Anda di halaman 1dari 56

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL

DALAM SEDIAAN KAPLET

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

Tugas Akhir
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Uji Kompetensi
Sekolah Menengah Kejuruan Analis Kimia Tunas Harapan

Oleh :

Zeffa Aprilasani
432

SMK Analis Kimia Tunas Harapan


Jl. Bendera Raya Intisari III Kalisari Pasar Rebo
JAKARTA TIMUR
November 2007
KATA PENGANTAR

Laporan Pengalaman Kerja Lapangan di GlaxoSmithKline ini disusun


sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir SMK Analis Kimia Tunas
Harapan dan juga sebagai hasil dari Prakerin yang telah dilaksanakan terhitung
sejak 02 Juli 2007 sampai dengan 31 Agustus 2007.
Adapun garis besar laporan ini berisi pendahuluan, struktur organisasi,
tinjauan pustaka, metode analisis, hasil pembahasan dan simpulan saran.
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan Prakerin ini. Ucapan terima kasih saya
haturkan untuk :
1. Seluruh kelurga besar atas dukungan yang selalu tercurah untuk saya.
2. Bapak Eddy Jusuf selaku Kepala SMK Analis Kimia Tunas Harapan beserta
seluruh staf atas bimbingannya selama mengikuti pendidikan.
3. Bapak Arsil Hadjar selaku mantan Manager Quality Assurance
GlaxoSmithKline atas kesempatan yang telah diberikan pada saya untuk
melaksanakan prakerin di QA/QC GlaxoSmithKline.
4. Ibu Yeti Kartika sobarin selaku Manager Quality Assurance GlaxoSmithKline.
5. Ibu Intan Maulina selaku Pharmacist Quality Assurance GlaxoSmithKline.
6. Ibu Niken selaku pembimbing di sekolah yang telah memberi arahan pada
saya dalam pembuatan laporan.
7. Bapak Iman Susantyo selaku pembimbing di GlaxoSmithKline atas segala
ilmu, bantuan, dan bimbingannya selama saya melaksanakan prakerin .
8. Ibu Pupu Kurniasih, Bapak Iwan Hirawan, Bapak Fajar, & Mba Ariyani.
9. Mas Ihsan, Mas Mursid, Mas Gofur, & mas Maulana atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan selama saya melaksanakan prakerin.
10. Mas Hepy Yuliana (analis QA GSK) atas kebaikan & bantuan nya pada saya
saat melaksanakan prakerin, maupun dalam pembuatan laporan.
11. Ari Widiarti, Eka Prastika, Desy, Izul, Arie, Yasin, Teguh, dan seluruh teman-
teman seperjuangan yang selalu menemani dalam suka maupun duka…
Saya sebagai penyusun, menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna.
Maka saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya saya berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi saya pribadi,
maupun adik kelas, pembaca dan dunia pendidikan.

Jakarta, November 2007


Penyusun,

(Zeffa Aprilasani)

DAFTAR ISI
Lembar persetujuan ...................................................................................
Lembar pengesahan ...................................................................................
Kata pengantar............................................................................................ i
Daftar isi..................................................................................................... iii
Daftar gambar............................................................................................... v
Daftar tabel................................................................................................... v
Daftar Lampiran............................................................................................ v

Bab I Pendahuluan
I.1.Latar Belakang Prakerin..................................................................….. 1
I.2.Tujuan Prakerin..................................................................................... 2
I.3.Tujuan Analisis Bahan............................................................................ 2
I.4.Tujuan Penulisan Laporan................................................................…. 2

Bab II Insitusi Perusahaan


II.1. Sejarah Singkat Perusahaan ................................................................ 3
II.2. Struktur Organisasi Perusahaan.......................................................... 6
II.3. Administrasi Laboratorium.................................................................. 9
II.4. Jenis Produk......................................................................................... 16

Bab III Tinjuan Pustaka


III.1. Obat................................................................................................... 17
III.2. Proses Produksi Sediaan Kaplet........................................................ 20
III.3. Deskripsi Pengelompokan Komoditas............................................... 23
III.4. Uraian Tentang Parasetamol.............................................................. 25
III.5. Teori Alat Instrumen.......................................................................... 29

Bab IV. Bahan dan Metode


IV.1. Penetapan Kadar Parasetamol Menggunakan Spektrofotometer........ 37
IV.2. Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi.......................... 39
IV.3. Penetapan Uji Fisika Produk Parasetamol.......................................... 41

Bab V Hasil dan Pembahasan


V.1. Hasil................................................................................................... 44
V.2. Pembahasan........................................................................................ 46

Bab VI. Kesimpulan dan saran


VI.1. Kesimpulan.......................................................................................... 47
VI.2. Saran.................................................................................................... 48

Daftar Pustaka................................................................................................ 49

DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1. Proses Waste Water Treatment Plant (WWTP).................. 15
Gambar III.2. Struktur Kimia Parasetamol................................................. 25
Gambar III.3. Diagram Kotak Spektrofotometer....................................... 30
Gambar III.4. Dispersi cahaya oleh prisma................................................ 31
Gambar III.5. Skema Spektrofotometer single beam................................. 33

DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Hasil Penetapan Kadar Parasetamol
Menggunakan Spektrofotometer............................................ 44
Tabel 5.2. Hasil Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi...... 45
Tabel 5.3. Hasil analisis Penetapan Uji Fisika Produk Parasetamol........ 46

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi GlaxoSmithKline Indonesia ............. 50
Lampiran 2 . Denah Lokasi GlaxoSmithKline Indonesia.......................... 51
Lampiran 3. Alur Bahan Baku..................................................................... 52
Lampiran 4. Alur Produk Ruahan Sediaan Kaplet....................................... 53
Lampiran 5. Alur Produk Ruahan Yang Ditolak.......................................... 54
Lampiran 6. Data Hasil Penetapan Kadar Parasetamol Menggunakan
Spektrofotometer UV Visible.................................................. 55
Lampiran 7. Data Hasil Penetapan Kadar Parasetamol dengan
Uji Disolusi (Menggunakan Spektrofotometer UV Visible)... 56
Lampiran 8. Gambar Basket pada Alat Disolusi.......................................... 57
Lampiran 9. Gambar Dayung pada Alat Disolusi ....................................... 58
Lampiran 10. Gambar Alat Spektrofotometer UV Visible Shimadzu 1601... 59
Lampiran 11. Gambar Alat Disolusi SR-8 plus Hanson Research................. 60
Lampiran 12. Gambar Alat Uji Fisika............................................................ 61
Lampiran 13. Gambar Neraca Analitik Mettler Toledo XS 205.................... 62

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Prakerin


Pengetahuan dan keterampilan yang menjurus pada satu bidang pekerjaan
yang diperoleh melalui pendidikan kejuruan, secara khusus memerlukan media
yang bersifat melatih penerapannya dan memperjelas fungsi yang sebenarnya. Hal
ini berkaitan dengan tuntutan agar secara langsung dapat menerapkan teori-teori
dan praktik-praktik yang telah dikuasai sebagai pengetahuan yang dapat
bermanfaat bagi orang banyak. Pengetahuan dan keterampilan analis kimia
merupakan salah satu bidang ilmu yang pendidikannya memerlukan pendekatan
pada fungsi sesungguhnya di tengah masyarakat. Media yang diprogramkan untuk
hal tersebut adalah Praktik Kerja Industri (PRAKERIN). Pelaksanaan Prakerin
tidak terbatas pada praktik laboratorium saja tetapi juga praktik pengenalan
lingkungan kerja yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, Judul yang diperoleh penulis adalah “Penetapan
Kadar Parasetamol dalam Sediaan Kaplet”. Dalam proses produksi
memungkinkan terjadinya kesalahan, sehingga perlu dilakukan analisa terhadap
produk ruahan. Atas dasar itulah, dilakukan analisis kadar Parasetamol dalam
produk ruahan yang bertujuan untuk menyesuaikan kadar Parasetamol dalam
produk dengan limit kadar yang telah ditetapkan oleh QA Departement. Sehingga
dapat diketahui apakah produk ruahan tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi
produk jadi atau tidak.

I.2. Tujuan Praktek Kerja Industri


Adapun tujuan dari Praktik Kerja Industri, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai
bekal kerja yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
2. Mengembangkan dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan siswa
dalam rangka memasuki lapangan kerja.
3. Meningkatkan wawasan siswa pada aspek profesional dalam dunia kerja
antara lain struktur organisasi, disiplin, lingkungan kerja, dan sistem kerja.
4. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal teknologi baru khususnya
penggunaan instrumen kimia analisis yang modern, dibandingkan dengan
fasilitas yang tersedia di sekolah.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membiasakan diri dengan
suasana kerja yang sebenarnya.
6. Memperkenalkan fungsi dan tugas analis kimia kepada lembaga-lembaga
penelitian dan perusahaan industri serta memberikan peluang penempatan
dan meningkatkan kerjasama antara sekolah dengan institusi perusahaan.

I.3. Tujuan Analisis Bahan


Analisa yang dilakukan terhadap produk bertujuan untuk:
1. Agar siswa prakerin dapat menganalisa kandungan zat aktif Parasetamol
dalam produk Parasetamol sediaan kaplet sesuai dengan metode dan
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.
2. Melindungi konsumen dari bahaya over dosis dan keracunan obat.
3. Menyesuaikan kadar Parasetamol yang di analisis dengan limit yang di
tetapkan, baik oleh BPOM maupun oleh QA Departement sehingga dapat
diketahui apakah produk yang di produksi layak dipasarkan.

I.4. Tujuan Penulisan Laporan


Hasil pelaksanaan Praktik Kerja Industri dituangkan dalam bentuk laporan
yang tujuannya adalah :
1. Memantapkan siswa dalam memahami dan mengembangkan ilmu yang
didapat dari tempat siswa melaksanakan prakerin.
2. Siswa mampu mencari alternatif lain dalam pemecahan masalah analisis
kimia lebih luas dan mendalam serta mengapresiasikan wawasannya dalam
bentuk karya tulis.
3. Menambah koleksi perpustakaan sekolah, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan bagi diri penulis, adik kelas, maupun bagi peminat lainnya.

BAB II
INSTITUSI PERUSAHAAN
II.1. Sejarah Singkat Perusahaan
GlaxoSmithKline (GSK) merupakan perusahaan multinasional yang berbasis
pada riset yang memiliki keunggulan dibidang penelitian, pengembangan,
kekuatan pemasaran, dan keuangan. Selain itu, GlaxoSmithkline adalah satu-
satunya perusahaan farmasi yang mengatasi tiga penyakit utama yang di
identifikasi oleh World Health Organization, yaitu HIV/AIDS, Tuberculosis, dan
malaria. GlaxoSmithkline terdapat di 117 negara dengan jumlah karyawan lebih
dari 100,000 jiwa. Dan lebih dari 15,000 jiwa tim peneliti. GlaxoSmithkline
memonitoring lebih dari 65 juta senyawa setiap tahun dalam penelitiannya
terhadap obat baru. Dan memproduksi hampir 4 milyar pack obat-obatan dan
produk kesehatan. Serta mensuplai seperempat dari vaksin di seluruh dunia.
Terdapat beberapa produk yang menjadi unggulan dalam keberhasilan program
pemasaran GlaxoSmithKline. Yaitu empat diantara lima kelas terapeutik utama di
dunia ; anti infeksi, Susunan Saraf Pusat/SSP (Central Nervous System, CNS),
saluran nafas (respiratory), dan saluran cerna (gastrointestinal), selain itu
didukung pula oleh keberhasilan produk vaksin, dan beberapa produk dibidang
perawatan oral seperti perawatan gigi serta minuman kesehatan bernutrisi.
GlaxoSmithKline merupakan gabungan 2 perusahaan farmasi yaitu Glaxo
Wellcome dan SmithKline Beecham. Masing-masing perusahaan memiliki sejarah
perkembangan yang panjang.
SmithKline Beecham, dimulai dari SmithKline dan Company merupakan
rumah grosir obat terbesar di Philadelphia pada tahun 1890. Yang kemudian
berkembang dengan pesat setelah bergabung dengan beberapa perusahaan lain,
serta ditemukannya obat saraf Eskay’s Neurophosphates, kapsul lapas lambat, obat
cold dan flu, dan obat tukak lambung (tagment). SmithKline and Co lantas
mengalami beberapa proses penggabungan dengan Beecham yang didirikan tahun
1842. Beecham menjadi besar karena akusisi serta berdirinya laboratorium riset
(Beecham Research Laboratories), dan pada akhirnya menemukan antibiotik
amoxilin dan augmentin. Demi meningkatkan efisiensi kerja, pada tanggal 26 juli
1989 dilakukan penggabungan antara SmithKline Beecham dan Beecham Group
menjadi Smithkline Beecham, kemudian SmithKline Beecham mengakusisi
Sterling Health.
Glaxo Wellcome sebelumnya terdiri dari gabungan 2 perusahaan besar,
yaitu Glaxo dan Burroughs Wellcome. Glaxo berasal dari produksi susu dan
mentega, yang kemudian berkembang dengan ditemukannya streptomycin dan
vitamin B12. Sementara Burroughs Wellcome terbentuk pada tahun 1818, terkenal
dengan produknya digoxin dan polymixin. Tahun 1995 Glaxo dan Burroughs
bergabung menjadi Glaxo Wellcome.

Penggabungan Glaxo Wellcome dan SmithKline Beecham terjadi pada


tanggal 27 Desember 2000 menjadi GlaxoSmithKline, sedangkan di Indonesia
baru dilakukan pada tanggal 8 Januari 2001. GlaxoSmithKline secara Legal Entity
masih terdapat di 3 perusahaan, yaitu PT. Sterling Product Indonesia, PT.
SmithKline Beecham, dan PT. Glaxo Wellcome Indonesia. Penulis melaksanakan
prakerin di PT. Sterling Product Indonesia.

II.1.1. Logo Perusahaan

II.1.2. Visi, Misi, dan Semangat

Visi : Sasaran bisnis GlaxoSmithKline adalah menjadi pemimpin terdepan dalam


industri farmasi. GlaxoSmithKline mempunyai target menjadi pelopor
bagi industri farmasi.

Misi : Meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memberdayakan manusia


agar dapat berbuat lebih banyak, merasa lebih baik, dan hidup lebih lama.
Semangat : Mengejar tujuan dengan semangat kewiraswastaan, dan selalu
berinovasi serta menghargai kinerja yang dicapai dengan integritas.

II.1.3. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Lokasi GlaxoSmithKline, dimana penulis melaksanakan prakerin


adalah di Cimanggis (GlaxoSmithKline site Bogor), Jalan Raya
Bogor KM 35. Perusahaan ini memiliki luas tanah sebesar 19460 m 2
dengan luas keseluruhan bangunan 3302 m2, terbagi menjadi dua
plant, yaitu plant antibiotik dan plant nonantibiotik. Marketing
GlaxoSmithKline tidak berada satu kompleks dengan perusahaan.
Namun berada di Graha Paramita lantai 5, Jalan Denpasar Raya
Blok D-2 Kuningan, Jakarta.

II.1.4. Kepegawaian

Karyawan di GlaxoSmithKline terdiri dari karyawan tetap dan


karyawan kontrak. Perusahaan ini beroperasi dari senin sampai
jumat, dengan jadwal kerja terbagi menjadi tiga shift, yaitu :

- Shift 1 : pukul 07.30-16.00

- Shift II : pukul 15.30-23.00

- Shift III : pukul 22.30-06.30

Baik perusahaan maupun pekerja akan sepenuhnya menegakan disiplin


kerja, oleh karena itu terhadap pelanggaran disiplin kerja perlu diadakan tindakan-
tindakan yang berupa peringatan baik lisan maupun tulisan atau sampai pada
pemutusan hubungan kerja.

Adapun disiplin kerja bagi seluruh pekerja adalah sebagai berikut :


1. Pekerja wajib menaati dan melaksanakan jam kerja yang telah ditentukan
dengan mencatatkan diri pada waktu jam masuk kerja dan saat
meninggalkan pekerjaan.
2. Pekerja yang terlambat masuk kerja karena alasan yang sah, harus melapor
kepada atasan langsung atas keterlambatan itu.
3. Pekerja diharuskan memakai tanda pengenal pegawai yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan.

Pekerja yang ingin meninggalkan pekerjaan lebih cepat dari pada biasanya
karena hal-hal yang mendesak, harus mendapat ijin tertulis terlebih dahulu dari
atasannya langsung dan diketahui oleh kepala departemen.
Selain itu, GlaxoSmithKline pun memperhatikan kesejahteraan
karyawannya dalam bentuk fasilitas dan jaminan sosial yang diberikan.
Kesejahteraan tersebut didasari atas kerjasama antara serikat pekerja dengan
perusahaan yang diatur dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). KKB berisi
tentang jaminan bagi serikat pekerja, aturan kerja, aturan penggajian, jaminan
sosial, cuti, keselamatan kerja, perawatan kesehatan, jaminan hari tua,
penyelesaian keluhan, dan pengaduan karyawan.
Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) dilakukan
berupa pencegahan, penjagaan, pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya
bahaya akibat kebakaran, ledakan, kecelakaan kerja, serta kebocoran gas atau
cairan yang berbahaya. Aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh oleh komisi
kesehatan dan keamanan lingkungan (Environment Health and Safety).

II.2. Struktur Organisasi Perusahaan


Kelangsungan suatu perusahaan dapat berjalan jika adanya interaksi yang
baik antara penerapan teknologi, proses, sumber daya manusia, dan administrasi .
untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu system pengaturan yang baik,
yaitu struktur organisasi. Struktur Organisasi menjelaskan manajemen perusahaan
beserta tugas dan wewenangnya. Struktur organisasi GlaxoSmithKline dapat
dilihat pada Lampiran I.1.
Pimpinan puncak perusahaan di Indonesia dipegang oleh seorang tehnical
director yang dibantu oleh tiga orang manajer, yaitu Pulogadung Site Quality
Manager, Compliance Manager, Bogor Site Manager.
Bentuk organisasi ini adalah gabungan dari struktur organisasi garis dan
fungsional. Wewenang langsung didelegasi dari atas ke bawah, sedangkan
tanggung jawab mengalir dari bawah ke atas.

II.2.1. Quality Assurance Department

Quality Assurance Department dipimpin oleh Head of Quality dan


membawahi QA Manager Pulogadung, QA Manager Compliance,
dan QA Manager Bogor. Struktur organisasi dalam QA/QC beserta
tugasnya, meliputi :

a. QA/QC Koordinator
- Mengatur agar kegiatan di QA/QC berjalan lancar.
- Melaporkan kepada QA/QC Manager apabila menemukan kelainan-kelainan
pada grey area dan factory umumnya. Serta mengemukakan ide/inisiatif yang
berhubungan dengan penerapan CPOB.
- Memeriksa kalibrasi alat di Laboratorium sesuai jadwal yang ditentukan.
- Melakukan pemeriksaan packaging material.
- Membuat surat penerimaan product complain.
- Memeriksa Retained Sampel.
- Memeriksa MBR dan PBR.
- Bekerjasama dengan QA/QC Technician dalam melakukan trial analisa,
validasi proses, validasi metode analisis, dsb.
- Bekerjasama melakukan dokumentasi keperluan QA/QC termasuk Certificate
of Analysis, Stability Study, dsb.
b. QA/QC Sekretaris
- Membuat trend data semua bahan baku (raw material), bahan kemas
(packaging material), dan barang jadi (finished goods). Serta membuat
Certifikat of Analist.
- Melakukan pengetikan form-form yang terkait dengan analisa.
- Mengurus dan mendata absent QA/QC.
- Membuat surat-menyurat keperluan QA/QC dan menghubungi supplier serta
relasi.
- Bertanggung jawab terhadap dokumentasi training, memelihara form training
dan membuat rangkuman setiap training.

c. QA/QC Technician (Analis)


- Melakukan analisa bahan baku.
- Melakukan analisa produk setengah jadi dan produk jadi.
- Melakukan kegiatan validasi.
- Mengontrol validasi reference standard.
- Melakukan analisa menggunakan spektrofotometer, HPLC, dsb.
- Mengoperasikan alat-alat di QA/QC untuk keperluan analisa bahan baku,
produk, dan purified water secara kimia maupun fisika.
- Mengontrol pemakaian reagent.
- Melakukan seluruh pekerjaan yang dibebankan dengan baik dan teliti sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
- Melakukan uji stabitas produk.
- Melakukan monitoring limbah (termasuk sistem EHS)

d. QA/QC Asisten
- Melakukan pencucian alat dengan bersih dan teliti.
- Menyimpan sisa-sisa analisa pada tempat yang telah disediakan.
- Melakukan Scrapping pada sisa analisa maupun produk retained sampel.
- Membantu QA/QC Technician dalam preparasi reagen maupun analisa, bila
diperlukan.
- Menjaga ruangan QA/QC tetap bersih.
II.3. Administrasi Laboratorium
Quality Assurance merupakan bagian yang bertugas menjamin bahwa
produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya sebelum produk tersebut dipasarkan ke masyarakat luas.
Ruang lingkup QA meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di
laboratorium. Bagian QA memiliki laboratorium terpisah dari ruang produksi.
Dan dirancang sedemikian rupa sehingga antara laboratorium kimia, fisika, dan
mikrobiologi terpisah satu sama lain.
Masing-masing laboratorium memiliki pengukur suhu berupa chart satu
arah. Semua peralatan di QA digunakan untuk pengukuran, dan dikalibrasi sesuai
jadwal yang ditetapkan. Semua analisis yang dilakukan di QA harus terdaftar
dalam catatan analisis yang telah disediakan.
Bahan dan reagen ditempatkan berdasarkan sifatnya, yaitu asam, basa, dan
mudah terbakar serta korosif. Reagen yang dibuat, diberi label yang
mencantumkan identitas, kadar, tanggal pembuatan dan waktu kadaluarsa.

Secara sederhana dapat digambarkan bahwa tugas yang dilakukan oleh QA, yaitu:
- Pemerisaan bahan baku dan produk ruahan.
- Pemeriksaan bahan kemas (packaging material).
- Pemeriksaan bahan jadi (bulk /finished product)
- Pemeriksaan barang yang di komplain.
- Melakukan audit.
- Melakukan validasi dan kalibrasi alat.
- Melakukan uji stabilitas produk (Dalam BAB III).
- Melakukan pelatihan GMP (Good Manufacturing Practice),
atau lebih dikenal dengan CPOB.
- Melakukan inspeksi diri.
- Menerapkan sistem EHS (Environment Health and Safety).
- Menjamin bahwa produk GSK adalah paten.
II.3.1. Validasi

Proses validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan.
Validasi meliputi validasi proses, validasi prosedur pemeriksaan dan
validasi pembersihan.

a. Validasi Proses
Validasi Proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian
terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam parameter desain yang telah
ditentukan) mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk yang sesuai dengan
kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keberulangan yang tinggi.
Validasi proses dilakukan jika terdapat adanya proses baru, perubahan tahan/alat
yang digunakan, perubahan besar batch, produk yang telah diproduksi tetapi
belum pernah divalidasi dan program revalidasi.

b. Validasi Prosedur Pemeriksaan


Validasi metode analisis diperlukan karena setiap bahan baku yang akan
digunakan atau obat jadi harus diperiksa sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan yang meliputi pemeriksaan fisika dan kimia. Untuk melihat apakah
prosedur dan alat yang digunakan tersebut memadai atau mengetahui apakah
personil yang mengerjakan sudah cukup terlatih, maka perlu dilakukan validasi
tersebut. Parameter yang diujikan dalam validasi ini adalah :

1) Presisi

Presisi adalah kedekatan beberapa nilai pengukuran seri sampel yang


homogen pada kondisi normal (sampel yang sama dan diuji secara
berurutan), dan penentuan presisi ini pada umumnya mencakup
pemeriksaan:
a. Repeatibility yang dinyatakan sebagai hasil presisi dibawah perlakuan yang
sama (analisa dan alat yang sama) dalam interval waktu pemeriksaan yang
singkat.
b. Intermediate precision yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan
tersebut dengan menggunakan alat yang berbeda, hari yang berbeda,analis
yang berbeda dan sebagainya.
c. Reproducibility yang dinyatakan sebagai presisi yang diperoleh dari hasil
pengukuran pada laboratorium yang berbeda.

2) Akurasi

Akurasi adalah kesesuaian hasil uji yang didapat dari metode tersebut dengan
nilai yang sebenarnya, dengan kata lain akurasi ukuran ketepatan
dari hasil suatu metode analitik. Akurasi sering dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) dari suatu pengujian terhadap
penambahan sejumlah analit dengan jumlah yang diketahui, syarat
dari perolehan kembali adalah 95 %-105 % (USP,1995).

3) Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan metode untuk mengukur dengan tepat dan


spesifik suatu analit tertentu disamping komponen-komponen lain
yang terdapat dalam sampel. Selektivitas dilakukan untuk
memastikan bahwa hanya senyawa yang diperiksa yang dapat
diseleksi tanpa adanya gangguan dari senyawa lain

4) Limit Deteksi

Limit deteksi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam contoh yang masih
dapat dideteksi atau jumlah analit yang terkecil yang dapat
memberikan respon yang signifikan dibandingkan blanko tanpa
adanya pengaruh dari alat.
5) Limit Kuantitas

Limit Kuantitas adalah konsentrasi analit yang dapat ditetapkan dengan


presisi/repeatibilitas yang masih dapat diterima pada kondisi pengujian tertentu.
Limit kuantitas adalah parameter penetapan kadar untuk konsentrasi terendah dari
bangunan matrik contoh dan biasanya digunakan untuk menentukan impurity
bagi produk yang tidak bagus.

6) Linieritas

Linieritas adalah kemampuan dari suatu metode uji untuk menghasilkan hasil
uji yang proporsional terhadap kepekatan analit dalam contoh dalam jangkauan
kepekatan tertentu. Lineritas suatu metode dapat diperoleh dengan memplot hasil
uji terhadap kepekatan analit, biasanya ditetapkan dengan perhitungan garis
regresi dengan metode least square (kuadrat terkecil) dari hasil uji terhadap
kepekatan analit. Slope dari garis regresi terhadap variabel menghasilkan
perhitungan matematik dari linearitas.

7) Ruggedness

Ruggedness adalah tingkat kemampuan dari hasil uji yang diperoleh melalui
analisis sampel yang sama dengan perbedaan waktu (hari) analisis.
Ruggedness dapat ditetapkan dengan analisis sejumlah sampel yang
sama pada kondisi laboratorium yang berbeda, analis yang berbeda
dengan kondisi operasional dan laboratorium yang mungkin berbeda
tetapi masih dapat dalam batas-batas parameter yang telah
ditetapkan untuk metode tersebut. Ruggedness digunakan untuk
mendapatkan suatu stabilitas dari metode analitik.

8) Robustness

Robustness adalah ukuran kemampuan metode analisis untuk tidak


terpengaruh oleh perubahan kecil, seperti variasi yang sengaja dibuat dalam
parameter metode analisis. Serta dapat memberikan indikasi kehandalannya dalam
penggunaan secara normal.

c. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan untuk peralatan perlu dilakukan karena proses
pembersihan peralatan harus segera dilaksanakan setelah suatu produk selesai
dibuat atau dikemas. Validasi pembersihan bertujuan untuk memastikan bahwa
prosedur pembersihan sudah tepat dan efektif menghilangkan sisa produk
sebelumnya (termasuk melihat cemaran mikroba). Agar mendapatkan peralatan
yang bersih dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka cara pembersihan
dan detergen yang digunakan harus sesuai dengan PROTAP yang ditetapkan.

Sebelum melakukan sistem validasi maka terlebih dahulu dilakukan


kualifikasi jadi validasi dapat dilakukan jika semua kualifikasi sudah
dilaksanakan. Kualifikasi adalah proses pembuktian secara tertulis berdasarkan
data yang menunjukan kelayakan suatu peralatan, fasilitas, sistem penunjang
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Sehingga secara konsisten dapat
menghasilkan produk dengan standar mutu yang yang telah ditetapkan.

II.3.2. EHS (Environment, Health, and Safety)

Salah satu persyaratan CPOB yang harus dipenuhi oleh industri farmasi
adalah sanitasi dan hygiene. Hal ini terangkum dalam program EHS
(Environtment, Health and Safety) yang diterapkan oleh GlaxoSmithKline.
Aplikasi nyata penerapan EHS tertuang dalam prosedur tetap setiap kegiatan yang
dilakukan dalam lingkungan industri, sehingga seluruh personalia mendapat
jaminan keselamatan kerja, serta bangunan dan peralatan dijamin aman untuk di
gunakan. Dari segi environment kegiatan industri yang dilakukan diupayakan
sedapat mungkin bersifat ramah lingkungan dan memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh GlaxoSmithKline maupun hukum dan ketetapan yang berlaku di Indonesia,
antara lain dengan kegiatan identifikasi, regulasi dan pengolahan limbah,
misalnya sistem Waste Water Treatment Plant (WWTP) untuk pengolahan limbah
cair (Gambar II.1.). Dari segi healthy monitoring dilakukan terhadap seluruh
karyawan maupun pengunjung yaitu dengan pemantauan perorangan dan
pemantauan lingkungan, sedangkan dari segi safety diwujudkan dalam program
penyusunan prosedur dan cara kerja yang aman, antisipasi terhadap keadaan
darurat dan kecelakaan, serta adanya MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk
semua bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan industri.
Dilihat dari sisi EHS khususnya environmental, salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah penanganan limbah. Limbah GlaxoSmithKline dibedakan
menjadi dua macam yaitu :

1. Limbah Domestik adalah limbah hasil kegiatan kantin, MCk, dan fasilitas
lainnya. Limbah jenis ini digolongkan menjadi dua berdasarkan bentuknya,
yaitu: limbah cair misalnya air detergen yang berasal dari kantin dan MCK
dan limbah padat misalnya kertas dan plastik dari perkantoran.
2. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah limbah hasil kegiatan
produksi, laboratorium QC, dan pemeliharaan peralatan. Limbah jenis ini juga
dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu: limbah cair misalnya
larutan pereaksi, cairan sisa reagen, air bekas cucian mesin. Dan limbah padat
misalnya debu produk tumpahan, sisa bahan atau obat untuk bahan pengemas
dan contoh pertinggal atau bahan baku yang sudah kadaluwarsa.

Penanganan limbah

a. Limbah domestik cair dari MCK dialirkan menuju septik tank dan
dilewatkan rembesan ditampung di Waste water treatment plant (WWTP),
yang dari kantin langsung menuju WWTP.

b. Limbah domestik padat dikumpulkan di tempat sampah, diberi label pada


tempat sampah untuk membedakan sampah basah dan sampah kering, bak
sampah dikosongkan setiap periode tertentu, ditampung di tempat sampah
besar untuk selanjutnya diangkut oleh Dinas Kebersihan.

c. Limbah B3 cair dialirkan melalui saluran drainage khusus ke WWTP dan


dikemas dalam kemasan yang tidak mudah pecah dan bocor dan diangkut ke
PPLI
d. Limbah B3 padat dikumpulkan dalam kemasan yang tidak mudah pecah dan
bocor, diperiksa dan dihitung jumlahnya, catat dalam catatan pengolahan
batch untuk bahan sisa pengolahan, sedangkan sisa bahan pengemas ditulis
dalam catatan pengemasan batch, untuk selanjutnya diangkut ke PPLI.

Penyimpanan limbah dilakukan seperti diatur dalam PP No 18 tahun 1999


tentang pengolahan B3 paling lama 90 hari sebelum diserahkan pada perusahaan
pengolah dan penimbun limbah B3 yang ditunjuk dalam hal ini PPLI (Prasada
Pamunah Limbah Industri).

Gambar II.1. Proses Waste Water Treatment Plant (WWTP)

Limbah dari pabrik Limbah dari lab


dan office
Collecting pit
inlet
Equalialisasi

Setlink pit

Sedimentasi
Air Sludge/lumpur
Dengan gravitasi r
disedot
Aerasi 1 drying bath
Dienapkan lagi
Dengan dipompa PPLI

Aerasi 2
Outlet Dipompa melalui filter

Badan penerima air

Cek Laboratorium (monitoring)

Dibuang ke saluran pembuangan


keterangan :
- Pemeriksaan kualitas air dilakukan baik pada air yang belum mengalami
pengolahan (inlet) maupun air setelah pengolahan (outlet) yang meliputi
pemeriksaan pH, DO (Demand Oksigen), BOD (Biological Oksigen Demand)
dan COD (Chemical Oksigen Demand).
- Pada kolam equalisasi ditambahkan bakteri dan makanannya yaitu Diamonium
Phospat (DAP).
- Pada settlink pit dilakukan treatment dengan penambahan zat pembentuk
flokulan yaitu PAS dan TAC

II.3.3. Catatan analisis


Catatan analisis dituangkan dalam bentuk;
a) Catatan Hasil Pemeriksaaan (CHP) yang meliputi nama produk dan nomor
batch, metode pemeriksaan, cara identifikasi, hasil perhitungan, dll
b) Out of Spesification (OOS)
c) Failure Investigation Report (FIR)
d) Certificate of Analysis (CA)
e) Good Receipt sheet (GRS)

II.4. Jenis Produk

Banyak produk unggulan yang diproduksi oleh GlaxoSmithKline yang


diminati baik oleh konsumen Indonesia maupun negara lain. Produk
obat-obatan dibagi berdasarkan dosis formnya menjadi tiga kategori,
yaitu; obat tetes mata, sirup cair dan tablet/kaplet. Secara
keseluruhan terdapat dua macam Stock Keeping Units (SKU’s),
yaitu 20 SKU’s untuk lokal dan 15 SKU’s untuk impor. Semua
produk dipasarkan di Indonesia juga Negara tetangga, seperti
Hongkong, Philiphina, Singapura, Thailand, dan Srilanka.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Obat

Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk
dijual atau disajikan serta digunakan untuk:
1. Dalam pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit,
kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan.
2. Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia
atau hewan.

Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat dengan


mengutamakan keamanan, kemanjuran, kualitas, harga yang terjangkau, dan
bermutu baik dengan melaksanakan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
dalam semua aspek produksi dan pengendalian mutu.

III.1.1. Bentuk-Bentuk Sediaan Obat:

Obat, pada hakekatnya terbagi menjadi tiga sediaan, yaitu:

1. Sediaan Cair, contohnya:


a). Larutan
Merupakan suatu larutan obat, sebagai pelarut adalah air atau ditambah zat
cair lainnya seperti sedikit gliserin, alkohol, dan sebagainya.
b). Eliksir
Eliksir adalah suatu larutan alkoholis yang diberi pemanis mengandung obat
dan diberi bahan pembahu. Sebagai pelarut adalah gliserin, sirup, atau larutan
sorbitol.

c). Sirup
Yaitu sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa (C12H22O11)
tidak kurang dari 64,0% dimana zat tambahan yang digunakan berupa cairan
yang cocok. Biasanya berupa sediaan pekat dalam air atau gula atau pengganti
gula dengan atau tanpa penambahan zat pewangi.
d). Injeksi
Yaitu sediaan steril berupa larutan atau serbuk yang harus dilarutkan terlebih
dahulu sebelum digunakan dan disuntikkan ke dalam aliran darah atau otot.
e). Infus
Infus adalah sediaan obat berbentuk cair. Berisi zat untuk nutrisi dasar,
restorasi keseimbangan elektrolit seperti larutan ringer, pengganti cairan tubuh
seperti larutan NaCl dan dekstrosa. Sebagai pelarut, digunakan aquadest steril.

2. Sediaan Semi solid, contohnya:


a). Krim (cream)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung air
tidak kurang dari 60% dan digunakan untuk pemakaian luar. Dalam krim
terkandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Krim biasanya digunakan untuk kosmetika dan obat kulit
yang dapat dibersihkan dengan air.
b). Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir.
c). Pasta
Yaitu sejenis salep, namun mengandung lebih banyak serbuk dan bersifat
pengering.
3. Sediaan Padat (Solid), contohnya:

a). Tablet/Kaplet
Tablet/Kaplet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan
atau tampa bahan pengisi. Tablet dibuat dengan proses pencetakan. Ada dua
cara pencetakan, yaitu dengan tekanan tinggi (tablet kempa) dan dengan
tekanan rendah (tablet cetak). Tablet cetak umumnya menggunakan laktosa,
manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi.
Biasanya juga mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk
meningkatkan penampilan dan rasa. Tablet cetak biasanya terdapat sebagai
multivitamin kunyah untuk anak–anak. Tablet kempa mengandung zat aktif,
bahan pengisi, pengikat, pewarna, serta pemanis. Bahan pengisi yang umum
digunakan adalah selulosa mikrokristal. Kaplet pada hakekatnya adalah tablet
dengan bentuk kapsul.
b). Tablet bersalut/dragee
Yaitu tablet disalut untuk berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif
dari udara, kelembaban cahaya, menutupi rasa & bau yang tidak enak,
membuat penampilan lebih baik serta untuk mengatur tempat pelepasan obat
dalam saluran cerna. Macam-macam tablet salut, yaitu salut gula dibuat
dengan larutan gula, salut film dibuat dengan salut polimer, dan salut enterik
dibuat dengan asam ftalat, resin dan asam stearat.
c). Kapsul
Yaitu sediaan padat yang terbungkus oleh cangkang yang umumnya terbuat
dari gelatine dengan atau tanpa zat tambahan lain. Macam-macam kapsul,
yaitu kapsul gelatin keras, dan kapsul gelatin lunak.
d). Suppositoria
Suppositoria merupakan suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya
dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana
sediaan akan melebur, melunak, dan memberikan efek lokal atau sistemik.

e). Serbuk
Yaitu bentuk sediaan padat berupa kumpulan granul kecil yang cara
pemakaiannya beragam, tergantung fungsi, jenis, dan kandungan serbuk
tersebut.

4. Aerosol
Aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas dibawah tekanan. Zat aktif
terapetik yang dikandung oleh obat akan dilepas pada saat sistem katup ditekan.
Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian
lokal pada hidung (aerosol nasal), mulut (aerosol lingual), atau paru–paru (arosol
inhalasi). Ukuran partikel obat yang disemprotkan harus teratur, sebagai contoh
pada aerosol inhalasi ukuran partikelnya <10 um.

Sedangkan sediaan obat yang diteliti oleh penulis adalah sediaan obat padat,
yaitu kaplet Parasetamol.

III.2. Proses Produksi Sediaan Kaplet

Proses produksi sediaan kaplet, meliputi :

a. Weighing (Penimbangan), pada tahap ini di lakukan penimbangan bahan baku


menggunakan neraca yang telah di kalibrasi.

b. Mixing (Pencampuran), pada tahap ini dilakukan 2 proses, yaitu; dry mixing
(pencampuran bahan aktif dengan bahan tambahan) dan wet mixing
(pencampuran bahan baku dengan purified water).
c. Milling, merupakan proses pembuatan massa granul menggunakan tekanan.
Tahap ini dapat dilewati bila hasil campuran basah sudah baik.

d. Drying (Pengeringan), tahap ini dipantau untuk memperoleh massa granul


dengan kelembapan tertentu (tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering).

e. Shieving (Pengayakan), tahap ini dilakukan untuk memperoleh massa granul


dengan ukuran partikel yang diinginkan.

f. Desaglomerisation, tahap ini bertujuan untuk memecahkan bahan yang


menggumpal.

g. Lubricating, tahap ini merupakan proses pencampuran massa granul dengan


lubrikan hingga diperoleh massa yang homogen.

h. Compressing (Pencetakan), merupakan proses pencetakan massa granul


terlubrikasi menjadi bentuk kaplet dengan spesifikasi tertentu.

i. Packaging (Pengemasan), merupakan tahap pengemasan produk ruahan menjadi


produk jadi.

Parameter yang diperhatikan dalam proses produksi sediaan tablet/kaplet, yaitu:


a) Pemeriksaan Fisika, yaitu; Pemerian produk, RH granul atau serbuk,
Kekerasan, Keseragaman bobot, Kerapuhan, Waktu hancur, Dimensi tablet
(ketebalan, diameter, dan panjang tablet), dan Homogenitas.
b) Pemeriksaan Kimia, yaitu Pemeriksaan AQL (Acceptance Quality Level),
dilakukan segera setelah proses pencetakan kaplet telah berjalan lebih kurang
selama 1 jam (dalam IPC room), seperti; uji disolusi, assay, p-Aminophenol,
serta uji stabilitas produk.

III.2.1. Uji Stabilitas Produk

Tujuan dilakukan uji stabilitas adalah mengetahui perubahan dan


penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu
kadaluwarsa atau batas waktu penyimpanan, menentukan jenis kemasan yang
tepat pada kondisi penyimpanan, dan mengetahui apakah cara pembuatan tiap
batch sama yang ditandai dengan batas waktu daluarsa yang sama/ hampir sama.

Menurut GlaxoSmithKline Quality Standard terdapat lima jenis


pemeriksaan stabilitas yaitu :

- Tipe I, “accelerated testing” pemeriksaan awal terhadap stabilitas bahan aktif


dan produk/campuran dari eksipien bahan aktif, dilakukan pada
kondisi yang dipercepat.

- Tipe II, “long term stability testing” dari bahan aktif atau obat jadi yang akan
dipasarkan untuk mendapatkan atau mencari waktu kadaluarsanya.

- Tipe III, “scale up production” penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif
atau obat jadi setelah dilakukan long term stability testing.

- Tipe IV, “follow up stability testing” untuk monitoring produk. Pemeriksaan


dilakukan secara berkala 3, 6, 9, 12, 24, 36, 48 bulan atau sampai
waktu kadaluarsa tercapai.

- Tipe V, “stability testing” dilakukan terhadap bahan aktif/produk yang


mengalami perubahan-perubahan (misalnya perubahan bahan baku,
proses dan sebagainya).

GlaxoSmithKline Indonesia melaksanakan seluruh tipe tersebut.


Pengkajian follow up stability untuk produk lama dilakukan terhadap minimal satu
batch produk setiap tahun. Dalam pengujian stabilitas dikenal istilah minor
changes dan major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan
perubahan yang tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat.
Perubahan besar (major changes) merupakan perubahan yang secara potensial
dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat.

III.2.2. Contoh pertinggal


Contoh pertinggal (retained sample) adalah contoh obat jadi, bahan baku
dan bahan pengemas yang diambil secara acak. Contoh pertinggal digunakan
sebagai pembanding apabila ada keluhan (complain) terhadap suatu produk atau
material dan untuk mengevaluasi mutu suatu obat yang telah dibuat dengan cara
melakukan follow-up stability. Contoh pertinggalan mengalami beberapa proses,
yaitu :
a. Penyimpanan
- Bahan baku, bahan pengemas maupun produk jadi diletakkan sesuai dengan
tempat dimana produk tersebut harus disimpan yaitu pada ruang AC dengan
suhu <250C dan ruangan non AC dengan suhu 300C  20C.
- Nomor batch, tanggal pemeriksaan dicatat kedalam kartu stock yang tersedia
untuk tiap produk.
- Contoh pertinggal dimasukkan ke dalam master box yang telah tersedia
untuk masing-masing jenis produk.
b. Pengeluaran
- Setiap pengeluaran contoh pertinggal harus dicatat pada kartu stok produk
yang bersangkutan dan atas persetujuan QA manager.

III.3. Deskripsi Pengelompokan Komoditas

III.3.1. Bahan baku

Bahan baku adalah semua bahan yang digunakan dalam pengolahan obat.
Tujuan analisis bahan baku adalah untuk menghasilkan produk obat yang bermutu
tinggi dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Bahan baku yang akan
digunakan, diambil dari gudang penyimpanan. Namun sebelumnya, bahan baku
tersebut terlebih dahulu melalui beberapa proses seperti yang tercantum dalam
lampiran 3. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, meliputi:

a. Bahan Aktif (Active Pharmaceutical Ingredient/API)


Bahan aktif adalah komponen obat yang akan memberikan efek atau aktifitas
farmakologis atau efek langsung yang lain pada diagnosis, pengobatan,
pencegahan, dan untuk mempengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh pasien,
sebagai contoh parasetamol, kloroquine fosfat, kafein, dan lain-lain.

b. Bahan Pembantu (Auxiliary Material)


Bahan pembantu (termasuk demineralized water dan gas), digunakan agar
obat tersebut mempunyai kelarutan yang besar, bentuk dan kekerasan yang
baik, ataupun untuk menjaga kestabilan obat tersebut agar dapat tahan lama.
Bahan pembantu merupakan zat yang tidak aktif dan hanya berguna sebagai
pelengkap komposisi agar khasiat obat dapat maksimal dan lebih ekonomis.

Bahan pembantu terbagi-bagi jenisnya, tergantung pada fungsi masing-


masing, antara lain :
1) Zat Pengisi
Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (corn starch), laktosa, dan
selulosa mikrokristalin.
2) Zat Pengikat
Zat pengikat yang biasa digunakan adalah sukrosa, glukosa, dan lain-lain.
3) Zat Pengembang
Zat pengembang yang biasa digunakan adalah pati dan pektin.
4) Zat Pelicin
Zat pelicin yang biasa digunakan adalah talk dan magnesium stearat.

III.3.2. Produk ruahan

Produk ruahan adalah produk yang telah melalui semua tahap pengolahan
dan siap dikemas untuk menjadi obat jadi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan selama proses pembuatan obat dan produk ruahannya, produk yang
berupa kaplet contoh diambil selama proses pencetakan (awal, tengah, akhir)
dalam ruang IPC. Produk ruahan yang telah diperiksa dan memenuhi syarat akan
memperoleh release dari QA. Alur produk ruahan dapat dilihat dalam lampiran 4.

III.3.3. Produk Jadi


Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap pembuatan,
telah dikemas dan siap untuk dipasarkan. Produk jadi tidak diperiksa secara kimia,
fisika, atau mikrobiologi karena telah dilakukan pemeriksaan terhadap produk
ruahannya. Pemeriksaan terhadap produk jadi yang dilakukan hanya mengenai
kebenaran proses pengemasan dan kelengkapan kemasannya, jumlah isi, cetakan
kode batch dan tanggal kadaluarsanya.

III.3.4. Bahan Pengemas


Bahan pengemas adalah bahan tempat menyimpan atau melindungi obat.
Mutu bahan pengemas secara tidak langsung berhubungan dengan mutu obat.

Berikut ini adalah beberapa jenis bahan pengemas dan jenis analisanya :
a. Alumunium foil, analisa yang dilakukan adalah : identifikasi bahan lapisan
(PVC/PVDC, lapisan surlyn, nitroselulose dan propylene), bentuk luar
(goresan, lubang, kemurnian material), kekuatan lekat, pemeriksaan internal
(logo, teks, warna), dimensi, dan bobot.
b. Plastic foil (PVC), analisa yang dilakukan adalah : bentuk luar, identifikasi
bahan pelapis (PVC, plastic foil, nitroselulose, polypropylene), transmisi
ultraviolet, penyusutan, pemeriksaan internal (logo, teks, warna), dimensi, dan
bobot.
c. Botol, analisa yang dilakukan adalah : bentuk luar (cetakan, warna, teks),
identifikasi inframerah, keseragaman bobot, tebal, isi, diameter, dan tinggi.
d. Alutube, analisa yang dilakukan adalah : identifikasi inframerah porositas
lapisan dalam, kekerasan badan, dan dimensi.
e. Karton, analisa yang dilakukan adalah : panjang, lebar, tinggi, teks, daya
retak/kekuatan, dan gramatur (gram/m2).
f. Kotak atau doos, analisa yang dilakukan adalah : ukuran, bobot, dan teks.
g. Blister, analisa yang dilakukan adalah uji kebocoran.

III.4. Uraian tentang Parasetamol


Gambar III.2. Struktur Kimia Parasetamol

Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia


bahan tersebut: Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol (asetaminofen)
Versi Inggris para-asetil-amino-fenol (parasetamol)
Nama Sistematik (IUPAC) parasetamol adalah N-(4-hydroxyphenyl)ethanamide.
Asetaminofen atau parasetamol sebenarnya sudah ditemukan sekitar 1880 saat
ilmuwan bekerja mencari penanggulangan malaria. Asetaminofen merupakan
metabolit fenasetin, yang juga derivat dari para-aminofenol. Asetaminofen
sebenarnya sudah digunakan sejak tahun 1893, yaitu saat asetaminofen ditemukan
dalam urine seorang individu yang mengkonsumsi fenasetin, yang memekat pada
hablur campuran berwarna putih dan rasanya pahit. Namun penemuan ini tidak
terlalu dipedulikan. Akhirnya tahun 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-
obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York
untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik, Bernard Brodie
dan Julius Axelrod yang ditugaskan dalam hal ini kemudian mengadvokasikan
penggunaan asetaminofen sebagai alternatif obat selain aspirin. Barulah pada
tahun 1956 perusahaan Inggris Frederick Stearns & Co memproduksi parasetamol
dalam bentuk merek dagang Panadol dan dua tahun kemudian Panadol Eliksir
diproduksi sebagai obat untuk anak-anak. Di tahun 1963 hak paten Parasetamol
berakhir dan menjadi nama generik hingga sekarang.
Ditetapkan dalam farmakope Indonesia, tablet/kaplet Parasetamol,
mengandung parasetamol (C8H9NO2) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0%. Berat molekul parasetamol adalah 151.17 g/mol, sedangkan bobot
jenisnya ±1.263 g/cm3. Parasetamol bersifat sedikit asam. Dan mudah dihidrolisis
menjadi para-aminofenol apabila dikemas dalam botol. Kelarutan parasetamol
berkisar 14 g/L dalam air pada suhu 20°C. Dosis normal tablet/kaplet Parasetamol
bagi orang dewasa adalah tidak lebih dari 4,0 g/hari atau setara dengan 8 x 500mg
tablet/kaplet Parasetamol. Sedangkan bagi anak-anak yaitu, 10-15 mg/kgBB/per
kali pemberian, boleh 4 kali sehari.
Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat antipiretik dan analgesik
yang populer dan digunakan untuk meringankan berbagai indikasi. Antipiretik
adalah istilah yang digunakan untuk mewakili obat-obatan yang bersifat
menurunkan demam. Sedangkan analgesik adalah istilah yang digunakan untuk
mewakili obat-obatan yang bersifat meredakan rasa sakit maupun nyeri. Analgesik
yang dijual bebas digolongkan menjadi 2 kategori utama ; Yang tidak mengurangi
peradangan dan Yang mengurangi peradangan. Analgesik yang tidak mengurangi
peradangan adalah derivat para-aminofenol (yaitu fenasetin dan parasetamol),
serta derivat pirazolon khususnya dipiron (yaitu antalgin). Sedangkan analgesik
yang juga mengurangi peradangan terbagi menjadi dua, yaitu Steroid Anti
Inflamasi Drugs (SAID) contohnya adalah cortisone, prednison, decadrone. Dan
yang kedua yaitu Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) contohnya adalah
aspirin, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, fenilbutazon, dan masih banyak lagi.
Parasetamol, merupakan obat yang paling aman digunakan untuk kategori obat
analgesik-antipiretik. Bila digunakan dalam dosis normal, umumnya tidak
menimbulkan efek samping. Reaksi kulit seperti urtikaria pernah dilaporkan tetapi
jarang.
Keamanan parasetamol juga diakui oleh farmakolog dari FKUI, dr. Amir
Syarif SPFK yang juga Ketua Komite Kebijakan Obat dan Teknologi Medik PB
Ikatan Dokter Indonesia. Ia mengatakan bila seseorang sakit gastritis (maag),
maka bila ia demam, lebih baik menggunakan parasetamol daripada aspirin.
Karena aspirin sangat mengiritasi lambung. Parasetamol dan aspirin, tidak
berpengaruh terhadap jantung. Namun aspirin kalau diberikan pada anak-anak
beresiko menimbulkan syndrom reye. Terutama bila demamnya disebabkan oleh
virus misalnya cacar air, haemophylus influenzae. Syndrom reye adalah penyakit
yang sangat jarang, bisa mengakibatkan kerusakan otak dan hati (insidensinya
sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), ditandai dengan
kerusakan hati maupun ginjal. Maka, selain aman digunakan oleh orang dewasa,
parasetamol juga lebih aman diberikan untuk anak-anak. Tetapi tentu saja dalam
dosis normal.
a. Biofarmasetik Parasetamol

Parasetamol dikonsumsi secara oral, dan masuk ke lambung. Di dalam


lambung, kaplet Parasetamol mengalami fase biofarmasetik dimana kaplet yang
dikonsumsi diubah menjadi ketersediaan farmasi. Kaplet tersebut mengalami
disintegrasi menjadi granul yang kecil, terdiri dari zat aktif bercampur dengan
bahan pembantu. Selanjutnya granul pecah dan zat aktif Parasetamol akan terlepas
kemudian larut di dalam cairan lambung. Dengan larutnya zat aktif tersebut,
proses absorpsi obat pun dapat dimulai, keadaan inilah yang disebut dengan
ketersediaan farmasi.

b. Farmakokinetik Parasetamol

Rasa sakit atau nyeri sebenarnya merupakan suatu tanda atau peringatan
yang menyatakan bahwa di bagian tubuh ada suatu masalah. Timbulnya masalah
atau ketidaknormalan itu didapat karena adanya rangsangan kimiawi, rangsangan
termis atau panas, toksin bakteri akibat infeksi, rangsangan mekanis seperti
trauma maupun desakan jaringan tumor. Melalui serangan reaksi, rangsangan
yang mengenai sel tubuh itu akan menghasilkan suatu zat atau senyawa yang
dikenal sebagai mediator nyeri (pengantara). Zat yang berperan sebagai mediator
nyeri, diantaranya; histamin, serotonin, plasmokinin, prostaglandin, leukotrien dan
bradikinin. Mediator inilah yang antara lain berpengaruh terhadap timbulnya rasa
sakit atau nyeri, demam serta reaksi inflamasi, karena zat ini merangsang reseptor
yang letaknya pada ujung saraf sensoris di kulit, selaput lendir, maupun jaringan
lainnya sehingga terjadilah impuls. Impuls tersebut lantas dialirkan oleh saraf
sensoris ke Susunan Saraf Pusat (SSP), melalui sum-sum tulang belakang ke
talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana impuls terasa
sebagai nyeri. Di dalam tubuh, zat aktif Parasetamol yang telah diabsorpsi akan
melalui sisem pembuluh aorta, masuk ke hati, dan kembali masuk dalam
peredaran darah lantas didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh untuk meredakan
demam atau nyeri. Mekanisme kerja obat pereda nyeri (seperti Parasetamol),
antara lain mempengaruhi pusat pengatur suhu yang berada di hipotalamus. Obat
ini dapat menambah pengeluaran panas bagi yang sedang menderita demam, serta
menghambat pembentukan zat mediator nyeri, sehingga meredakan rasa sakit.

Sedangkan metabolisme parasetamol berlangsung di hati, sebagaimana


menurut Goodman dan Gilman’s (1980) dalam bukunya yang berjudul The
Pharmecological Basic of Therapeutics, parasetamol dimetabolisme terutama oleh
enzim mikrosomal hati. Di hati, parasetamol mengalami biotranformasi dan
sebagian besar dieksekresikan setelah berkonjugasi dengan glukoronat (60%),
asam sulfat (3%) dan Sistein (3%). Parasetamol dieksresikan melalui urin (2%
hingga 5% tidak berubah ; 55% sebagai metabolit glukoronat; 30% sebagai
metabolit sulfat). Penggunaan obat-obatan seperti parasetamol, antalgin, dan
pereda sakit lainnya hanya merupakan pengobatan simptomatik. Maksudnya, obat
itu hanya dapat mengatasi simptom atau gejala penyakit tetapi tidak dapat
mengobati penyebab penyakitnya.

b. Farmakodinamik Parasetamol

Parasetamol dapat menimbulkan efek toksis yang serius bila digunakan


melebihi dosis yang dianjurkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark (1973)
dalam bukunya yang berjudul Hepatic Damage and Death from Overdose of
Parasetamol, bahwa penggunaan parasetamol secara terus menerus dalam dosis
tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati karena terbentuknya ikatan antara
makromolekul sel hati dengan metabolit intermedier parasetamol sehingga
mengubah fungsi dan struktur sel tersebut. Hepatotoksis dapat terjadi setelah
mengkonsumsi dosis tunggal 10-15 gr (200-250 mg/kg) parasetamol. Dosis diatas
250 mg/kg secara potensial sangat fatal. Indikasi klinik terhadap manifestasi
kerusakan hati terjadi 2 - 6 hari setelah mengkonsumi parasetamol dosis toksik.

III.5. Teori Alat Instrumen


III.5.1. Spektrofotometer

Spektrofotometri adalah suatu analisis dimana faktor ketajaman mata


digantikan dengan suatu sel fotolistrik (detektor) yang peka terhadap cahaya dan
secara langsung dapat mengukur intensitas yang ditransmisikan atau yang
diabsorbsi, sehingga konsentrasi larutan dapat diketahui. Alat yang digunakan
dalam spektrofotometri adalah spektrofotometer.

Besarnya penyerapan akan sebanding dengan tebal media dan kepekatan


dari zat, sehingga setiap akan memberikan intensitas yang berbeda-beda.

Masing-masing media tersebut akan menyerap cahaya pada gelombang


tertentu. Jalannya cahaya pada larutan dapat dilihat sebagai berikut:

Io = Ia + Ir + It
Ia
Io It

Ir

Keterangan :

Io = Intensitas cahaya mula-mula

Ia = Intensitas cahaya yang diserap

Ir = Intensitas cahaya yang dipantulkan

It = Intensitas cahaya yang diteruskan.

Bila dipakai cuvet dari gelas, maka harga Ir kecil dan dalam praktik,
contoh dan standar sama, sehingga harga Ir dapat diabaikan.

Hukum yang mendasari spektrofotometer adalah Hukum Lambert dan Beer,

yang berbunyi: “Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang
transparan, maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan
sebanding dengan bertambah tebal dan kepekatan media”
Si M C D K

Gambar III.3. Diagram Kotak Spektrofotometer

Keterangan :
Si : Sumber sinar D : Detektor
C : Kuvet M : Monokromator
K : Komputer pengolah data

Berdasarkan daerah spektra yang dihasilkan oleh suatu sinarnya,


spektrofotometer dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Spektrofotometer ultraviolet, dengan sinar ultraviolet yang panjang
gelombangnya antara 200 – 380 nm.
2) Spektrofotometer visibel, dengan sinar tampak yang panjang gelombangnya
antara 380 – 780.
3) Spektrofotometer inframerah, dengan sinar infra merah yang panjang
gelombangnya diatas 780 nm.

Spektrofotometer terbagi dalam empat bagian penting :

a. Sumber cahaya

Sebagai sumber cahaya dapat dipakai lampu Wolfram yang menghasilkan sinar
dengan  diatas 375 m atau lampu Deuterium ( D2 ) yang memiliki  dibawah
375 m. Dengan memilih salah satu dari keduanya kita dapat melakukan
penetapan pada daerah ultra violet atau daerah sinar tampak. Sinar yang
dipancarkan dipusatkan pada sebuah cermin datar yang kemudian dipantulkan dan
diteruskan melalui monokromator.

b. Monokromator

Ada dua macam monokromator yang dapat digunakan untuk memilih sinar
yang dipakai, yaitu :
1). Prisma

Bila seberkas cahaya polikromatik melalui sebuah prisma akan terjadi


penguraian atau dispersi cahaya.

Gambar III.4. Dispersi cahaya oleh prisma

2). Grating

Grating terbuat dari suatu lempeng (biasanya aluminium) yang permukaannya


berlekuk–lekuk seperti gergaji, Jumlah lekukan dapat mencapai 15.000 – 30.000
garis per inci. Permukaan dibuat mengkilat dan dilapisi resin. Bagian yang paling
atas dilapisi suatu bahan yang tembus cahaya.

Bila ada cahaya jatuh maka cahaya itu akan didispersikan, grating lebih
baik dibandingkan prisma karena mempunyai daya dispersi yang lebih besar dan
dapat dipakai pada semua daerah spektra. Jadi gelombang akan dibelokkan.
Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah ( slit width ) yang
dipakai.
Makin sempit slit yang dipakai maka sinar yang ditransmisikan akan
makin selektif, artinya makin monokromatis.

c. Kuvet

Kuvet untuk analisis secara kolorimetri harus memenuhi syarat, seperti :


- Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.

- Permukaannya secara optis harus benar – benar sejajar.

- Harus tahan ( tidak bereaksi ) terhadap bahan kimia.

- Tidak boleh rapuh.

- Mempunyai bentuk ( design ) yang sederhana.

Gelas yang biasa dipakai adalah Plexiglass atau kwarsa yang tahan
terhadap pelarut organik, asam ataupun basa kuat yang pekat serta
mentransmisikan sinar UV maupun tampak sedangkan kaca pyrex hanya
mentransmisikan sinar tampak. Bentuk kuvet dapat berbentuk bulat atau bujur
sangkar yang lebarnya 1 cm.

d. Detektor

Sebagai detektor dapat diapakai photo tube atau barrier layer cell yang
keduanya dapat mengubah cahaya menjadi arus listrik (photosensitive detector).
Suatu photo tube yang lebih peka lagi adalah photo multiflier tube. Energi listrik
ini dapat direkam oleh suatu recorder yang saat ini telah dibuat dalam bentuk
digital sehingga hasilnya dapat langsung diketahui biasanya berupa persen
tranmisi (%T) atau Absorbansi (A).

Berdasarkan sistem optiknya terdapat 2 jenis spektrofotometer :

1) Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)

Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang


dilewatkan melalui cuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa
secara bergantian.

2) Spektrofotometer double beam (berkas ganda)

Pada alat ini sinar dari simber cahaya dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin
yang berputar (chopper).

Berkas pertama melalui cuvet berisi blanko.

Berkas kedua melalui cuvet berisi standar atau contoh.


Blanko dan contoh diperiksa secara bersamaan, blanko berguna untuk
menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase atau I 0 dari sumber cahaya.
Dengan adanya blanko dalam alat tidak perlu lagi dilakukan pengontrolan pada
waktu–waktu tertentu, hal ini berbeda dengan pada single beam.

1 2

4 3

8
3

5 9
3
3
6 7
3
3
Gambar III.5. Skema Spektrofotometer single beam

Keterangan:

1. Sumber sinar 2,3,5. Cermin

4. Prisma (monokromator) 6. Celah (slit)

7. Cuvet 8. Fotocell

9. Galvanometer

III.5.2. Alat Uji Disolusi (Dissolution Tester)

Disolusi adalah jumlah aktif dari sediaan obat padat yang larut dalam
kondisi baku yaitu pada suhu, kecepatan pengadukan, komposisi media dan pH
yang sesuai. Uji disolusi adalah uji yang dilakukan diluar tubuh manusia (in-
vitro). Alat disolusi dibuat sebagai simulasi lambung manusia dengan media
berupa larutan ionik yang mendekati keadaan saluran pencernaan.
Hasil uji disolusi dinyatakan dalam persen (%) per satuan waktu. Disolusi
merupakan suatu karakteristik umum yang penting dalam menilai mutu sediaan
obat yang digunakan per oral. Metode uji disolusi yang digunakan dan
dikembangkan farmakope adalah:

a. Keranjang (Rotating Basket)


Pada metode ini, digunakan alat yang berbentuk keranjang silinder, terbuat dari
baja tahan karat, dengan tinggi 185 mm (± 25.0mm) dan diameter dalam yaitu 102
mm (± 4.0mm) dengan kapasitas 1000 ml, suhu medium ditetapkan 37 0C. alat ini
biasa digunakan untuk obat berbentuk kapsul.

b. Dayung (Paddle)
Pada prinsipnya alat ini sama dengan alat keranjang. Namun bentuknya
berbeda. Alat ini memiliki bentuk seperti dayung dengan lebar bagian bawah 42.0
mm, dan menggunakan tabung sebagai wadahnya. Jarak antara ujung dayung
dengan dasar bagian dalam tabung adalah sekitar 25 mm (± 2.0mm). Alat ini
terbuat dari baja tahan karat yang dilapisi dengan polimer flourokarbon untuk
mencegah korosi dan kontaminasi.
Alat disolusi berbentuk dayung ini, biasa digunakan untuk melarutkan obat
berbentuk tablet/kaplet. Hasil yang didapat pada kedua metode dinyatakan dalam
persen (%).

III.5.3. Alat Uji Kekerasan (Hardness Tester)

Pada prinsipnya alat ini menggunakan tekanan sebagai tolok ukur,


dimana ketika kaplet diberi tekanan maka pada satu titik kaplet
tersebut akan pecah dan hancur. Jadi, uji kekerasan bertujuan untuk
mengukur kemampuan suatu sediaan padat dalam menerima tekanan
yang diberikan hingga pecah dan hancur.
Selain untuk mengetahui kekerasan kaplet, alat ini juga dapat digunakan
untuk mengukur panjang dan diameter kaplet. Kekerasan dinyatakan dalam
kilopound (kp) sedangkan panjang dan diameter dinyatakan dalam millimeter
(mm).
III.5.4. Alat Uji Kerapuhan (Friability Tester)
Uji Kerapuhan dilakukan untuk menguji mechanical resistance dari kaplet
yang dipengaruhi diameter alat, kedalaman dan kecepatan rotasi. Pada prinsipnya
alat ini berfungsi untuk mengukur tingkat kerapuhan suatu sediaan padat. Uji ini
memiliki 2 metode, yaitu:

1. Friability : Bertujuan untuk mangetahui tingkat kerapuhan kaplet apabila


berbenturan dengan wadahnya.
2. Abrasi : Bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapuhan kaplet apabila
berbenturan dengan kaplet lainnya.

Namun penetapan yang dilakukan oleh penyusun hanyalah friability,


karena sediaan kaplet produk Parasetamol yang diteliti dikemas menggunakan
blister, sehingga tidak memungkinkan terjadinya abrasi.
Alat uji kerapuhan ini berupa tabung yang terbuat dari polimer sintetik
transparan dengan diameter dalam 287.0 mm (± 4.0mm), diameter luar 302.5 mm
(± 4.0mm), dan tebal 38.0 mm (± 2.0mm).
Tingkat kerapuhan kaplet Parasetamol dapat diketahui dari selisih bobot
rata-rata kaplet sebelum uji dengan bobot rata-rata kaplet sesudah uji. Dan hasil
dinyatakan dalam persen (%).

III.5.5. Alat Uji Waktu Hancur (Disintegration Time Tester)

Pada prisipnya alat ini menggunakan satuan waktu sebagai tolok


ukur., dimana ketika kaplet larut/hancur waktu yang didapat tidak
lebih dari waktu yang ditetapkan. Alat ini terdiri dari 6 keranjang,
gelas piala berukuran 1000 ml, thermostat untuk memanaskan cairan
media antara 350C – 390C dan stopwatch untuk mengukur waktu
sejak kaplet utuh hingga larut sempurna.
BAB IV
BAHAN DAN METODE

IV.1. Penetapan Kadar Parasetamol Menggunakan Spektrofotometer

a. Dasar : Parasetamol dalam sampel dilarutkan dengan NaOH 0.1 N kemudian


diukur resapannya dengan spektrofotometer UV Visible pada panjang
gelombang (λ) 257nm.

b. Reaksi :
ONa
+ NaOH + H2O

c. Alat dan Bahan :

- Spektrofotometer UV Visible
- Neraca Analitik
- Ultrasonik bath
- Labu ukur 200ml
- Labu ukur 100ml
- Gelas botol 100 ml
- Pipet gondok 10 ml
- Pipet gondok 5 ml
- Pipet gondok 1 ml
- Kertas saring
- Corong
- Serbuk kaplet Parasetamol
- Larutan NaOH 0.1 N
- Standar baku Parasetamol GSK

d. Cara Kerja
1). Persiapan Sampel
- Timbang dengan teliti sebanyak 20 kaplet produk Parasetamol menggunakan
neraca digital analitik secara statistika.
- Gerus kaplet tersebut, masukan kedalam gelas botol.

2). Persiapan Larutan Standar


- Timbang dengan teliti sebanyak 150.0 mg Parasetamol standar GSK ke dalam
labu ukur 200 ml.
- Tambahkan 5.0 ml larutan NaOH 0.1 N. Kemudian dihimpit dengan aquadest.
- Dihomogenkan menggunakan ultrasonik bath.
- Sebagai deret standar, dipipet larutan tersebut sebanyak 1.0ml ke dalam labu
ukur 100ml,
- Tambahkan 10.0ml larutan NaOH 0.1 N. Kemudian dihimpit dengan aquadest
dan dihomogenkan.

3). Persiapan Larutan Sampel


- Timbang sebanyak ± 180.0 mg sampel ke dalam labu ukur 200 ml.
- Tambahkan 5.0 ml larutan NaOH 0.1 N. Kemudian dihimpit dengan aquadest.
- Dihomogenkan menggunakan ultrasonik bath.
- Kemudian saring ke dalam gelas botol.
- Sebagai deret sampel, dipipet masing-masing larutan sampel yang dibuat
sebanyak 1.0ml ke dalam labu ukur 100ml.
- Tambahkan 10.0ml larutan NaOH 0.1 N. Kemudian dihimpit dengan aquadest
dan dihomogenkan.

4). Pengukuran dengan Spektrofotometer


- Siapkan alat spektrofotometer set yang akan digunakan.
- Ukur resapan larutan uji pada panjang gelombang (λ) 257nm.
- Hitung kadar Parasetamol dalam sampel berdasarkan data yang diperoleh.

Urutan pengukuran menggunakan spektrofotometer :


Standar - Standar - Sampel A - Sampel A- Sampel B - Sampel B
-Sampel C - Sampel C - Sampel D - Sampel D – Standar.

e. Perhitungan
Kadar Parasetamol dalam produk Parasetamol :
*Parasetamol (mg/kaplet): Au x Wstd x Acw
Astd x Wu

*Parasetamol (%) : kadar mg/kaplet x 100%


50
Keterangan :
Au = Absorbansi sampel
Astd = Absorbansi standar
Wu = Bobot (mg) sampel
Wstd = Bobot (mg) standar

IV.2. Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi

a. Dasar : Zat aktif dalam produk Parasetamol dapat dilepaskan dengan cara
mendisolusikan produk pada media buffer fosfat (pH 5.80), volume
900ml, suhu 370C, kecepatan rotasi 100 rpm,selama 30 menit. Lalu
diukur resapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang (λ) 249nm.

b. Reaksi :
OK

+ KH2PO4 + H2PO4-

c. Alat dan Bahan :


- Dissolution Tester
- Dayung, tabung, rak tabung
- Magnetic stirer
- Spektrofotometer UV Visible
- Neraca analitik
- pH meter
- Ultrasonik bath
- Labu ukur 100ml
- Gelas Kimia 500ml
- Alat penyedot
- Gelas botol 100ml
- Produk Parasetamol (sediaan kapet)
- Larutan buffer fosfat (pH 5.80)

d. Cara Kerja
1). Persiapan Larutan Buffer Fosfat
- Timbang sebanyak ± 68.5 gr hablur KH2PO4.
- Larutkan dengan 10 liter aquadest.
- Di homogenkan menggunakan magnetic stirer.
- Di netralisir menggunakan Natrium Hidroksida sambil diukur dengan pH
meter hingga pH 5.80.

2). Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi


- Timbang sebanyak 8 buah produk Parasetamol.
- Operasikan alat disolusi dan tunggu hingga mencapai suhu 370C.
- Masukan sampel produk ke dalam tabung disolusi yang telah terisi buffer
fosfat, kemudian tekan tombol RUN.
- Pilih nama produk yang diteliti, lalu tekan tombol ENTER, dengan demikian
secara otomatis alat tersebut akan beroperasi selama 30 menit dengan
kecepatan 100 rpm.
- Sedot larutan sampel pada masing-masing tabung, simpan dalam gelas botol.
- Pipet larutan tersebut sebanyak 1ml ke dalam labu ukur 100ml.
- Tambahkan buffer fosfat hingga tanda batas, lalu diultrasonik hingga
homogen.
- Ukur resapannya dengan spektrofotometer pada (λ) 249nm.
- Hitung kadar Parasetamol dalam produk berdasarkan data yang diperoleh.

e. Perhitungan
Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi :
*Parasetamol (mg/kaplet): (%)parasetamol yang diperoleh x 500
100
IV.3. Penetapan Uji Fisika produk parasetamol

IV.3.1.Uji Kekerasan
a. Dasar : Penetapan kekerasan kaplet Parasetamol ditentukan berdasarkan satuan
tekanan (kilopound) yang dibutuhkan untuk memecahkan/
menghancurkan setiap kaplet uji.

b. Alat dan Bahan : - Hardness Tester


- Pinset dan Kuas
- Produk Parasetamol (sediaan kaplet)

c. Cara Kerja :
- Masukan data yang diperlukan, pada alat hardness tester.
- Letakan kaplet uji menggunakan pinset pada wadah di alat tersebut.
- Bersihkan serpihan kaplet dengan kuas, lalu letakan kaplet uji berikutnya
hingga 10 kaplet.

IV.3.2. Uji Kerapuhan


a. Dasar : Penetapan kerapuhan kaplet Parasetamol ditentukan berdasarkan
kehilangan bobot, dengan cara mengaduk kaplet uji menggunakan
alat friability tester.

b. Alat dan Bahan : - Friability Tester


- Neraca Analitik
- Produk Parasetamol

c. Cara Kerja :
- Timbang sebanyak 20 kaplet uji secara statistika menggunakan neraca analitik.
Kemudian print hasilnya.
- Masukan kaplet uji kedalam alat friability tester, operasikan alat tersebut pada
kecepatan rotasi 25 rpm selama 4 menit.
- Setelah selesai, bersihkan serpihan debu dari kaplet uji, lalu timbang kembali
secara statistika dan print hasilnya.

d. Perhitungan :
%F = a–b x 100%
a

Keterangan :
a = Bobot awal penimbangan
b = Bobot akhir penimbangan
F = Friability

IV.3.3. Penetapan Waktu Hancur


a. Dasar : Penetapan waktu hancur kaplet Parasetamol ditentukan berdasarkan
waktu yang dibutuhkan setiap kaplet uji sejak kaplet utuh hingga
hancur/larut sempurna.

b. Alat dan Bahan : - Disintegration Time Tester


- Stopwatch
- Produk Parasetamol (sediaan kaplet)
- Air suling

c. Cara Kerja :
- Diatur suhu dalam bak disintegration time tester hingga ± 370C.
- Masukan sampel kedalam masing-masing basket.
- Secara bersamaan tekan tombol start pada stopwatch.
- Amati dan catat waktu hancur tiap-tiap sampel.
IV.3.4. Penetapan Keseragaman Bobot
a. Dasar : Penetapan keseragaman bobot kaplet Parasetamol dilakukan untuk
menyesuaikan bobot rata-rata kaplet uji dengan limit bobot yang
telah ditetapkan.

b. Alat dan Bahan : - Neraca analitik


- Produk Parasetamol (sediaan kaplet)

c. Cara Kerja :
- Timbang sebanyak 20 kaplet Parasetamol menggunakan neraca analitik secara
statistika.
- Sesuaikan bobot rata-rata kaplet yang diperoleh dengan limit bobot yang telah
ditetapkan, dengan demikian dapat segera diketahui apakah bobot kaplet
memenuhi syarat atau tidak.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Hasil

V.1.1. Penetapan Kadar Parasetamol Menggunakan Spektrofotometer UV


KADAR
NO. SAMPEL Au Astd Wu Wstd Acw
mg/ kaplet %
1. A 0.5449 180.1 592.96 494.22 98.84
0.5445

2. B 0.5540 180.2 592.96 502.19 100.44


150.0

3. C 0.5458 180.0 593.53 495.79 99.16


4. D 0.5519 180.0 593.53 501.33 100.27

Tabel 5.1. Hasil Penetapan Kadar Parasetamol Menggunakan Spektrofotometer


Perhitungan :
Kadar Parasetamol dalam produk Parasetamol :
*Parasetamol (mg/kaplet): Au x Wstd x Acw
Astd x Wu
*Parasetamol (%) : kadar mg/kaplet x 100%
500

Keterangan :
Au = Absorbansi sampel (rata-rata)
Astd = Absorbansi standar (rata-rata)
Wu = Bobot (mg) sampel
Wstd = Bobot (mg) standar

Contoh (sampel A) : 0.5449 x 150.0 x 592.96 = 494.22 mg/kaplet


0.5445 x 180.1
: 494.22 x 100 % = 98.84 %
500
Syarat : 475.00 – 525.00 (mg/kaplet)
95.00 – 105.00 ( %)
Hasil : Memenuhi Syarat

V.1.2. Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi


KADAR
NO. SAMPEL W kaplet(mg)
(%) mg/kaplet
1. A 590.9 100.92 504.60
2. B 595.4 102.61 513.05
3. C 584.1 101.53 507.65
4. D 597.0 101.90 509.50
5. E 594.9 101.78 508.90
6. F 590.1 102.53 512.65
7. G 590.6 102.27 511.35
8. H 591.1 102.41 512.65
Tabel 5.2. Hasil Penetapan Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi

Perhitungan :
Kadar Parasetamol dengan Uji Disolusi :
*Parasetamol (mg/kaplet) : (%)Parasetamol yang diperoleh x 500
100
Contoh (sampel A) : 100.92 % x 500 = 504.60 mg/kaplet
100

Syarat : Tidak kurang dari 80% Parasetamol larut dalam 30 menit


Hasil : Memenuhi Syarat

V.1.3. Penetapan Uji Fisika Produk Parasetamol


NO. ANALISA YANG DIUJI SYARAT HASIL KETERANGAN
1. Uji Kekerasan > 7 kp 12.4-14.1 Memenuhi Syarat
2. Uji Kerapuhan <1% 0.08 Memenuhi Syarat
3. Uji Waktu Hancur < 15” 1’32”-1’55” Memenuhi Syarat
4. Uji Keseragaman Bobot 564.30-623.70(mg) 592.72 Memenuhi Syarat

Tabel 5.3. Hasil Penetapan Uji Fisika Produk Parasetamol

V.2. Pembahasan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap produk Parasetamol


sediaan kaplet, diperoleh hasil terendah dari penetapan kadar parasetamol, yaitu
98.84% (494.22 mg/kaplet) dan hasil tertinggi sebesar 100.44% (502.19
mg/kaplet). Sedangkan untuk uji disolusi, hasil terendah yang diperoleh adalah
100.92% (504.60 mg/kaplet), dan hasil tertinggi adalah 102.61% (513.05
mg/kaplet). Kadar Parasetamol yang diperoleh tersebut memenuhi syarat yang
ditetapkan, baik oleh BPOM maupun oleh Quality Assurance. Dan dalam hal ini
diketahui bahwa kadar Parasetamol dari produk GlaxoSmithKline adalah stabil
bila dilihat dari akurasi, dan presisi nya. Serta menandakan bahwa proses produksi
kaplet tersebut telah berjalan sebaik-baiknya.
Selain itu, diperoleh pula hasil dari analisis fisika. Diantaranya; hasil uji
kekerasan, yaitu 12.4-14.1 kp. Hasil uji kerapuhan, yaitu 0.08%. Hasil uji waktu
hancur, yaitu 1’32”-1’55”. Dan hasil uji keseragaman bobot, yaitu 592.72 mg.
Seluruh hasil analisis fisika yang diperoleh pun memenuhi syarat yang ditetapkan.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang selama dua bulan di
GlaxoSmithKline Indonesia, penulis menyimpulkan:

1. Analisis obat adalah meneliti karakteristik dan komposisi kandungan yang


sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Analisis yang dilakukan dibagi
dalam beberapa pemeriksaan yaitu:

a. Pemeriksaan kemasan dari obat itu sendiri.

b. Pemeriksaan bahan baku obat.

c. Pemeriksaan produk obat (produk setengah jadi, produk ruahan, produk


jadi) baik secara kimia, fisika dan mikrobiologi.

2. Hasil yang diperoleh dari analisis kadar Parasetamol menggunakan


spektrofotometer adalah 98.84% - 100.44% (494.22 - 502.19 mg/kaplet).
Sedangkan untuk uji disolusi, hasil yang diperoleh adalah 100.92% - 102.61%
(504.60 mg/kaplet - 513.05 mg/kaplet).

3. Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa metode yang digunakan untuk
prosedur pemeriksaan kaplet Parasetamol, memenuhi syarat .
4. Dari hasil analisis terhadap beberapa produk ruahan, dapat disimpulkan bahwa
produk ruahan tersebut dapat digunakan. Karena sesuai dengan persyaratan
yang berlaku.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka penulis dapat


menyimpulkan bahwa produk Parasetamol yang di produksi oleh
GlaxoSmithKline adalah obat paten, karena zat aktif berupa Parasetamol dalam
produk tersebut masih masuk dalam standar, baik yang ditentukan oleh BPOM,
maupun yang ditentukan oleh QA.

VI.2. Saran

Saran saya, demi tetap terjalinnya kerjasama yang baik antara SMK Analis
Kimia Tunas Harapan dengan GlaxoSmithKline, maka saya memohon agar adik-
adik kelas saya kelak, diberi kesempatan seperti saya untuk dapat melaksanakan
prakerin di GlaxoSmithKline.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Farmakope Indonesia, edisi kelima, Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, 1995.

USP, The United States Pharmacopeia Convention, Inc., Twinbrook ParkWay


Rockville, USA, 1995.

Ismail Krisnandi, H. E, Pengantar Analisis Instrumental, Bogor : Sekolah


Menegah Analis Kimia Bogor, 2003.

Rusdiana Taofik, Sjuib Fauzi dan Asyarie Sukmadjaya, Penetapan Parameter


Farmakokinetik Parasetamol dalam Plasma Darah Manusia Setelah
Pemberian Dosis Tunggal Secara Oral, Jurnal Farmaka, (2003).
Hagen T Philip, Mayo Clinic: Guide to Self Care (Answer for Everyday Health
Problems), cetakan kedua, Jakarta : Gramedia, 2003.

Yuliana Hepi, Laporan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Aventis Pharma
Indonesia Jakarta, Bogor : Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, 2003.

Moh. Anief, Prinsip Umum Dan Dasar Farmakologi, cetakan ketiga, Jogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 2004.

Yola Zuladra, T., Laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di GlaxoSmithKline


Indonesia Bogor, Jakarta Timur : Sekolah Menengah Kejuruan Kimia
Tunas Harapan Jakarta Timur, 2006.

http:// www.gsk.com
http://ms.wikipedia.org/wiki/Asetaminofen

Anonimous. About Noni. Bula-noni.com.au. 2001.

Itqiyah Nurul, H. dan Arifianto, www.sehatgroup.web.id.

Anda mungkin juga menyukai