Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Intoksikasi (racun) adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan
pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja
yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat
pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa maupun
akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan maka untuk dapat
menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai keracunan tersebut.

Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat
terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak semestinya atau
rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu,
bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan karbon monoksida. Gas
karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak menimbulkan
iritasi, yang membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas
di akhir bab ini.

Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada
kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak
menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak
semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman,
pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga.
Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa, lansia dapat
menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu, keracunan dapat terjadi di
lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan diberikan tidak sebagaimana mestinya.
Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan
jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan atau
intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan. Keracunan
karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti jika [ecandu heroin
tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi intoksikasi yang diakibatkan oleh zat kimia, gigitan ular
dan serangga serta karena gas?
2. Apakah tanda dan gejala dari intoksikasi tersebut?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
intoksikasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mempelajari patofisiologi akibat intoksikasi.
2. Menjelaskan tanda dan gejala intoksikasi.
3. Mengetahui cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
intoksikasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Intoksikasi
Prallethrin adalah turunan struktural piretrin yang terbentuk secara alami.
Pyrethrin adalah ekstrak dari bunga Krisan cinerarilifolium dan kuat terhadap serangga.
Namun, penggunaannya dibatasi oleh biodegradabilitasnya yang cepat. Peningkatan
profil potensi dan toksisitas disebabkan oleh modifikasi struktural. Mekanisme toksisitas
piretroid sangat kompleks. Efek utama mereka adalah pada saluran natrium dan klorida.
Pyrethroids memodifikasi karakter gating dari saluran sodium yang peka terhadap
tegangan untuk menunda penutupannya. Masuknya natrium yang berkepanjangan
(disebut sebagai arus ekor natrium) menghasilkan, jika cukup besar atau panjang,
menurunkan ambang potensial aksi dan menyebabkan penembakan berulang, yang
mungkin merupakan mekanisme paresthesia. Pada konsentrasi yang relatif tinggi,
piretroid juga dapat bertindak pada saluran klorida yang dipagari GABA, yang mungkin
bertanggung jawab atas kejang
Intoksikasi (racun) adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Intoksikasi sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Beberapa contoh intiksikasi(racun) antara lain keracunan obat dan zat kimia, gigitan ular
dan serangga, dan keracunan gas.
B. Etiologi
Dapat menyebabkan :
a. Kejang/ epilepsi
b. Edema paru

3
C. Penatalaksanaan
a. Bilas Lambung.
b. Pemberian Atropin
c. Pemberian obat simtomatik
d. lakukan pemantauan

4
D. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. PENGKAJIAN
1. Primary Survery
a) Airway and cervival control
b) Breathing and ventilation
c) Circulation and hemorrhage control
d) Disability
e) Exposure and Environment

a. Pengkajian secara tepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara nafas yang
mengganggu
b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan
menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary
refill kurang dari 3 detik.
b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan
penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
a. Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar spine jika
injuri kurang dri 48 jam.
b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang
belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien pada
posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk
pemberian bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat
akibat trauma pada pasien.
b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric.
c. AVPU

5
A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon
terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.

V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi, tidak


berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat.

P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara
tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.

U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka jenis


perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda paksa, berdasar kan
penilaian :

A : Airway jalan nafas terkontrol servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi cegah


hipotermia.

Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna
perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan jalan
nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya yulag servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapat dilakukan Chin lift atau jaw thrust. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang
bila biomekanika trauma mendukung.

6
Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai
immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk sementara,
maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal
dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas, maka sesuai BHD.

2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi
yang baik dari paru, dinding dada dan difragma. Setiap komponen ini
harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan
dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi. Perlakuan yang
baik mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah
pneumotoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumotoraks
dan hemotoraks-masif.
3. Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit. Suatu keadaan hipotensi harus disebabkan oleh hipovolemik,
sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik yakni
kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (
walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah
banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan
ektremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia.sebaliknya
wajah pucat keabu abuan dan kulit ekremitas yang pucat,
merupakan tanda tanda hipovolemia. Bila memang disebabkan

7
hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% dari volume darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat,
kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volomia.
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
namun harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya.
Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda tanda
gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi arteri
sentral.
b. Control perdarahan

Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan


eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit
terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya untuk dapat
dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet.
Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak
jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh darah.
Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur atau
sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan
besar yang tidak terlihat.

4. Disability

Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis


ecara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan


kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Penurunan kesadaran dapat
menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan perfusi,
ventilasi dan oksigen.

Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran


penderita. Walaupun sudah demikian bila disingkirkan kemngkinan
hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka
trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti
sebaliknya.

8
5. Exposure/ Kontrol Lingkungan
Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat membuka
pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan pemeriksaan toraks
fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk
evaluasi.

2. Secondary survey
a. Focus assessment
b. Head to toe assessment
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan dari
penderita stabil.
Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda tanda
vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah stabil.

B. Diagnose Keperawatan
1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Tidak efektifnya jalan nafas
c. Resiko respirasi
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan

C. Perencanaan
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust atau chin lift
dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai
naso-pharyngeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan
dapat dipakai oroparingeal airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas pada
penderita yang airway terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi
akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik oral maupun
nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap servikal. Surgical airway
dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin karena kontraindikasi atau
karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita

9
trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan
fas mask.
3. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang
dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada
lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer laktat.
Bila tidak ada respon dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah segolongan.
Pemberian vasopressor steroid atau Bic Nat tida diperkenankan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan hemodinamik
penderita.
b. Kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi
lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Darah dalam
lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau
perlukaan lambung. Bila lamina fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung
harus dipasang melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam rongga
torak.
5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan
darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita:
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah
posisipada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara kolorigrafi kadar
saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini merupakan
indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma.
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah
survey primer dilakukan.

D. Pelaksaan
1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic

E. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil

10
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis

11
Daftar Pustaka
 Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
 Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
 Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info Media

12

Anda mungkin juga menyukai