Anda di halaman 1dari 8

BIOGRAFI IMAM SYAFII

Sesungguhnya diantara tanda Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya adalah


Allah menjadikannya cinta dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ِ ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخي ًْرا يُفَ ِق ْههُ فِي‬
‫الدي ِْن‬
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan menjadikannya
faqih/faham tentang agama” (HR Al-Bukhari)
Dan diantara keagungan agama ini Allah telah menjadikan adanya para imam yang
memikul ilmu agama, yang menjelaskan kepada umat tentang urusan agama. Merekalah
cahaya yang menerangi jalan menuju kebaikan…merekalah yang sangat dibutuhkan oleh
orang yang menghadapi kebingungan dalam urusan agama mereka…, merekalah penyejuk
hati bagi orang yang menghadapi problematika kehidupan dan berusaha mencari solusi
agamis…, merekalah para pejuang yang memerangi jalan-jalan kesesatan yang selalu siap
menyimpangkan umat ini…, merekalah yang Allah perintahkan umat agar bertanya kepada
mereka dalam firmanNya :
َ‫فَا ْسأَلُوا أَ ْه َل ال ِذ ْك ِر إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ال تَ ْعلَ ُمون‬
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan/ilmu jika kamu tidak
mengetahui” (QS An-Nahl : 43)
Banyak para imam umat ini yang kita banggakan, akan tetapi diantara mereka ada 4
imam yang tersohor, yaitu para pendiri 4 madzhab. Mereka itu adalah Al-Imam Abu Hanifah,
Al-Imam Malik bin Anas, Al-Imam Asy-Syaf’i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahumullah.
Meskipun ada madzhab-madzhab fikih yang lain akan tetapi keempat madzhab inilah
yang diterima secara luas dalam dunia Islam hingga saat ini. Bahkan sebagian negeri dikenal
dengan madzhab tertentu. Madzhab Syafi’i banyak tersebar di negara-negara Asia tenggara,
madzhab Maliki banyak tersebar di negeri-negeri Afrika, madzhab Hanafi banyak tersebar di
India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, dan juga di China, adapun madzhab Hanbali
banyak tersebar di negeri-negeri Arab, khususnya Arab Saudi.
Diantara keempat imam tersebut yang sangat cemerlang adalah Al-Imam Asy-Syafi’i
rahimahullah, beliaulah pendiri dan pemrakasa madzhab Syafi’i yang merupakan madzhab
yang banyak dianut di bumi pertiwi nusantara ini.
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-‘Abbas bin ‘Utsman bin
Syaafi’ bin As-Saaib bin ‘Ubaid bin ‘Abd Yaziid bin Haasyim bin Al-Muthollib bin ‘Abdi
Manaaf, sehingga nasab beliau bermuara kepada Abdu Manaaf kakek buyut Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Al-Muthollib adalah saudaranya Hasyim ayahnya Abdul Muthholib kakek
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kepada Syafi’ bin As-Saaib penisbatan Al-Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah (lihat Siyar A’laam An-Nubalaa 10/5-6 dan Tobaqoot Asy-
Syaafi’iyah Al-Kubro 2/71-72)
Meskipun nenek moyang beliau suku Quraisy di Mekah akan tetapi beliau tidak lahir
di Mekah, karena ayah beliau Idris merantau di Palestina. Sehingga beliau dilahirkan di
Ghozza (Palestina) dan ada yang mengatakan bahwa beliau lahir di ‘Asqolan pada tahun 150
Hijriah, tahun dimana wafatnya Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsaabit Al-Kuufi
rahimahullah, bahkan ada pendapat yang menyatakan di hari wafatnya Al-Imam Abu
Hanifah.
Ayah beliau Idris meninggal dalam keadaan masih muda, hingga akhirnya Imam Asy-
Syafi’i dipelihara oleh ibunya dalam kondisi yatim. Karena khawatir terhadap anaknya maka
sang ibu membawa beliau –yang masih berumur 2 tahun- ke kampung halaman aslinya yaitu
Mekah, sehingga beliau tumbuh berkembang di Mekah dalam kondisi yatim. Beliau
menghafal Al-Qur’an tatkala berusia 7 tahun, dan menghafal kitab Al-Muwattho’ karya
Imam Malik tatkala umur beliau 10 tahun. Ini menunjukkan betapa cerdasnya Al-Imam Asy-
Syafi’i.
Beliaupun belajar dari para ulama Mekah, diantaranya Muslim bin Kholid Az-Zanji
Al-Makky yang telah memberi ijazah kepada Al-Imam Asy-Syafi’i untuk boleh berfatwa
padahal umur beliau masih 15 tahun. Lalu setelah itu beliau bersafar ke Madinah dan berguru
bertahun-tahun kepada Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah.
Pada tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad, dan beliau mengajar di sana sehingga
banyak ulama yang berputar haluan dari madzhab ahli ro’yu menuju madzhab Syafi’i. di
Baghdad beliau banyak menulis buku-buku lama beliau, setelah itu beliaupun kembali ke
Mekah. Pada tahun 198 beliau kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana selama sebulan
lalu beliau pergi ke Mesir dan menetap di sana meneruskan dakwah beliau hingga akhirnya
beliau sakit bawasir yang menyebabkan beliau meninggal dunia pada tahu 204 Hijriyah,
rahimahullah rahmatan waasi’ah.
Imam Syafi’i adalah seorang sosok yang memiliki banyak keistimewaan, diantaranya :
PERTAMA : Al-Imam Asy-Syafi’i adalah imam dalam lugoh (bahasa). Beliau telah banyak
tinggal bersama Qobilah Hudzal dan menghafalkan banyak qoshidah (bait-bait sya’ir)
mereka, sehingga hal ini sangat mempengaruhi kekuatan bahasa Arab beliau. Karenanya
tidak pernah ditemukan kesalahan bahasa dari beliau sebagaimana ditemukan dari para ulama
yang lain. Ibnu Hisyaam (penulis siroh Nabi) berkata ‫ي ُح َّجةٌ فِي اللُّغَ ِة‬ َّ ‫“ ال‬Asy-Syafi’i hujjah
ُّ ‫شافِ ِع‬
dalam bahasa Arab” (Al-Waafi bil Wafaayaat 19/143).
Adapun kritikan terhadap Al-Imam Asy-Syafi’i dalam masalah bahasa maka tidak
mematahkan keimaman beliau dalam bahasa Arab. Diantara kritikan tersebut :
– Beliau dikritik karena menyatakan bahwa huruf jar baa’ (‫ )الباء‬memberikan faedah ‫الت َّ ْب ِعيْض‬
“sebagian/parsial”. Karenanya beliau menyatakan bolehnya mengusap sebagian kepala
tatkala berwudu karena Allah berfirman (‫ؤُو ِس ُك ْم‬
ْ ‫ـر‬ُ ‫س ُحوا ِب‬
َ ‫)و ْام‬.
َ Maka beliaupun diingkari oleh
sebagian ulama, mereka menyatakan bahwa huruf baa’ tidak mengandung makna “parsial”,
dan ini tidak dikenal dalam bahasa Arab, dan tidak ada ahli bahasa yang menyebutkan bahwa
diantara makna-makna yang dikandung huruf baa’ adalah untuk parsial. Akan tetapi
kenyataannya ternyata banyak ahli bahasa yang menetapkan makna ini (huruf baa’ memberi
makna faedah parsial) diantaranya adalah Al-Ashma’i dan ulama Kufiyiin (lihat Al-Bahr Al-
Muhiith fi Ushuul Al-Fiqh li Az-Zarkasyi 2/15-16).
Ternyata juga setelah diamati ada bukti yang tegas bahwasanya Al-Imam Asy-Syafi’i
menyatakan bahwa huruf baa’ memberi faedah “parsial”. Dan penisbatan hal ini kepada Al-
Imam Asy-Syafi’i merupakan kekeliruan sebagaimana dijelaskan oleh Az-Zarkasy (Al-
Bahrul Al-Muhiith (2/15). Bahkan jika kita kembali kepada kitab Al-Umm kita akan dapati
bahwasanya Asy-Syafi’i berkata :
‫س َح شيئا من َرأْ ِس ِه‬
َ ‫سنَّةُ على ذلك فَ َم ْعنَى ْاْليَ ِة أ َ َّن َمن َم‬ ْ َّ‫الرأْ ِس ُك ِل ِه وإذا دَل‬
ُّ ‫ت ال‬ َّ ‫سنَّةُ على أ َ ْن ليس على ْال َم ْر ِء َم ْس ُح‬ ْ َّ‫َودَل‬
ُّ ‫ت ال‬
ُ‫أَجْ زَ أَه‬
“Sunnah menunjukkan bahwasanya tidak wajib bagi seseorang untuk mengusap seluruh
kepalanya, dan jika sunnah telah menunjukkan demikian maka makna ayat adalah barang
siapa yang mengusap sesuatupun dari kepalanya maka sudah cukup/sah) (lihat Al-Umm 1/26)
Yang dimaksud dengan sunnah oleh Al-Imam Asy-Syafi’i di sini adalah hadits tentang Nabi
yang berwudu dengan mengusap ubun-ubun beliau saja tatkala beliau memakai sorban.
ْ dalam firman Allah
– Beliau dikritik karena menafsirkan kata “‫”العَ ْو ُل‬
(٣) ‫ذَلِكَ أَدْنَى أَال تَعُولُوا‬
“Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS An-Nisaa :3).
Beliau tafsirkan dengan “‫ْال ِعيَا ِل‬ ُ‫” َكثْ َرة‬ (banyaknya anak).
Tafsiran Asy-Syafi’i ini diingkari dengan keras oleh Ibnul ‘Arobi yang bermadzhab Maliki,
dan menyatakan bahwa tidak ada ahli bahasa yang berpendapat dengan pendapat Asy-Syafi’i
(lihat Ahkaamul Qur’an li Ibnil ‘Arobi 1/411). Akan tetapi perkataan Ibnul ‘Arobi ini telah
dibantah oleh para ulama. Makna tersebut ternyata telah disebutkan oleh Al-Kisaai dan Al-
Farroo’ (lihat Al-Haawi fi Fiqh Asy-Syaafi’i 11/415 dan Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzab
16/125). Bahkan Al-Qurthubi yang juga bermadzhab Malikiyah telah membantah perkataan
Ibnul ‘Arobi dengan menjelaskan bahwa tafsiran Asy-Syafi’i bukanlah tafsiran yang baru,
telah mendahului beliau dua imam besar yaitu Zaid bin Aslam dan Jaabir bin Zaid (lihat
Tafsiir Al-Qurthubi 5/21-22)
KEDUA : Sya’ir-sya’ir beliau yang istimewa
Al-Imam Asy-Syafi’i tidak banyak menulis sya’ir-sya’ir, akan tetapi sya’ir-sya’ir
beliau sederhana mudah dipahami dan mengandung makna yang sangat dalam. Meskipun ada
sya’ir-sya’ir para ulama bahasa yang lain yang lebih nampak ketinggian bahasanya dalam
sya’ir-sya’ir mereka akan tetapi ternyata kesohoran sya’ir-sya’ir Asy-Syafi’i lebih besar
karena kandungan makna yang dalam dengan penggunaan kata-kata yang sederhana.
Diantara sya’ir-sya’ir beliau ;
َ ‫فس ما‬
ْ َ‫طمع‬
ُ‫ت تهون‬ َّ ** ‫امعي فأرحْ تُ نَ ْفسي‬
َ َّ‫فإن الن‬ ِ ‫ط‬َ ‫أ َمتُّ َم‬
Aku bunuh sifat tamak yang ada pada diriku, maka akupun menenangkan diriku
Karena jiwa kapan ia tamak maka rendahlah jiwa tersebut
ُ‫عرض مصون‬
ٌ ‫َوأَحْ َييْتُ القُنُوع َو َكانَ َميْتا ً ** ففي إحيائ ِه‬
Dan aku hidupkan sifat qona’ah pada diriku yang tadinya telah mati….
Maka dengan mengidupkannya harga dirikupun terjaga…
ُ‫ب عب ٍد ** َعلَتْهُ َم َهانَةٌ َو َعالَهُ هُون‬
ِ ‫إذا طم ٌع يح ُل بقل‬
Jika sifat tamak telah menetap di hati seorang hamba….maka ia akan didominasi oleh
kehinaan dan dikuasai kerendahan
Beliau berkata :
‫نَعِيبُ زمانَنا والعيبُ ِفيْنا *** َوما ِلزَ مانِنا َعيْبٌ ِسوانا‬
“Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita sendiri…
Dan zaman kita tidaklah memiliki aib/celaan kecuali kita sendiri”
Beliau berkata :
ِ ‫لَ َّما َعفَ ْوتُ َولَ ْم أحْ ِقدْ َعلَى أ َح ٍد ** أ َ َرحْ تُ نَ ْفسِي ِم ْن َه َّم ْالعَدَ َاوا‬
‫ت‬
Tatkala aku memaafkan maka akupun tidak membenci seorangpun…
Akupun merilekskan diriku dari kesedihan dan kegelisahan (yang timbul akibat) permusuhan
َّ ‫إنِي أ ُ َح ِيي َعد ُِوي ع ْندَ ُرؤْ يَتِ ِه ** ِِلَدْفَ َع ال‬
ِ ‫ش َّر َعنِي ِبالتَّ ِحيَّا‬
‫ت‬
Aku memberi salam kepada musuhku tatkala bertemu dengannya…untuk menolak keburukan
dariku dengan memberi salam
‫ت‬ ْ ‫ان أ ُ ْب ِغضهُ ** َك َما‬
ِ ‫إن قدْ َحشَى قَ ْلبي َم َحبَّا‬ ِ ‫س‬ ْ ُ ‫وأ‬
ِ ‫ظ ِه ُر ْالبِ ْش َر ِل‬
َ ‫إل ْن‬
Aku menampakkan senyum kepada orang yang aku benci… sebagaimana jika hatiku telah
dipenuhi dengan kecintaan
ِ ‫ْال َم َودَّا‬
‫ت‬ ْ َ‫ق‬
‫ط ُع‬ ‫ا ْعتِزَ ا ِل ِه ُم‬ ‫َوفِي‬ ** ‫قُ ْربُ ُه ُم‬ ِ َّ‫الن‬
‫اس‬ ‫َودَا ُء‬ ‫دا ٌء‬ ُ َّ‫الن‬
‫اس‬
Orang-orang adalah penyakit, dan obat mereka adalah dengan mendekati mereka… dan sikap
menjauhi mereka adalah memutuskan tali cinta kasih
Beliau berkata :
‫ـر الليالي‬
َ ‫س ِه‬
َ ‫لب العُال‬
َ ‫ط‬َ ‫و َم ْن‬.… ‫بقَد ِْر الك ِد تُكت َ َسبُ ال َمعَــالي‬
Ketinggian diraih berdasarkan ukuran kerja keras…
Barang siapa yang ingin meraih puncak maka dia akan begadang
ِ َ‫طـل‬
‫ب ال ُم َحا ِل‬ َ ‫مر في‬
َ ُ‫ع الع‬ َ ‫أ‬..… ‫َير كَـ ٍد‬
َ ‫ضا‬ َ ‫و َم ْن‬
ِ ‫رام العُلى ِمن ْغ‬
Barang siapa yang mengharapkan ketinggian/kemuliaan tanpa rasa letih…
Maka sesungguhnya ia hanya menghabiskan usianya untuk meraih sesuatu yang mustahil…
َ َ‫طل‬
‫ب الآللي‬ ُ ُ‫ َيغ‬..… ً‫ت َُرو ُم ال ِع َّز ثم ت َنا ُم لَيـال‬
َ ‫وص البَحْ َر َمن‬
Engkau mengharapkan kejayaan lantas di malam hari hanya tidur aja??
Orang yang yang mencari mutiara harus menyelam di lautan…
Beliau berkata :
َ ‫َل ْال َه َّم َعنِي يَا‬
ُ‫س ِع ْيد‬ ْ َ ‫إِذَا أ‬
ِ ‫صبَحْ تُ ِع ْندِي قُ ْوتُ يَ ْو ٍم … فَخ‬
Jika di pagi hari dan aku telah memiliki makanan untuk hari ini…
Maka hilangkanlah kegelisahan dariku wahai yang berbahagia
ُ ‫َوالَ ُهت َْخ‬
ُ‫ط ْر ُم ْو ُم َغ ٍد ِب َبا ِلي … فَإ ِ َّن َغدًا لَهُ ِر ْز ٌق َج ِد ْيد‬
Dan tidaklah keresahan esok hari terbetik di benakku….
Karena sesungguhnya esok hari ada rizki baru yang lain
ُ‫س ِل ُم إِ ْن أَ َرادَ هللاُ أ َ ْمرا ً … فَأَتْ ُركُ َما أ ُ ِر ْيدُ ِل َما ي ُِر ْيد‬
َ ُ‫أ‬
Aku pasrah jika Allah menghendaki suatu perkara…
Maka aku biarkan kehendakku menuju kehendakNya
KETIGA : Tegar Di Atas Sunnah dan Memerangi Bid’ah
ِ ‫َاص ُر ْال َح ِد ْي‬
Al-Imam Asy-Syafi’i digelari dengan ‫ث‬ ِ ‫“ ن‬Penolong hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam”. Pengagungan beliau terhadap sunnah-sunnah Nabi sangatlah nampak.
Karenanya beliau sering berdebat dengan ahlul bid’ah dan mematahkan hujjah-hujjah
mereka. Demikian juga di Baghdad adanya sikap mendahulukan ro’yu (pendapat) dari pada
sunnah-sunnah Nabi, sehingga sunnah-sunnah Nabi ditolak dengan berbagai metode. Al-
Imam Asy-Syafi’i datang dan membantah dan mematahkan pemikiran yang menyimpang
tersebut. Akan datang penjelasan yang lebih dalam tentang bantahan Al-Imam Asy-Syafi’i
terhadap ahlul bid’ah.
KEEMPAT : Kharismatik Al-Imam Asy-Syafi’i
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah memiliki kharismatik dan daya tarik yang luar
biasa, hingga ulama-ulama besar yang ada di Baghdad tertarik dengan beliau dan belajar
kepada beliau. Seperti Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Tsaur yang masing-masing
ternyata memiliki madzhab tersendiri, akan tetapi mereka belajar kepada Al-Imam Asy-
Syafi’i dan sangat mencintai dan mengagungkan Al-Imam Asy-Syafi’i. Abu Tsaur pernah
ditanya :
“Manakah yang lebih faqih, Asy-Syafi’i ataukah Muhammad bin Al-Hasan?”. Dan
Muhammad bin Al-Hasan adalah guru Al-Imam Asy-Syafi’i, beliau menimba ilmu darinya
tatkala beliau menetap di Baghdad.
Akan tetapi apa jawaban Abu Tsaur??. Beliau berkata :
‫واِلسود‬ ،‫وعلقمة‬ ،‫وإبراهيم‬ ،‫وحماد‬ ،‫حنيفة‬ ‫وأبي‬ ،‫يوسف‬ ‫وأبي‬ ،‫محمد‬ ‫من‬ ‫أفقه‬ ‫الشافعي‬
“Asy-Syafi’i lebih faqih dari pada Muhammad bin Al-Hasan dan juga Abu Yusuf
(Muhamamad bin Al-Hasan dan Abu Yusuf adalah murid senior Abu Hanifah-pen), dan lebih
faqih dari Abu Hanifah, dan juga lebih faqih dari Hammad (gurunya Abu Hanifah-pen), dan
lebih faqih dari Ibrahim (gurunya Hammad-pen), dan lebih faqih daripada ‘Alqomah
(gurunya Ibrahim-pen), dan lebih faqih daripada Al-Aswad (gurunya ‘Alqomah)”
(Mukhtashor Taarikh Dimasyq 6/434)
Padahal Abu Tsaur dahulunya mengikuti madzhab Ahlu Ro’yi di Baghdad sebelum
datangnya Al-Imam Asy-Syafi’i. Jawaban Abu Tsaur ini menunjukkan kecintaan yang sangat
dalam kepada Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah.
Lihatlah bagaimana cintanya Al-Imam Ahmad kepada gurunya Asy-Syafi’i, sehingga beliau
pernah berkata :
‫ي‬
ُّ ‫شافِ ِع‬ َ ‫ِستَّةٌ أَدْعُوا لَ ُه ْم‬
َّ ‫ أَ َحدُ ُه ْم ال‬،ً‫سحرا‬
“Enam orang yang aku mendoaakan mereka di waktu sahur (sebelum subuh), salah satunya
adalah Asy-Syafi’i” (Taariikh Al-Islaam li Adz-Dzhabi 14/312)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal terlalu sering mendoakan Asy-Syafi’i, sampai-sampai anak
beliau Abdullah bertanya kepada beliau :
ُ‫اء لَه‬
ِ ‫س ِم ْعتُكَ ت ُ ْك ِث ُر ِمنَ الدُّ َع‬
َ ‫ي فَإِنِي‬ ُّ َ ‫ أ‬،‫َيا أ َ َب ِة‬
َّ ‫ي َر ُج ٍل َكانَ ال‬
ُّ ‫شا ِف ِع‬
“Wahai ayahanda, siapakah Asy-Syafi’i itu, aku mendengarmu banyak mendoakannya?”.
Al-Imam Ahmad menjawab :
ِ َّ‫ َوك َْالعَافِيَ ِة ِللن‬،‫ش ْم ِس ِللدُّ ْنيَا‬
‫ فَ َهل ِل َهذَي ِْن ِم ْن َخلَفٍ ؟‬،‫اس‬ َّ ‫ي كَال‬ َّ ‫ َكانَ ال‬،‫ي‬
ُّ ‫شافِ ِع‬ َّ َ‫يَا بُن‬
“Wahai putraku, Asy-Syafi’i seperti matahari bagi dunia, seperti keselamatan bagi manusia,
maka apakah ada pengganti bagi kedua kenikamatan ini?” (Taarikh Al-Islaam 14/312)
Karena ilmu dan dakwah Al-Imam Asy-Syafi’i diterima oleh masyarakat dan para
ulama secara luas maka munculah orang-orang yang tidak suka kepada beliau. Diantara
mereka adalah salah seorang ulama bermadzhab Maliki yang bernama Asyhub. Tatkala Al-
Imam Asy-Syafi’i datang ke Mesir beliau tidak bertemu dengan murid-murid Imam Malik
kecuali dua orang yaitu Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim dan Asyhub.
Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim berkata :
ِ ‫شافِ ِعي بِ ْال َم ْو‬
َّ ‫ت فَذَك َْرتُ ذَلِكَ ِلل‬
‫شافِ ِعي‬ َّ ‫س ُج ْو ِد ِه يَدْعُو َعلَى ال‬ َ ‫س ِم ْعتُ أ َ ْش ُه‬
ُ ‫ب فِي‬ َ
“Aku mendengar Asyhub dalam sujudnya mendoakan agar Asy-Syafi’i meninggal. Maka
akupun menyebutkan hal tersebut kepada Asy-Syafi’i”
Dalam riwayat yang lain Asyhub berdoa :
َ ‫ي فَإِنَّكَ ِإ ْن أَ ْبقَ ْيتَهُ اِ ْندَ َر‬
ٍ‫س َم ْذهَبُ َمالِك‬ ِ ‫اللَّ ُه َّم أَ ِم‬
َّ ‫ت ال‬
َّ ‫شافِ ِع‬
“Ya Allah matikanlah Asy-Syafi’i, karena kalau Engkau membiarkannya hidup maka akan
punah madzhab Imam Malik”
Maka Al-Imam Asy-Syafi’i heran dengan hal ini, lalu ia berkata dengan menyebut sya’ir :
َ َ‫فَ ِت ْلك‬
‫سبِ ْي ٌل لَ ْستُ فِ ْي َها بَأ َ ْو َح ِد‬ ْ ‫ت َ َمنَّى ِر َجا ٌل أَ ْن أ َ ُم ْوتَ َوإِ ْن أَ ُم‬
‫ت‬
Beberapa lelaki berangan-angan kematianku, dan jika akupun mati….
Maka (kematian) itu adalah jalan yang tidak ditempuh oleh aku sendirian…
‫قَ ِد‬ ‫فَ َكأ َ ْن‬ ‫ِمثْ ِل َها‬ ‫ِِل ُ ْخ َرى‬ ْ‫ت َزَ َّود‬ ‫ضى‬
َ ‫َم‬ ‫الَّذِي‬ َ َ‫ِخال‬
‫ف‬ ‫يَ ْب ِغي‬ ‫ِللَّذِي‬ ‫فَقُ ْل‬
Maka katakanlah kepada orang yang menginginkan berbedanya apa yang telah berlalu…
Hendaknya engkau berbekal untuk menghadapi kematian yang semisalnya maka seakan-akan
ia telah datang…
Maka setelah itu Al-Imam Asy-Syafi’i pun meninggal, dan tidak lama kemudian sekita 18
hari atau sebulan Asyhub pun meninggal dunia.
(lihat : Taarikh Dimasyq 51/428, Siyar A’laam An-Nubalaa 10/72, Al-Waafi bil Wafayaat
9/165)
KELIMA : Inovasi Spektakuler
Diantara keistimewaan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah beliau telah menyusun
sebuah kitab istimewa yang berjudul Ar-Risaalah, yang kitab ini merupakan kitab pertama
yang ditulis tentang kaidah-kaidah ushul fiqh. Beliau menulis buku tersebut atas permintaan
Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah. Beliau menulis surat kepada Asy-Syafi’i –dan tatkala
itu Asy-Syafi’i masih muda belia- agar Asy-Syafi’i membuat sebuah buku yang mencakup
makna-makna Al-Qur’an dan mencakup ilmu-ilmu hadits, hujjahnya ijmak, serta nasihk dan
mansukh dari Al-Qur’an dan hadits. Maka Al-Imam Asy-Syafi’i lalu menyusun kitab Ar-
Risaalah. Maka Abdurrahman bin Mahdi berkata :
َّ ‫صالَةً إِالَّ َوأَنَا أَدْعُو ِلل‬
‫شافِ ِعي فِ ْي َها‬ َ ُ ‫َما أ‬
َ ‫ص ِلي‬
“Tidaklah aku sholat kecuali aku mendoakan Asy-Syafi’i dalam sholatku tersebut” (Tariikh
Baghdaad 2/64-65)
Demikian pula halnya dengan kitab Al-Umm yang disusun oleh Al-Imam Asy-Syafi’i
sebagai kitab fikih yang disusun dengan penyusunan bab-bab fikih yang luar biasa, sehingga
memudahkan para murid beliau untuk belajar dengan baik. Dengan demikian Al-Imam Asy-
Syafi’i telah menyusun kitab tentang ushul fikih dan juga menyusun kitab tentang penerapan
ushul fikih tersebut dalam kitab fikih beliau yaitu Al-Umm.
Diantara keistimewaan beliau juga adalah beliau telah belajar dari dua madrosah, madrosah
Hadits (yang dalam hal ini diwakili oleh Imam Malik yang merupakan guru beliau) dan
madrosah Ar-Ro’yu (yang dalam hal ini diwakili oleh Muhammad bin Al-Hasan Asy-
Syaibaani yang juga merupakan guru beliau). Maka Al-Imam Asy-Syafi’i menggabungkan
kebaikan dari dua madrosah ini sehingga jadilah madzhab beliau madzhab yang kokoh
TUGAS AGAMA
BIOGRAFI IMAM SYAFI’I

Disusun Oleh :
NAMA : INDRAWAN WAHYU P
KELAS : VIII A
NO : 14

SMP NEGERI 1 KARANGMALANG


TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai