

1.7. Penatalaksanaan
 Tujuan penatalaksanaan DM untuk jangka pendek adalah
menghilangkan keluhan / gejala DM.
 Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi.
Penatalaksanaannya dengan :
1. Perencanaan makan / diit.
2. Aktivitas fisik.
3. Health education.
4. Obat-obatan
Obat hipoglikemik oral (OHO).
a. Sulfoniluiea
Obat ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
b. Biquanid
Biquanid menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak sampai dibawah
normal, untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT > 30) sebagai
obat tunggal.
c. Inhibitor  glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim 
glukosidase didalam saluran cerna/. Seinga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglihemia pasa priandial.
d. Insulin senziting agent
Gangguan obat baru yang mempunyai efek farmakolgi peningkatan
sensivitas insulin, sehingga bisa mengatsi masalah resistensi insulin.
1.8. Penatalaksanaan Ulkis Kaki Diabetikum.
Menurut Levin (1988). Penatalaksanaan ulkus kaki diabetik memerlukan
pengibatan yang agresif. Dalam jangka pendek, hal ini tersebut mencakup :
(Moya J Marison, 2003 ; 182).
- Dibredemen lokal rasikal pada jaringan sehat.
- Terapi antibiotik sistematik untuk memerangi infeksi, diikuti tes
sensitivitas antibiotik.
- Kontrol diabetes, untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
- Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris.
Pemilihan balutan luka yang tepat merupakan hal yang penting, tetapi
hanyalah bagian dari terapi tersebut diatas. Dengan mempertimbangkan
keadaan tersebut, maka penggunaan agens topikal yang tidak tepat justru
dapat memperburuk stuasi yang memang sudah kurang baik itu. Selain itu,
kaki harus dijaga agar tetap kering. Merndam kaki dapat menyebabkan
maserasi antara jari kaki dan meningkatkan resiko terhada infeksi. Perhatian
untuk melakukan rehidrasi kulit yang kering sekitar ulkus dan diatas
tungkai bawah juga harus diberikan. Apa bila ada ulkus yang sukar
disembuhkan dengan segala pengobatan, maka dokter dapat meminta
pemeriksaan x-ray agar dapat meniadakan kemungkinan osteomielitis atau
tertahannya benda asing yang tidak dirasakan oleh pasien.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
I.1. Pengumpulan data
1. Identitas klien
Meliputi ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosa medis dan nomor registrasi.
2. Keluhan utama
Orang yang terkena DM biasanya mengeluh banyak makan (polifagi),
banyak minum (Polidipsi), banyak kencing (poliuri), kesemutan, gatal, mata
kabur, berat badan menurun, lemah.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh polidipsi, poliuri, polifagi, berat badan menurun.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah mengalami penyakit DM sebelumnya atau penyakit
keturunan yang lain yang berhubungan dengan DM seperti obesitas,
pancreatitis dan lain – lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit DM atau
penyakit keturunan yang lain yang berhubungan dengan DM seperti
sindrom down, sindrom klinefelter dan lain – lain.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Kebiasaan minum obat yang dapat menurunkan pertahanan tubuh
merupakan salah satu pencetus DM, kurangnya aktifitas fisik
menyebabkan obesitas yang juga penyebab DM.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Intake makanan yang berlebihan, mengkonsumsi makanan berkolesterol
tinggi dan obesitas merupakan penyebab DM.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih (poli uri) glukosuria BAK> 4x/ hari, urine
encer, pucat, kuning, kadang disertai BAB > 3x / hari, dengan
konsistensi cair, bau tajam.

d. Pola istirahat tidur


Klien mengalami perubahan pola tidur karena poliuri dan kadang BAB
yang sering
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas Kx tergatung karena lemah, kesemutan, kram otot, tonus otot
menurun
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa cemas dengan menurunnya berat badan yang drastis, dan
sering meminta bantuan karena badannya lemas.
g. Pola sensori dan kognitif
Adanya keluhan sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
pandangn kabur, nyeri abdomen, kadang diikuti gangguan memori.
h. Pola produksi seksual
DM biasanya bisa terjadi impoten pada laki-laki dan kesulitan orgasme
pada wanita.
i. Pola hubungan peran
Adanya ketergantungan yang lebih pada orang lain karena kelelahan
yang dialami.
j. Pola penanggulangan stress
Adanya perasaan yang tidak nyaman karena penyakit yang dideritanya
sehingga dukungan keluarga sangat berarti untuk mengatasi stress.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Adanya perubahan dalam melaksanakan ibadah sebagai dampak dari
penyakit yang dideritanya.

5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Badan lemah, mata kabur, berat badan menurun, hipertensi.
b. Kepala
Rambut biasanya tipis, jarang ditemukan pembesaran pada leher.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, kulit kasar, akral hangat.
d. Sistem kardiovaskuler
Kesemutan pada ekstriminitas, perubahan tekanan darah, takardi.
e. Sistem gastrointestinal
Terjadi mual, muntah, diare, peningkatan mortalitas usus.

f. Sistem genitourinaria
Klien banyak kencing
g. Sistem muskoloskeletal
Tonus otot menurun, kesemutan, mudah leleh.
h. Sistem endokrin
Terjadi penurunan hormon insulin sehingga kadar glukosa dalam darah
meningkat.
i. Sistem persyarafan
Gangguan penglihatan (mata kabur), kesemutan, pusing.

I.2. Analisa Data


Data yang dikumpulkan dikelompok, diidentifikasi sehingga memunculkan
masalah diagnosa keperawatan berdasarkan urutan prioritas masalah.

II. Diagnosa keperawatan


1. Defisif volume cairan berhubungan dengan deuresis osmotic
(hiperglikemia).
2. Nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan masukan yang
melebih pengeluaran aktifitas.
3. Keterbatasan berhubungan dengan kelelahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
5. Cemas berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif
yang tidak dapat diobati.
III. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1 : Defisit volume cairan berhubungan dengan deuresis osmotick
(hiperglikemia).
Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Turgor kulit baik.
- Membran mukosa lembab.
- Intake dan output seimbang.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda – tanda vital sedini mungkin
2. Pantau intake dan output cairan.
3. Check secara teratur gula darah acak
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terpi cairan
infus, diit, obat hipoglikemi oral maupun terapi insulin
Rasional :
1. Untuk mengetahui keadaan klien lebih dini.
2. Pengukuran intake dan output merupakan indikator untuk mengetahui
tanda – tanda dehidrasi
3. Kadar glukosa tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4. Fungsi independent perawat

IV. Implementasi
Pada tahap ini pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang talah disusun pada tahap perencanaan yang telah ditantukan dengan tujuan
untuk memenuhi secara optimal.

V. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien
dan sesama tenaga kesehatan. (Nasrul Effendi, 1995)

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer Dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Media Aesculapius

FKUI, Jakarta.

Arjatmo Tjokronegoro, Dkk, 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, FKUI, Jakarta.

Doenges Marillyn, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan , EGC, Jakarta.

Carpenito Juall Lynda, 2000 Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta

Morison, Moya. J, 2003, Manajenem Luka, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai