Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan yang
melalui tahapan proses memiliki risiko bahaya dengan tingkatan risiko
berbedabeda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumbersumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar derajat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal. Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya. Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya (Syukri Sahab, 1997). Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumbersumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan. Adapun untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu diadakan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja. ` Bahaya dan resiko memiliki hubungan yang erat. Bahaya menjadi sumber terjadinya kecelakaan yang menyangkut manusia, properti dan lingkungan. Resiko menggambarkan besarnya suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta besaranya keparahan yang dapat diakibatkannya. Pengendalian resiko merupakan langkah penting dan menentukan dalama keseluruhan resiko. Resiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendalian resiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan atau dikelola dengan baik. Dalam pengendalian resiko upaya terjadinya kecelakaan dengan menekan kemungkinan terjadinya (likelihood). Pengurangan kemungkinan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu secara teknis, administratif, dan pendekatan manusia. Penggunaan APD bukan untuk mencegah kecelakaan tetapi untuk mengurangi dampak dari suatu kejadian. Menurut data WHO, kamker merupakan salah satu peyebab kematian utama di dunia yaitu sebesar 7,6 juta pada tahun 2008. Kasusnya diperkirakan terus meningkat hingga 45% di tahun 2030 sedangkan di indonesia, 13% kematian diakibatkan oleh kanker. Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistematik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut Dari sepuluh penyebab kematian salah satunya yang nomor lima adalah akibat edukasi. Mencakup pereseapan, penyerahan, pemberian, kesalahan pemantauan, miskomunikasi, termasuk kesalahan pelaporan. Miss komunikasi dapat terjadi terutama dalam peresepan dan pembacaan oleh farmasi. Mekanisme terpajannya obat keoterapi kepada petugas medis melalui inhalasi aerosol atau uap obat, absorpsi kulit, tertelan, absorbsi konjungtiva, dan tertusuk jarum. National institute for occupational safety and health ( NIOSH, 2004) mengemukakan bahwa bekerja dekat dengan obat – obat berbahaya di tatanan kesehatan dapat meyebabkan ruam kulit, kemandulan, keguguran, kecacatan bayi, dan kemungkinan terjadi leukimia dan kanker lainnya. Sekitar 8 juta petugas kesehatan di Amerika berpotensi terpapar obat-obatan berbahaya, termasuk tenaga farmasi, perawat, dokter. Harrison (2001) melaporkan bahwa 6 jenis obat (cyclophosphsmide, metrhotrexate, ifosfamide, epirubicin, dan cisplatin atau carboplatin) terdeteksi pada urine hasil pemeriksaan 13 dari 20 petugas kesehatan). Disamping memiliki pengetahuan repacking obat kemoterapi petugas farmasi harus memiliki pengetahuan mengenai resiko repacking obat kemoterapi. Dengan adanya pengetahuan tersebut petugas farmasi akan memahami dampak apa yang terjadi pada dirinya, menyadari bahwa dalam repacking obat kemoterapi memerlukan alat pelindung diri (APD) yang lengkap berupa sarung tangan khusus untuk kemoterapi, kacamata pelindung, masker, pakaian pelindung. Selain itu dalam repacking obat kemoterapi diperlukan ruangan khusus dan pakaian khusus untuk melindungi petugas farmasi pada saat prosos repacking obat. Sehingga keamanan dan keselamatan dalam bekerja terjaga, karena tujaun dari APD adalah untuk mengurangi resiko akibat kerja. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bejudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Resiko Repacking Obat Kemoterapi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petugas Farmasi DI Rumah sakit Dharmais 2015”.